22 Naurah 2008 juga menjelaskan bahwa konsep diri yang positif akan membuat siswa
mampu untuk menggunakan segala potensi dan kemampuannya seoptimal mungkin dengan jalan mengikuti proses belajar mengajar dengan baik, mengadakan hubungan baik dengan
teman sekelasnya yang dapat mempengaruhi kegiatan belajarnya. Sebaliknya, konsep diri yang negatif tidak akan membuat siswa menggunakan potensi dan kemampuannya dengan
optimal karena mereka tidak memahami segala potensinya sehingga menimbulkan sifat mengganggu teman, memperolok-olokkan guru dan sengaja mencari perhatian yang dapat
menyebabkan proses belajar mengajar terganggu.
B. Gaya Kelekatan 1. Pengertian gaya kelekatan
Dalam bahasa sehari-hari, kelekatan mengacu pada sebuah hubungan antara dua individu yang menpunyai perasaan yang kuat terhadap satu sama lain dan melakukan
sejumlah hal untuk mempertahankan hubungan. Kelekatan merupakan satu gejala dari adanya saling keterikatan pada manusia. Gejala ini merupakan suatu yang umum terjadi
karena menurut Bowlby dalam Santrock, 1999 pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk membuat ikatan afeksional yang kuat terhadap orang-orang tertentu.
Menurut Berk 2000 kelekatan adalah ikatan afeksional yang kuat dan dirasakan terhadap orang-orang tertentu dalam kehidupan yang membuat seseorang merasa gembira
dan senang saat berinteraksi dengan orang lain tersebut dan individu merasa nyaman jika berada dekat dengan orang tersebut saat masa-masa sulit. Ini sejalan dengan istilah kelekatan
yang diartikan oleh Ainsworth dallam Ervika, 2005 sebagai suatu ikatan yang bersifat afeksional pada seseorang yang ditujukan pada orang-orang tertentu atau disebut figur lekat
dan berlangsung terus-menerus. Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa gaya kelekatan merupakan
suatu hubungan yang bersifat afeksional antara satu individu dengan individu lainnya yang mempunyai arti khusus. Biasanya hubungan ini ditujukan pada ibu atau pengasuhnya serta
Universitas Sumatera Utara
23 bersifat timbal balik, bertahan cukup lama, dan memberikan rasa aman walaupun figur lekat
tidak berada dekat individu tersebut.
2. Teori kelekatan
Adapun teori kelekatan yang berkaitan dalam penelitian ini adalah teori yang berdasarkan pendekatan etologi. Menurut teori etologi Bernt, 1992 tingkah laku lekat pada
anak manusia diprogram secara evolusioner dan instinktif. Sebetulnya tingkah laku lekat tidak hanya ditujukan pada anak tetapi juga pada ibu. Ibu dan anak secara biologis
dipersiapkan untuk saling merespon perilaku. Bowlby dalam Hetherington Parke, 1999 percaya bahwa perilaku awal sudah diprogram secara biologis. Reaksi bayi berupa tangisan,
senyuman, isapan akan mendatangkan reaksi ibu dan perlindungan atas kebutuhan bayi. Proses ini akan meningkatkan hubungan ibu dan anak. Sebaliknya, bayi juga dipersiapkan
untuk merespon tanda, suara, dan perhatian yang diberikan ibu. Hasil dari respon biologis yang terprogram ini adalah anak dan ibu akan mengembangkan hubungan kelekatan yang
saling menguntungkan mutually attachment. Dalam hal ini hubungan kelekatan yang baik dapat membuat anak memahami dirinya. Learner Kruger 1997 mengungkapkan bahwa
kelekatan terhadap orangtua berhubungan positif dengan motivasi anak untuk meraih kesuksesan dalam bidang akademis. Penelitian Tiedemann 2000 juga menunjukkan bahwa
kepercayaan orangtua terhadap kemampuan anak turut membangun konsep anak terhadap kemampuannya sendiri.
3. Pengertian tingkah laku lekat
Tingkah laku lekat adalah beberapa bentuk perilaku yang dihasilkan dari usaha seseorang untuk mempertahankan kedekatan dengan seseorang yang dianggap mampu
memberikan perlindungan dari ancaman lingkungan terutama saat seseorang merasa takut, sakit, dan terancam. Adapun tujuan tingkah laku lekat adalah mendapatkan kenyamanan dari
pengasuh Bowlby, dalam Durkin, 1995. Ketika seseorang menyadari bahwa figur lekatnya
Universitas Sumatera Utara
24 selalu ada dan memberinya dukungan, maka seseorang akan merasa lebih kuat dan nyaman,
dan selanjutnya mendorongnya untuk melanjutkan hubungan tersebut. Meskipun tingkah laku lekat terlihat lebih jelas pada masa kanak-kanak, tetapi dapat diamati sepanjang masa
kehidupan, terutama pada saat-saat genting. Menurut Ainsworth dalam Ervika, 2005 tingkah laku lekat adalah berbagai macam
tingkah laku yang dilakukan anak untuk mencari, menambah, dan mempertahankan kedekatan serta melakukan komunikasi dengan figur lekatnya. Capitano dalam Ervika,
2005 berpendapat bahwa tingkah laku lekat merupakan sesuatu yang dapat dilihat, namun kadang perilaku ini dapat muncul dan kadang tidak.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkah laku lekat merupakan usaha seseorang dalam bentuk perilaku untuk mempertahankan kedekatan dengan seseorang yang dianggap dapat
memberikan perlindungan dari ancaman lingkungan. Tingkah laku ini dapat berupa berbagai macam tingkah laku yang dilakukan anak untuk mencari, menambah, dan mempertahankan
kedekatan serta melakukan komunikasi denga figur lekatnya.
4. Pembentukan kelekatan
Menurut Bowlby dalam Ervika, 2005, perkembangan kelekatan dibagi menjadi empat fase, yaitu:
a. Indiscriminate sociability
Terjadi pada anak yang berusia dua bulan. Bayi menggunakan tangisan untuk menarik perhatian orang dewasa, menghisap dan menggenggam, tersenyum dan berceloteh
digunakan untuk mencari perhatian orang dewasa agar mendekat padanya. b.
Discriminate sociability Terjadi pada anak berusia dua hingga tujuh bulan. Pada fase ini bayi mulai dapat
membedakan objek lekatnya, mengingat orang yang memberikan perhatian dan menunjukkan pilihannya pada orang tersebut.
c. Specific attachment
Universitas Sumatera Utara
25 Terjadi pada anak yang berusia tujuh bulan hinga dua tahun. Bayi mulai
menunjukkan kelekatannya dengan figur tertentu. Fase ini merupakan fase munculnya intentional behavior dan independent locomosy yang bersifat permanen. Anak untuk pertama
kalinya menyatakan protes ketika figur lekatnya pergi. Anak sudah tahu orang-orang yang diinginkan dan memilih orang–orang yang sudah dikenal. Mereka mulai mendekatkan diri
pada objek lekat. Anak mulai menggunakan kemampuan motorik untuk mempengaruhi orang lain.
d. Partnership
Terjadi pada usia dua sampai empat tahun. Fase ini sama dengan fase egosentris yang dikemukakan Piaget. memasuki usia dua tahun anak mulai mengerti bahwa orang lain
memiliki perbedaan keinginan dan kebutuhan yang mulai diperhitungkannya. Kemampuan berbahasa membentuk anak bernegosiasi dengan ibu atau figur lekatnya. Hal ini membuat
anak lebih mampu berhubungan dengan peer dan orang yang tidak dikenal.
5. Ciri-ciri gaya kelekatan
Tidak semua hubungan yang bersifat emosional atau afektif dapat disebut kelekatan. Adapun ciri afektif yang menunjukkan kelekatan adalah: hubungan bertahan cukup lama,
ikatan tetap ada walaupun figur lekat tidak tampak dalam jangkauan mata anak, bahkan jika figur digantikan oleh orang lain dan kelekatan dengan figur lekat akan menimbulkan rasa
aman Ainsworth, dalam Ervika, 2005. Menurut Maccoby dalam Ervika, 2005 seorang anak dapat dikatakan lekat pada
orang lain jika memiliki ciri-ciri antara lain: a.
Mempunyai kelekatan fisik dengan seseorang b.
Menjadi cemas ketika berpisah dengan figur lekat c.
Menjadi gembira dan lega ketika figur lekatnya kembali
Universitas Sumatera Utara
26 d.
Orientasinya tetap pada figur lekat walaupun tidak melakukan interaksi. Anak memperhatikan gerakan, mendengarkan suara dan sebisa mungkin berusaha
mencari perhatian figur lekatnya.
6. Figur lekat
Figur lekat adalah individu-individu yang dapat memenuhi kebutuhan anak, baik itu kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikologisnya berupa terpenuhinya rasa aman dan
nyaman serta kepastian. Figur lekat biasanya adalah orang yang mengasuh anak, namun pengasuh yang hanya memenuhi kebutuhan fisik tetapi tidak responsif terhadap keinginan
dan tingkah laku lekat anak, tidak akan dipilih menjadi figur lekat Ainsworth, dalam Ervika, 2005.
Orang yang paling banyak mengasuh anak adalah orang yang paling sering berhubungan dengan anak dengan maksud mendidik dan membesarkan anak. Ibu biasanya
menempati peringkat pertama figur lekat utama anak. Namun, anak juga mempunyai kemungkinan untuk memilih salah satu dari orang-orang yang ada dalam keluarga untuk
menjadi figur lekatnya. Hal ini menyangkut kualitas antara pengasuh dan anak, disamping itu pengasuh anak harus tetap dan berhubungan dengan anak secara berkesinambungan
Pikunas, dalam Ervika, 2005.
7. Macam-macam gaya kelekatan
Ada tiga jenis gaya kelekatan, yaitu gaya kelekatan aman, menghindar, dan cemas. Hasil penelitian Ainsworth Collins Read, 1990; Simpson, dalam Helmi, 1999
membuktikan bahwa setiap gaya kelekatan yang dimiliki individu dapat mempengaruhi kemampuan berhubungan dengan orang lain.
a. Gaya kelekatan aman Anak dengan gaya kelekatan aman menunjukkan adanya kepercayaan dalam
hubungan kelekatannya. Mereka menggunakan figur lekat sebagi dasar untuk mengeksplorasi
Universitas Sumatera Utara
27 lingkungan baru. Mereka yang dapat menunjukkan rasa tertekan sebagai respon dari
perpisahan dengan figur lekatnya. Ketika ibunya kembali, mereka menyambutnya secara positif dan hangat, gembira serta mendekati ibunya. Jika merasa tertekan, mereka dengan
mudah ditenangkan kembali oleh ibunya Ainsworth, dalam Jolley Mitchell, 1996. Individu yang memiliki kecenderungan gaya kelekatan aman mempunyai ciri dapat
berhubungan dengan orang lain dengan mudah, karena pada dasarnya mereka mempunyai model mental yang positif mengenai dirinya sendiri dan orang lain. Orang dengan gaya
kelekatan aman memandang dirinya dan orang lain sebagai orang yang percaya diri dan bersahabat, karena itu orang dengan gaya kelekatan aman dapat dengan mudah dan merasa
nyaman menyandarkan diri pada orang lain dan juga tidak merasa terganggu bila orang lain menyandarkan diri padanya Ainsworth, dalam Cahyani, 1999. Berkembangnya model
mental ini memberikan pengaruh yang positif terhadap kompetensi sosial Kobal Hasan, 1991, hubungan romantis yang saling mempercayai Levy Davis, dalam Helmi, 1999.
b. Gaya kelekatan menghindar Anak yang termasuk dalam gaya kelekatan menghindar menunjukkan kelekatan yang
rendah terhadap ibu bahkan menunjukkan perilaku yang lebih ramah terhadap orang asing. Mereka bermain secara mandiri dan tidak menunjukkan penolakan atau tidak mempedulikan
ibunya kembali, menunjukkan afeksi yang kosong dan datar, lebih memperhatikan mainannya dan terus menerus menolak ketika ibu mencoba menarik perhatiannya Ainsworth
dalam Jolley Mitchell, 1996. Orang dengan gaya kelekatan menghindar mempunyai ciri kurang dapat berhubungan
dengan orang lain, karena individu tersebut mengembangkan model mental mengenai diri sebagai orang yang harus curiga dan sukar untuk mempercayai orang lain dan memandang
orang lain sebagai orang yang tidak dapat berpendirian tetap Ainsworth dalam Cahyani, 1999. Selain itu juga memiliki model mental sosial sebagai orang yang tidak percaya pada
kesediaan orang lain, tidak nyaman pada keintiman, dan ada rasa takut untuk ditinggal
Universitas Sumatera Utara
28 Collins Read, 1991, hubungan romantis selalu diwarnai kekurangpercayaan Levy
Davis dalam Helmi, 1999. c. Gaya kelekatan cemas
Anak yang digolongkan sebagai resistant anxiousambivalent menunjukkan keinginan yang kuat untuk dekat dengan figur lekatnya. Mereka merasa tertekan jika
dipisahkan dari ibu, tidak ingin berpisah dari ibunya dan sangat marah menghadapi perpisahan. Ketika ibunya kembali, mereka menunjukkan keinginan mencari kedekatan,
tetapi sekaligus menolak kontak dengan ibunya. Hubungan dengan ibunya menunjukkan ambivalensi, yaitu antara keinginan untuk dekat affectionate attachment dan rasa marah
karena ibunya tidak konsisten memperhatikannya Ainsworth, dalam Jolley Mitchell, 1996.
Individu dengan gaya kelekatan cemas mempunyai ciri negatif dalam berhubungan dengan orang lain, karena pada dasarnya individu dengan gaya kelekatan cemas
mengembangkan penilaian dan harapan terhadap diri sebagai orang yang kurang percaya diri dan kurang berharga Ainsworth dalam Cahyani, 1999 serta memandang orang lain
mempunyai komitmen rendah dalam hubungan interpersonal Simpson, 1990, kurang asertif dan merasa tidak dicintai orang lain dan kurang bersedia untuk menolong Collins Read,
1991, ragu-ragu terhadap pasangan dalam hubungan romantis Levy Davis, dalam Helmi, 1999. Individu dengan gaya kelekatan cemas akan merasa tidak mampu untuk bersahabat
dengan orang lain dan tidak dapat mempercayainya.
C. Siswa SD