Metodologi Penelitian Palm Fatty Acid Destilate PFAD

PFAD yang diteliti diambil dari by product industri pengolahan minyak sawit PT Musimas Medan pada proses pemurnian CPO. Safonifikasi dan ekstraksi fraksi yang tidak tersabunkan dengan pelarut n-heksana, petroleum benzena dan dietil eter yang selanjutnya dilakukan proses inkorporasi vitamin E pada matrik galaktomanan kolang-kaling yang dilakukan di Laboratorium Proses Kimia Organik FMIPA USU Medan dan pengujian FT-IR dilakukan di Laboratorium Terpadu USU Medan. Analisis kandungan PFAD menggunakan alat kromatografi gas GC, analisis kandungan vitmain E menggunakan alat HPLC, analisis adsorbsi menggunakan Spektrofotometer UV-Vis, analisis stabilitas antioksidan vitamin E menggunakan alat Rancimat diuji di Laboratorium SFD PT Musimas Medan. Analisis SEM dilakukan di Laboratorium Nanomaterial BATAN

1.7. Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan eksperimen laboratorium, dimana bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan produk-produk dari E’Merck seperti: dietil eter, n-heksana, petroleum benzena, etanol, kalium hidroksida dan natrium sulfat. Galaktomanan kolang- kaling yang digunakan sebagai matrik diperoleh dari Labroratorium Proses Kimia Organik FMIPA USU Medan dan PFAD yang digunakan diperoleh dari produk samping PT Musimas pabrik pengolahan minyak kelapa sawit. PFAD dikarakterisasi selanjutnya disafonifikasi dengan menggunakan KOH 50 dan direfluks pada suhu 70-80 C selama 1 jam. Hasil safonifikasi yang diperoleh dipisahkan dengan menggunakan pelarut yang sesuai n-heksana, petroleum benzena dan dietil eter selanjutnya diupkan dengan alat rotarievaporator pada suhu 70-80 C o . Fraksi tidak tersabunkan yang diperoleh dianalisis dengan alat gas kromatografi GC dan HPLC. Vitamin E selanjutnya diinkorporasi dengan galaktomanan kolang-kaling dan diukur nilai absorbsi dengan spektrofotometer UV-Vis. Universitas Sumatera Utara Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Minyak Kelapa Sawit

Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 persen perikrap dan 20 persen buah yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikrap sekitar 34-40 persen. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi asam lemak seperti pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Komposisi asam lemak minyak sawit dan minyak inti kelapa sawit. Sumber : ketaren 1986 Kandungan karoten mencapai 1000 ppm atau lebih, tetapi dalam minyak jenis tanera kurang lebih 500 -700 ppm, sementara kandungan vitamin E bervariasi dan dipengaruhi oleh penanganan selama produksi. Sifat fisiko-kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau, flavor, kelarutan, titik cair, polymorphism, titik didih boiling point, slip melting point, bobot jenis, indeks bias, titik keruhan turbidity point. titik asap, titik nyala dan titik api. Warna minyak ditentukan Asam lemak Minyak kelapa sawit persen Minyak inti sawit persen Asam Kaprilat Asam kaproat Asam laurat Asam Meristat Asam Palmitat Asam Stearat Asam Oleat Asam linolenat - - - 1.1 – 2.5 40 – 46 3.6 – 4.7 39 – 45 7 – 11 3 - 4 3 - 7 46 -52 14 - 17 6.5 - 6 1 – 2.5 13 - 19 0.5 – 2 Universitas Sumatera Utara oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah peroses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliseridanya tidak berwarna. Warna orange atau kuning disebabkan oleh adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak. Minyak dan lemak terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Lemak tersebut jika dihidrolisis atau splitting yang berlangsung pada suhu tinggi dan tekanan tinggi akan menghasilkan 3 molekul asam lemak rantai panjang dan 1 molekul gliserol. Adapun proses hidrolisis dari trigliserida tersebut adalah sebagai berikut : Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi karena adanya asam- asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan β- ionone Ketaren, 1986. Bila lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali, ester terkonversi menjadi gliserol dan garam dari asam lemak. Reaksi tersebut digambarkan disini dengan penyabunan gliseril tripalmitat. CH 2 O-C-CH 2 14 CH 3 O CH 2 O-C-CH 2 14 CH 3 O CHO-C-CH 2 14 CH 3 O + 3 Na + OH - kalor CH 2 OH CHOH CH 2 OH + 3 CH 3 CH 2 14 C O ONa natrium palmitat sabun gliserol gliseril tripalmitat tripalmitin dari minyak sawit Garam biasanya Natrium dari asam lemak berantai panjang dinamakan sabun Riswiyanto, 2009. Universitas Sumatera Utara

2.1.1. Pemurnian Minyak Kelapa Sawit

Proses pemurnian merupakan langkah yang perlu dilakukan dalam produksi edible oil dan produk berbasis lemak. Tujuan dari proses ini adalah untuk menghilangkan pengotor dan komponen lain yang akan mempengaruhi kualitas dari produk akhirjadi. Kualitas produk akhir yang perlu diawasi adalah bau, stabilitas daya simpan, dan warna produk. Dalam sudut pandang industri, tujuan utama dari pemurnian adalah untuk merubah minyak kasarmentah menjadi edible oil yang berkualitas dengan cara menghilangkan pengotor yang tidak diinginkan sampai level yang diinginkan dengan cara yang paling efisien. Pengotor tersebut mungkin diperoleh selama proses hulu, yaitu ekstraksi, penyimpanan atau transportasi dari minyak kasarmentah dari lapangan ke pabrik. Proses pemurnian yang tepat sangat penting dilakukan dalam rangka untuk memproduksi produk akhir yang berkualitas tinggi dalam rentang spesifikasi yang telah ditentukan dan sesuai keinginan pelanggan. Ada dua tipe dasar teknologi pemurnian yang tersedia untuk minyak: i Pemurnian secara kimia alkali ii Pemurnian secara fisik Perbedaan diantara kedua tipe tersebut didasarkan pada jenis bahan kimia yang digunakan dan cara penghilangan asam lemak bebas. Pemurnian secara fisik tampaknya pada prakteknya menggantikan penggunaan teknik pemurnian menggunakan bahan kimia alkali karena tingginya asam lemak bebas pada minyak yang dimurnikan dengan cara kimia. Proses deasidifikasi deodorisasi pada proses pemurnian secara fisik mampu mengatasi masalah tersebut. Terpisah dari hal tersebut, menurut literatur, metode ini disarankan karena diketahui cocok untuk minyak tumbuhan dengan kadar fosfat yang rendah seperti minyak sawit. Dengan demikian, pemurnian secara fisik terbukti memiliki efisiensi yang lebih tinggi, kehilangan yang lebih sedikit Nilai Pemurnian 1.3, biaya operasi yang lebih rendah, modal yang lebih rendah dan lebih sedikit bahan untuk ditangani. Nilai pemurnian NP Universitas Sumatera Utara adalah parameter yang digunakan untuk memperkirakan berbagai tahap pada proses pemurnian. Faktor ini tergantung pada hasil produk dan kualitas dari input yang dihitung seperti berikut ini : Nilai Pemurnian = NP biasanya dikuantifikasi untuk berbagai tahap dalam proses pemurnian secara sendiri-sendiri dan pengawasan NP dalam pemurnian biasanya berdasarkan berat yang dihitung dari pengukuran volumetrik yang disesuaikan dengan suhu atau menggunakan accurate cross-checked flow meters. Secara umum, pemurnian secara kimia memerlukan tahap proses, peralatan dan bahan kimia yang lebih banyak bila dibandingkan dengan pemurnian secara fisik. Diagram proses untuk proses pemurnian secara kimia dan secara fisik digambarkan pada Gambar 2.1 Hui, 1996. Gambar 2.1. Proses pemurnianrefining dari CPO secara kimia dan fisika.

2.2. Palm Fatty Acid Destilate PFAD

PFAD merupakan hasil samping pemurnian CPO secara fisika, yaitu setelah tahap deguming, deasidifikasi, dan pengeringan dengan sistem vakum. Komponen terbesar dalam PFAD Universitas Sumatera Utara adalah asam lemak bebas, komponen karotenoid dan senyawa volatil lainnya. Secara umum proses pengolahan pemurnian minyak sawit dapat menghasilkan 73 olein, 21 stearin, 5 PFAD, dan 0,5 bahan lainnya. Pada umumnya PFAD digunakan industri sebagai bahan baku sabun ataupun pakan ternak. PFAD memiliki kandungan asam lemak sekitar 81,7, gliserol 14,4, squalane 0,8, vitamin E 0,5, sterol 0,4 dan lain-lain 2,2. Pada suhu yang lebih tinggi, asam lemak bebas yang menimbulkan bau dalam minyak akan lebih mudah menguap, sehingga komponen tersebut diangkut bersama-sama uap panas dan terpisah dari minyak RBDPO, asam lemak bebas dari produk samping pada pemurnian RBDPO inilah yang disebut PFAD yang sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun batangan Ketaren, 1986. Kandungan vitamin E dalam PFAD bervariasi yakni 1-15 tergantung pada jenis PFAD, proses pemurnian dan kondisi yang digunakan Fizet, 1993.

2.3. Vitamin E