Uji Efek Antibakteri Jintan Hitam Dan Madu Terhadap Bakteri Pseudomonas Aeruginosa Pada Otitis Media Supuratif Kronis Secara In Vitro

(1)

UJI EFEK ANTIBAKTERI JINTAN HITAM DAN MADU TERHADAP BAKTERI PSEUDOMONAS AERUGINOSA PADA OTITIS MEDIA

SUPURATIF KRONIS SECARA IN VITRO

Oleh :

MOHAMAD ZAKUAN BIN ABD RAHMAN 090100438

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

UJI EFEK ANTIBAKTERI JINTAN HITAM DAN MADU TERHADAP BAKTERI PSEUDOMONAS AERUGINOSA PADA OTITIS MEDIA

SUPURATIF KRONIS SECARA IN VITRO

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

MOHAMAD ZAKUAN BIN ABD RAHMAN 090100438

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

UJI EFEK ANTIBAKTERI JINTAN HITAM DAN MADU TERHADAP BAKTERI PSEUDOMONAS AERUGINOSA PADA OTITIS MEDIA

SUPURATIF KRONIS SECARA IN VITRO

Nama : MOHAMAD ZAKUAN BIN ABD RAHMAN NIM : 090100438

Pembimbing Penguji I

(dr.T.Siti Hajar Haryuna,Sp.THT-KL) (dr.Sarah Dina, Sp.OG(K))

NIP: 19790620 200212 2 003 NIP: 19680415 199703 2 001

Penguji II

(dr.RR.Sinta Irina,Sp.An) NIP: 19670927 201012 2 002 Medan, Januari 2013

Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH NIP. 19540220 198011 1 001


(4)

Abstrak

Jintan hitam dan madu mempunyai efek antibakteri terhadap pertumbuan Pseudomonas aeruginosa. Jintan hitam mengandung thymoquinone yang merupakan bahan aktif mampu menghambat sintesis protein dan menyebabkan gangguan fungsi sel pada bakteri. Madu mempunyai efek antibakteri dengan mekanisme peroksida menyebabkan lisis pada sel bakteri. Tujuan penelitian ini untuk melihat perbedaan efek antibakteri jintan hitam dan madu terhadap Pseudomonas aeruginosa.

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium dengan desain Posttest Control Only Group Design. Sampel yang digunakan adalah bakteri Pseudomonas aeruginosa dari stamp yang diisolasi dari sekret telinga pada pasien Otitis Media Supuratif Kronis. Uji efek antibakteri menggunakan metode difusi cakram cara Kirby-Baeur dengan bahan coba jintan hitam dan madu. Untuk kontrol digunakan aquades dan siprofloksasin. Zona hambat yang terbentuk diukur menggunakan penggaris. Data dianalisa dengan uji Oneway ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Komparansi Ganda.

Hasil menunjukkan rata-rata zona hambat aquades 0 mm, siprofloksasin 32 mm, jintan hitam 9 mm dan madu 12 mm. Hasil pengamatan rata-rata zona hambat setiap bahan coba kecuali aquades, mempunyai daya hambat terhadap Pseudomonas aeruginosa dengan kemampuan yang berbeda. Hasil uji analisis Oneway ANOVA dan Least Significant Difference menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (P<0,05) antara rata-rata zona hambat kelompok perlakuan bahan coba.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa siprofloksasin memiliki efek antibakteri terbesar diikuti madu dan jintan hitam.


(5)

Abstract

Black cumin and honey have antibacterial effects against Pseudomonas aeruginosa growth. Black cumin contains Thymoquinone, an active component that can inhibit protein synthesis and causes cell dysfunction in bacteria. Honey has an antibacterial effect by causing cell lysis by peroxide mechanism in bacterial cells. The purpose of this study to see the difference in the antibacterial effect of black cumin and honey againstPseudomonas aeruginosa.

It is a laboratorium experiment using posttest only control group design. The sample used were Pseudomonas aeruginosa from stamp isolated from ear secretions in chronic suppurative otitis media patient. Antibacterial effect was analysed using disc diffusion method Kirby-Baeur in disc containing black cumin and honey. The control used were distilled water and ciprofloxacin. Inhibition zone formed was measured using a ruler. Data were analyzed by Oneway ANOVA test followed by a LSD.

The results showed an average inhibition zone of aquades 0 mm, 32 mm ciprofloxacin, black cumin 9 mm and honey 12 mm. Average inhibition zone for every disc except aquades shows that it can inhibitPseudomonas aeruginosawith different diameter. Oneway ANOVA result analysis and Least Significant Difference showed significant difference (P <0.05) between the mean inhibition zone of each disc.

From these results it can be concluded that ciprofloxacin has the greatest antibacterial effect followed by honey and black cumin.

Keyword : Nigella Sativa, Black cumin, Honey, Antibacterial, Pseudomonas aeruginosa, CSOM.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Karya Tulis Ilmiah ini berjudul “Uji Efek Antibakteri Jintan Hitam dan Madu terhadap Pseudomonas aeruginosa pada Otitis Media Supuratif Kronis secara in vitro”. Dalam penyelesaian penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp. THT, sebagai Dosen Pembimbing saya yang telah banyak memberi arahan dan masukan kepada penulis, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Ibu dr. Sarah Dina, Sp.OG (K) dan Ibu dr. RR. Shinta Irina, Sp.An., sebagai Dosen Penguji yang telah meluangkan waktu dan pemikiran untuk kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.

4. Ibu dr. Sri Amelia, M.Kes dan Ibu Syariah, Analis serta staf dan pegawai Laboratorium Mikrobiologi FK USU yang memberi masukan dan membantu penulis untuk menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.

5. Rasa hormat dan terima kasih yang tiada terhingga saya persembahkan kepada kedua orang tua saya, ayahanda Abd Rahman dan ibunda saya Rahilah serta saudara-saudara saya atas doa, semangat, dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama ini.

6. Seluruh teman-teman saya khususnya teman-teman stambuk 2009 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama mengikuti pendidikan.


(7)

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, Januaru 2013 Penulis,


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ...ii

ABSTRAK...iii

ABSTRACT... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI...vii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR...xi

DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM...xii

BAB 1 PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah ...3

1.3 Tujuan Penelitian ...3

1.4 Manfaat Penelitian ...3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1 Otitis Media Supuratif Kronis...4

2.1.1 Etiologi . ...4

2.1.2. Patofisiologi...5

2.1.3 Gejala Klinis ...5

2.1.4 Pengobatan ...6

2.2 Pseudomonas aeruginosa...7

2.2.1. Klasifikasi...7

2.2.2. Morfologi dan identifikasi ...8

2.2.3 Struktur antigen dan toksin ...9

2.2.4 Biofilm bakteri ...9

2.2.5 Temuan klinis...11

2.2.6 Uji diagnostik laboratorium...12

2.2.7 Pengobatan ...12

2.3 Antimikroba ...12

2.3.1 Prinsip kerja obat antimikroba...13

2.3.2 Resistensi terhadap obat antimikroba...15

2.3.3 Siprofloksasin...16

2.4 Jintan Hitam ...17

2.4.1 Klasifikasi...18

2.4.2 Komposisi...18

2.4.3 Manfaat ...20

2.4.4 Efek Antimikroba...20

2.5 Madu ...21

2.5.1 Komposisi...21

2.5.2 Manfaat ...22

2.5.3 Efek Antimikroba...23


(9)

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 24

3.2. Definisi Operasional... 24

3.3 Hipotesa... 29

BAB 4 METODE PENELITIAN... 30

4.1. Rancangan Penelitian ...30

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...30

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ...31

4.4. Metode Pengumpulan Data ...33

4.5. Metode Analisis Data...39

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...40

5.1. Hasil Penelitian ...40

5.1.1 Deskripsi lokasi penelitian ...40

5.1.2 Deskripsi karakteristik sampel penelitian ...41

5.1.3 Hasil uji laboratorium ...41

5.1.4 Hasil analisa statistik...43

5.2. Pembahasan...46

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN...49

6.1. Kesimpulan ...49

6.2. Saran...49

DAFTAR PUSTAKA... 50 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Klasifikasi Bakteri Pseudomonas aeruginosa...7

2.2 Klasifikasi Jintan Hitam...18

2.3 Komposisi Jintan Hitam...19

3.1 Kriteria Ciprofloxacin menurut CLSI 2011 ...27

5.1 Daya hambat Jintan Hitam dan Madu terhadap P. aeruginosa...41

5.2 Daya hambat Aquades dan Ciprofloxacin terhadap P.aeruginosa...42

5.3 Daya hambat Jintan Hitam dibanding Ciprofloxacin ...42

5.4 Daya hambat Madu dibanding Ciprofloxacin ...43

5.5 Hasil rata-rata diameter dan standar deviasi ...43

5.6 Hasil Uji Kolmogorov Smirnov……….. 44

5.7 Hasil Uji ANOVA...44


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Pewarnaan Bakteri ...7

2.2 Bunga dan Biji Jintan Hitam ...17

3.1 Kerangka Konsep Penelitian ...24

4.1 Cara mengambil koloni bakteri dengan menggunakan ose...35

4.2 Cara memasukkan ose dalam larutan saline...35

4.3 Larutan McFarland 0,5...36

4.4 Kapas lidi steril yang dicelup dan gerakan menekan pada dinding tabung 36 4.5 Kapas lidi steril yang diusapkan pada seluruh lempeng MHA ...37

4.6 Cara mengusap kapas lidi steril pada seluruh lempeng agar...37

4.7 Cara meletakkan cakram pada media MHA ...37

4.8 Cara mengukur diameter zona hambat...38

4.9 Cara mengukur diameter zona hambat menggunakan penggaris...38


(12)

DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM BSN : Badan Standardisasi Nasional

CLSI : Clinical and Laboratory Standards Institute MDR-TB : Multidrug resistant Tuberculosis

MDR-PA : Multidrug resistant Pseudomonas aeruginosa MHA : Mueller Hinton Agar

OMP : Otitis Media Perforate

OMSK : Otitis Media Supuratif Kronis P.aeruginosa : Pseudomonas aeruginosa WHO : World Health Organization


(13)

Abstrak

Jintan hitam dan madu mempunyai efek antibakteri terhadap pertumbuan Pseudomonas aeruginosa. Jintan hitam mengandung thymoquinone yang merupakan bahan aktif mampu menghambat sintesis protein dan menyebabkan gangguan fungsi sel pada bakteri. Madu mempunyai efek antibakteri dengan mekanisme peroksida menyebabkan lisis pada sel bakteri. Tujuan penelitian ini untuk melihat perbedaan efek antibakteri jintan hitam dan madu terhadap Pseudomonas aeruginosa.

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium dengan desain Posttest Control Only Group Design. Sampel yang digunakan adalah bakteri Pseudomonas aeruginosa dari stamp yang diisolasi dari sekret telinga pada pasien Otitis Media Supuratif Kronis. Uji efek antibakteri menggunakan metode difusi cakram cara Kirby-Baeur dengan bahan coba jintan hitam dan madu. Untuk kontrol digunakan aquades dan siprofloksasin. Zona hambat yang terbentuk diukur menggunakan penggaris. Data dianalisa dengan uji Oneway ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Komparansi Ganda.

Hasil menunjukkan rata-rata zona hambat aquades 0 mm, siprofloksasin 32 mm, jintan hitam 9 mm dan madu 12 mm. Hasil pengamatan rata-rata zona hambat setiap bahan coba kecuali aquades, mempunyai daya hambat terhadap Pseudomonas aeruginosa dengan kemampuan yang berbeda. Hasil uji analisis Oneway ANOVA dan Least Significant Difference menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (P<0,05) antara rata-rata zona hambat kelompok perlakuan bahan coba.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa siprofloksasin memiliki efek antibakteri terbesar diikuti madu dan jintan hitam.


(14)

Abstract

Black cumin and honey have antibacterial effects against Pseudomonas aeruginosa growth. Black cumin contains Thymoquinone, an active component that can inhibit protein synthesis and causes cell dysfunction in bacteria. Honey has an antibacterial effect by causing cell lysis by peroxide mechanism in bacterial cells. The purpose of this study to see the difference in the antibacterial effect of black cumin and honey againstPseudomonas aeruginosa.

It is a laboratorium experiment using posttest only control group design. The sample used were Pseudomonas aeruginosa from stamp isolated from ear secretions in chronic suppurative otitis media patient. Antibacterial effect was analysed using disc diffusion method Kirby-Baeur in disc containing black cumin and honey. The control used were distilled water and ciprofloxacin. Inhibition zone formed was measured using a ruler. Data were analyzed by Oneway ANOVA test followed by a LSD.

The results showed an average inhibition zone of aquades 0 mm, 32 mm ciprofloxacin, black cumin 9 mm and honey 12 mm. Average inhibition zone for every disc except aquades shows that it can inhibitPseudomonas aeruginosawith different diameter. Oneway ANOVA result analysis and Least Significant Difference showed significant difference (P <0.05) between the mean inhibition zone of each disc.

From these results it can be concluded that ciprofloxacin has the greatest antibacterial effect followed by honey and black cumin.

Keyword : Nigella Sativa, Black cumin, Honey, Antibacterial, Pseudomonas aeruginosa, CSOM.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi merupakan suatu krisis global yang saat ini mengancam kesehatan dan harapan hidup manusia. Penyakit ini merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia terutamanya pada anak dan dewasa muda. Kira-kira lebih dari 13 juta kematian per tahun, paling banyak dilaporkan di negara berkembang sekitar 1 dari 2 kematian dan juga sering menyebabkan kecacatan (WHO, 1999a). Salah satu contoh penyakit infeksi adalah otitis media akut (OMA) yang menjadi otitis media supuratif kronik (OMSK) akibat kegagalan terapi antibiotik (Bluestone & Klein, 1999).

Prevalensi OMSK di seluruh dunia melibatkan 65-330 juta orang dengan keluhan telinga berair, dimana 60% di antaranya (39-200 juta) menderita gangguan pendengaran yang signifikan. Indonesia telah diklasifikasikan termasuk kategori tinggi berdasarkan prevalensi OMSK (WHO, 2004). Hasil survei di seluruh dunia menunjukkan prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari seluruh kunjungan di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. Di Poliklinik THT RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2006 pasien OMSK merupakan 26% pasien yang datang berobat (Aboet, 2007).

Menurut Mansoor et al. (2009) bakteri paling sering menyebabkan OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa (40%) dan Staphylococcus aureus (30,9%). Pseudomonas aeruginosa termasuk bakteri Gram negatif yang berbentuk batang dengan ukuran 0,5 - 0,8 µm x 1,5 - 3,0 µm yang bersifat invasif dan toksinogenik (Todar, 2008). Bakteri ini juga merupakan bakteri infeksi nosokomial tersering di RS (Radji, Fauziah dan Aribinuko, 2011).


(16)

Dalam penatalaksanaan kasus OMSK WHO (2004) menyatakan antibiotik golongan kuinolon seperti (ofloksasin, ciprofloxacin) lebih baik dari golongan bukan kuinolon (gentamisin) dalam menangani otorrhea dan membunuh bakteri. Antibiotik yang efektif di RSUP. H. Adam Malik adalah ciprofloxacin (Nursiah, 2003). Penggunaan antibiotik secara tidak terkendali akan mengakibatkan resistensi antimikroba yang merupakan suatu masalah global terutamanya di negara berkembang (WHO, 2001). RS di Indonesia (Jakarta dan sekitarnya) salah satu bakteri tersering adalah multidrug-resistant P.aeruginosa (MDR-PA) pada infeksi nosokomial (Moehario et al., 2012). Oleh karena itu, perlu dicari alternatif lain untuk meningkatkan kualitas hidup dengan penemuan antibiotik baru (Infectious Diseases Society of America, 2010).

Obat-obat yang berasal dari tumbuhan berpotensi dijadikan antibiotik, terutamanya dalam bentuk minyak atsiri yang dapat berfungsi sebagai antibakteri, antijamur dan antiviral. Oleh itu, jintan hitam dan madu berpotensi digunakan sebagai alternatif antibiotik dalam penanganan OMSK (Reichling et al, 2009). Jintan hitam menurut Alsawaf dan Alnaemi (2010) mempunyai efek antibakteri karena thymoquinone, thymol, apinene, dan p-cymene dengan cara thymoquinone sebagai komponen utama dapat menghambat pembentukan asam nukleat dan sintesis protein. Madu pula mengandung flavonoid yang sangat tinggi dan membantu jalur utama antimikroba yaitu hidrogen peroksida (Brudzynski et al., 2011; Brudzynski dan Lannigan, 2012).

Berdasarkan uraian di atas terdapat banyak kasus OMSK dimana P.aeruginosa merupakan bakteri penyebab paling sering dan juga banyaknya bakteri yang resisten terhadap penggunaan antibiotik, maka penulis ingin melihat dan membandingkan efek antibakteri jintan hitam dan madu berbanding antibiotik ciprofloxacin.


(17)

1.2 Rumusan Masalah

Apakah minyak jintan hitam dan madu murni mempunyai efek antibakteri dibanding ciprofloxacin terhadap Pseudomonas aeruginosa pada spesimen dari sekret telinga OMSK.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui efek antibakteri minyak jintan hitam dan madu murni berbanding ciprofloxacin terhadap pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa pada penderita OMSK.

1.3.2 Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui efek antibakteri minyak jintan hitam b. Untuk mengetahui efek antibakteri madu

c. Untuk mengetahui efek antibakteri ciprofloxacin

d. Untuk mengetahui perbedaan efek antibakteri minyak jintan hitam, madu dan antibiotik ciprofloxacin.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : 1. Institusi Pendidikan

∑ Memberikan informasi tambahan pada institusi pendidikan tentang efek antibakteri jintan hitam dan madu sebagai alternatif kepada antibiotik terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa.

2. Masyarakat

∑ Memberikan informasi tambahan bagi masyarakat mengenai jintan hitam dan madu.

∑ Memberikan informasi potensi penggunaan efek antibakteri jintan hitam dan madu terhadap sediaan yang tersedia di pasaran Indonesia.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Otitis Media Supuratif Kronis

Otitis media supuratif kronis (OMSK) dahulu disebut otitis media perforate (OMP) atau dikenali sebagai congek di Indonesia. OMSK ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus (persisten) atau hilang timbul (rekuren). Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. Angka kejadian OMSK tinggi di negara berkembang disebabkan sosio-ekonomi yang rendah, nutrisi buruk dan kurangnya pengetahuan tentang kesehatan. OMSK dapat diklasifikasi kepada dua jenis tipe, yaitu tipe tubotimpanal (tipe jinak) dan tipe atikoantral (tipe ganas). Perbedaan tipe klinik OMSK dibuat berdasarkan perbedaan anatomi yaitu pars tensa atau pars plasida membran timpani (Djafar, 2001; Dhingra, 2007) .

2.1.1 Etiologi

OMSK jinak bermula sejak usia anak. Tipe ini merupakan lanjutan dari penyakit otitis media akut yang diikuti dengan demam ruam dan menyebabkan perforasi yang letaknya sentral. Perforasi ini menetap dan memudahkan terjadinya infeksi berulang dari telinga luar. Otorrheamenjadi persisten akibat mukosa telinga tengah yang terpapar kepada lingkungan luar yang penuh dengan aero allergen sehingga terjadinya sensitisasi. Infeksi bisa terjadi secara ascending melalui tuba eustachia. Infeksi tonsil, adenoid dan sinus bisa menimbulkan otorrhea yang persisten atau rekuren (Dhingra, 2007).

Penyebab yang lain adalah perubahan tekanan udara tiba-tiba, alergi, infeksi dan sumbatan (akibat penumpukan sekret, tampon atau tumor) (Djafar, 2001).


(19)

2.1.2 Patofisiologi

OMSK dimulakan dengan suatu infeksi akut. Patofisiologi OMSK bermula dengan proses irritasi dan inflamasi pada mukosa telinga tengah. Respon inflamasi menimbulkan edema pada mukosa. Inflamasi yang berkelanjutan akan menyebabkan ulserasi pada mukosa dan kerusakan pada sel epitel. Penjamu akan menghasilkan suatu jaringan granulasi (respon terhadap inflamasi) yang bisa membentuk polip pada permukaan rongga telinga tengah. Siklus infalamasi, ulserasi, infeksi dan pembentukan jaringan granulasi akan menghancurkan tulang sehingga menimbulkan komplikasi (Parry, 2011).

2.1.3 Gejala klinis

Gejala klinis pada tipe tubotimpani pertama adalah sekret telinga (otorrhea) dengan ciri mukoid, mukopurulen yang menetap atau intermittent. Sekret ini sering muncul pada keadaan infeksi saluran pernafasan atas atau masuknya air ke dalam telinga. Kedua, terdapat tuli tipe konduktif yang bervariasi dan jarang melebihi 50 dB. Kadang-kadang pasien bisa mendengarkan lebih baik pada keadaan telinga penuh dengan sekret berbanding telinga bersih. Keadaan ini bisa berlanjut sehingga terjadinya pula tuli sensorineural. Ketiga, adanya perforasi yang letaknya sentral dimana posisinya bisa anterior, posterior, inferior kepada letak malleus. Keempat, mukosa telinga tengah dapat dilihat apabila perforasi membrane timpani besar. Mukosa ini terlihat merah, edem dan membengkak pada keadaan inflamasi (Dhingra 2007).

Pada tipe atikoantral, sekret telinga hanya sedikit dan berbau. Selain itu, terdapatnya tuli terutamanya tuli konduktif dan bisa ditambah adanya tuli sensorineural. Perdarahan dapat dijumpai pada tipe ini akibat granulasi atau polip saat membersihkan telinga. Perforasi yang bisa dilihat adalah attic atau posterosuperior tipe marginal. Selain itu, terdapat kantong retraksi yang merupakan suatu invaginasi pada membrane timpani yang dilihat pada attic


(20)

atau posterosuperior pars tensa. Kolesteatoma pada tipe ini dapat dilihat pada kantong retraksi (Dhingra 2007).

2.1.4 Pengobatan

Pada OMSK tipe tubotimpani, tujuan utama pengobatan adalah mengendalikan infeksi ,membersihkan sekret telinga dan selanjutnya memperbaiki ketulian dengan operasi. Pertama dilakukan pembersihan pada liang telinga dari sekret dengan Aural toilet. Kedua, penggunaan antibiotik topikal yang mengandungi neomisin, polimiksin atau gentamisin. Obat ini dikombinasikan dengan steroid yang mempunyai efek anti inflammasi. Obat ini diberi 3-4 kali per hari. pH asam sangat bermanfaat dalam membunuh infeksi bakteri pseudomonas dengan irrigasi menggunakan 1,5% asam asetik. Pada penggunaan obat ini harus diperhatikan efek ototoksik dari beberapa sedian dan tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik adalah dari hasil kultur bakteri penyebab dan uji resistensi (Djafar, 2001; Dhingra, 2007).

Pada OMSK tipe atikoantral adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa merupakan terapi sementara sebelum operasi. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan mastoidektomi. Tujuan utama operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membrane timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat serta memperbaiki pendengaran. Jenis pembedahan yang dapat dilakuan adalah mastoidektomi sederhana, mastoidektomi radikal, mastoidektomi radikal dengan modifikasi, miringoplasti dan timpanoplasti (Djafar, 2001; Dhingra, 2007).


(21)

2.2Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas merupakan kelompok bakteri yang tersebar luas dalam tanah dan air. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan salah kelompok pseudomonas dan tergolong kelompok patogen yang besar pada manusia, kadang membentuk koloni dalam tubuh manusia. P. aeruginosa bersifat invasif dan toksigenik sehingga pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah dapat menyebabkan infeksi. Ia merupakan patogen nosokomial yang penting (Brooks, Butel dan Morse, 2007).

2.2.1 Klasifikasi bakteri P. aeruginosa Klasifikasikan bakteri P.aeruginosa :

Tabel 2.1 Klasifikasi bakteri P.aeruginosa Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gamma Proteobacteria Order : Pseudomonadales Family : Pseudomonadadaceae Genus : Pseudomonas

Species : aeruginosa

(Sumber : Todar, 2008)

Gambar 2.1 pewarnaan bakteri (Sumber : Todar, 2008).


(22)

2.2.2 Morfologi dan identifikasi

P. aeruginosa dengan ciri khasnya berbentuk batang, motil dan berukuran sekitar 0,6 x 2 mm. Bakteri ini tergolong kelompok bakteri gram negatif dan dapat muncul dalam bentuk tunggal, berpasangan atau kadang-kadang dalam bentuk rantai pendek. P. aeruginosa dapat tumbuh dengan baik pada suhu 37-42ºC. Bakteri ini tidak memfermentasi karbohidrat dan bersifat oksidase-positif, tetapi banyak strain mengoksidasi glukosa. P. aeruginosa dapat diidentifikasi berdasarkan morfologi koloni, sifat oksidase-positif, adanya pigmen yang khas, dan pertumbuhan pada suhu 42ºC (Brooks, Butel dan Morse, 2007).

P. aeruginosa adalah bakteri obligat aerob yang dapat tumbuh dengan mudah pada banyak jenis medium biakan dan beberapa strain dapat menyebabkan hemolisis darah. Koloni P. aeruginosa adalah bulat halus dengan warna fluoresensi kehijauan. Bakteri ini sering menghasilkan piosianin yang tidak dihasilkan spesies pseudomonas lain, pigmen kebiru-biruan yang tidak berfluorensi, yang berdifusi ke dalam agar. P. aeruginosa juga banyak memproduksi pigmen pioverdin yang berfluorensi, yang memberikan warna kehijauan pada agar. Beberapa strain menghasilkan pigmen piorubin yang berwarna merah gelap atau pigmen piomelanin yang hitam (Brooks, Butel dan Morse, 2007).

P. aeruginosapada biakan dapat membentuk berbagai jenis koloni. Setiap koloni dapat mempunyai aktivitas biokimia, enzimatik dan pola kerentanan antimikroba yang berbeda. Pada biakan pasien dengan fibrosis kistik sering membentuk koloni P. aeruginosa yang mukoid akibat produksi berlebihan dari alginate, suatu eksopolisakarida yang berfungsi menghasilkan matriks sehingga organisme dapat hidup dalam biofilm (Brooks, Butel dan Morse, 2007).


(23)

2.2.3 Struktur antigen dan toksin

Struktur dari permukaan sel yang menjulur pili (fimbria) membantu pelekatan pada sel epitel inang. Sifat endotoksik P. aeruginosa karena lipopolisakarida yang ada dalam berbagai immunotype. Jenis-jenis bakteri P. aeruginosa dapat dibedakan berdasarkan kerentanannya terhadap piosin (bakteriosin) dan immunotype lipopolisakarida. Kebanyakan bakteri P. aeruginosa yang diambil dari infeksi klinis menghasilkan enzim ekstraselullar, termasuk elastase, protease, dan hemolisin (fosfolipase C dan glikolipid) (Brooks, Butel dan Morse, 2007).

Banyak strain P. aeruginosa yang menyebabkan nekrosis jaringan dan bersifat letal untuk binatang jika disuntikkan dalam bentuk murni dengan menghasilkan eksotoksin A. Mekanisme Toksin tersebut serupa seperti mekanisme toksin difteri yaitu dengan cara menghambat sintesis protein ,walaupun struktur kedua toksin tersebut tidak sama. Beberapa serum manusia menunjukkan sifat antitoksin terhadap eksotoksin A termasuk pasien yang telah sembuh dari infeksi berat P. aeruginosa(Brooks, Butel dan Morse, 2007).

Pada OMSK, bakteri ini menggunakan pili untuk menempel pada sel epitel yang nekrosis atau berpenyakit pada telinga tengah. Setelah itu, organisme ini akan menghasilkan proteases, lipopolysaccharide dan enzim lainnya untuk mencegah serangan dari sistem imun tubuh. Hasil sekresi enzim bakteri dan inflamasi akan menambah kerusakan, nekrosis dan akhirnya erosi pada tulang (menimbulkan komplikasi) (Parry, 2011).

2.2.4 Biofilm bakteri

Biofilm adalah kumpulan bakteri interaktif yang dibungkus dalam matriks eksopolisakarida dan melekat pada permukaan yang keras atau melekat satu sama lain. Keadaan ini berbeda dengan planktonik atau pertumbuhan bakteri yang hidup bebas karena tidak ada interaksi mikroorganisme. Lapisan


(24)

berlendir dibentuk biofilm pada permukaan keras dan terjadi di seluruh alam. Satu spesies bakteri atau lebih dapat terlibat dan berkumpul bersama untuk membentuk biofilm (Brooks, Butel dan Morse, 2007).

Pada infeksi manusia yang bersifat persisten dan sulit ditangani biofilm memainkan peran yang penting sebagai contoh pada penderita kistik fibrosis yang diinfeksi P aeruginosa pada jalan nafas. Pembentukan biofilm pertama adalah kolonisasi permukaan. Kolonisasi bermula apabila bakteri berada di atas permukaan dimana bakteri dapat menggunakan flagel untuk bergerak. Pili dapat digunakan beberapa bakteri untuk menarik diri bersama-sama menjadi satu kelompok dan bakteri lainnya bergantung pada pembelahan sel untuk memulai pembentukan koloni. Secara berterusan bakteri menyekresikan suatu sinyal antara sel Quorum sensing (Brooks, Butel dan Morse, 2007). Dua sistem Quorum sensing yang dikenali dengan nama las dan rhl. Sinyal ini disekresi dalam kadar rendah yang merupakan suatu molekul dalam kadar rendah misalnya sinyal N-acyl homoserine lactone (AHL) (Karatuna dan Yagci, 2010).Semakin banyak jumlah bakteri,semakin banyak pula konsentrasi sinyal tersebut. Apabila ambang rangsang tercapai, bakteri akan memberi respon dan mengubah aktivasi gen sehingga mengubah perilakunya (Brooks, Butel dan Morse, 2007).

Pada bakteri P. aeruginosa dihasilkan alginate. Gen-gen diaktivasi dapat memengaruhi jalur metabolik dimana bakteri di dalam matriks cenderung mengalami penurunan metabolisme dan produksi faktor virulensi. Matriks eksopolisakarida dapat melindungi bakteri dari mekanisme imun penjamu. Beberapa antimikroba menunjukkan sawar difusi untuk matriks, sedangkan antimikroba yang lain dapat berikatan dengannya. Resistensi terhadap beberapa antimikroba oleh beberapa bakteri dalam biofilm dengan yang tumbuh dan hidup bebas dalam bahan medium. Hal inilah yang membantu menjelaskan mengapa infeksi yang disebabkan oleh biofilm sulit diobati (Brooks, Butel dan Morse, 2007).


(25)

2.2.5 Temuan klinis

P. aeruginosa merupakan suatu patogen nosokomial. Menurut Centers for Disease Control and Prevention(CDC), rata-rata infeksi P. aeruginosadi RS Amerika Serikat adalah 0,4% (4 per 1000 pasien) . Bakteri ini merupakan penyebab infeksi nosokomial keempat dengan persen dari keseluruhan RS 10,1% (Todar, 2008). Di Intensive Care Unit (ICU) RS. Fatmawati, Indonesia P.aeruginosa merupakan 26,5% bakteri yang dijumpai (Radji, Fauziah dan Aribinuko, 2011). Selain itu, di Indonesia Rumah Sakit (Jakarta dan sekitarnya) dari tahun 2004-2010, 12-19% bakteri P.aeruginosa didapat dari hasil kultur bakteri kelompok gram negatif (Moehario et al., 2012).

P. aeruginosa menyebabkan infeksi pada luka dan luka bakar sehingga menimbulkan pus hijau kebiruan, pada pungsi lumbal bisa terjadi meningitis dan penggunaan kateter dan instrument lain atau dalam larutan untuk irigasi dapat menimbulkan infeksi saluran kemih. Pneumonia nekrotik terjadi karena keterlibatan saluran napas terutamanya akibat respirator yang terkontaminasi (Brooks, Butel dan Morse, 2007).

Pada organ mata, bakteri ini merupakan salah satu penyebab keratitis dan etiologi kepada opthalmia neonatal (Todar, 2008). Pada perenang bakteri ini sering ditemukan pada otitis eksterna ringan dan pada pasien diabetes dapat menjadi invasif (bersifat maligna) (Brooks, Butel dan Morse, 2007).

2.2.6 Uji diagnostik laboratorium

Untuk uji diagnostik laboratorium, spesimen diambil dari lesi kulit, pus, urin, darah, cairan spinal, sputum, dan bahan lainnya diindikasikan sesuai dengan jenis infeksinya. Pada sediaan apus bakteri batang gram negatif sering dilihat. Tidak ada karekteristik morfologi spesifik yang dapat membedakan pseudomonas di spesimen dari bakteri enterik atau batang gram negatif lainnya (Brooks, Butel dan Morse, 2007).


(26)

Untuk membedakan spesimen, di oleskan pada agar darah dan medium diferensial yang biasanya digunakan untuk menumbuhkan bakteri batang gram negatif enterik. Pseudomonas tumbuh dengan mudah pada sebagian besar medium ini, tetapi pertumbuhan pseudomonas lebih lambat daripada bakteri enterik. P. aeruginosa mudah dibedakan dari bakteri yang memfermentasi laktosa karena tidak menfermentasikan laktosa (Brooks, Butel, dan Morse, 2007).

2.2.7 Pengobatan

Oleh karena tingkat keberhasilan pengobatan dengan terapi obat tunggal rendah, maka pada infeksi P. aeruginosa yang berat secara klinis bakterinya dapat dengan cepat menjadi resistan. Penisilin yang aktif melawan P. aeruginosa seperti tikarsillin atau peperasillin dapat digunakan dalam kombinasi dengan aminoglikosida, biasanya tobramisin (Brooks, Butel, dan Morse, 2007).

Obat lainnya yang bisa digunakan adalah azteronam, imipenem, dan golongan kuinolon yang baru, seperti ciprofloxacin dan juga golongan sefalosporin yang baru, seftazidim dan sefoperazon. Seftazidim digunakan sebagai terapi primer infeksi P. aeruginosa. Uji kepekaan obat antimikroba harus dilakukan sebagai penunjang dalam memilih terapi (Brooks, Butel, dan Morse, 2007).

2.3 Antimikroba

Antimikroba dapat dibagi kepada agen antibakteri, antifungal dan antiviral. Agen ini terdiri dari komponen alami (antibiotik) dan komponen sintetis yang dihasilkan di laboratorium. Antibiotik merupakan sejenis substansi yang dihasilkan oleh satu mikroba dan menginhibisi pertumbuhan dan viabilitas mikroba lain (Brenner dan Stevens, 2010).


(27)

2.3.1 Prinsip kerja obat antimikroba

Toksisitas selektif adalah agen antimikroba yang ideal berbahaya bagi pathogen tanpa membahayakan sel inang. Sifat toksisitas selektif sering kali relatif dan bukan absolut yang bermaksud suatu obat dalam suatu konsentrasi tertentu dapat ditoleransi oleh inang dan merusak mikroorganisme penyebab infeksi. Toksisitas selektif dapat berfungsi sebagai reseptor spesifik yang diperlukan untuk pelekatan obat, atau dapat bergantung pada inhibisi proses biokimia yang penting bagi pathogen tetapi tidak bagi penjamu. Mekanisme kerja obat antimikroba dapat dibagi kepada empat cara yaitu inhibisi sintesis dinding sel, inhibisi fungsi membran sel, inhibisi sintesis protein (inhibisi translasi dan transkripsi bahan genetik) dan inhibisi sintesis asam nukleat (Jawetz, 1997). Prinsip kerja obat antimikroba dapat dibagi menjadi empat menurut (Jawetz, 1997) :

i. Cara kerja obat antimikroba dengan inhibisi sintesis dinding sel. Bakteri mempunyai dinding sel yang merupakan suatu lapisan luar yang kaku. Dinding sel mengandung polimer kompleks peptidoglikan yang khas secara kimiawi dan terdiri dari polisakarida dan polipeptida dengan banyak hubungan silang. Lapisan peptidoglikan dinding sel bakteri gram positif lebih tebal daripada bakteri gram negatif. Dinding sel berfungsi mempertahankan bentuk dan ukuran mikroorganisme, yang mempunyai tekanan osmotik internal tinggi. Kerusakan pada dinding sel seperti akibat terkena enzim lisozim atau inhibisi pada pembentukan dinding sel dapat menyebabkan sel menjadi lisis. Obat-obat golongan B-laktam merupakan bekerja dengan mekanisme inhibisi sintesis dinding sel bakteri sehingga aktif membunuh bakteri yang merupakan salah satu dari beberapa aktivitas obat. Obat-obat yang bekerja dengan cara inhibisi sintesis dinding sel adalah penisilin, sefalosporin, vankomisin, dan sikloserin. Obat-obat lain bekerja dengan menghambat langkah awal dalam biosintesis peptidoglikan adalah basitrasin, teikoplanin, vankomisin, ristosetin, dan novobiosin.


(28)

ii. Cara kerja obat antimikroba dengan inhibisi fungsi membran sel. Semua sitoplasma sel hidup diikat oleh membran sitoplasma yang berperan sebagai barier permeabilitas selektif. Membran sitoplasma mengontrol komposisi internal sel dengan transport aktif. Jika fungsi sitoplasma ini terganggu dapat mengakibatkan kerusakan atau kematian sel karena makromolekul dan ion dapat keluar dari sel. Obat-obat yang bekerja dengan cara inhibisi fungsi membrane sel adalah polimiksin, amfoterisin B, kolistin, dan imidazol serta triazol.

iii. Cara kerja obat antimikroba dengan inhibisi sintesis protein.Ribosom berperan sebagai tempat sintesis protein. Bakteri mempunyai ribosom 70S. Pada mikroba normal sintesis protein, pesan mRNA secara simultan “dibaca” oleh beberapa ribosom yang memanjang di sepanjang untai mRNA yang disebut sebagai polisom. Obat-obat yang bekerja dengan cara inhibisi sintesis protein adalah eritromisin, linkomisin, tetrasiklin, aminoglikosida, dan kloramfenikol.

iv. Cara kerja obat antimikroba dengan inhibisi sintesis asam nukleat. Obat-obat yang bekerja dengan cara inhibisi sintesis asam nukleat adalah kuinolon, pirimetamin, rifampin, sulfonamide, trimetoprim, dan trimetreksat. Rifampin menghambat pertumbuhan bakteri dengan secara kuat berikatan pada RNA polymerase dependen-DNA bakteri. Obat-obat golongan kuinolon dan fluorokuinolon menghambat sintesis DNA mikroba dengan menghambat DNA girase. Mikroorganisme mempunyai asam p-aminobenzoat (PABA) yang merupakan metabolit penting dalam sintesis asam folat. Cara kerja spesifik PABA berupa kondensasi suatu pteridin yang bergantung adenosine trifosfat (ATP) dengan PABA untuk menghasilkan asam dihidropteroat, yang kemudian diubah menjadi asam folat. Asam folat merupakan suatu prekursor penting dalam sintesis asam nukleat. Sulfonamid adalah analog struktural PABA dan menghambat dihidropteroat sintetase.


(29)

Sulfonamid dapat masuk ke dalam reaksi di tempat PABA dan bersaing untuk pusat aktif enzim sehingga mentuk analog asam folat non fungsional yang mencegah pertumbuhan sel bakteri lebih lanjut.

2.3.2 Resistensi terhadap obat antimikroba

Menurut Jawetz (1997) mekanisme resistensi bakteri terhadap obat antimikroba adalah seperti berikut :

i. Mikroorganisme menghasilkan enzim yang menginaktivasi aktivitas obat. Staphylococcidan bakteri batang gram negatif lain yang resisten terhadap penisilin G menghasilkan sejenis enzim beta-laktamase yang menginaktivasi obat tersebut.

ii. Mikroorganisme juga dapat mengubah permeabilitas sel membrannya terhadap obat yang menganggu transpor aktif ke dalam sel seperti pada tetrasiklin didapat dalam jumlah yang banyak pada bakteri yang rentan tetapi tidak pada bakteri yang resisten

iii. Mikroorganisme dapat mengubah struktur sasaran atau reseptor bagi obat. Pada organism yang rentan terdapat resistensi kromosom terhadap aminoglikosida berhubungan dengan hilangnya atau perubahan protein spesifik pada subunit 30S ribosom bakteri yang bertindak sebagai reseptor tempat bekerja obat.

iv. Mikroorganisme bisa mengubah jalur metabolik yang langsung dihambat oleh obat ini. Pada beberapa bakteri yang resisten terhadap sulfonamid tidak membutuhkan asam p-aminobenzoat (PABA) yang merupakan metabolit penting, tetapi dapat menggunakan asam folat yang telah dibentuk sebelumnya.

v. Mikroorganisme dapat mengubah enzim yang tetap dan dapat melakukan fungsi metabolismenya seperti pada mutan yang resisten sulfonamid , dihidropteroat sintetase mempunyai afinitas yang jauh lebih tinggi terhadap PABA daripada sulfonamid.


(30)

2.3.3 Ciprofloxacin

Ciprofloxacin merupakan obat golongan fluorokuinolon yang merupakan analog asam nalidiksat yang difluorinasi. Obat ini aktif terhadap berbagai bakteri gram positif dan gram negatif. Obat ini bekerja dengan menghambat kerja DNA girase (topoisomerase II) yaitu enzim yang bertanggungjawab terhadap terbuka dan tertutupnya lilitan DNA sehingga mencegah relaksasi DNA superkoil yang dibutuhkan untuk transkripsi dan duplikasi normal (Chambers, 2004).

Setelah pemberian per oral, ciprofloxacin diabsorbsi dengan baik (keberadaan hayati oral 70%) dan didistribusikan secara luas dalam cairan tubuh dan jaringan. Waktu paruh dalam serum berkisar antara 3-5 jam. Setelah menelan 500 mg, maka kadar puncak serum adalah 2,4mikrogram/mL. Absorpsi per oral terganggu oleh adanya kation divalent seperti antasida. Ekskresi obat terutamanya melalui ginjal dengan mekanisme sekresi tubulus (dapat dihambat oleh probenesid) atau filtrasi glomerulus. Sampai 20% dari dosis dimetabolisasi di dalam hati (Chambers, 2004).

Obat golongan ini efektif dalam menghambat bakteri batang gram negatif termasuk Enterobacteriaceae, Pseudomonas, Neisseria dan lain-lain pada konsentrasi serum 1-5 mikrogram/mL. Pada organism gram positif dan pathogen intraselular seperti Legionella, Chlamydia dan beberapa mikrobakteri dihambat dengan jumlah agak tinggi. Ciprofloxacin merupakan obat golongan fluorokuinolon paling aktif terhadap bakteri gram negatif terutamanya P aeruginosa. Resistensi disebabkan karena perubahan pada enzim target, DNA girase atau perubahan pada permeabilitas organisme (Chambers, 2004).


(31)

2.4 Jintan Hitam

Jintan hitam adalah suatu jenis tumbuhan herbal dari keluarga “Ranunculaceae” yang ditanam bagi memperolehi biji-biji ataupun bunganya. Jintan hitam dikenali dengan nama Nigella Sativa dan dikenali dengan banyak nama seperti “Panacea” yang bermaksud “mengobati semua” (latin lama); “Habbah Sawda” atau “Habbat el Baraka” yang diterjemahkan sebagai “biji yang berkat” (Arab); “Kalonji” (india) dan “Hak Jung Chou” (China). Ia merupakan tumbuhan herba yang tumbuh dengan tinggi kira-kira 45 cm. Secara tradisional, biji dan minyak dari jintan hitam digunakan untuk mengobati pelbagai jenis penyakit (Padhye et al., 2008; Rajsekhar dan Kuldeep,2011).

Gambar 2.2 menunjukkan bunga (kiri) dan biji jintan hitam (kanan) (Sumber : Rajsekhar dan Kuldeep, 2011).


(32)

2.4.1 Klasifikasi

Klasifikasi jintan hitam :

Tabel 2.2 Klasifikasi Jintan Hitam Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Ranunculales Famili : Ranunculaceae Genus : Nigella

Spesies : N. Sativa

(Sumber : Rajsekhar dan Kuldeep, 2011)

2.4.2 Komposisi

Jintan hitam mengandungi nutrisi seperti karbohidrat, protein dan lemak. Selain itu, jintan hitam mempunyai vitamin dan zat-zat ion yang diperlukan tubuh seperti tiamin, riboflavin, piridoksin, niasin, folasin ,kalsium , zat besi, kuprum, fosfor dan sebagainya. Ia juga mempunyai asam lemak monounsaturated fatty acids (MUFA) dan polyunsaturated fatty acids (PUFA) (Rajsekhar dan Kuldeep, 2011).

Ia juga mengandung minyak seperti α-thujene, 2(1H)-naphthalenone, α -pinene, α-phellandrene, limonene, thymoquinone, mystricin yang memberi kontribusi dalam efek antimikroba (Gerige et al., 2009).


(33)

Tabel 2.3 menunjukkan komposisi jintan hitam


(34)

2.4.3 Manfaat

Manfaat jintan hitam secara farmakologis menurut Sharma et al. (2009) adalah mempunyai efek antimikroba, aktivitas hepatoprotektif, antidiabetik, antifertility, antioxytoxic, sitotoksik, antihelmintic, analgesik dan sebagainya.

Rajsekhar dan Kuldeep (2011) menyatakan bahwa jintan hitam mempunyai efek analgesik, anti inflamasi, antidiabetik, anti kanker, antimikroba, antistress, antiepilepsi, antioksidan, aktivitas gastroprotektif, antirheumatik, agen antielastase dan pengurangan sel darah sabit.

Penelitian secara in vivo menunjukkan gejala pada penderita rhinitis allergi berkurang setelah konsumsi jintan hitam dan direkomendasi untuk digunakan untuk mengobati penyakit ini apabila ada kontraindikasi dengan obat lain (Nikakhlagh et al., 2011).

2.4.4 Efek antimikroba

Minyak jintan hitam mempunyai α-thujene, 2(1H)-naphthalenone, α -pinene, α-phellandrene, limonene, thymoquinone, mystricin yang memberi kontribusi dalam efek antimikroba (Gerige et al., 2009). Jintan hitam mempunyai efek antibakteri karena thymoquinone, thymol, apinene, dan p-cymene dengan cara thymoquinone sebagai komponen utama dapat menghambat pembentukan asam nukleat (RNA) dan sintesis protein (Alsawaf dan Alnaemi, 2010).

Thymoquinone dan thymohdroquinone merupakan komponen terbesar jintan hitam. Kedua-duanya menunjukkan efek antimikroba. Thymoquinone menghambat pembentukan biofilm bakteri dan juga mempunyai KHM dengan konsentrasi 8-32 μg/ml terhadap beberapa strain bakteri terutamanya bakteri gram positif seperti Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Staphylococcus epidermis CIP 106510 (Halawani, 2009; Chaieb et al., 2011).


(35)

Pada suatu penelitian uji efek antimikroba jintan hitam terhadap multi-drug resistant bakteri yang diisolasi dari beberapa sumber, dikatakan minyak jintan hitam menunjukkan ketergantungan pada dosis yang diberikan. Bakteri yang sensitif adalah Staphylococcus aureus,S. epidermis,Streptococcus pyogenes dan Pseudomonas aeruginosa(Salman et al.,2008).

2.5 Madu

Madu adalah suatu substansi yang dihasilkan dari kumpulan nektar tumbuhan setelah dikumpulkan, dimodifikasi dan disimpan dalam sarang lebah (National Honey Board, 2003). Madu sering digunakan sebagai obat tradisional untuk infeksi mikroba pada zaman dahulu (Sherlock et al., 2010).

2.5.1 Komposisi

Gula dan air merupakan komponen utama madu. Gula pada madu sebanyak 95-99% yaitu monosakarida (85-95%) dimana fruktosa (38,2%) dan glukosa (31,3%). Gula ini berbentuk 6 rantai karbon yang mudah diserap oleh tubuh. Selain itu, terdapat juga disakarida seperti maltose, sukrosa, dan isomaltosa. Oligosakarida ada dalam jumlah yang kecil (Olaitan, Adeleke dan Ola, 2007).

Air merupakan komponen kedua terpenting setelah gula. Air berperan dalam penyimpanan madu. Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi air seperti cuaca dan kelembapan di dalam sarang, keadaan madu dan pengobatan lewat ekstraksi dan penyimpanan. Terdapat 0,57% asam organik termasuk asam glukonik (produk pencernaan enzim glukosa). Asam organik ini berperan dalam mengatur keasaman dan rasa dari madu (Olaitan, Adeleke dan Ola, 2007).

Mineral-mineral yang terdapat pada madu sangat kecil jumlahnya yaitu 0,17% dengan jumlah potassium yang paling banyak. Mineral lain seperti kalsium, kuprum, ferum, mangan dan fosfor. Enzim-enzim yang dihasilkan


(36)

lebah terutamanya invertase (saccharase), diastase (amylase) dan glucose oxidaseberperan penting dalam pembentukan madu juga terdapat pada madu. Vitamin C, B (tiamin) dan B2 komplek seperti riboflavin, asam nikotinik dan B6 asam panthothenik juga didapati pada madu (Olaitan, Adeleke dan Ola, 2007).

2.5.2 Manfaat

Madu berperan dalam penatalaksanaan penyembuhan luka dengan mencegah dan menghambat pertumbuhan bakteri sehinggu mengurangkan beban pada luka. Mekanisme kerja ini diakibatkan faktor biokimia yang menghasilkan hidrogen peroksida dengan enzim glukose oksidase dengan tambahan mekanisme non peroksid (Lee, Sinno And Khachemoune, 2011).

Pada suatu studi madu, konsumsi madu setiap hari selama 2 minggu pada mencit betina yang menunjukkan simptom menopause memberikan hasil yang bermanfaat dan protektif. Madu yang digunakan menunjukkan pencegahan atrofi uterus, atrofi epitel vagina, mempromosi peningkatan densitas tulang dan mensuppresi peningkatan berat badan pada keadaan menopause (Zaid et al., 2010). Selain itu, madu mencetus proses apoptosis pada sel karsinoma ginjal (Samarghandian, Afshari and Davoodi, 2011)

Oligosakarida di dalam madu berpotensi sebagai prebiotik yang penting bagi saluran cerna manusia. Dua flora normal yang penting di usus yaitu Lactobacillus spp. (bagian distal usus halus) dan Bifidobacterium spp. (kolon). Lactobacillus spp. dapat membantu tubuh mempertahankan dari infeksi Salmonella. Bifidobacterium spp. pula dapat memantau pertumbuhan yeast dan bakteri patogen pada dinding kolon dan mungkin dapat mengurangkan risiko kanker kolon dalam (Al-Qassemi dan Rasha, 2003).


(37)

2.5.3 Efek antimikroba

Madu sering digunakan sebagai obat tradisional untuk infeksi mikroba sejak zaman dahulu. Potensi efek antibakteri berbeda bagi setiap madu tergantung beberapa faktor seperti asal geografis sehingga proses penyimpanan madu. Efek antibakteri adalah karena osmolaritas, pH, produksi hidrogen peroksida dan adanya komponen fitokimia lainnya seperti metilgloksal (MGO) (Sherlock et al., 2010).

Madu mempunyai dua mekanisme kerja dalam melawan infeksi yaitu melalui komponen bakterisid yang aktif membunuh sel dan gangguan pada Quorum sensing yang melemahkan koordinasi faktor virulensi bakteri. Pada Pseudomonas aeruginosa konsentrasi rendah madu menghambat ekspresi MvfR, las dan rhl regulons termasuk faktor virulensi lainnya pada jaringan Quorum sensing ( Wang et al., 2012). Mekanisme jalur peroksid madu dalam membunuh bakteri melibatkan penghasilan radikal hidroksil dari hidrogen peroksida dan juga beberapa komponen yang tidak diketahui dalam madu .Ini akan menghasilkan efek sitotoksik sehingga menghambat pertumbuhan bakteri dan degradasi DNA. Efek antibakteri ini melalui Fenton-type reaction dan efek bakteriostatik madu ini tergantung kepada dosis yang diberikan (Brudzynski dan Lannigan, 2012).

Madu menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, S. aureus, Actinobacter dan Stenotrophomonas. Selain itu, madu efektif terhadap bakteri methicillin-resistant S.aureus dan vancomycin-resistant Enterococcus(Lee, Sinno dan Khachemoune, 2011).


(38)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

1.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini adalah seperti berikut :

Gambar 3.1 : Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Definisi Operasional

a) Jintan hitam merupakan tumbuhan herba yang tumbuh dengan tinggi kira-kira 45 cm yang secara tradisional dipakai untuk pengobatan (Rajsekhar dan Kuldeep, 2011). Minyak jintan hitam yang digunakan adalah minyak jintan hitam 100% CV Syifa Herbal Alami dengan nama dagang Habbasyifa. Minyak ini telah dilakukan uji di Laboratorium FMIPA UI No.588/LF/VII/2010.

b) Madu adalah suatu substansi yang dihasilkan dari kumpulan nektar tumbuhan setelah dikumpulkan, dimodifikasi dan disimpan dalam sarang lebah (National Honey Board, 2003). Madu murni yang digunakan adalah madu murni (100% Forest Honey) dengan nama dagang Madu Zinedine. Madu ini memenuhi persyaratan oleh Badan Standardisasi Nasional yaitu SNI.01-3545-2004, kelulusan Departemen Kesehatan RI No. 209317202220 dan lulus uji Laboratorium Industri Agro. Laporan hasil uji Laboratorium adalah seperti berikut :

Jintan Hitam Madu Siprofloksasin

Pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa pada media MHA dengan

ada atau tidaknya zona hambat.


(39)

c) Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang, motil dan berukuran sekitar 0,6 x 2 mm. Bakteri ini menghasilkan suatu pigmen kebiru-biruan yang tidak berfluorensi pada agar (Brooks, Butel dan Morse, 2007). Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri yang diambil dari sekret telinga pada otitis media supuratif kronis yang kemudiannya diidentifikasikan dan dibuat stamp di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Bakteri dibiakkan daripada stamp.

d) Aquades adalah air suling hasil dari penyulingan digunakan sebagai kontrol negatif pada percobaan metode difusi cakram (Disk diffusion).

e) Ciprofloxacin merupakan sejenis antibiotik golongan fluorokuinolon yang merupakan analog asam nalidiksat (Chambers, 2004). Antibiotik ciprofloxacin 5µg yang disediakan digunakan sebagai kontrol positif pada percobaan metode difusi cakram (Disk diffusion) (CLSI, 2011). Kategori daya hambat ciprofloxacin menurut CLSI (2011) adalah :

i. Susceptible (S) yang berarti bakteri dapat dihambat dengan baik pada konsentrasi yang standar. Diameter zona untuk ciprofloxacin adalah ≥ 21 mm.


(40)

ii. Intermediate (I) yang berarti bakteri dapat dihambat tapi dengan daya hambat yang lebih lemah berbanding pada (S) pada konsentrasi yang standar. Diameter zona untuk ciprofloxacin adalah 16 - 20 mm.

iii. Resistant (R) menunjukkan bakteri dapat dihambat tetapi menunjukkan daya hambat yang sangat lemah berbanding pada (S) dan (I) pada konsentrasi yang standar. Diameter zona untuk ciprofloxacin adalah ≤ 15 mm.

iv. Nonsusceptible (NS) apabila bakteri dihambat tapi tidak memenuhi persyaratan (S). Diameter zona untuk ciprofloxacinadalah ≤ 20 mm.


(41)

(42)

f) Zona hambat adalah suatu zona dimana bakteri tidak tumbuh pada media MHA yang ditandai dengan daerah yang bening.

Cara ukur : Cara Kirby-Bauer metode diffusi cakram. Alat ukur : Penggaris

Hasil ukur :

i. Untuk bakteri Pseudomonas aeruginosa terhadap kertas cakram aquades. - Ada jika terdapat zona hambat dan dibandingkan dengan cakram lainnya.

Cakram ciprofloxacin dijadikan standardisasi mengikut (CLSI, 2011). - Tidak ada , jika tidak terdapat zona hambat.

ii. Untuk bakteri Pseudomonas aeruginosa terhadap kertas cakram ciprofloxacin.

- Ada jika terdapat zona hambat dan dibandingkan dengan cakram lainnya. Cakram ciprofloxacin dijadikan standardisasi mengikut (CLSI, 2011). - Tidak ada , jika tidak terdapat zona hambat.

iii. Untuk bakteri Pseudomonas aeruginosa terhadap kertas cakram minyak jintan hitam.

- Ada jika terdapat zona hambat dan dibandingkan dengan cakram lainnya. Cakram ciprofloxacin dijadikan standardisasi mengikut (CLSI, 2011). - Tidak ada , jika tidak terdapat zona hambat.

iv. Untuk bakteri Pseudomonas aeruginosa terhadap kertas cakram madu murni.

- Ada jika terdapat zona hambat dan dibandingkan dengan cakram lainnya. Cakram ciprofloxacin dijadikan standardisasi mengikut (CLSI, 2011). - Tidak ada , jika tidak terdapat zona hambat.


(43)

3.3 Hipotesis

Hipotesa pada penelitian ini adalah :

Terdapat perbedaan daya hambat Minyak jintan hitam, madu murni dan ciprofloxacin terhadap Pseudomonas aeruginosa dari spesimen sekret telinga pada otitis media supuratif kronis dimana ciprofloxacin mempunyai efek antibakteri yang paling besar diikuti madu murni dan minyak jintan hitam.


(44)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu jenis studi eksperimental murni dengan desain Posttest Only Control Group Design. Penelitian ini telah dilakukan pada bakteri Pseudomonas aeruginosa dari spesimen sekret telinga pada pasien Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK).

Penelitian dilakukan dengan metode difusi cakram (Disk diffusion method) cara Kirby-Bauer yang dimodifikasi (WHO, 1999b). Kelompok eksperimen terdiri dari minyak jintan hitam dan madu murni yang diuji efek antibakteri. Kelompok perlakuan menggunakan cakram yang direndam bahan perlakuan. Pada kelompok kontrol menggunakan aquades (kontrol negatif) dan ciprofloxacin 5µg/cakram (kontrol positif). Hasil ciprofloxacin mengikut standar (CLSI, 2011). Kelompok eksperimen yang diuji menggunakan minyak jintan hitam 10mg/ml dan madu murni 20mg/ml lalu dibuat perbandingan kelompok kontrol positif dan kelompok kontrol negatif. Pengulangan untuk setiap kelompok dilakukan sebanyak 5 kali. Hasil menunjukkan suatu zona bening pada media yang menunjukkan adanya daya hambat dengan menggunakan penggaris dalam ukuran millimeter (mm).

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Waktu yang diperlukan dalam penelitian adalah selama 4 minggu (November – Desember 2012). Lokasi penelitian yang dipilih adalah Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) untuk melakukan uji efek antibakteri pada bakteri Pseudomonas aeruginosa dari spesimen sekret telinga pada Otitis Media Supuratif Kronis. Poliklinik THT RSUP H Adam Malik merupakan tempat dimana spesimen sekret telinga daripada pasien OMSK diambil.


(45)

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah semua bakteri Pseudomonas aeruginosa. Sampel yang digunakan adalah biakan bakteri Pseudomonas aeruginosa dari spesimen sekret telinga pada Otitis Media Supuratif Kronis yang datang ke Poliklinik THT RSUP. H. Adam Malik Medan.

Besar sampel pada percobaan ini menggunakan rumus Federer (1963) dalam (Wahyuni, 2007).

Dimana : t = jumlah kelompok perlakuan r = jumlah replikasi

Penelitian ini menggunakan 4 Kelompok yang masing-masing terdiri atas : a. Kelompok I : Aquades

b. Kelompok II : Ciprofloxacin 5µg

c. Kelompok III : Minyak Jintan hitam 10mg/ml d. Kelompok IV : Madu murni 20mg/ml

Jadi perlakuannya (t) adalah = 4 ( 4 – 1 ) ( r –1 ) ≥ 15

3r –3 ≥ 15

r ≥ 6

Jumlah replikasi (r) untuk setiap kelompok adalah 6 dan dibutuhkan sebanyak 24 cakram pada 6 media.


(46)

Sampel yang digunakan adalah seperti berikut :

I. K1 = kelompok kontrol negatif bakteri sebanyak 6 sampel yang menggunakan aquades.

II. K2 = kelompok kontrol positif bakteri sebanyak 6 sampel yang menggunakan ciprofloxacin.

III. P1 = kelompok perlakuan bakteri sebanyak 6 sampel yang menggunakan minyak jintan hitam.

IV. P2 = kelompok perlakuan bakteri sebanyak 6 sampel yang menggunakan madu murni.

Kriteria yang dipilih untuk pemilihan pasien untuk diambil sampel bakteri adalah seperti berikut :

i. Kriteria inklusi

∑ Pasien baru/lama yang tidak mendapat pengobatan antibiotika lokal atau sistemik selama 7 hari.

∑ Berumur diatas 12 tahun

∑ Bakteri Pseudomonas aeruginosatumbuh dalam media biakan. ∑ Bersedia untuk diambil sampel sekret telinga untuk penelitian ini. ii. Kriteria eksklusi

∑ Pasien mengalami komplikasi penyakit OMSK setelah dilakukan pemeriksaan rutin.

∑ Sekret telinga pasien sedikit atau tidak ada

Setelah mendapatkan satu bakteri P.aeruginosa, sampel ini dibuat stamp. Uji pendahuluan pada bakteri yang digunakan adalah hasil biakan dari stamp.


(47)

4.4 Metode Pengumpulan Data 4.4.1 Alat dan bahan penelitian a) Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : i. Cakram kosong

ii. Inkubator iii. Hot air oven iv. Tabung reaksi

v. Rak tabung reaksi vi. Kaliper digital vii. Penggaris viii. Pipet volume

ix. Ose

x. Labu Erlenmeyer xi. Kapas lidi steril xii. Autoklaf xiii. Pinset xiv. Piring petri

xv. Lampu spiritus

b) Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : i. Madu murni 375gr

ii. Minyak jintan hitam 60 ml

iii. Biakan murni P.aeruginosa dari sampel yang diisolasi dari sekret telinga pada penderita OMSK.

iv. Media MHA (Mueller Hinton Agar) v. Larutan Saline

vi. Aquades


(48)

4.4.2 Variabel

a) Variabel bebas

Variabel bebas yang termasuk pada penelitian ini adalah minyak jintan hitam dan madu murni.

b) Variabel tergantung

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa pada media MHA dengan melihat ada atau tidaknya zona hambat.

c) Variabel terkendali

Media untuk pertumbuhan P.aeruginosa, suhu inkubator (37 ºC), waktu inkubasi (16-18 jam), teknik pengisolasian dan pengkulturan, penggunaan alat, bahan dan media yang disterilisasi, waktu pengamatan, suspensi P.aeruginosa pada saat diinokulasi pada media MHA.

d) Variabel tidak terkendali

Asal jintan hitam dan madu (faktor geografis) berhubungan dengan tanah, curah hujan dan lingkungan sekitar tanaman.

4.4.3 Mikroorganisme

Bakteri Pseudomonas aeruginosa diisolasi dari sekret telinga pada pasien Otitis Media Supuratif Kronis yang datang ke Poliklinik THT RSUP. H. Adam Malik, kemudian diidentifikasi dan dibuat stamp di Laboratorium Mikrobiologi FK USU sesuai dengan Standard Operational Procedure (SOP) Laboratorium. Kemudian bakteri dibiakkan daripada stamp untuk penelitian.


(49)

4.4.4 Pembuatan cakram minyak jintan hitam dan madu

Pembuatan menggunakan metode celup (immersion method). Cakram direndam didalam konsentrasi masing-masing bahan percobaan. Kemudian dibiarkan kering didalam piring petri dalam inkubator pada suhu 35 selama 2 jam.

4.4.5 Uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi cakram

Alat-alat dan bahan disediakan terlebih dahulu. Prosedur yang digunakan sesuai WHO (1999b) yaitu metode Kirby-Baeur yang dimodifikasi. Sebanyak 3-5 koloni dari spesimen Pseudomonas aeruginosa diambil dengan ose bulat dan dimasukkan pada larutan saline.

Gambar 4.1 Cara mengambil koloni bakteri dengan menggunakan ose (Sumber : WHO, 1999b)

Gambar 4.2 memasukkan ose dalam larutan saline (Sumber : WHO, 1999b)


(50)

Kemudian kekeruhan larutan ini disesuaikan dengan standard larutan Mc Farland 0,5.

Gambar 4.3 Larutan McFarland 0,5 (Sumber : Hudzicki, 2012)

Setelah itu, dicelupkan kapas lidi steril ke dalam larutan saline yang disediakan sebelumnya dengan gerakan menekan dan memutar kapas lidi steril tersebut pada dinding tabung.

Gambar 4.4 Kapas lidi steril yang dicelup dan gerakan menekan pada dinding tabung

(Sumber : WHO, 1999b)

Kapas lidi tersebut diusapkan pada permukaan lempeng MHA dan sebar secara merata pada seluruh permukaan agar sebanyak 3 kali, memutarkan lempeng pada sudut 60º setelah setiap aplikasi. Selanjutnya kapas lidi diputar pada hujung sudut lempeng dan setelah selesai inokulum dibiarkan kering pada suhu kamar dengan penutup lempeng.


(51)

Gambar 4.5 kapas lidi steril yang diusapkan pada seluruh lempeng MHA (Sumber : WHO, 1999b)

Gambar 4.6 Cara mengusap kapas lidi steril pada seluruh lempeng agar (Sumber : Hudzicki, 2012)

Cakram yang disediakan sebelumnya dan ciprofloxacin diletakkan pada media MHA dengan menggunakan pinset lalu ditekan.

Gambar 4.7 Cara meletakkan cakram pada media MHA (Sumber : WHO, 1999b)


(52)

Media pada disk kemudian diberi label aquades(A), ciprofloxacin (C), jintan hitam (J) dan madu (M). Setelah selesai, piring petri dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 37ºC selama 16-18 jam sesuai CLSI (2011). Setelah 16-18 jam, piring petri dikeluarkan dari inkubator dan dilihat daya hambat yang terjadi pada setiap cakram. Daya hambat kemudiannya diukur dengan menggunakan penggaris. Untuk setiap percobaan dilakukan penggulangan sebanyak 5 kali. Hasil cakram ciprofloxacin dibaca sesuai CLSI (2011).

Gambar 4.8 Cara mengukur diameter zona hambat (Sumber : Hudzicki, 2012)

Gambar 4.9 Cara mengukur diameter zona hambat menggunakan penggaris (Sumber : Hudzicki, 2012)


(53)

4.5 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan cara mengamati zona hambat pada media. Data yang akan dianalisis dengan komputerisasi adalah hasil pengamatan diameter rata-rata pada zona hambat.

Data dari setiap perlakuan dianalisa secara statistik dengan tingkat

kemaknaan (α = 0,05). Pertama dilakukan uji Kolmogorov Smirnov untuk melihat apakah data berdistribusi normal atau tidak. Jika data berdistribusi normal maka dilakukan uji One Way ANOVA untuk melihat perbedaan daya hambat bakteri pada semua kelompok perlakuan. Jika uji One Way ANOVA memberikan hasil yang signifikan dilanjutkan dengan uji komparasi ganda Least Significant Differences (LSD) untuk melihat perbedaan daya hambat bakteri antara kelompok.


(54)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil

Proses pengambilan data untuk penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 17 November – 4 Desember 2012 di RSUP. H. Adam Malik Medan dan di Laboratorium Mikrobiologi FK USU. Jumlah sampel untuk masing-masing kelompok yaitu aquades, ciprofloxacin, jintan hitam dan madu adalah 6 sampel. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan dianalisa, maka dapat disimpulkan hasil penelitian.

Gambar 5.1 Hasil uji difusi cakram

5.1.1 Deskripsi lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan yang merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990 dan juga sebagai Rumah Sakit Pendidikan yang terletak di Jalan Bunga Lau No.17 km.12, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara.. Laboratorium Mikrobiologi FK USU di jalan Universitas No.1 Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, Provinsi Sumatera Utara.


(55)

5.1.2 Deskripsi karakteristik sampel penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah biakan stamp yang dibuat setelah mengidentifikasi bakteri Pseudomonas aeruginosa yang diambil dari sekret telinga pada penderita Otitis Media Supuratif Kronis yang berobat ke RSUP H. Adam Malik Medan setelah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

5.1.3 Hasil Uji Laboratorium

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FK USU diperoleh data-data yang terangkum dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 5.1 – Daya hambat madu dan jintan hitam terhadap P. aeruginosa

Kelompok Jintan Hitam (mm) Madu (mm)

1 9.25 15

2 9.50 10

3 9.75 11

4 8.00 12.5

5 9.50 11

6 10.00 12

Penelitian ini juga dilakukan uji kepekaan antibiotik ciprofloxacin terhadap bakteri yang diuji yang mana ciprofloxacin sebagai kontrol positif dan juga aquades sebagai kontrol negatif.


(56)

Tabel 5.2 Daya hambat aquades dan ciprofloxacin terhadap P. aeruginosa

Kelompok Aquades (mm) Ciprofloxacin (mm)

1 0 31.50

2 0 33.50

3 0 31.75

4 0 31.00

5 0 34.00

6 0 32.70

Dari tabel 5.2 dapat diketahui bahwa rata-rata zona hambat ciprofloxacin terhadap pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa adalah 32.40 mm. Jika disesuaikan dengan table Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI) 2011 maka ciprofloxacin dinyatakan sensitif (zona hambat ≥ 21 mm) terhadap Pseudomonas aeruginosa.

Perbandingan antara jintan hitam dan ciprofloxacin dapat dilihat pada tabel 5.3 dan perbandingan antara madu dan ciprofloxacin pada tabel 5.4.

Tabel 5.3 – Daya hambat jintan hitam dibanding ciprofloxacin terhadap P. aeruginosa

Kelompok Jintan Hitam (mm) Ciprofloxacin (mm)

1 9.25 31.50

2 9.50 33.50

3 9.75 31.75

4 8.00 31.00

5 9.50 34.00


(57)

Tabel 5.4 – Daya hambat madu dibanding ciprofloxacin terhadap P. aeruginosa

Kelompok Madu (mm) Ciprofloxacin (mm)

1 15 31.50

2 10 33.50

3 11 31.75

4 12.5 31.00

5 11 34.00

6 12 32.70

5.1.4 Hasil Analisa Statistik

Hasil rata-rata diameter bagi setiap kelompok adalah seperti berikut :

Tabel 5.5 Hasil rata-rata diameter dan standard deviasi

Kelompok N Rata-rata (mm) Standar Deviasi

Aquades 6 0 0

Ciprofloxacin 6 32.40 1.19

Jintan Hitam 6 9.33 0.70

Madu 6 11.92 1.74

Hasil menunjukkan bahwa ciprofloxacin mempunyai rata-rata paling besar yaitu 32.40 mm, diikuti madu sebesar 11.92 mm , jintan hitam 9.33 mm dan aquades 0 mm.

Untuk mengetahui efek minyak jintan hitam (Nigella Sativa) dan madu (Honey) terhadap pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa dapat digunakan uji ANOVA (Tabel 5.7). Sebelumnya ditentukan apakah distribusinya normal atau tidak dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov (Tabel 5.6).


(58)

Tabel 5.6 Uji Kolmogorov Smirnov

Diameter

N 24

Normal Parameters Mean 13.4146

Std. Deviation 12.12687

Most Extreme Differences Absolute .238

Positive .238

Negative -.176

Kolmogorov-Smirnov Z 1.168

Asymp.Sig.(2-tailed) .131

Hasil uji Kolmogorov smirnov menunjukkan distribusi normal dimana P >0.05. Maka dilanjutkan dengan uji one way ANOVA.

Tabel 5.7 Uji Anova

Diameter

Sum of Squares

Df Mean Square F Sig.

Between Groups 3357.684 3 1119.228 905.570 .000

Within Groups 24.719 20 1.236

Total 3382.402 23

Dari hasil uji Anova didapati nilai P<0.05 yaitu .000 dan dikatakan ada perbedaan yang bermakna. Hipotesa nol ditolak. Maka dilanjutkan uji komparasi ganda (LSD) untuk melihat kelompok mana yang berbeda.


(59)

Tabel 5.8 Uji Komparasi Ganda (LSD)

(I) Kelompok (J)Kelompok Mean Difference

(I-J)

Std. Error

Sig 95% Confidence Interval

Lower Bound

Upper Bound

Aquades Ciprofloxacin -32.40833* .64186 .000 -33.7472 -31.0694

JintanHitam -9.33333* .64186 .000 -10.6722 -7.9944

Madu -11.91667* .64186 .000 -13.2556 -10.5778

Ciprofloxacin Aquades 32.40833* .64186 .000 31.0694 33.7472

JintanHitam 23.07500* .64186 .000 21.7361 24.4139

Madu 20.49167* .64186 .000 19.1528 21.8306

JintanHitam Aquades 9.33333* .64186 .000 7.9944 10.6722

Ciprofloxacin -23.07500* .64186 .000 -24.4139 -21.7361

Madu -2.58333* .64186 .001 -3.9222 -1.2444

Madu Aquades 11.91667* .64186 .000 10.5778 13.2556

Ciprofloxacin -20.49167* .64186 .000 -21.8306 -19.1528

JintanHitam 2.58333* .64186 .001 1.2444 3.9222

Uji Komparansi Ganda (LSD) menunjukkan semua kelompok perlakuan apabila dibandingkan satu sama lain mempunyai perbedaan yang bermakna karena nilai P adalah 0.000 - 0,001. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang bermakna (P <0,05) rata-rata zona hambat masing-masing kelompok perlakuan yaitu aquades, ciprofloxacin, jintan hitam dan madu. Hasil penelitian ini menunjukkan hipotesis diterima yaitu terdapat perbedaan zona hambat antara aquades, ciprofloxacin, jintan hitam dan madu terhadap pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa.


(60)

5.2 Pembahasan

Uji pendahuluan terhadap efek antibakteri jintan hitam dan madu terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa daripada spesimen sekret telinga pada pasien Otitis Media Supuratif Kronis menunjukkan hasil yang positif.

Uji efek antibakteri telah dilakukan dengan menggunakan metode difusi cakram adalah untuk membuktikan adanya efek antibakteri pada sediaan jintan hitam dan madu terhadap Pseudomonas aeruginosa dan memperlihatkan perbedaannya dengan menggunakan kontrol aquades dan ciprofloxacin. Hasil yang diamati adalah diameter zona hambat yang terbentuk di sekitar disk berisi bahan coba pada media Mueller Hinton Agar (MHA) yang telah diinokulasi oleh Pseudomonas aeruginosa. Hasil dinyatakan positif jika ada diameter zona yang dihambat dan negatif jika tidak ada diameter zona yang dihambat. Pengukuran zona hambat dilakukan setelah media diinkubasi selama 18 jam menggunakan penggaris dengan ukuran millimeter (mm).

Dilihat dari hasil penelitian, bahan coba dari ciprofloxacin, jintan hitam dan madu mempunyai efek antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa dengan kemampuan yang berbeda.

Berdasarkan penelitian Salman (2008), nilai rata-rata efek antibakteri jintan hitam terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa yang diambil daripada beberapa isolat klinik termasuk sekret telinga adalah 10-12 mm. Setelah dilakukan pengenceran 1:10 didapat hasil zona hambat 9-11 mm dan 1:50 sebanyak 7-9 mm. Penelitian oleh Zuridah et al. (2008) mendapatkan hasil diameter hambat pada Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 yaitu 25 mg/ml (8 mm), 50 mg/ml (9mm) dan 100mg/ml (10mm). Keadaan ini menunjukkan efek antibakteri jintan hitam tergantung kepada konsentrasi.


(61)

Konsentrasi jintan hitam yang dipakai dalam penelitian ini adalah 10mg/ml. Hasil yang didapat berbeda dengan Salman karena minyak jintan hitam yang dipakai tidak sama sesuai dengan penelitian Arici, Sagdic dan Gecgel (2005).

Penelitian yang dilakukan Mohapatra, Thakur dan Brar (2010) menunjukkan bahwa madu mempunyai efek antibakteri yang besar berbanding kontrol ciprofloxacin dan tetrasiklin terhadap Pseudomonas aeruginosa MTCC-741. Ciprofloxacin pada penelitian ini bisa dikatakan berada pada tahap Intermediate karena berdiameter rata-rata antara 16-20 mm. Ini menunjukkan bahwa madu mempunyai efek antibakteri yang baik (susceptible).

Hasil pada penelitian ini berbeda karena potensi efek antibakteri berbeda bagi setiap madu tergantung beberapa faktor seperti asal geografis sehingga proses penyimpanan madu. Efek antibakteri adalah karena osmolaritas, pH, produksi hidrogen peroksida dan adanya komponen fitokimia lainnya seperti metilgloksal (MGO) (Sherlock et al., 2010). Selain itu, efek antibakteri melalui Fenton-type reaction dan efek bakteriostatik madu ini tergantung kepada dosis yang diberikan (Brudzynski dan Lannigan, 2012). Madu yang berbeda mempunyai mekanisme kerja dan efek antibakteri yang berbeda sesuai penelitian Kwakman et al. (2011) dan Sherlock et al. (2010). Perbedaan ini juga bisa dipengaruhi oleh penggunaan ekstrak dan madu yang mentah atau madu yang telah diproses dalam penelitian Mohapatra, Thakur dan Brar (2010).

Hasil menunjukkan rata-rata zona hambat aquades 0 mm, ciprofloxacin 32 mm, jintan hitam dengan 9 mm dan madu 12 mm.Berdasarkan hasil uji Anova (Tabel 5.7) yang diperoleh terdapat perbedaan bermakna (P<0,05) pada rata-rata zona hambat diantara masing-masing bahan coba ciprofloxacin, jintan hitam dan madu. Hasil uji komparasi ganda


(62)

menunjukkan ada perbedaan mean yang signifikan (P<0.05). Uji pendahuluan ini menunjukkan bahwa jintan hitam dan madu berpotensi untuk dicoba pada beberapa sampel Pseudomonas aeruginosa daripada sekret telinga pada pasien Otitis Media Supuratif Kronis.

Walaupun jintan hitam dan madu memiliki efek antibakteri terhadap pertumbuhan P.aeruginosa tetapi daya antibakterinya tidak bisa disetarakan dengan antibiotika ciprofloxacin. Jika efeknya dibandingkan dengan ciprofloxacin sesuai tabel pedoman CLSI (2011), dapat dikatakan P. aeruginosaresisten terhadap jintan hitam dan madu.

Oleh itu, jintan hitam dan madu berpotensi digunakan sebagai bahan alternatif antibiotik karena memiliki efek antibakteri terhadap P. aeruginosa, namun diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menggunakan bahan ini sebagai bahan antibakteri secara luas.


(63)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1) Minyak jintan hitam dan madu memiliki efek antibakteri terhadap pertumbuhan Pseudomonas aeruginosayang diuji secara in vitro.

2) Adanya perbedaan signifikan efek daya antibakteri minyak jintan hitam dan madu terhadap pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa.

3) Ciprofloxacin mempunyai efek antibakteri yang terbesar, diikuti madu dan jintan hitam.

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dapat disampaikan beberapa saran sebagai berikut: 1) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kombinasi efek daya

antibakteri minyak jintan hitam dan madu terhadap pertumbuhan Pseudomonas aeruginosadan bakteri lainnya.

2) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek daya antibakteri minyak jintan hitam dan madu terhadap jenis bakteri yang lainnya.

3) Perlu dicari dosis terkecil dari jintan hitam dan madu terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dengan metode dilusi cair.

4) Perlu dilakukan percobaan pada beberapa konsentrasi jintan hitam dan madu terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dengan metode dilusi padat. 5) Perlu dicoba pada beberapa bakteri Pseudomonas aeruginosa daripada


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Aboet, A., 2007. Radang Telinga Tengah Menahun . [Professor Orations]Available from :

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/727 [Accessed 26 Maret 2012]. Abdelmalek, M., Moussa, A., Noureddine, D. And Saad, A., 2012. Antibacterial

Activity of Honey Alone and in Combination with Nigella sativa Seeds Against Pseudomonas aeruginosa infection. Available from :

www.apjtcm.com/press/2011/D107.doc [Accesed 24 April 2012]

Alsawaf, S.D. and Alnaemi, H.S., 2010. “Effect of Nigella sativa (Seed and oil) on The Bacteriological Quality of Soft White Cheese”. Iraqi J of Vet Sci, Vol. 25, No.1, 2011,21-27.

Al-Qasemi, R. And Robinson, R.K., 2003. Some special nutritional properties of honey – a brief review. Nut and Food Sci; 2003;33,6; ProQuest pg 254.

Bluestone, C.D. And Klein, J.O., 1999. Chronic Suppurative Otitis Media. Dalam : Journal of the American Academy of Pediatrics, Pediatrics in Review

1999;20;277. Available from:

http://pedsinreview.aappublications.org/content/20/8/277.full.pdf [Accesed 26 Maret 2012]

Brenner, G.M. and Stevens, C.W., 2010. Pharmacology 3rded. Philadelphia: Saunders Elsevier. 412-420.

Brooks, G.F, Butel, J.S. dan Morse, S.A., 2007. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick & Adelberged. 23. Jakarta: EGC. 161,266-268.

Brudzynski, K. And Lannigan, R., 2012. Mechanism of honey bacteriostatic action against MRSA and VRE involves hydroxyl radicals generated from honey’s hydrogen peroxide. Front Microbiol. 2012; 3: 36. Available from :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3273858/pdf/fmicb-03-00036.pdf [Accesed 24 April 2012]

Brudzynski, K., Abubaker, K., Saint-Martin, L. And Castle, A., 2011. Re-examining the role of hydrogen peroxid in bacteriostatic and bactericidal activities of honey. Front Microbiol. 2011; 2: 213. Available from :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3201021/pdf/fmicb-02-00213.pdf [Accesed 24 April 2012]

Chaieb, K., Kouidhi, B., Jrah,H., Mahdouani, K. And Bakhrouf, A., 2011. Antibacterial activity of Thymoquinone, an active principle of Nigella sativa and


(1)

Padhye, S., Banerjee, S., Ahmad, A., Mohammad, R. And Sarkar, F.H., 2008. From here to eternity – the secret of Pharaohs: Therapeutic potential of black cumin seeds and beyond. Dalam : Cancer Ther. 2008;6(b):495-510.

Parry, D., 2011. Chronic Suppurative Otitis Media. Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/859501-overview#a0101 [Accesed 28 April 2012]

Radji, M., Fauziah, S. And Aribinuko, N., 2011. Antibiotic sensitivity pattern of bacterial pathogens in the intensive care unit of Fatmawati Hospital, Indonesia.

Dalam : Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine (2011),39-42.

Rajsekhar, S. And Kuldeep, B., 2011. Pharmacognosy and Pharmacology of Nigella Sativa – A review. Dalam : IRJP 2011,2(11),36-39. Available from :

http://irjponline.com/admin/php/uploads/673_pdf.pdf [Accesed 24 Maret 2012] Reichling, J., Schnitzler, P., Suschke, U., and Saller, R., 2009. Essential Oils of

Aromatic Plants with Antibacterial, Antifungal, Antiviral and Cytotoxic Properties an Overview. Dalam : Forsch Komplementmed 2009;16:79-90.

Salman, M.T., Khan, R.A. and Shukla, I., 2008. Antimicrobial activity of Nigella sativa linn. Seed oil against multi-drug resistant bacteria from clinical isolates.

Nat Pro Rad 2008; 7:10-4. Available from : http://openmed.nic.in/2864/01/NPR-525_Rev%5B1%5D.pdf [Accesed 26 Maret 2012]

Samarghandian, S., Afshari, J.T. and Davoodi, S., 2011. Honey induces apoptosis in renal cell carcinoma. Pharmacogn Mag. 2011 Jan-Mar,7(25):46-52. Available from :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3065157/?tool=pmcentrez [Accesed 24 April 2012]

Sharma, N.K., Ahirwar, D., Jhade, D. And Gupta, S., 2009. “ Medicinal and Pharmacological Potential of Nigella sativa : A Review”. Ethnobotanical Review 13:946-55,2009.

Sherlock, O., Dolan, A., Athman, R., Gethin, G., Cowman, S. And Humphreys, H., 2010. Comparison of the antimicrobial activity of Ulmo honey from Chile and Manuka honey against methicillin-resistant Staphylococcus aureus, Escherichia coli and Pseudomonas aeruginosa. Dalam : BMC Complementary & Alternative Medicinve, 10 :47.

Todar, K., 2008. Todar’s Online Textbook of Bacteriology. Available from : http://www.textbookofbacteriology.net [Accesed 26 Maret 2012]


(2)

Wang, R., Starkey, M., Hazan, R. And Rahme, L.G., 2012. Honey’s ability to counter bacterial infections arises from both bactericidal compounds and QS inhibition.Front Microbiol.2012;3:144.Available from :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3323871/pdf/fmicb-03-00144.pdf [Accesed 4 April 2012]

World Health Organization (WHO), 2004. Chronic suppurative otitis media : Burden of Illness and Management Options. Geneva, Switzerland, 2004. Available from : http://www.who.int/pbd/deafness/activities/hearing_care/otitis_media.pdf

[Accesed 26 Maret 2012]

World Health Organization (WHO), 1999a. World Health Organization Report on Infectious Diseases “Removing Obstacles to Healthy Development”. Available from: http://www.who.int/infectious-disease-report/pages/textonly.html [Accesed 26 Maret 2012]

World Health Organization (WHO), 1999b. Antimicrobial Susceptibility Testing, The Modified Kirby-Bauer Method. Dalam :Basic Laboratory Procedures In Clinical Bacteriology. Available from :

http://helid.digicollection.org/en/d/Jwho01e/4.10.6.html [Accesed 22 April 2012] Zaid, S.S.M., Sulaiman,S.A., Sirajudeen,K.N.M. and Othman, N.H., 2010. The effects

of tualang honey on female reproductive organs, tibia bone and hormonal profile in ovariectomised rats – animal model for menopause. Dalam BMC Complementary & Alternative Medicine 2010, 10:82.

Zuridah, H.,Fairuz A.R.M.,Zakri, A.H.Z. and Rahim,M.N.A 2008. In Vitro

Antibacterial Activity of Nigella Sativa Agaisnt Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella Pneumoniae, Eschericia coli and Bacillus cereus. Asian Journal of Plant Sciences.


(3)

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP PENELITI

Nama : Mohamad Zakuan Bin Abd Rahman Tempat/ tanggal lahir : Pulau Pinang, 27 Oktober 1990 Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam

Alamat : No.123 Jl Bunga Asoka, Asam Kumbang, Medan Nomor Telepon : 087869452486

Orang Tua : - Ayah : Abd Rahman Bin Ahmad - Ibu : Rahilah Binti Hj. Yahya Riwayat Pendidikan : SK Genting Balik Pulau (1997 – 2003)

SMK Seri Balik Pulau (2003 – 2006) MRSM Balik Pulau (2006 – 2008) Kolej Matrikulasi Perlis (2008 – 2009)

Universitas Sumatera Utara (2009 – sekarang) Riwayat Organisasi :

1) Anggota Panitia Hari Besar Islam FK USU (PHBI FK USU 2010 -sekarang).

2) Anggota Badan Kebajikan dan Kerohanian Persatuan Kebangsaan Pelajar Malaysia di Indonesia (BADAR PKPMI 2010 - sekarang).


(4)

Data SPSS

No Kelompok Diameter

1 1 0

2 1 0

3 1 0

4 1 0

5 1 0

6 1 0

7 2 31.5

8 2 33.5

9 2 31.75

10 2 31

11 2 34

12 2 32.7

13 3 9.25

14 3 9.5

15 3 9.75

16 3 8

17 3 9.5

18 3 10

19 4 15

20 4 10

21 4 11

22 4 12.5

23 4 11

24 4 12

Kelompok 1 = Aquades 2= Ciprofloxacin 3= Jintan Hitam 4= Madu


(5)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Diameter

N 24

Normal Parametersa,,b Mean 13.4146

Std. Deviation 12.12687 Most Extreme Differences Absolute .238

Positive .238

Negative -.176

Kolmogorov-Smirnov Z 1.168

Asymp. Sig. (2-tailed) .131

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Descriptives

Diameter

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

Aquades 6 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00

Ciprofloxacin 6 32.4083 1.18761 .48484 31.1620 33.6547 31.00 34.00

JintanHitam 6 9.3333 .70119 .28626 8.5975 10.0692 8.00 10.00

Madu 6 11.9167 1.74404 .71200 10.0864 13.7469 10.00 15.00


(6)

ANOVA

Diameter

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 3357.684 3 1119.228 905.570 .000

Within Groups 24.719 20 1.236

Total 3382.402 23

Multiple Comparisons

Diameter LSD

(I) Kelompok (J) Kelompok

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Aquades Ciprofloxacin -32.40833* .64186 .000 -33.7472 -31.0694

JintanHitam -9.33333* .64186 .000 -10.6722 -7.9944

Madu -11.91667* .64186 .000 -13.2556 -10.5778

Ciprofloxacin Aquades 32.40833* .64186 .000 31.0694 33.7472

JintanHitam 23.07500* .64186 .000 21.7361 24.4139

Madu 20.49167* .64186 .000 19.1528 21.8306

JintanHitam Aquades 9.33333* .64186 .000 7.9944 10.6722

Ciprofloxacin -23.07500* .64186 .000 -24.4139 -21.7361

Madu -2.58333* .64186 .001 -3.9222 -1.2444

Madu Aquades 11.91667* .64186 .000 10.5778 13.2556

Ciprofloxacin -20.49167* .64186 .000 -21.8306 -19.1528

JintanHitam 2.58333* .64186 .001 1.2444 3.9222


Dokumen yang terkait

Uji Efektifitas Bakteri Pseudomonas fluorescens dari beberapa Rizosfer terhadap Penyakit Virus pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) di Lapangan

1 53 101

UJI EFEKTIVITAS BERBAGAI KONSENTRASI MADU (APIS MELLIFERA) TERHADAP ZONA HAMBAT BAKTERI PSEUDOMONAS AERUGINOSA SECARA IN VITRO

1 6 1

UJI EFEK ANTIMIKROBA EKSTRAK KULIT MANGGIS TERHADAP Pseudomonas aeruginosa SECARA IN VITRO

1 13 23

EFEK EKSTRAK ETANOL BIJI KAKAO (Theobroma cacao) SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP Pseudomonas aeruginosa SECARA IN VITRO

0 6 19

Uji Efektivitas Ekstrak Jintan Hitam (Nigella sativa) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Pseudomonas aeruginosa.2014

3 153 47

Uji Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Avokad Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus pyrogenes, Pseudomonas aeruginosa Dan Esherichia coli Secara In Vitro

0 0 9

Uji Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Avokad Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus pyrogenes, Pseudomonas aeruginosa Dan Esherichia coli Secara In Vitro

0 0 2

Uji Efek Antibakteri Jintan Hitam Dan Madu Terhadap Bakteri Pseudomonas Aeruginosa Pada Otitis Media Supuratif Kronis Secara In Vitro

0 0 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otitis Media Supuratif Kronis - Uji Efek Antibakteri Jintan Hitam Dan Madu Terhadap Bakteri Pseudomonas Aeruginosa Pada Otitis Media Supuratif Kronis Secara In Vitro

0 1 20

Uji Efek Antibakteri Jintan Hitam Dan Madu Terhadap Bakteri Pseudomonas Aeruginosa Pada Otitis Media Supuratif Kronis Secara In Vitro

0 1 12