karena si ibu beranggapan bahwa seorang ibu rumah tangga jika mendapat kekerasan dalam hidupnya adalah hal biasa.
Bekerja bagi perempuan yang bersuami tentu berbeda artinya dengan perempuan yang harus menjadi tiang keluarga. Beban yang disanggah tentu lebih berat dirasakan oleh perempuan yang
mencari nafkah sendirian. Jasil penelitian bekerja, punya kaitanna yang sangat erat dengan kelas sosial dimana mereka berada. Perempuan yang paling risau akan kesuksesan cenderung berasal
dari keluarga menengah keatas, dimana ayah mereka berhasil dan ibu mereka tak perlu bekerja secara terikat dan profesional. Situasi ini kerap kali menjadi tempat dominan tindak kekerasan
terjadi Ahmad Fauzi, 06-08-2006.
2.6. Kekerasan Dalam Rumah Tangga
2.6.1. Pengertian
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan- penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual ataupun psikologi,
termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang- wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam lingkungan kehidupan
pribadi. Kekerasa dalam rumah tangga adalah kekerasan yang terjadi dalam lingkungan
rumah tangga. Pada umumnya, pelaku kekerasan dalam rumah tangga adalah suami, dan korbannya adalah istri dan atau anak- anaknya bisa terjadi dalam bentuk fisik, kekerasan
psikologi emosional, kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi. Ahmad Fauzi, 6 - 8 – 2006
Pada tahun 1993 Majelis umum PBB dalam rancangan undang – undang kekerasan dalam rumah tangga yang di susun oleh sejumlah lembaga swadaya masyarakat dengan
mengadopsi pada deklarasi PBB, pengertian kekerasan dalam rumah tangga di rumuskan
Universitas Sumatera Utara
sebagai berikut kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap tindakan berdasarkan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual atau
psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang- wenang, baik yang terjadi dalam masyarakat atau dalam
kehidupan pribadi atau juga penekanan secara ekonomi yang terjadi dalam lingkup rumah tangga Achie Sudiarti Luhulima, 2000, hal 148 – 150
2.6.2. Bentuk – bentuk kekerasan terhadap perempuan
1. Kekerasan Psikis
Bentuk tindakan dapat berupa tidak diberinya suasana kasih sayang pada istri agar terpenuhi kebutuhan emosinya.
Contoh : penggunaan kata- kata kasar, merendahkan atau menghina. 2.
Kekerasan Fisik Kekerasan fisik akibat penganiayaan bila didapati perlukaan karena kecelakaan non –
accidental pada perempuan. Perlukaan itu dapat diakibatkan oleh suatu episode kekerasan yang tinggal atau berulang – ulang dari yang ringan hingga yang fatal.
Contoh : Menendang, Memukul, Meninju, dan sampai melakukan percobaan pembunuhan dan perbuatan lainya yang mengakibatkan cedera berat tidak mampu
melakukan tugas sehari- hari. 3.
Penelantaran perempuan Penelantaran adalah kelalaian dalam memberikan kebutuha hidup pada seseorang yang
memiliki ketergantungan kepada pihak lain, khususnya dalam lingkungan rumah tangga, kurang menyediakan sarana perawatan kesehatan, pemberian makanan,
pakaian, dan perumahan yang sesuai merupakan hak terutama dalam menentukan adanya penelantaran.
Universitas Sumatera Utara
Contoh : tidak adanya tanggung jawab suami terhadap keluarga dan tidak memberikan nafkah lahir batin.
4. Pelanggaran Seksual
Pelanggaran seksual adalah setiap aktifitas sseksual yang di lakukan oleh orang dewasa dan perempuan. Pelanggaran seksual ini dapat dilakukan dengan pemaksaan
atau tanpa pemaksaan. Pelanggaran seksual dengan unsur pemaksaan akan menimbulkan perlukaan yang berkaitan trauma, emosi yang dalam bagi perempuan
1 Pelanggaran seksual tanpa unsur pemaksaan
Dilakukan dengan bujukan atau tindakan lain dengan cara mengakali korban. Pada umumnya terjadi pada anak- anak. Telah diatur dalam undang- undang hukum
pidana. namun pada perempuan dewasa yang belum terikat perkawinan perbuatan seksual tanpa kekerasan tidak di atur dalam KUHP dan tidak di kategorikan dalam
pemerkosaan. 2
Pelanggaran seksual dengan unsure pemaksaan. Yaitu pemerkosaan diatur dalam pasal 285 KUHP harus memenuhi unsure adanya
kekerasan atau ancaman, adanya persetubuhan, dan korban adalah perempuan yang bukan istrinya.
Tapi Omas Ihroni, 2000, hal. 268- 270 Contoh : melakukan pemaksaan hubungan seksual yang tidak wajar.
2.6.3. Identifikasi Perlukaan Akibat Kekerasan
1. Pemeriksaan perempuan oleh dokter.
2. Pengamatan sebab perlukaan dan sikap perilaku perempuan.
3. Sikap suami ketika membawa istri berobat, kurang wajar, seperti terlalu khawatir
berlebihan atas suatu luka kecil.
Universitas Sumatera Utara
4. Pihak suami menanyakan sedikit tentang akibat lanjut perlukaan ibu, kemudian cepat-
cepat meninggalkan rumah sakit. 5.
Bila suatu luka ternyata dapat di jelaskan secara memuaskan oleh suami pada dokter keterangan yang berbelit – belit.
6. Suami yang menganiaya mencoba menerangkan bahwa luka itu akibat kesalahan
perempuan itu sendiri. 7.
Suami sering menunda – nunda mencari pertolongan medik. 8.
Suami sering membawa istrinya berobat ke dokter atau rumah sakit yang berbeda – beda.
Perlukaan ganda pada berbagai permukaan tubuh seperti memar pada muka, dada, dan punggung sekaligus harus diwaspadai akibat kesengajaan, karena dapat menimbulkan luka
demikian adalah jatuh berguling – guling dari tangga atau kecelakaan lalu lintas Tapi Omas Ihroni, 2000, hal. 271- 272.
2.6.4. Siklus Kekerasan Dalam Rumah Tangga
1. Tindakan kekerasan pemukulan : pelaku melakukan kekerasan terhadap
pasangannya. 2.
Permitaan maaf : pelaku menyesali perbuatannya dan meminta maaf kepada korban. 3.
Bulan madu : pelaku menunjukkan sikap mesra kepada pasangannya, seolah – olah tidak pernah melakukan kekerasan.
4. Konplik : perilaku mesra akan berakhir ketika terjadi konflik yang kemudian
membawa pelaku melakukan kekerasan. Depkes, 2000, hal 12
2.6.5. Dampak kekerasan dalam rumah tangga.
Universitas Sumatera Utara
1. Gangguan kesehatan fisik seperti : trauma, radang panggul, PMS, sakit kepala,
masalah kandungan, ketergantungan alkohol dan obat, gangguan pencernaan, perilaku hidup tidak sehat dan cacat.
2. Gangguan kesehatan mental seperti : depresi, stress, kegelisahan, disfungsi seks,
kelainan personal multiple dan kelainan obsesif kompulsif. Maria Etty, 2004, hal 26
Menurut data World Health Organization WHO 1998, perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga berobat dua setengah kali lebih sering dari pada perempuan yang
tidak mengalaminya. Dari segi produktifitasnya 30 ibu yang mengalami kekerasan kerap tidak dapat mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan 50 dari perempuan bekerja tidak
dapat mengerjakan pekerjaan dengan baik. Maria Etty, 2004, hal 26
2.6.6. Faktor- faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
1. Faktor Masyarakat
Kemiskinan, urbanisasi yang terjadi disertainya kesenjangan pendapatan diantara penduduk kota, masyarakat, keluarga, ketergantungan obat, lingkungan dengan
frekuensinya dan kriminalitas tinggi. 2.
Faktor Keluarga Adanya anggota keluarga yang sakit membutuhkan bantuan terus menerus seperti
misalnya anak dengan kelainan mental, orang tua, kehidupan keluarga yang kacau tidak saling mencintai dan menghargai peran wanita, kurang ada keakraban dan
hubungan jaringan sosial pada keluarga sifat kehidupan keluarga inti bukan keluarga luas.
3. Faktor Individu
Universitas Sumatera Utara
Di Amerika Serikat mereka yang mempunyai lebih besarmengalami kekerasan dalam rumah tangga ialah : wanita yang single, bercerai atau ingin bercerai, berumur 17- 28
tahun, ketergantungan obat atau alkohol atau riwayat ketergantungan kedua zat itu, sedang hamil, dan mempunyai partner denagn sifat memiliki dan cemburu berlebihan.
2.6.7. Tanda dan Gejala Kekerasan Dalam Rumah Tangga
1. Tanda - tanda kekerasan
a. Trauma ringan atau berat meninggalkan bekas berupa memar pada tubuh,
khususnya sekitar mata dan wajah. b.
Cidera akibat pemukulan benda tajam. c.
Gigi tanggal, biasanya berhubungan dengan kehamilan yang di terlantarkan atau akibat gizi buruk, juga dapat di sebabkan oleh tendangan atau pukulan di daerah
mulut. d.
Kelainan bentuk hidung akibat patah tulang hidung. e.
Sering mengalami perdarahan dari hidung yang mungkin akibat pukulan. f.
Keputihan yang dapat di sebabkan oleh penyakit menular seksual yang sering merupakan pertanda adanya kekerasan seksual.
g. Perdarahan pervaginam yang dapat di akibatkan oleh perlakuan buruk terhadap
perempuan, baik saat hamil ataupun tidak hamil. 2.
Gejala kekerasan a.
Cemas, penuh rasa takut, sedih, putus asa. b.
Bersifat agresif, tanpa sebab yang jelas. c.
Tampak jauh lebih tua dari umurnya. d.
Merasa rendah diri, menunjukkan ketidakberdayaan dirinya dengan menganggap dirinya bodoh dan tak mampu.
e. Mengeluh nyeri yang takjelas sebabnya kontraksi otot, kesemutan dan nyeri perut.
Universitas Sumatera Utara
f. Sering nyeri kepala atau sulit tidur.
g. Mengeluh nyeri bila bersenggama, tidak bisa menikmatinya dan menganggapnya
sebagai pengorbanan. h.
Pernyataan yang sering dikatakan adalah : 1
Ia Pasangan pria memanfaatkan saya. 2
Ia melampiaskan kekesalannya kepada saya. 3
Ia adalah resiko perkawinan. www.advokasi.or.id.ruu anti kdrt
, 18-08-2006
2.6.8. Rencana Penyelamatan Diri
1. Memilih satu atau lebih tetangga yang dapat diberi tahu agar mereka dapat memberi
atau mencari bila mendengar keributan didalam rumah korban. 2.
Bila tidak dapat dihindari perdebatan dapat dilakukan ditempat yang memungkinkan korban dapat menghindari dengan mudah, hindari ruangan tempat penyimpanan
senjata atau benda tajam. 3.
Melatih diri tentang cara keluar rumah dengan aman, dengan memperlihatkan letak pintu, jendela, tangga dan lain-lain.
4. Menyiapkan sebuah tas yang berisi kunci cadangan, uang, surat-surat penting dan
pakaian yang dititipkan pada kerabat atau kaean terdekat untuk mengantisipasi bila suatu saat perlu meninggalkan rumah dalam keadaan terburu-buru.
5. Menggunakan kode atau tanda tertentu untuk anak-anak,anggota keluarga teman dan
tetangga bila membutuhkan bantuan darurat atau polisi. 6.
Memutuskan kemana akan pergi bila harus meninggalkan rumah dan bagaimana cara mencapainya.
Universitas Sumatera Utara
7. Menggunakan naluri dan pertimbangan yang tepat. Bila situasinya cukup
mambahayakan perlu dipertimbangkan untuk menuruti kehendak suami agar kekerasannya sedikit mereda.
Depkes, 2000, hal. 29 2.6.9.
Pertengkaran Dalam rumah Tangga Tiada orang yang tak pernah bertengkar seumur hidup jarang kita temui sebuah rumah
tangga yang tak pernah bertengkar. Hampir seluruh perkawinan mengalami pertengkaran, meskipun banyak orang malu mengakuinya. Perkawinan tanpa pertengkaran sama sekali
membuktikan matinya emosi. Pertengkaran juga mendatangkan kebaikan dan keburukan. Jika suami istri bertengkar tidak membawa kepada pengaduan, akhirnya mereka akan
merasa lebih akrab. Jika seorang suami marah terhadap seseorang ditempat kerjanya setelah pulang kerumah mungkin ia akan meluapkan marahnya pada istrinya.
http:www.mirifa.net , 20-11-2003
2.6.10. Cara-Cara Menghadapi Pertengkaran
1. Jika terjadi pertengkaran, maka janganlah mencari kelemahan pasangan kita. Dan
tidak wajar pertengkaran hanya ingin mencari kemenangan. Tetapi usahakanlah untuk menyelesaikan masalah secara bersama.
2. Jika pertengkaran itu menyangkut tentang satu topik, janganlah masalah-masalah lain
dimasukkan sama karena ia akan menjadi suatu pertengkaran yang besar yang bisa membawa bencana.
3. Batasi kekerasan jika berlaku pertengkaran. Jangan bertindak menggunakan fisik
seperti memukul, melemparkan barang dan sebagainya. Cara ini tidak akan menyelesaikan masalah malah akan menimbulkan masalah yang lebih besar.
4. Setelah bertengkar jangan biasakan diri suka menyendiri, kemudian menjauhkan diri
dari pasangan hidup.
Universitas Sumatera Utara
5. Jangan coba menggunakan seks atau uang untuk membalas pertengkaran keluarga.
Kehadiran pihak ketiga misalnya mertua, ipar, adik-beradik, hanya akan menambah kecurigaan dan mungkin menambah menyalah api pertengkaran, selesaikan secara
baik antara suami istri. 6.
jangan bertengkar didepan anak-anak karena ini akan menjadikan anak-anak bingung dan tertekan perasaan Nadjlah Naqiyah, 2005.
2.6.11. Beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan untuk meminimalkan terjadinya
kekerasan terhadap istri 1.
Mensosialisasikan kesadaran kesetaraan gender pada calon suami istri meupun keluarga yaitu dengan langkah sosialisasi konsep kesetaraan gender dapat dilakukan
dengan penyuluhan. 2.
memberdayakan kelompok kegiatan kecil dalam masyarakat untuk peduli pada masalah kekerasan dalam rumah tangga yaitu dengan menggunakan pendekatan yang
akrab dengan akal sehat dan agama serta melibatkan pemuka masyarakat yang terpercaya diharapkan kesadaran akan kesetaraan gender dapat utmbuh.
2.6.12. Undang-Undang yang Mengatur Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Masalah kekerasan dalam rumah tangga perlu diatur secara khusus dalam sebuah undang-undang mengingat konteks permasalahannya juga spesifik. Berdasarkan hasil
rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 14 September 2004 telah disahkan Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 mengenai perhapusan kekerasan dalam
rumah tangga khususnya perempuan dari segala tindak kekerasan. Sebagaimana yang diaturdalam RUU Anti KDRT sebagai berikut :
1. Pasal 351 – 356 KUHP mengatur penganiayaan yang berarti hanya terbatas pada
kekerasan fisik. 2.
Pasal 185 – 296 yang mengatur perkosaan dan perbuatan cabul.
Universitas Sumatera Utara
3. Pasal 442 KUHP mempidana mereka yang menelantarkan orang-orang yang menurut
hukum wajib ia beri nafkah, dirawat dan dipelihara. 4.
Pasal 465 tentang penyanderaan dan pasal 470 perampasan kemerdekaan seseorang, dianggap telah menampung kekerasan psikis dan diajukan dalam RUU anti KDRT.
5. Pasal 351 – 356 KUHP Pasal Penganiayaan hanya mengatur sanksi pidana penjara
atau denda dan sanksi lebih ditujukan untuk penjaraan Punishment. Disahkannya Undang-Undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga bukan
berarti perjuangan terhenti. Ini justru merupakan titik awal perjuangan yang sebenarnya. Pengawasan terhadap pemerintah dalam menjalankan kewajibannya untuk melaksanakan
Undang-Undang. http:www.mirifica.net
, 23-0211-2003
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka Konseptual