3. Etiologi Ketunalarasan
Sampai saat ini etiologi ketunalarasan yang dirumuskan oleh para ahli belum ada keseragaman, namun secara umum etiologi ketunalarasan
terjadi karena berbagai faktor, dalam arti tidak terdapat faktor tunggal yang menyebabkan terjadinya ketunalarasan. Faktor-faktor tesebut antara lain :
Lingkungan Keluarga. faktor penyebabnya antara lain dapat
berupa kondisi sosial ekonomi, broken home, sikap dan perlakuan orang tua.
Kondisi sosial ekonomi, taraf hidup ekonomi yang terbatas pra
sejahtera yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup anggota keluarga secara wajar, anak cenderung memenuhi kebutuhannya dari luar lingkungan
keluarga, dengan berbagai cara atau menghalalkan segala macam cara. Begitu
pula bagi
taraf hidup
ekonomi keluarga
yang berkecukupanberlebihan, segala macam kebutuhannya mudah terpenuhi
akan memberi peluang kepada anak untuk membelanjakan uangnya kepada hal-hal yang menjurus pada pelanggaran hukum, seperti membeli obat-obat
terlarang sejenis narkotika.
Keluarga Broken Home, yaitu keluarga yang tidak harmonis,
berantakan atau terpecah-pecah baik itu secara fisik, yaitu tidak utuhnya orang tua karena salah satu atau keduanya meninggal dunia; maupun secara
psikologis karena ketidakharmonisan hubungan keluarga, ayah, ibu, dan anak sehingga iklim lingkungan keluarga menjadi tidak aman dan tidak
menyenangkan anggota keluarga, terutama anak-anaknya. Orang tua
merupakan pendidikan yang pertama dan utama, tempat pertama dan utama bagi anak untuk memperoleh perhatian dan kasih sayang. Kondisi dan
situasi keluarga yang tidak harmonis, acak-acakan dan berpengaruh yang tidak baik terhadap perkembangan jiwa anak. Tidak utuhnya orang tua
dalam suatu keluarga, anak akan kehilangan pola dan acuan berperilaku, kehilangan kasih sayang dan perhatian.
Sikap dan Perlakuan Orang Tua , yang tidak tepat terhadap
anaknya seperti over protection, rejection, dan laissez faire akan memicu anak untuk berperilaku menyimpang. Orang tua yang Over protection dalam
arti sikap yang terlalu melindungi dan dimanja akibatnya anak cenderung tidak mandiri, kurang kreatif, keinginan selalu dipenuhi. Setelah hidup di
masyarakat timbul perasaan cemas yang terus menerus, tidak percaya diri takut menghadapi masalah kehidupan, akhirnya situasi ini memicu anak
untuk berperilaku menyimpang. Sikap orang tua yang rejection dalam arti menolak kehadiran atau keadaan kondisi anak. Biasanya sikap ini muncul
karena kelahiran seorang anak yang tidak diharapkan karena berbagai alasan. Anak yang ditolak kehadirannya, umumnya kurang memperoleh
kasih sayang dan perhatian dari orang tua, karena dianggap menjadi beban keberadaannya. Kasih sayang dan perhatian orang tua pada masa kanak-
kanak merupakan hal yang prinsip, karena merupakan dasar pembentukan kata hati dan budi pekerti seorang anak kemudian. Sebagai dampak sikap
dan perlakuan orang tua tersebut perkembangan emosi dan sosialnya
menjadi terganggu. Bentuk penyimpangan perilaku yang menonjol pada anak tersebut seperti bermusuhan dan agresif. Sikap orang tua yang
berperilaku laissez faire pada anaknya, dalam arti orang tua yang bersikap masa bodoh acuh tak acuh dan tanpa perhatian. Perhatian dari orang tua
sama pentingnya dengan kasih sayang, anak yang kurang diperhatikan orang tua, akan mencari perhatian di luar lingkungan keluarga. Untuk memperoleh
perhatian dari orang tua biasanya anak melakukan hal-hal yang tidak diharapkan, berperilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma yang ada
di masyarakat.
Lingkungan Sekolah. Sekolah merupakan lingkungan kedua bagi
anak untuk mengembangkan kognitif, afektif, dan psikomotor, tetapi dalam proses pendidikan di sekolah tidak sedikit mengalami hambatan terhadap
perkembangan anak, diantaranya: a.
Kurikulum yang tidak sesuai dengan kebutuhan, bakat minat dan kemampuan anak.
b. Peraturan atau tata tertib disiplin sekolah yang kaku, tidak ada
keseragaman dalam pengawasannya, dan tidak konsekuen apabila terjadi pelanggaran.
c. Sikap guru yang otoriter, laissez, overprotection
d. Ketidakmampuan guru dalam mengajar penguasaan materi maupun
didaktik metodiknya dalam mengelola kelas.
e. Lingkungan sekolah yang tidak menyenangkan dan tebatasnya sarana
untuk mengembangkan kreativitas. f.
Letak sekolah yang kurang baik, dekat pada tempat-tempat keramaian seperti pasar, mall, terminal, tempat hiburan dan tempat yang
menimbulkan bising. Sejalan dengan pendapat Kauffman dalam Sunardi 1995 yang
mengidentifikasikan bahwa ada enam kondisi yang dapat menjadi faktor penyebab ketunalarasan dan kegagalan akademik yaitu:
a. Tidak sensitif terhadap kepribadian anak
b. Harapan yang tidak wajar
c. Pengelolaan yang tidak konsisten
d. Pengajaran keterampilan yang tidak relevan atau nonfungsional
e. Pola pemberian imbalan reinforcement yang keliru
f. Model contoh yang tidak baik.
Lingkungan Masyarakat . Sebagai mahluk sosial tidak terlepas dari
interaksi dan komunikasi, yang merupakan hubungan saling berpengaruh antara individu yang satu dengan yang lainnya. Anak dalam
perkembangannya lebih banyak menerima pengaruh dari pada memberikan pengaruh dalam kepribadian sosial, dan masih bersifat imitatif buta atau
meniru tanpa seleksi. Sehingga apabila dihadapkan pada lingkungan yang kurang baik akan berpengaruh terhadap perkembangan perilaku anak,
diantaranya:
a. Pengaruh teman sepermainan yang bereputasi tidak baik, seperti teman
yang suka mencuri, membolos dari sekolah, berjudi, menyalahgunakan obat terlarang sejenis narkotika, dan sebagainya.
b. Pengaruh media masa cetak dan elektronika, yang menyajikan dan
menayangkan kekerasan, pornografi atau gambar-gambar fulgar yang dapat menjerumuskan pemuda-pemuda harapan bangsa ke dalam
kecabulan dan kejahatan, serta merusak kesadaran remaja terhadap norma kesusilaan.
c. Kurangnya pembinaan hidup beragama, agama merupakan pedoman
dalam segala aspek kehidupan, termasuk pedoman dalam berperilaku di masyarakat, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Bila kurang
pembinaan terhadap kehidupan beragama, niscaya anak akan mudah terseret dalam perilaku menyimpang.
d. Kurangnya fasilitas rekreasi dan olah raga sebagai penyaluran dan
pelepasan kejenuhan, tidak ada wadah dan tempat untuk menyalurkan bakat dan minat anak, akhirnya kelebihan energi yang ada pada diri
anak akan disalurkan kepada perilaku menyimpang seperti berkerumun di mulut gang sambil mengganggu orang lewat, dan lebih parah lagi
melakukan tindakan yang bersifat kriminal. e.
Terjadi perubahan sosial dan budaya yang terlalu cepat dan tidak seimbang, seperti terjadinya urbanisasi, perubahan status kehidupan
ekonomi, peperangan, industrialisasi. Perubahan tersebut memberikan dampak negatif terhadap anggota masyarakat, termasuk anak remaja.
f. Kurangnya pengawasan aktivitas anak dari masyarakat.
Kaufman dalam Sunardi 1995 mengelompokkan penyebab ketunalarasan menjadi tiga, yaitu faktor keluarga, biologis dan sekolah.
1 Faktor Keluarga: dijelaskan ada beberapa faktor yang sangat
rawan terhadap ketunalarasan seperti perceraian, tidak adanya ayah di rumah, hubungan dalam keluarga yang tegang, saling
bermusuhan, dan kondisi sosial ekonomi yang rendah.
2 Faktor Biologis: yaitu adanya kelainan genetik, temperamen,
gegar otak, kekurangan gizi atau salah makan, penyakit atau cacat tubuh.
3 Faktor sekolah: yaitu karena tidak sensitif terhadap kepribadian
anak, harapan yang tidak wajar, pengelolaan yang tidak konsisten, pengajaran keterampilan yang tidak relevan atau nonfungsional,
pola pemberian imbalan reinforcement yang keliru, model contoh yang tidak baik.
Dari sekian uraian mengenai faktor penyebab ketunalarasan ternyata tidak ditemukan penyebab tunggal dari ketunalarasan. Ketunalarasan
disebabkan oleh banyak faktor yang saling berinteraksi antara penyebab yang satu dengan yang lainnya.
4. Model Pendekatan Pendidikan Luar Sekolah bagi Anak Luar Biasa