Siswa SD Perbedaan Konsep Diri Akademis Ditinjau Dari Gaya Kelekatan Siswa

28 Collins Read, 1991, hubungan romantis selalu diwarnai kekurangpercayaan Levy Davis dalam Helmi, 1999. c. Gaya kelekatan cemas Anak yang digolongkan sebagai resistant anxiousambivalent menunjukkan keinginan yang kuat untuk dekat dengan figur lekatnya. Mereka merasa tertekan jika dipisahkan dari ibu, tidak ingin berpisah dari ibunya dan sangat marah menghadapi perpisahan. Ketika ibunya kembali, mereka menunjukkan keinginan mencari kedekatan, tetapi sekaligus menolak kontak dengan ibunya. Hubungan dengan ibunya menunjukkan ambivalensi, yaitu antara keinginan untuk dekat affectionate attachment dan rasa marah karena ibunya tidak konsisten memperhatikannya Ainsworth, dalam Jolley Mitchell, 1996. Individu dengan gaya kelekatan cemas mempunyai ciri negatif dalam berhubungan dengan orang lain, karena pada dasarnya individu dengan gaya kelekatan cemas mengembangkan penilaian dan harapan terhadap diri sebagai orang yang kurang percaya diri dan kurang berharga Ainsworth dalam Cahyani, 1999 serta memandang orang lain mempunyai komitmen rendah dalam hubungan interpersonal Simpson, 1990, kurang asertif dan merasa tidak dicintai orang lain dan kurang bersedia untuk menolong Collins Read, 1991, ragu-ragu terhadap pasangan dalam hubungan romantis Levy Davis, dalam Helmi, 1999. Individu dengan gaya kelekatan cemas akan merasa tidak mampu untuk bersahabat dengan orang lain dan tidak dapat mempercayainya.

C. Siswa SD

Menurut Nasution dalam Djamarah, 2002, masa usia SD sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia 6 atau 7 tahun sampai kira-kira 11 atau 12 tahun. Usia ini ditandai dengan dimulainya anak masuk SD, serta dimulainya sejarah batu kehidupannya yang kelak akan mengubah sikap dan tingkah lakunya. Suryobroto dalam Djamarah, 2002 membagi masa ini menjadi dua fase, yaitu: masa-masa kelas rendah SD yang berusia kira- Universitas Sumatera Utara 29 kira 6 atau 7 tahun sampai 9 atau 10 tahun, serta masa-masa kelas tinggi SD yang berusia 9 atau 10 tahun sampai 11 atau 12 tahun. Dalam tahap ini perkembangan intelektual anak dimulai ketika anak sudah dapat berpikir atau mencapai hubungan antar kesan secara logis, serta membuat keputusan tentang apa yang dihubung-hubungkannya secara logis Djamarah, 2002. Menurut Kroch dalam Kartono,1995, tahap ini lebih menonjol pada usia 10 sampai 12 tahun, atau disebut periode Realisme-Kritis, di mana pengamatan anak sudah bersifat realistis dan kritis. Anak sudah bisa mengadakan sintesa logis karena muncul pengertian, wawasan insight, dan akal yang sudah mencapai taraf kematangan. Kini anak juga dapat menghubungkan bagian-bagian menjadi satu kesatuan, atau menjadi satu struktur. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Piaget dalam Djiwandono, 2002 tentang tahapan perkembangan kognitif; di mana usia kelas-kelas tinggi SD ini termasuk dalam tahap operasional konkrit. Pada tahap ini anak mampu berpikir logis dan mampu secara konkrit memperhatikan lebih dari dua dimensi sekaligus, serta juga dapat menghubungkan dimensi yang satu dengan yang lain. Hal ini juga berarti bahwa anak sudah memiliki kemampuan mengkoordinasi pandangan-pandangannya sendiri dan memiliki persepsi positif bahwa pandangannya hanya salah satu dari sekian banyak pandangan orang lain. Jadi, pada dasarnya perkembangan kognitif anak tersebut ditinjau dari sudut karakteristiknya sudah sama dengan kemampuan orang dewasa Syah, 2003. Konsep diri anak juga berkembang seiring dengan perkembangan kognitifnya. Calhoun Acocella 1990 mengungkapkan bahwa ketika anak belajar berpikir menggunakan kata-kata, anak mulai melihat adanya hubungan antara benda-benda dan kemudian membuat generalisasi yang pada awalnya dilakukan terhadap diri sendiri seperti ”Aku baik”, ”Aku kecil”. Oleh karenanya yang terjadi adalah anak akan secara serius menerima dan memasukkannya ke dalam konsep dirinya, informasi yang konsisten dengan gagasan yang telah berkembang tentang dirinya Anderson, dalam Calhoun Acocella, Universitas Sumatera Utara 30 1990. Konsep diri ini terus berkembang sepanjang hidup, tetapi cenderung berkembang sepanjang garis yang dibentuk pada awal masa kanak-kanak Calhoun Acocella, 1990. Ini juga ditekankan oleh Shaffer 2002 yang menjelaskan bahwa pada awal masa kanak-kanak, individu mulai membangun konsep dirinya yakni satu set keyakinan mengenai karakteristik mereka. Pada usia 8 – 11 tahun anak mulai menggambarkan dirinya berdasarkan karakternya. Mereka mulai mengurangi penekanan terhadap perilakunya dan mulai menonjolkan kemampuannya. Misalnya ”saya dapat mengerjakan dengan baik”. Mereka juga mulai menggambarkan dirinya berdasarkan sifat-sifat psikologis. Hal tersebut dimulai dari penggambaran kualitas secara umum seperti ”pintar” dan “bodoh”. Selanjutnya pada usia remaja, penggambaran diri mereka berubah. Contoh “saya tidak terlalu pintar dalam matematika”, “saya senang dengan pelajaran sejarah”.

D. Hubungan Konsep Diri Akademis dengan Gaya Kelekatan