Karakteristik Belajar Anak Tunalaras

bersifat keterampilan akademik, sedang pendidikan yang mengarah pada keterampilan personal, sosial dan vokasional diberikan pada sore hari yaitu pendidikan yang diselenggarakan secara ekstrakurikuler tidak masuk pada subsistem pendidikan non-formal. Pada jam 14.00 sd jam 21.00 pendidikan yang dijalankan sebagai upaya rehabilitasi dilakukan dengan menggunakan jalur Pendidikan Luar Sekolah pendidikan nonformal dengan berbagai program dan kegiatan yang tergabung dalam sub sistem Pendidikan Luar Sekolah. Dari kedua pendekatan pendidikan yaitu Pendidikan Sekolah dan Pendidikan Luar Sekolah yang diberikan kepada anak tunalaras diharapkan program rehabilitasi yang diberikan sebagai upaya pemberdayaan untuk mencapai kemandirian anak tunalaras melalui pelatihan kecakapan hidup dapat dilakukan dengan tepat guna dan berhasil guna. Dari kedua pendekatan tersebut terlihat ada suatu penggabungan sistem dimana PLS dapat menjadi komplemen, suplemen atau substitusi bagi penyelenggaraan pendidikan sekolah sesuai dengan gambar 2.1, yang akhirnya tujuan pendidikan nasional yang dicanangkan untuk mendidik anak tunalaras dapat dicapai dengan lebih baik. C. Model Pembelajaran Kecakapan Hidup dalam Perspektif Rehabilitasi bagi Meningkatkan Kemandirian Anak Tunalaras

1. Karakteristik Belajar Anak Tunalaras

Agar kita dapat membelajarkan anak tunalaras secara optimal, terlebih dulu kita harus memahami bagaimana sebenarnya karakteristik anak tersebut. Untuk membelajarkan bagaimana anak tunalaras dapat belajar secara optimal, kita harus terlebih dahulu bisa memahami apa yang menjadi kebutuhan belajar anak tunalaras, dengan memahami akan kebutuhan belajarnya, diharapkan tujuan pembelajaran bagi mereka dapat tercapai dengan optimal. Dalam membelajarkan anak tunalaras tidak secara tiba-tiba pamong memberikan materi ajar, tanpa kita memahami kebutuhan dan minat belajar dari anak tersebut. Anak tunalaras memiliki suatu karakteristik tersendiri dalam belajarnya, artinya relatif berbeda dengan anak pada umumnya. Perbedaan karakteristik belajar tersebut muncul sebagai suatu akibat dari ketunalarasan yang disandangnya. Ketidak matangan sosial dan atau emosional seseorang umumnya cenderung berdampak pada keseluruhan perilaku dan pribadinya, termasuk dalam perilaku belajarnya. Secara umum proses belajar bisa berlangsung dengan optimal bila ditunjang dengan kesiapan psikologis dari setiap peserta didik. Anak tunalaras umumnya memiliki ketidak matangan dalam aspek sosial dan atau emosional, ini jelas dapat menimbulkan hambatan dalam aspek psikologisnya, sehingga tidak heran bila mereka dapat dipastikan dalam proses pembelajarannya akan mengalami suatu hambatan. Gambaran dari karakteristik belajar anak tunalaras menurut Cruickshank 1980 pada buku Psychology of Exeptional Children and Youth dalam Atang Setiawan dan Sunardi 1997: 2 Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik perilaku belajar anak tunalaras tidak jauh berbeda, bahkan sulit dibedakan dengan kelompok anak anak tunagrahita dan anak berkesulitan belajar. Yang membedakan hanyalah bahwa pada anak tunalaras frequensi lebih tinggi dan selalu tertuju pada perilaku-perilaku maladaptive. Hasil studi lain juga menunjukkan bahwa anak tunalaras pada umumnya memiliki IQ yang rendah, prestasi yang rendah, dan juga berasal dari kelas sosial yang rendah pula. Mereka juga banyak mengalami kesulitan dalam satu atau lebih bidang studi, seperti membaca dan matematik, serta perilakunya tidak memenuhi harapan sesuai dengan usia dan kemampuannya. Sehubungan dengan karakteristik belajar anak tunalaras menurut Cruickshank 1980 paling tidak terdapat tiga issue yang menarik, yaitu Pertama pada anak tunalaras terdapat kesenjangan antara kemampuan potensial dengan kemampuan aktual, dengan istilah lain cenderung berprestasi dibawah potensinya. Salah satu yang ikut mewarnai kesenjangan prestasi tersebut adalah sifat-sifat pribadi dan perilakunya. Lebih lanjut dikatakan paling tidak terdapat tujuh faktor yang memberikan kontribusi terhadap prestasi belajar anak yaitu : a Kemampuan anak untuk mengatasi kecemasan, b perasaan harga diri, c konformitas terhadap tuntutan otoritas, d penerimaan kelompok sebaya, e kurangnya konflik dan sifat ketergantungan, f keterlibatan dalam akademik, dan g kemampuan dalam merancang tujuan yang realistik. Pada anak tunalaras umumnya kurang memiliki beberapa kemampuan di atas. Kedua masalah-masalah belajar yang dialami oleh anak tunalaras adalah sebagai manifestasi dari problem emosionalnya. Ini berarti bahwa problem belajar merupakan faktor akibat dari adanya problem emosional. Kita ketahui bahwa pikiran emosional bertindak lebih cepat tapi cenderung tidak tepat, dibanding dengan pikiran rasional yang bersifat lebih lambat tapi cenderung lebih tepat. Ketiga ditemukannya anak yang berbakat dan kreatif tapi tunalaras, namun secara dramatik mengalami kesenjangan antara potensi dengan prestasinya. Atang Setiawan dan Sunardi 1997: 4 lebih lanjut menyebutkan bahwa ciri-ciri yang menonjol yang sering dijumpai pada belajar anak tunalaras adalah : a. Daya konsentrasi terbatas Kemampuan anak untuk memusatkan perhatian sangat terbatas. Sensitif terhadap rangsangan dari luar, karenanya mudah teralihkan perhatiannya dan tidak tahan belajar dalam waktu yang relatif lama. b. Kurang mampu belajar dari pengalaman Artinya sulit belajar dari pengalamannya sendiri maupun orang lain, karena itu cenderung mengulang kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat sebelumnya. c. Kurang motivasi Motivasi belajarnya rendah, karena itu cenderung cepat bosan, malas, bahkan sering meninggalkan kelas dengan berbagai alasan. d. Kurang disiplin Anak tunalaras cenderung tidak mau bahkan menentang otoritas sekolah melalui aturan-aturan atau tata tertib yang diberlakukan. Mereka cenderung ingin bebas dan menuruti kemauannya sendiri. e. Kurang memiliki motif berprestasi. Anak tunalaras cenderung mau belajar karena terpaksa, sehingga motivasi untuk mencapai prestasi akademis yang tinggi juga kurang atau bahkan sama sekali tidak dimiliki. f. Kurang memiliki sikap kerjasama dan toleransi. Anak tunalaras cenderung ingin menang sendiri, kurang memikirkan kepentingan dan penghargaan terhadap orang lain. g. Sensitif terhadap hal-hal yang dianggap merugikan dirinya. Hal-hal yang dianggap merugikan atau mengganggu kepentingannya cenderung ditanggapi secara cepat dengan cara-cara yang negatif. h. Kurang memiliki kesabaran. Artinya apabila kondisi emosinya sudah terganggu apalagi yang sifatnya negatif, anak langsung tampak emosional dan tidak mampu mengendalikan akal sehatnya. i. Kurang mampu berfikir secara komperhensif dan kemampuan analisanya rendah. j. Memiliki cara-cara tersendiri dalam mengolah dan memahami informasi. k. Cepat melakukan imitasi dan identifikasi terhadap hal-hal diluar dirinya yang dianggap menarik. l. Sugestibel mudah dipengaruhi dan terpengaruh oleh lingkungan m. Cenderung mengabaikan tugas dan tanggung jawab yang diberikan n. Cenderung tunduk pada guru tertentu yang memiliki kelebihan sesuai dengan interesnya. Dari sekian karakteristik tersebut di atas itu hanya sebagian kecil dari ciri- ciri yang cenderung ditampilkan anak tunalaras dalam perilaku belajarnya. Ciri- ciri lain yaitu seperti susah diatur, sering mengganggu teman, ribut dalam kelas tidak mau mengerjakan tugas, mengabaikan perintah guru, meninggalkan kelas ketika pelajaran berlangsung dan sebagainya. Sebagai pengecualian, walaupun secara umum memiliki karakteristik seperti di atas, tapi karakteristik yang bersifat khasunik hanya bisa ditemukan pada masing-masing individu. Oleh karena itu, mungkin ditemukan ada anak tunalaras yang kurang memiliki ciri-ciri di atas. Misalnya anak memiliki kemampuan analisisnya tinggi tetapi cenderung digunakan untuk kepentingan pertahanan dirinya, atau memiliki ide-ide yang cemerlang dan original tetapi sifatnya negatif.

2. Pengelolaan Pembelajaran Anak Tunalaras