11
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan proses menumbuhkembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran Syah, 1995. Pembangunan pendidikan Indonesia
dapat dibentangkan dengan melihat tujuan pendidikan nasional yang mencakup mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan konsep manusia seutuhnya, konsep
manusia yang bermoral religius, berbudi pekerti luhur, berpengetahuan, cakap, sehat dan sadar sebagai warga bangsa Supriyadi, dalam Suprapto, 2007. Menghadapi keadaan yang
semakin kompleks, pendidikan dengan sendirinya diharapkan turut mempersiapkan individu menghadapi masa depan. Agar mampu membangun sebuah bangsa dan negara, individu
tersebut harus mampu membangun dirinya sendiri sebagai seorang yang mempunyai kepribadian yang baik dan mempunyai kemampuan yang tinggi. Hal ini merupakan hakekat
sebuah pendidikan Syah, 1995. Untuk mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi seseorang harus belajar, karena
belajar adalah syarat mutlak untuk menjadi pandai dalam segala hal, baik dalam ilmu pengetahuan maupun dalam keterampilan atau kecakapan Durkin, 1995. Belajar ditandai
dengan adanya perubahan dalam diri seseorang ke arah yang lebih maju dan perubahan- perubahan itu didapat dari latihan-latihan yang disengaja Nashori, 2004.
Tirtonegoro dalam Cahyani, 1999 menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan penilaian aktivitas belajar siswa yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai peserta didik dalam periode
tertentu. Dalam peningkatan prestasinya, siswa perlu untuk menampilkan seluruh potensi akademik yang dimiliki. Hal ini dapat tercapai apabila siswa memiliki konsep diri yang positif, khususnya dalam konsep diri akademis Gage Berliner, 1990.
Konsep diri akademis dapat dikatakan sebagai konsep diri yang khusus berhubungan dengan akademis siswa. Konsep diri akademis dapat membuat individu menjadi lebih percaya diri dan merasa yakin akan kemampuan mereka karena sebenarnya konsep diri
akademis itu sendiri mencakup bagaimana individu bersikap, merasa, dan mengevaluasi kemampuannya Marsh, 2003. Persepsi siswa terhadap kemampuan akademisnya akan mempengaruhi performa mereka di sekolah, motivasi terhadap tugas
akademis, orientasi karir, dan perkiraan keberhasilan di masa depan. Siswa yang mempunyai konsep diri yang positif akan mengguinakan segala potensi dan kemampuannya seoptimal mungkin dengan jalan mengikuti proses belajar mengajar dengan baik,
mengadakan hubungan baik dengan teman sekelasnya yang dapat mempengaruhi kegiatan belajarnya. Siswa yang mempunyai konsep diri yang negatif tidak akan menggunakan potensi dan kemampuannya dengan optimal karena mereka tidak memahami segala
potensinya. Akibatnya timbul sifat mengganggu teman, memperolok-olok guru dan sengaja mencari perhatian yang dapat menyebabkan proses belajar mengajar terganggu Naurah, 2008.
Universitas Sumatera Utara
12
Perkembangan konsep diri akademis salah satunya dipengaruhi oleh kognitif, emosi, maupun sosial Dalyono, 1997. Orangtua adalah kontak sosial yang paling awal yang dialami seseorang dan yang paling kuat. Informasi yang diberikan orangtua kepada anaknya lebih
menancap daripada informasi yang diberikan orang lain dan berlangsung terus sampai dewasa Calhoun Acocella, 1990.
Terjalinnya interaksi yang berkualitas yang dilakukan orangtua akan menciptakan suasana yang sangat kondusif bagi anak dalam proses memahami diri dan lingkungannya
Malik, 2003. Apabila dalam interaksi ibu memperlakukan anak dengan cara yang responsif, konsisten dan penuh perhatian, maka kelekatannya akan terbentuk dan berkembang dengan
baik Cahyani, 1999. Kelekatan merupakan satu gejala dari adanya saling keterikatan pada manusia. Gejala
ini merupakan sesuatu yang umum terjadi karena menurut Bowlby dalam Cahyani, 1999 pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk membuat ikatan afeksional yang kuat
terhadap orang-orang tertentu. Kelekatan itu sendiri diartikan oleh Ainsworth dalam Collins Read, 1991 sebagai suatu ikatan yang bersifat afeksional pada seseorang yang ditujukan
pada orang-orang tertentu atau disebut figur lekat dan berlangsung terus menerus. Ada tiga jenis gaya kelekatan, yaitu gaya kelekatan aman, menghindar, dan cemas.
Hasil penelitian Ainsworth Collins Read, 1991; Simpson dalam Helmi, 1992 membuktikan bahwa setiap gaya kelekatan yang dimiliki individu dapat mempengaruhi
kemampuan berhubungan dengan orang lain. Individu yang memiliki kecenderungan gaya kelekatan aman mempunyai ciri dapat berhubungan dengan orang lain dengan mudah, karena
pada dasarnya mereka mempunyai model mental yang positif mengenai dirinya sendiri dan orang lain. Orang dengan gaya kelekatan menghindar mempunyai ciri kurang dapat
berhubungan dengan orang lain, karena individu tersebut mengembangkan model mental mengenai diri sebagai orang yang harus curiga terhadap orang lain. Individu dengan gaya
kelekatan cemas mempunyai ciri negatif dalam berhubungan dengan orang lain, karena pada dasarnya individu dengan gaya kelekatan cemas mengembangkan penilaian dan harapan
terhadap diri sebagai orang yang kurang percaya diri dan kurang berharga serta akan merasa tidak mampu untuk bersahabat dengan orang lain dan tidak dapat mempercayainya.
Universitas Sumatera Utara
13 Hubungan ini menjadi relevan bagi anak dalam meningkatkan motivasi dan prestasi
akademik. Anak yang memiliki hubungan gaya kelekatan aman dengan orangtua membuat mereka merasa yakin akan kompetensi akademik mereka. Mereka juga lebih positif dalam
menerima kompetensinya, sebagai wujud dari kekuatan dan keamanan hubungan kelekatan Eccles Midgley, 1990. Hal ini setara dengan Jacobsen Hoffman 1997 yang
mengatakan bahwa hubungan kelekatan yang kuat dengan orangtua berhubungan dengan penerimaan yang baik terhadap kompetensi yang dimiliki. Anak yang mampu menerima
kemampuan yang dimiliki, menurut Frey Carlock dalam Malhi, 1998, merupakan anak yang memiliki ciri konsep diri akademis yang positif. Mereka menyadari dengan baik
kekuatan dan kelemahannya, dan yakin akan kemampuannya untuk berkembang dan memperbaiki diri.
Jadi diasumsikan bahwa siswa dengan gaya kelekatan aman akan memiliki konsep diri akademis yang positif. Sedangkan siswa dengan gaya kelekatan menghindar dan cemas
cenderung memiliki konsep diri akademis yang negatif. Hal inilah yang membuat peneliti ingin melihat bagaimana konsep diri akademis ditinjau dari gaya kelekatan siswa.
B. Tujuan Penelitian