28 mengering akan terkikis oleh pisau doctor blade yang berada disepanjang
permukaan drum dengan arah melintang. Produk akhir yang berupa lapisan tipis dengan tebal sekitar 0.5 mm
ditampung di bawah permukaan drum. Lapisan tipis tersebut kemudian dihancurkan dengan menggunakan dry blender sehingga terbentuk serpihan-
serpihan sorghum flakes. Sorghum flakes yang dibuat dengan menggunakan metode C ini dapat dilihat pada Gambar 6. Flakes memiliki waktu rehidrasi
sekitar 2.5 menit dan daya serap air sebesar 503.617 . Hasil perbandingan flakes
yang diproduksi menggunakan metode A, B, dan C, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan hasil flakes metode A, B, dan C Karakteristik Produk
Metode Waktu
Rehidrasi detik
Daya Serap Air
Crispiness Hardness
Aroma A
600 221.675
- +++
+ B
180 445.15
+++ +
+++ C
180 503.617
++ +
+
B. PENETAPAN FORMULA
Proses formulasi dilakukan dengan mencampurkan bahan-bahan yang telah dipersiapkan yang terdiri dari gula, coklat, creamer, garam, vanila,
CMC, dan sorghum flakes. Bahan-bahan tersebut dicampur kering dry blending
dengan perbandingan tertentu yang diperoleh dengan cara trial and error
dengan panduan beberapa literatur. Formulasi ini juga melibatkan produk komersial sejenis sebagai sampel target.
Formula yang akan diuji berjumlah 6 formula. Faktor peubah yang digunakan adalah gula dan coklat. Kelima faktor lainnya, seperti creamer,
garam, vanila, CMC, dan jumlah sorghum, dibuat tetap. Persentase kelima faktor ini ditetapkan berdasarkan trial and error. Keenam formula tersebut
dapat dilihat pada Tabel 3.
29 Tabel 3. Formula produk sereal sarapan sorghum dalam dari 150 ml air
yang ditambahkan Gula Coklat Creamer Garam Vanila CMC Sorghum
Kode 6
0.5 5
0.15 0.05
0.15 10
238 6
0.75 5
0.15 0.05
0.15 10
343 8
0.5 5
0.15 0.05
0.15 10
352 8
0.75 5
0.15 0.05
0.15 10
810 10
0.5 5
0.15 0.05
0.15 10
956 10
0.75 5
0.15 0.05
0.15 10
682 Sampel target
762
C. UJI ORGANOLEPTIK
Uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan satu formula terbaik formula paling disuka oleh panelis dari
keenam formula yang diuji. Uji organoleptik pada penelitian ini mencakup uji hedonik dan ranking dimana kedua uji tersebut termasuk ke dalam kategori uji
afektif atau uji kesukaan. Uji afektif merupakan jenis uji untuk mengetahui penerimaan
acceptance dan atau kesukaan preference terhadap suatu produk tertentu. Uji penerimaan berhubungan dengan upaya pengembangan produk baru,
sedangkan uji kesukaan lebih berhubungan untuk membandingkan suatu produk dengan produk lain yang sedang menjadi market leader. Hal ini
menyebabkan uji penerimaan dilakukan hanya pada 1 jenis produk dengan tipe pertanyaan seberapa besar panelis menyukai produk tersebut, sedangkan
uji kesukaan sedikitnya melibatkan 2 sampel dimana panelis diminta untuk membandingkan manakah diantara sampel-sampel tersebut yang lebih disukai.
Jenis sampel yang lebih disukai belum berarti dapat diterima oleh panelis karena dalam uji kesukaan umumnya panelis diharuskan untuk salah satu jenis
sampel yang lebih disukai tanpa mempertimbangkan apakah panelis dapat menerima sampel tersebut atau tidak Poste et al., 1991; Resurreccion, 1998;
Carpenter et al., 2000.
30 Jumlah panelis uji afektif pada penelitian ini berjumlah 39 panelis tidak
terlatih. Menurut Resurreccion 1998, minimal diperlukan 25 panelis untuk uji afektif di laboratorium untuk meminimalisasi standar deviasi. Berbeda
dengan uji pembedaan dimana perbedaan diantara sampel yang disajikan sangat kecil, uji kesukaan menyajikan sampel dengan perbedaan yang nyata
untuk menghasilkan suatu hasil yang berbeda nyata antara sampel yang diujikan Resurreccion, 1998.
Panelis harus mengurutkan sampel berdasarkan tingkat kesukaannya secara keseluruhan pada uji ranking. Oleh karena sampel berjumlah 7, maka
nilai ranking berkisar 1-7. Ranking 1 adalah sampel yang paling disuka, dan ranking 7 adalah sampel yang paling tidak disuka. Hasil uji ranking Lihat
Lampiran 8 menunjukkan bahwa sampel yang paling disuka adalah sampel dengan kode 682, sedangkan panelis paling tidak menyukai sampel dengan
kode 762 sampel target. Uji ranking merupakan uji yang paling mudah, tetapi data yang
dihasilkan tidak menyajikan perbedaan yang ada antar sampel atau homogenitas antar sampel. Untuk itulah dilakukan uji hedonik untuk
mendukung uji ranking tersebut Moskowitz, 2000. Uji hedonik saat ini merupakan alat pengukuran uji organoleptik yang
paling popular karena sangat mudah digunakan, data dapat dengan cepat dan mudah dianalisis dengan menggunakan piranti lunak komputer, dan hasil
statistik memungkinkan untuk analisis yang lebih kuat dan dapat memberikan wawasan luas serta kesimpulan yang lebih kuat Moskowitz, 2000. Hasil uji
hedonik terhadap atribut aroma menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf kepercayaan 0.05 terhadap ketujuh sampel yang diuji. Hal ini terlihat dari nilai
signifikansi antar sampel sebesar 0.000 Lihat Lampiran 2, sehingga dapat dilakukan uji lanjutan menggunakan uji Duncan. Pada uji Duncan terhadap
atribut aroma, dihasilkan tiga subset berbeda. Subset 1 terdiri dari sampel dengan kode 682, 238, 956, 810; subset 2 terdiri dari sampel dengan kode
238, 956, 810, 343, 352; sedangkan subset 3 hanya terdiri dari satu sampel dengan kode 762. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa pada atribut aroma
terdapat perbedaan nyata di antara keenam formula dengan sampel target pada
31 taraf kepercayaan 0.05. Nilai rata-rata hedonik atribut aroma keenam formula
berkisar 2.49 sampai 3.21 suka sampai agak suka, sedangkan nilai rata-rata hedonik atribut aroma sampel target sebesar 3.77 netral.
Hasil uji hedonik terhadap atribut rasa juga menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf kepercayaan 0.05 terhadap ketujuh sampel yang diuji,
sehingga dilakukan uji lanjutan menggunakan uji Duncan. Subset yang terbentuk pada uji Duncan terhadap atribut rasa berjumlah dua subset Lihat
Lampiran 4. Sampel target tidak berbeda nyata terhadap sampel dengan kode 352, 810, 343, dan 283, tetapi berbeda nyata terhadap sampel dengan kode
956 dan 682 pada taraf kepercayaan 0.05. Panelis cenderung mendeteksi atribut rasa berdasarkan tingkat
kemanisan. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji Duncan yang menempatkan sampel dengan gula 10 pada subset pertama dan sampel dengan gula 6
dan 8 pada subset kedua. Dari hasil ini pula dapat disimpulkan bahwa panelis cenderung lebih suka produk dengan rasa manis yang tinggi karena
sampel dengan gula 10 memiliki nilai rataan paling rendah, dimana semakin rendah nilai rataan, tingkat kesukaan produk semakin tinggi.
Secara keseluruhan overall, ketujuh sampel yang diuji menggunakan uji ANOVA memiliki perbedaan nyata pada taraf kepercayaan 0.05. Menurut
hasil uji lanjut Duncan, sampel target berbeda nyata dengan sampel berkode 810, 352, 956, dan 682, tetapi tidak berbeda nyata dengan sampel 238 dan
343. Hasil uji hedonik secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 6. Sampel dengan kode 682 dan 956 memiliki nilai rataan yang sama, yaitu 2.95.
Dengan demikian, tingkat kesukaan panelis terhadap kedua sampel ini adalah ”agak suka”. Tingkat kesukaan panelis terhadap kedua sampel ini paling
tinggi. Hal ini dibuktikan dengan nilai rataan yang paling rendah di antara sampel-sampel lainnya. Kesukaan panelis terhadap sampel target memiliki
nilai ”netral”. Penerimaan konsumen terhadap suatu produk baru sangat menentukan
keberhasilan produk tersebut di pasar. Sebaik apapun suatu produk, akan mengalami kegagalan di pasar jika konsumen tidak dapat menerima produk
tersebut. Menurut Moskowitz 2000, jika sebuah produk pangan tidak
32 memiliki rasa yang baik, maka selanjutnya yang akan terjadi adalah produk
tersebut tidak akan sukses di pasar. Oleh sebab itu, kunci dalam pengembangan produk pangan baru adalah tingkat kesukaan konsumen
terhadap produk pangan. Uji afektif yang dilakukan di laboratorium dapat digunakan sebagai
referensi atau langkah awal sebelum melangkah ke uji konsumen. Dengan uji afektif, kita dapat memperkirakan bagaimana penerimaan produk di pasar.
Banyak perusahaan pangan yang hanya melakukan uji afektif di laboratorium tanpa menggunakan uji pasar dalam pengembangan produknya.
Jika dilihat dari uji ranking, terdeteksi produk formula yang paling disuka dari segi organoleptik adalah sampel dengan kode 682 Gula 10,
coklat 0.75. Akan tetapi, jika dilihat dari uji ANOVA atribut sampel secara keseluruhan, terlihat bahwa sampel dengan kode 682 tidak berbeda nyata
dengan sampel berkode 956 Gula 10, coklat 0.50. Oleh karena harga bahan baku sampel dengan kode 956 lebih murah, maka ditetapkan bahwa
sampel dengan kode 956 merupakan produk yang paling optimum. Untuk selanjutnya, sampel dengan kode 956 ini disebut dengan produk ”s”.
D. ANALISIS KIMIA