PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

1

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

Scombrotoxin Fish Poisoning SFP sering disebut keracunan histamin yang berasal dari famili ikan scombroidae seperti ikan tuna Thunnus spp, bonito Sarda spp, mackerel Scomber spp, skipjack Katsuwonus polamis, dan mahi- mahi varietas ikan lumba-lumba. Tetapi famili non-scombroidae seperti sardine Sardinella spp, ikan herring Clupea spp salmon Arripis truttaceus, tongkol, cakalang, kuwik dan kembung juga menjadi penyebab SFP. Jenis ikan ini mengandung sejumlah histidin bebas yang tinggi dalam jaringannya, sementara bakteri tertentu mempunyai enzim histidine decarboxylase, yaitu enzim yang mampu memecah histidin menjadi histamin. Enzim histidine decarboxylase dapat ditemukan pada bakteri Enterobacteriaceae, Clostridium, Lactobacillus, Vibrio, Pseudomonas dan Photobacterium. Pembentukan zat beracun ini dapat terjadi baik pada ikan yang sudah dimasak termasuk ikan yang diawetkan dengan cara pengasapan dan pengalengan maupun ikan yang masih mentah karena tidak segera ditangani, misalnya ikan sudah terlalu lama ditangkap dan tidak segera dibekukan atau ikan yang tidak segera diolah Arisman, 2009. Menurut Food and Drug Administration FDA Amerika Serikat, keracunan histamin akan timbul jika seseorang mengonsumsi ikan dengan kandungan histamin 50 mg100 g ikan. Ikan dengan kandungan histamin lebih dari 20 mg100 g ikan sudah tidak boleh dikonsumsi. Histamin [2-1 H -imidazol-4-ylethanamine] merupakan zat endogen yang terjadi secara alami dalam tubuh manusia yang berperan sebagai mediator reaksi- reaksi alergi dan reaksi inflamasi, serta sekresi asam lambung. Histamin adalah neurotransmitter yang terlibat dalam respon imun lokal, disintesis dari histidin dengan adanya enzim histidine decarboxylase, bisa diinaktifkan secara cepat oleh enzim histamine N-methyltransferase dan diamine oxidase Maintz, dkk., 2007. Histamin berinteraksi dengan reseptor spesifik pada berbagai jaringan target. Reseptor histamin ditemukan pada sel basofil, sel mast, neutrofil, eosinofil, limfosit, makrofag, sel epitel dan endotel. Histamin dilepaskan dari sel mast 2 sebagai hasil reaksi antigen-antibodi IgE yang merupakan hasil respon terhadap senyawa asing dalam tubuh. Senyawa allergen dapat berupa spora, debu rumah, sinar UV, cuaca, racun, tripsin, dan enzim proteolitik lain, deterjen, zat warna, obat makanan dan beberapa turunan amina Joint FAOWHO, 2012. Histamin endogen diperlukan untuk fungsi fisiologis normal, tetapi histamin dengan dosis besar beracun karena masuk ke sistem peredaran darah. Hal ini sering menyebabkan gejala keracunan, yang melibatkan berbagai organ. Dampak histamin melalui aktivasi dari empat jenis reseptor histamin H1, H2, H3 dan H4 dalam membran sel. Reseptor histamin ini diekspresikan pada tipe sel yang berbeda dan bekerja melalui jalur sinyal yang berbeda, sehingga dalam beberapa respons biologis. Histamin dapat meningkatkan vasopermeabilitas dan vasodilatasi sehingga menyebabkan urtikaria, flushing, hipotensi dan sakit kepala. Histamin juga menginduksi kontraksi otot polos usus, menyebabkan kram perut, diare dan muntah Joint FAOWHO, 2012. Berbagai metode pengujian yang ada untuk penentuan kadar histamin pada ikan, termasuk metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi KCKT telah diusulkan. Setelah ekstraksi amina langkah derivatisasi diperlukan, dapat dilakukan sebelum atau sesudah pemisahan kolom, derivatif utama yang digunakan adalah o- phthaldialdehyde OPA, dansil klorida, dan benzoil klorida. Metode derivatisasi dengan agen fluorogenik memiliki beberapa keterbatasan, yaitu memerlukan pemisahan amina sebelum derivatisasi karena derivatif fluorogenik yang tidak selektif. Oleh karena itu, reagen asil klorida, seperti tosyl-dansil, atau benzoil klorida, lebih disukai untuk derivatisasi amina biogenik. Di antara reagen ini, benzoil klorida memiliki keuntungan, karena derivatisasi dan waktu elusi yang pendek, struktur kimia yang sederhana, dan relatif murah Ozogul, dkk., 2002, Ozdestan, dkk., 2009. Metode Enzyme Linked Immunosorbent Assay ELISA juga dapat dikembangkan untuk pengukuran histamin dalam makanan. Prinsipnya berdasarkan kompetisi antara antigen yang terdapat dalam sampel dengan enzim berlabel kemudian 3 enzim dan antigen bersaing dengan binding-site antibodi yang dilapisi ke dalam well. Setelah inkubasi, well dicuci untuk menghentikan reaksi kompetisi. Setelah substrat bereaksi, intensitas warna diukur dimana intensitasnya berbanding terbalik dengan jumlah antigen dalam sampel. Hasil dapat ditentukan langsung menggunakan kurva kalibrasi standar Muscarella, dkk., 2005, Muscarella, dkk., 2013. Badan POM mempunyai visi menjadi Institusi Pengawas Obat dan Makanan yang inovatif, kredibel dan diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat, serta salah satu misinya yaitu memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan. Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, Badan POM melakukan pengawasan Pre Market dan Post Market secara internasional. Salah satu perangkat pendukung pengawasan tersebut adalah adanya suatu metoda analisa atau metoda uji yang valid dan handal sesuai yang dipersyaratkan dalam standar atau regulasi sehingga dapat menentukan konsentrasi suatu zat atau racun dalam produk pangan. Hingga saat ini metoda analisa penetapan kadar histamin dalam produk pangan hanya menggunakan metode ELISA. Metode ini merupakan salah satu metode skrining yang cepat namun memiliki kendala antara lain ketersediaan alat ini di sebagian besar BalaiBalai Besar POM di seluruh Indonesia yang masih sedikit sehingga diperlukan suatu metoda analisa lain yang kuantitatif, mudah, dan dapat diaplikasikan di BalaiBalai Besar POM di seluruh Indonesia, sementara itu, instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi KCKT tersedia di BalaiBalai Besar POM di seluruh Indonesia. Hasil penelitian dengan melakukan metoda analisa ELISA dan KCKT diharapkan memiliki tingkat validitas dengan presisi dan akurasi yang baik.

I.2 Tujuan Penelitan

Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan kadar histamin dalam produk pangan secara ELISA dan KCKT. Dengan terujinya metode analisa penetapan kadar histamin dalam produk pangan secara ELISA dan KCKT maka diharapkan 4 metode yang valid diantara kedua metode tersebut dapat diterapkan dalam pemeriksaan terhadap berbagai jenis sampel pangan untuk pengujian rutin di Laboratorium BalaiBalai Besar POM di seluruh Indonesia.

I.3 Manfaat Penelitian

Metode ELISA merupakan salah satu metode skrining yang cepat namun memiliki kendala antara lain ketersediaan alat ini di sebagian besar BalaiBalai Besar POM di seluruh Indonesia yang masih sedikit sedangkan metode KCKT bisa dijadikan metode analisa alternatif yang kuantitatif, mudah, dan dapat diaplikasikan di BalaiBalai Besar POM di seluruh Indonesia. Dengan diketahuinya metode analisa penetapan kadar histamin dalam produk pangan secara ELISA dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi KCKT maka diharapkan metode yang valid di antara kedua metode tersebut dapat diterapkan dalam pemeriksaan terhadap berbagai jenis sampel pangan untuk pengujian rutin di Laboratorium BalaiBalai Besar POM di seluruh Indonesia. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA