2.3.1 Prinsip kerja obat antimikroba
Toksisitas selektif adalah agen antimikroba yang ideal berbahaya bagi pathogen tanpa membahayakan sel inang. Sifat toksisitas selektif sering kali
relatif dan bukan absolut yang bermaksud suatu obat dalam suatu konsentrasi tertentu dapat ditoleransi oleh inang dan merusak mikroorganisme penyebab
infeksi. Toksisitas selektif dapat berfungsi sebagai reseptor spesifik yang diperlukan untuk pelekatan obat, atau dapat bergantung pada inhibisi proses
biokimia yang penting bagi pathogen tetapi tidak bagi penjamu. Mekanisme kerja obat antimikroba dapat dibagi kepada empat cara yaitu inhibisi sintesis
dinding sel, inhibisi fungsi membran sel, inhibisi sintesis protein inhibisi translasi dan transkripsi bahan genetik dan inhibisi sintesis asam nukleat
Jawetz, 1997. Prinsip kerja obat antimikroba dapat dibagi menjadi empat menurut Jawetz, 1997 :
i. Cara kerja obat antimikroba dengan inhibisi sintesis dinding sel.
Bakteri mempunyai dinding sel yang merupakan suatu lapisan luar yang kaku. Dinding sel mengandung polimer kompleks peptidoglikan
yang khas secara kimiawi dan terdiri dari polisakarida dan polipeptida dengan banyak hubungan silang. Lapisan peptidoglikan dinding sel
bakteri gram positif lebih tebal daripada bakteri gram negatif. Dinding sel berfungsi mempertahankan bentuk dan ukuran mikroorganisme,
yang mempunyai tekanan osmotik internal tinggi. Kerusakan pada dinding sel seperti akibat terkena enzim lisozim atau inhibisi pada
pembentukan dinding sel dapat menyebabkan sel menjadi lisis. Obat- obat golongan B-laktam merupakan bekerja dengan mekanisme
inhibisi sintesis dinding sel bakteri sehingga aktif membunuh bakteri yang merupakan salah satu dari beberapa aktivitas obat. Obat-obat
yang bekerja dengan cara inhibisi sintesis dinding sel adalah penisilin, sefalosporin, vankomisin, dan sikloserin. Obat-obat lain bekerja
dengan menghambat langkah awal dalam biosintesis peptidoglikan adalah basitrasin, teikoplanin, vankomisin, ristosetin, dan novobiosin.
ii. Cara kerja obat antimikroba dengan inhibisi fungsi membran sel.
Semua sitoplasma sel hidup diikat oleh membran sitoplasma yang berperan sebagai barier permeabilitas selektif. Membran sitoplasma
mengontrol komposisi internal sel dengan transport aktif. Jika fungsi sitoplasma ini terganggu dapat mengakibatkan kerusakan atau
kematian sel karena makromolekul dan ion dapat keluar dari sel. Obat-obat yang bekerja dengan cara inhibisi fungsi membrane sel
adalah polimiksin, amfoterisin B, kolistin, dan imidazol serta triazol.
iii. Cara kerja obat antimikroba dengan inhibisi sintesis protein.Ribosom
berperan sebagai tempat sintesis protein. Bakteri mempunyai ribosom 70S. Pada mikroba normal sintesis protein, pesan mRNA secara
simultan “dibaca” oleh beberapa ribosom yang memanjang di sepanjang untai mRNA yang disebut sebagai polisom. Obat-obat yang
bekerja dengan cara inhibisi sintesis protein adalah eritromisin, linkomisin, tetrasiklin, aminoglikosida, dan kloramfenikol.
iv. Cara kerja obat antimikroba dengan inhibisi sintesis asam nukleat.
Obat-obat yang bekerja dengan cara inhibisi sintesis asam nukleat adalah kuinolon, pirimetamin, rifampin, sulfonamide, trimetoprim,
dan trimetreksat. Rifampin menghambat pertumbuhan bakteri dengan secara kuat berikatan pada RNA polymerase dependen-DNA bakteri.
Obat-obat golongan kuinolon dan fluorokuinolon menghambat sintesis DNA mikroba dengan menghambat DNA girase. Mikroorganisme
mempunyai asam p-aminobenzoat PABA yang merupakan metabolit penting dalam sintesis asam folat. Cara kerja spesifik PABA berupa
kondensasi suatu pteridin yang bergantung adenosine trifosfat ATP dengan PABA untuk menghasilkan asam dihidropteroat, yang
kemudian diubah menjadi asam folat. Asam folat merupakan suatu prekursor penting dalam sintesis asam nukleat. Sulfonamid adalah
analog struktural PABA dan menghambat dihidropteroat sintetase.
Sulfonamid dapat masuk ke dalam reaksi di tempat PABA dan bersaing untuk pusat aktif enzim sehingga mentuk analog asam folat
non fungsional yang mencegah pertumbuhan sel bakteri lebih lanjut.
2.3.2 Resistensi terhadap obat antimikroba