NASKAH AKADEMIK RUU PERLINDUNGAN DATA PRIBADI
96
B. Undang-Undang Nomor
36 Tahun
1999 tentang
Telekomunikasi.
Industri telekomunikasi merupakan industri yang memiliki perkembangan sangat pesat dengan nilai ekonomi
yang tinggi. Indonesia telah aktif dalam membuka arus investasi bagi industri telekomunikasi sejak tahun 1980an.
Tahun 1989, Indonesia mulai mengembangkan kebijakan dan peraturan perundang-undangan mengenai telekomunikasi
dengan mengesahkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi. Undang-undang tersebut menjadi
pijakan utama bagi pengembangan industri telekomunikasi di Indonesia.
Pada tahun
1999 undang-undang
tersebut disempurnakan serta disesuaikan dengan perkembangan
telekomunikasi yang telah semakin maju dan dipandang tidak relevan untuk dikuasai oleh Badan Usaha Milik Negara saja.
Undang-Undang Nomor
36 Tahun
1999 tentang
Telekomunikasi Undang-Undang Telekomunikasi kemudian disahkan untuk menggantikan undang-undang telekomunikasi
sebelumnya. Penyelenggaraan
telekomunikasi berhubungan
erat dengan transmisi, interkoneksi, serta perpindahan data dan
informasi dengan cepat. Perpindahan informasi serta data pribadi ini dapat terjadi dengan sangat mudah dan cepat. Oleh
karena itu untuk menjaga lalu lintas informasi dari penyelenggaraan telekomunikasi, dalam Pasal 18 ayat 1
diatur kewajiban
penyelenggara telekomunikasi
untuk mencatat atau merekam secara rinci pemakaian dari jasa
telekomunikasi. Pasal 22 Undang-Undang Telekomunikasi melarang dilakukannya akses ke jaringan danatau jasa
NASKAH AKADEMIK RUU PERLINDUNGAN DATA PRIBADI
97 telekomunikasi atau telekomunikasi khusus secara tanpa hak,
tidak sah, atau dengan manipulasi. Selain pengaturan tersebut, perolehan atas informasi
yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dilarang dalam bentuk apapun sebagaimana diatur dalam Pasal 40. Hal
ini menunjukan perlindungan privasi dari pengguna jasa telekomunikasi atas data pribadi miliknya yang ditransmisikan
melalui penyelenggaraan telekomunikasi.
127
Kerahasiaan dari data pribadi maupun informasi pribadi lain milik pengguna jasa telekomunikasi dilindungi dan wajib
dijaga kerahasiaannya oleh penyelenggara telekomunikasi. Pasal 42 ayat 1 Undang-Undang Telekomunikasi mewajibkan
penyelenggara jasa telekomunikasi untuk merahasiakan informasi yang dikirim danatau diterima oleh pelanggan jasa
telekomunikasi melalui jaringan danatau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya. pengecualian terhadap kerahasiaan
ini antara lain untuk kepentingan proses peradilan pidana atas permintaan tertulis jaksa agung atau kepala kepolisian serta
penyidik.
128
Pengaturan sanksi pidana dari pelanggaran pasal-pasal perlindungan privasi atas data pribadi pengguna jasa
telekomunikasi di atas di antaranya terdapat dalam Pasal 56 dan Pasal 57 Undang-Undang Telekomunikasi. Pelanggaran
atas pasal-pasal tersebut diancam dengan sanksi pidana baik berupa denda maupun pidana penjara.
127
Penjelasan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
128
Pasal 42 Ayat 2 dan Penjelasan Pasal 42 Ayat 2 Undang -Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
NASKAH AKADEMIK RUU PERLINDUNGAN DATA PRIBADI
98
C. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Data dan informasi yang dijamin oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah informasi mengenai barang
dan jasa, bukan informasi mengenai data pribadi konsumen. Akan tetapi, perlindungan konsumen menurut Pasal 2
Undang-Undang Perlindungan Konsumen berasaskan manfaat, keadilan,
keseimbangan, keamanan
dan keselamatan
konsumen, serta kepastian hukum tidak dijabarkan menjadi ketentuan perlindungan data pribadi konsumen. Seharusnya,
perlindungan konsumen mencakup juga perlindungan data dan informasi.
Data pribadi mengenai konsumen sering kali didapatkan ketika konsumen menggunakan jasa atau membeli suatu
barang. Sebagai contoh ketika konsumen menggunakan jasa kesehatan atau jasa perbankan, data-data yang didapatkan
pelaku usaha kemudian disalahgunakan untuk kepentingan promosi, baik produk dari pelaku usaha yang sama atau
bahkan data tersebut berpindah tangan kepada pihak di luar pelaku usaha yang berhubungan langsung dengan konsumen.
Promosi sendiri
diatur dalam
Undang-Undang Perlindungan
Konsumen. Pengertian
mengenai Promosi
dijelaskan dalam Ketentuan Umum yang termuat dalam Pasal 1 ayat 6 yaitu: Kegiatan pengenalan atau penyebarluasan
informasi suatu barang danatau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang danatau jasa yang akan dan
sedang diperdagangkan. Kegiatan promosi yang banyak dipraktikkan oleh
penyedia jasa dan penjual barang menjadi suatu masalah tersendiri apabila menggunakan data pribadi yang didapatkan
NASKAH AKADEMIK RUU PERLINDUNGAN DATA PRIBADI
99 dari pihak lain, tanpa persetujuan konsumen. Lebih jauh lagi
promosi yang biasanya melalui media telepon, pesan pendek, surat ataupun surat elektronik tersebut dapat menjadi promosi
yang tidak diinginkan konsumen, bahkan mengganggu bagi sebagian orang. Hal tersebut salah satunya karena nomor
telepon, alamat
tempat tinggal,
dan lain
sebagainya merupakan privasi seseorang. Dari hal tersebut terlihat bahwa
konsumen secara tidak langsung dirugikan oleh kegiatan promosi yang menggunakan data pribadi konsumen.
Namun dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak
ada ketentuan
yang melarang
promosi yang
menggunakan data-data pribadi masyarakat yang didapatkan tanpa persetujuan masyarakat tersebut. Pasal 9 ayat 1
Undang-Undang Perlindungan Konsumen, hanya melarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang
danatau jasa secara tidak benar, danatau seolah-olah: 1.
barang tersebut telah memenuhi danatau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu,
gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
2. barang tersebut dalam keadaan baik danatau baru;
3. barang danatau jasa tersebut telah mendapatkan
danatau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori
tertentu; 4.
barang danatau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
5. barang danatau jasa tersebut tersedia;
6. barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
NASKAH AKADEMIK RUU PERLINDUNGAN DATA PRIBADI
100 7.
barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
8. barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
9. secara langsung atau tidak langsung merendahkan
barang danatau jasa lain; 10. menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman,
tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek samping tampak keterangan yang lengkap;
11. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
Selanjutnya berdasarkan Pasal 9 ayat 3 Undang- Undang
Perlindungan Konsumen,
pelaku usaha
yang melakukan pelanggaran hal-hal di atas dilarang melanjutkan
penawaran, promosi, dan pengiklanan barang danatau jasa tersebut. Terhadap ketentuan tersebut sanksi pidana dapat
dijatuhkan kepada pelanggar berdasarkan Pasal 62 Undang- Undang Perlindungan Konsumen, yaitu pidana penjara paling
lama 5 lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 dua miliar rupiah.
Ketentuan di
atas tidak
mencakup mengenai
perlindungan data pribadi milik konsumen. Oleh karena itu, konsumen di Indonesia tidak memiliki dasar hukum yang
menjamin hak privasi sebagai konsumen. Dalam hal ini masih terjadi kekosongan hukum sehingga prilaku pelaku usaha
tidak menghormati hak privasi atas data pribadi konsumen. Pada akhirnya konsumen lah yang kembali dirugikan oleh
prilaku pelaku usaha tersebut.
NASKAH AKADEMIK RUU PERLINDUNGAN DATA PRIBADI
101
D. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Undang-Undang HAM.