Suksesi vegetasi di Gunung Papandayan pasca letusan Tahun 2002

(1)

SUKSESI VEGETASI DI GUNUNG PAPANDAYAN

PASCA LETUSAN TAHUN 2002

WELLY RAHAYU

E 14201033

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(2)

RINGKASAN

Welly Rahayu. Suksesi Vegetasi Di Gunung Papandayan Pasca Letusan Tahun 2002. Di Bawah Bimbingan Ir. Iwan Hilwan, MS.

Masyarakat hutan merupakan suatu siste m hidup dan tumbuh, atau suatu masyarakat yang dinamis. Untuk mencapai keadaan seimbang/dinamis (dynamic equilibrium) masyarakat hutan memerlukan jangka waktu yang sangat lama. Masyarakat hutan yang telah seimbang/dinamis sering terusik oleh beberapa gangguan. Pertama aktivitas manusia yang dapat mengakibatkan kerusakan hutan seperti perladangan berpindah dan pembalakan. Kedua karena faktor alam yang bersifat alami seperti gunung meletus, gempa bumi, banjir, tanah longsor, angin ribut dan lain-lain.

Kerusakan hutan akibat faktor alam terjadi di Gunung Papandayan yang meletus pada tahun 2002 yang telah mengakibatkan kerusakan baik pada kondisi lingkungan maupun ekosistem yang menyebabkan kawasan hutan berbeda dengan kondisi awal. Dimana untuk mencapai keadaan seimbang (dynamic equilibrium) dibutuhkan suatu proses dalam jangka waktu yang sangat lama yaitu proses suksesi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat suksesi yang terjadi di kawasan hutan pasca letusan Gunung papandayan. Data ini sebagai data awal yang dapat digunakan untuk penelitian pada tahun-tahun berikutnya.

Penelitian suksesi ini dilaksanakan di kawasan hutan Gunung Papandayan Garut, pada hutan yang terkena letusan dan hutan yang tidak terkena letusan di ketinggian 2300 m dpl dan 2500 m dpl. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni – September 2005. Bahan-bahan yang digunakan adalah etiket gantung, lembar herbarium dan label, sasak bambu, kertas gambar dan kertas koran, isolatif, kantong palstik dan Alkohol 70%. Alat-alat yang digunakan adalah Alat ukur meteran, alat tulis, tali rafia atau tali plastik, golok dan pisau, kompas, gunting ranting, tally sheet, pita keliling, pita tanda, kamera digital, paralon, haga meter, GPS, dan termometer.

Kegiatan yang dilakukan adalah analisis vegetasi, analisis tanah dan pembuatan herbarium. Analisis vegetasi dilakukan dengan metode jalur berpetak. Pada setiap ketinggian dibuat sebanyak lima jalur (20 x 100 m) dimana setiap jalur dibagi menjadi lima petak contoh (20 x 20 m). Petak contoh ini dibagi lagi menjadi sub petak contoh yang terdiri dari tingkat semai (2 x 2 m), pancang (5 x 5 m), tiang ( 10 x 10 m), dan pohon (20 x 20 m). Sedangkan untuk herba dan semak (5 x 5 m), liana dan efifit (20 x 20 m). Jarak antar jalur adalah 30 m. Data hasil analisis vegetasi berupa Indek Nilai Penting, Indeks Keragaman, Indeks Kekayaan, Indeks Kemerataan, Indeks Dominansi dan Indeks Kesamaan Komunitas. Untuk analisis tanah metode yang dilakukan adalah metode tanah terusik. Data yang dianalisis adalah sifat fisik (tekstur) dan sifat kimia (pH, Al, P, C-organik, N-total, KTK, Mg, K, Ca, dan KB) tanah. Pembuatan herbarium dengan cara mengambil specimen di lapangan.

Pada hutan yang terkena letusan di ketinggian 2300 m dpl belum ditemukannya vegetasi sedangkan hutan di ketinggian 2500 m dpl vegetasi yang mendominasi adalah vegetasi tingkat herba dan semak. Indek keragaman, Kekayaan dan Kemerataan jenis pada hutan terkena letusan lebih rendah


(3)

dibandingkan hutan tidak terkena letusan baik di ketinggian 2300 m dpl maupun 2500 m dpl. Sedangkan untuk Indeks Dominansi pada hutan yang terkena letusan lebih tinggi dibandingkan hutan tidak terkena letusan baik di ke tinggian 2300 m dpl maupun 2500 m dpl.. Pada hutan di ketinggian 2300 m dpl Indek Kesamaan Komunitas terbesar adalah pada tingkat tiang dengan nilai sebesar 19,44% sedangkan di ketinggian 2500 m dpl adalah pada tingkat herba dan semak dengan nilai sebesar 49,26%.

Akibat adanya peristiwa letusan Gunung Papandayan yang terjadi pada tahun 2002, telah mengakibatkan perubahan yang sangat drastis pada kondisi lingkungan maupun ekosistem yang menyebabkan kawasan hutan tersebut berbeda dengan kondisi awalnya. Kemudian seiring dengan perubahan alam dari waktu ke waktu, telah terjadinya suatu proses suksesi yaitu suksesi sekunder pada areal-areal terbuka yang mengalami kerusakan akibat letusan.

Proses suksesi sekunder yang berjalan lebih kurang tiga tahun lamanya telah membentuk suatu komunitas baru yang berbeda dari komunitas sebelumnya. Proses suksesi yang terjadi telah masuk kedalam tingkatan pertama yaitu vegetasi rumput herba dan semak kecil. Proses ini telah terjadi pada hutan yang terkena letusan di ketinggia n 2500 m dpl dimana pada hutan tersebut didominasi oleh vegetasi untuk tingkat herba dan semak. Sedangkan pada hutan yang terkena letusan di ketinggian 2300 m dpl, proses suksesi berjalan sangat lambat karena hingga saat ini belum ditemukannya vegetasi bar u yang tumbuh pada hutan tersebut. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan karena hutan pada ketinggian 2300 m dpl sangat dekat dengan sumber letusan (2200 m dpl) sehingga menyebabkan kerusakan yang sangat parah.

Tekstur tanah yang diperoleh menunjukkan bahwa pada hutan terkena letusan baik di ketinggian 2300 m dpl maupun 2500 m dpl tekstur tanahnya lebih halus daripada hutan tidak terkena letusan. Ini menunjukkan bahwa tanah tersebut dapat meresap air dan mengikat unsur hara dengan baik. Sedangkan untuk sifat kimia tanah setelah terjadi letusan pada umumnya mengalami penurunan kecuali pH, Al, dan P


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Suksesi Vegetasi Di Gunung Papandayan Pasca Letusan Tahun 2002

Nama Mahasiswa : Welly Rahayu

NRP : E 14201033

Program studi : Budi Daya Hutan

Disetujui,

(Ir. Iwan Hilwan, MS) Dosen Pembimbing

Diketahui,

(Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS) Dekan Fakultas Kehutanan


(5)

SUKSESI VEGETASI DI GUNUNG PAPANDAYAN

PASCA LETUSAN TAHUN 2002

WELLY RAHAYU

E 14201033

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Maha Pencipta dan Maha Pemelihara, yang telah melimpahkan nikmat dan karunianya, termasuk nikmat yang Dia berikan kepada penulis dalam pelaksanaan serangkaian tugas akhir hingga tuntasnya skripsi ini.

Skripsi ini be rjudul “Suksesi Vegetasi Gunung Papandayan Pasca Letusan Tahun 2002”. Skripsi ini dilakukan penulis untuk mempelajari tingkat suksesi yang terjadi di kawasan hutan pasca letusan Gunung papandayan. Data ini sebagai data awal yang dapat digunakan untuk penelitian pada tahun-tahun berikutnya.

Dengan penuh kerendahan hati penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Keluarga tercinta yang telah memberikan doa, dukungan serta pengorbanan yang terbaik.

2. Ir. Iwan Hilwan, MS atas kesediaan dan keikhlasan beliau membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini.

3. Ir. I. Ketut N Pandit, MS dan Dr. Ir. A. Machmud Thohari, DEA selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata atas saran dan masukan yang telah diberikan demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Kritik serta saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan tulisan ini.

Akhirnya, semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi sumber informasi bagi yang menggunakannya.

Bogor, Januari 2006 Penulis


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Dumai, Propinsi Riau pada tanggal 20 Juli 1983. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Ridwan. AR (Ayah) dan Yunimar (Ibu). Penulis menjalani pendidikan Sekolah Dasar Negri 014 Dumai tahun 1989-1995, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negri 2 Dumai tahun 1995-1998 dan Sekolah Menengah Umum Negri 2 Dumai tahun 1998-2001.

Pada tahun 2001, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Dalam bidang akademik, penulis telah mengikuti beberapa prakte k lapang antara lain : Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) pada bulan Juli-Agustus 2004 di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah (KPH Banyumas Barat, BKPH Rawa Timur dan KPH Banyumas Timur, BKPH Gunung Slamet Barat) dan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, KPH Ngawi. Pada bulan Februari – April 2005, penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Diamond Raya Timber, Riau.

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi anggota Komunitas Masyarakat Rumput (MR) tahun 2002-2003, anggota Departemen Public relation ASEAN Forestry Student’s Association (AFSA) LC IPB 2003-2004, dan asisten mata kuliah Dendrologi dan Ekologi Hutan 2004-2006.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan pada Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul ”Suksesi Vegetasi Di Gunung Papandayan Pasca Letusan Tahun 2002” di bawah bimbingan Ir. Iwan Hilwan, MS.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Manfaaat Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA... 3

A. Dinamika Masyarakat Tumbuhan ... 3

1. Pengertian Suksesi ... 3

2. Macam Suksesi ... 5

3. Karakteristik Suksesi... 5

4. Tahapan Perkembangan Suksesi ... 6

B. Morfologi Tumbuhan... 9

1.Struktur dan Komposisi Daun... 9

2.Struktur dan Komposisi Bunga ... 10

3.Buah ... 11

C. Eksplorasi Botani Hutan ... 13

D. Sifat Fisik dan Kimia Tanah ... 14

1. Sifat Fisik Tanah... 14

a. Tekstur Tanah... 14

2. Sifat Kimia Tanah ... 15

a. Reaksi Tanah ... 16

b. Bahan Organik ... 17

c. Nitrogen... 17

d. Fosfor ... 18

e. Kalium ... 19

f. Magnesium dan Kalsium ... 19

g. Kapasitas Tukar Kation ... 20

h. Kejenuhan Basa ... 21

II. KONDISI UMUM LOKASI PRAKTEK... 22

A. Luas dan Letak ... 22

B. Topografi dan Iklim ... 22

C. Sumber Air ... 23

D. Tanah ... 23


(9)

1.Flora ... ... 23

2.Fauna ... ... 23

F. Keadaan Sosial Ekonomi ... 24

1.Penduduk... ... 24

2.Mata Pencaharian ... ... 24

3.Jenis Penggunaan Lahan ... ... 24

IV. METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu Penelitian... 25

B. Bahan dan Alat ... 25

1. Bahan ... 25

2. Alat... 25

C. Metode Penelitian... 25

1. Analisis Vegetasi ... 25

2. Pembuatan Herbarium... 27

3. Analisis Tanah ... 27

4. Dokumentasi ... 28

5. Analisis Data ... 28

a Kegiatan Analisis Vegetasi ... 28

i. Indeks Nilai Penting... 28

ii. Indeks Kekayaan Jenis ... 29

iii.Indeks Keanekaragaman Jenis ... 29

iv.Indeks Kemerataan Jenis ... 29

v. Indeks Dominansi... 30

vi.Indeks Kesamaan Komunitas ... 30

b. Tanah... 31

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 32

A. Hasil Penelitian... 32

1. Indeks Nilai Penting ... 32

a. Hutan Terkena Letusan pada 2300 m dpl... 32

b. Hutan Tidak Terkena Letusan pada 2300 m dpl ... 32

c. Hutan Terkena Letusan pada 2500 m dpl... 33

d. Hutan Tidak Terkena Letusan pada 2500 m dpl ... 36

2. Indeks Keragaman Jenis Shannon-Wiener (H’)... 40

3. Indeks Kekayaan Margalef (R1) ... 41

4. Indeks Kemerataan (E) ... 42

5. Indeks Dominansi (C) ... 44

6. Indeks Kesamaan Komunitas (IS)... 45

7. Sifat Fisik Tanah ... 46

8. Sifat Kimia Tanah... 46

B. Pembahasan ... 54

1. Indeks Nilai Penting ... 54

2. Indeks Keragaman, Keka yaan, dan Kemerataan... 57

3. Indeks Dominansi (C) ... 58

4. Indeks Kesamaan Komunitas (IS)... 59

5. Tingkat suksesi yang terjadi... 60


(10)

7. Sifat Kimia Tanah... 61

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 67

A. Kesimpulan... 67

B. Saran... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman 1. Hubungan Kelas Tekstur dengan Kapasitas Infiltrasi pada Penutupan

yang Berbeda ... 15 2. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah ( Staf Pusat

Penelitian Tanah, 1981) ... 16 3. Jumlah Penduduk Kecamatan Cisurupan, Kecamatan Sukaresmi

dan Desa Neglawangi ... 24 4. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah ... 31 5. Nilai Penting Tingkat Herba dan Semak (2300 m dpl tidak

Terkena Letusan) ... 33 6. Nilai Penting Tingkat Semai (2500 m dpl Terkena Letusan)... 34

7. Nilai Penting Tingkat Pancang (2500 m dpl Terkena Letusan) ... 34 7. Nilai Penting Tingkat Tiang (2500 m dpl Terkena Letusan) ... 35 8. Nilai Penting Tingkat Pohon (2500 m dpl Terkena Letusan) ... 35 9. Nilai Penting Tingkat Herba dan Semak (2500 m dpl Terkena

Letusan) ... 36 10. Nilai Penting Tingkat Semai (2500 m dpl tidak Terkena Letusan) ... 37 11. Nilai Penting Tingkat Pancang (2500 m dpl tidak

Terkena Letusan) ... 37 12. Nilai Penting Tingkat Tiang (2500 m dpl tidak Terkena Letusan) ... 38 13. Nilai Penting Tingkat Pohon (2500 m dpl tidak

Terkena Letusan) ... 38 14. Nilai Penting Tingkat Herba dan Semak (2500 m dpl tidak Terkena

Letusan) ... 39 15. Data Tekstur Tanah ... 46 16. Data Sifat Kimia Tanah dan Kriteria Kesuburan Tanah Berdasarkan


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Peta Papandayan... 22

2. Petak Pengamatan ... 26

3. Indeks Keragaman Jenis ... 40

4. Indeks Kekayaan Jenis ... 41

5. Indeks Kemerataan Jenis ... 43

6 Indeks Dominansi... 44

7. Indeks Kesamaan Komunitas... 45

8. Reaksi Tanah (pH Tanah) ... 47

9. Kandungan Aluminium... 48

10. Kandungan Fosfor... 49

11. Kandungan Karbon Organik ... 49

12. Kandungan Nitrogen Total... 50

13. Kapasitas Tukar Kation (KTK) ... 51

14. Kandungan Magnesium... 51

15. Kapasitas Kalium ... 52

16. Kandungan Kalsium ... 53


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman 1. Hutan Terkena Letusan dan Tidak Terkena Letusan di Ketinggian

2300 m dpl... 70

2. Hutan Terkena Letusan dan Kondisi Vegetasi pada Hutan Terkena letusan dan tidak terkena letusan di Ketinggian 2300 m dpl... 71

3. Bahan-Bahan Herbarium... 72

4. Indeks Nilai Penting pada Hutan Terkena letusan di ketinggiaan 2300 m dpl... 73

5. Indeks Nilai Penting pada Hutan Tidak Terkena letusan di ketinggiaan 2300 m dpl... 74

6. Indeks Nilai Penting pada Hutan Terkena letusan di ketinggiaan 2500 m dpl... 76

7. Indeks Nilai Penting pada Hutan Tidak Terkena letusan di ketinggiaan 2500 m dpl... 79

8. Indeks Keragaman Jenis Shannon-Wiener (H’) ... 83

9. Indeks Kekayaan Margalef(R) ... 83

10. Indeks Kemerataan (E) ... 84

11. Indeks Dominansi (C) ... 84

12. Indeks Kesamaan Komunitas (IS)... 85

13. Daftar Nama Jenis Pohon di Gunung Papandayan... 85

14. Daftar Nama Jenis Tumbuhan Bawah di Gunung Papandayan... 86

15. Data Kimia Tanah ... 88

16. Data Fisik Tanah... 89


(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gunung Papandayan adalah salah satu gunung api aktif yang ada di Jawa Barat, dan merupakan Taman Wisata Alam (TWA) yang semula bagian dari Cagar Alam (CG) yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budaya dan rekreasi. Secara umum, areal Gunung Papandayan ini berupa hutan, dimana berdasarkan pengertiannya hutan sebagai suatu ekosistem yang merupakan hasil interaksi antara faktor biotik dan abiotik. Komponen biotik meliputi semua organisme hidup, baik flora, fauna termasuk juga manusia. Sedangkan faktor abiotik meliputi curah hujan, angin, temperatur, kelembaban, tanah, ketinggian, topografi, dan lain sebagainya.

Masyarakat hutan merupakan komunitas biotik yaitu suatu sistem hidup dan tumbuh, suatu masyarakat yang dinamis. Masyarakat hutan terbentuk secara berangsur -angsur melalui beberapa tahap yaitu : invasi oleh tumbuh-tumbuhan, adaptasi, agregasi, persaingan dan penguasan, reaksi terhadap tempat tumbuh dan stabilisasi atau keseimbangan dinamis. Dimana untuk mencapai keadaan seimbang (dynamic equilibrium) memerlukan jangka waktu yang sangat lama. Mekanisme tersebut dikenal dengan istilah suksesi.

Masayarakat hutan yang stabil sering terusik oleh beberapa macam gangguan. Pertama, karena keberadaan manusia yang kian hari kian bertambah populasinya menyebabkan kebutuhan akan keperluan hidup juga bertambah sehingga banyak aktivitas manusia yang dapat mengakibatkan kerusakan hutan seperti perladangan berpindah dan pembalakan. Kedua , karena faktor alam yang bersifat alami seperti gunung meletus, gempa bumi, banjir, tanah longsor, angin ribut dan lain-lain.

Kerusakan hutan akibat faktor alam ini terjadi di Gunung Papandayan yang meletus pada tahun 2002 yang telah mengakibatkan kerusakan baik pada kondisi lingkungan maupun ekosistem yang menyebabkan kawasan hutan berbeda denga n kondisi awal.


(15)

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat suksesi yang terjadi di kawasan hutan pasca letusan Gunung Papandayan.

C. Manfaat Penelitian

Data suksesi yang diperoleh merupakan data awal guna memantau perkembangan suksesi vegetasi pasca letusan di kawasan hutan Gunung Papandayan yang dapat digunakan untuk penelitian tahun-tahun berikutnya.


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Dinamika Masyarakat Tumbuhan

Masyarakat hutan adalah suatu sistem yang hidup dan tumbuh secara dinamis. Masyarakat hutan terbentuk secara berangsur-angsur melalui beberapa tahap : invasi, agregasi, persaingan dan penguasaan, reaksi terhadap tempat tumbuh dan stabilisasi. Proses tersebut disebut sebagai suksesi (Soerianegara dan Indrawan, 1988).

1. Pengertian suksesi

Spurr (1964), menyatakan bahwa suksesi merupakan proses yang terjadi secara terus-menerus yang ditandai oleh banyaknya perubahan dalam vegetasi, tanah dan iklim mikro. Perubahan ini terjadi secara bersama -sama dan komponen yang satu dengan yang lain akan saling berhubungan.

Selanjutnya dikatakan oleh Ewusie (1990), bahwa suksesi merupakan hasil dari tumbuhan itu sendiri, dalam arti bahwa tumbuhan yang berbeda dalam daerah itu pada waktu tertentu mengubah lingkungannya yang terdiri dari tanah, tumbuhan dan iklim mikro yang berada di atasnya, sedemikian rupa sehingga membuatnya cocok untuk jenis yang lain daripada tumbuhan itu sendiri.

Sedangkan menurut Kartawinata, Ressodarmo dan Soegiarto (1992), suksesi merupakan suatu proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju kesatu arah secara teratur. Lebih lanjut dikatakan bahwa suksesi ini tidak lebih dari pergantian jenis yang oportunis (jenis-jenis pionir) oleh jenis-jenis yang lebih mantap dan dapat me nyesuaikan secara lebih baik dengan lingkungannya.

Selama suksesi berlangsung hingga tercapai keseimbangan dinamis dengan lingkungannya, terjadi pergantian-pergantian masyarakat tumbuhan hingga terbentuk masyarakat yang disebut klimaks (Soerianegara dan Indrawan, 1988). Selaunjutnya dikatakan bahwa dalam masyarakat yang telah stabil pun selalu terjadi perubahan-perubahan, misalnya karena pohon-pohon yang tua dan mati, maka timbullah anakan pohon atau pohon-pohon yang selama itu tertekan.


(17)

Menurut Clarke (1954), adanya perubahan dalam masyarakat tumbuhan terutama disebabkan oleh aktivitas masing-masing masyarakat tumbuhan di dalam lingkungannya sendiri. Dijelaskan lebih lanjut bahwa di dalam hutan, pohon-pohon akan meningkat dalam bentuk dan ukurannya, sehin gga bersifat menaungi dan akibatnya kelembaban akan bertambah tinggi. Tumbuhan mengambil hara dari dalam tanah dalam bentuk yang berbeda. Akumulasi humus, perubahan pH tanah dan kandungan air semuanya akan berubah, akibatnya habitat akan berubah pula. Per ubahan ini akan menciptakan keadaan habitat yang baik untuk pertumbuhan jenis yang lain dari jenis yang sudah ada sebelumnya. Dengan demikian, jenis yang berbeda alam kondisi selanjutnya akan menguasai.

Menurut Wirakusumah (2003), pada dasarnya ada komunitas yang statis tetapi pada hakikatnya senantiasa berubah menurut peredaran waktu. Perubahan ini dikenal dalam jenjang-jenjang, yang pertama tentunya terjadi karena organisme tumbuh, berinteraksi atau mati. Perubahan lain dalam jangka waktu lebih lama mengakibatkan perubahan besar pada komposisi dan struktur suksesi ekologik, sebagai reaksi komunitas perubahan faktor biotik fundamental dan evolusi komunitas.

Suksesi ekologik ini dapat digambarkan dari awal suatu ekosistem yang mengalami gangguan sehingga mengakibatkan tanah menjadi gundul. Kendati demikian pada lahan gundul itu dapat tersisa vegetasi akar-akaran dan biji-biji dorman yang mulai hidup kembali membentuk ekosistem baru. Jenis-jenis pertama yang mulai membentuk komunitas baru itu disebut Jenis-jenis pionir, yang memelopori hidup di lingkungan gersang yang kemudian mati, ditambah semak-semaknya sewaktu masih tumbuh dan meningkatkan mutu kondisi lingkungan abiotik, yang memungkinkan organisme lain hidup, baik dari yang dominan di tempat maupun kedatangan spesies baru dari luar, meningkatkan komunitas semakin dewasa. Pertumbuhan komunitas semakin dewasa ini disebut proses suksesi. Proses ini berlanjut terus menuju keseimbangan puncak atau dikenal dengan istilah klimaks.


(18)

2. Macam Suksesi

Manan (1978), membedakan proses terjadinya suksesi menjadi dua macam, yaitu suksesi primer dan suksesi sekunder. Suksesi primer bermula dari suatu habitat yang tidak bervegetasi sebelumnya, sedangkan suksesi sekunder bermula dari suatu habitat yang tadinya sudah ditumbuhi vegetasi yang kemudian terjadi kerusakan yang disebabkan oleh adanya gangguan, seperti bencana alam (kebakaran, banjir, longsor, gunung meletus) atau kerusakan oleh adanya perladangan, vegetasinya rusak dan musnah digantikan oleh jenis tumbuhan baru yang sesuai dengan keadaan tempat terbuka.

Soerianegara dan Indrawan (1988), membedakan pula suksesi atas dua bagian, yaitu suksesi primer dan suksesi sekunder. Suksesi primer merupakan perkembangan vegetasi mulai dari habitat yang tidak bervegatasi hingga mencapai masyarakat yang stabil atau klimaks, sedangkan suksesi sekunder terjadi apabila klimaks atau suksesi yang normal terganggu atau dirusak. Jika gangguan atau kerusakan itu tidak hebat, maka suksesi sekunder ini dapat mencapai klimaks semula, tetapi apabila kerusakan yang terjadi berat sekali, sehingga kondisi klimaks tidak mungkin lagi tercapai, maka terbentuklah apa yang disebut disklimaks.

3. Karakteristik Suksesi

Odum (1971), menyebutkan tiga karakteristik suksesi yang berperan penting dalam perkembangan ekosistem, yaitu :

a. Suksesi merupakan suatu perkembangan komunitas yang meliputi perubahan di dalam struktur jenis dan metabolisme komunitas yang searah dengan waktu sehingga dapat diramalkan.

b. Suksesi merupakan proses induksi komunitas dan organisme yang meneruskan perubahan lingkungan fisik. Perubahan dalam lingkungan fisik menentukan pola dan dasar dari suksesi dalam habitat.

c. Suksesi berperan penting untuk pembentukan stabilitas komunitas dengan biomassa maksimum, keanekaragaman jenis dan penggunaan semua kemungkinan tempat hidup organisme.

Kecepatan proses suksesi menurut Kartawinata, dkk. (1992) dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :


(19)

a. Luasnya komunitas asal yang rusak karena gangguan.

b. Jenis-jenis yang terdapat di sekitar komunitas yang terganggu. c. Kehadiran pemancar biji dan benih

d. Iklim, terutama arah dan kecepatan angin yang membawa biji dan spora serta perkembangan semai selanjutnya.

e. Macam substrat baru yang terbentuk.

f. Sifat-sifat jenis tumbuhan yang ada di sekitar terjadinya suksesi. 4. Tahapan Perkembangan Suksesi

Mengenai adanya perubahan habitat, Whittaker (1975), menyatakan bahwa selama proses suksesi berjalan terjadi beberapa macam perubahan, yaitu :

a. Adanya perkembangan dari sifat tanah, seperti meningkatnya kedalaman tanah, meningkatnya kandungan bahan organik dan meningkatnya perbedaan lapisan tanah.

b. Meningkatnya komunitas tumbuh-tumbuhan dalam tinggi, massa kayu (biomassa), kerimbunan dan perbedaan strata tajuk.

c. Dengan berkembangnya sifat-sifat tanah dan struktur komunitas yang lebih baik, maka produktivitas dan pembentukan bahan organik meningkat.

d. Adanya perkembangan dari kerapatan, penutupan tajuk dan iklim mikro dalam komunitas.

e. Keanekaragaman meningkat dari komunitas sederhana pada tingkat awal suksesi ke komunitas yang kaya pada akhir suksesi.

f. Populasi meningkat, pergantian suatu populasi oleh populasi lainnya meningkat sampai tingkat yang stabil. Jenis yang berumur pendek digantikan jenis yang berumur panjang.

g. Kestabilan relatif dari suatu komunitas pada tingkat awal komunitas tidak stabil, dimana populasi secara cepat digantikan oleh populasi yang lain, sedangkan populasi akhir biasanya stabil dan dikuasai oleh tumbuhan yang berumur panjang serta komposisi dari komunitas yang tidak banyak mengalami perubahan.


(20)

Ewusie (1990), menyatakan bahwa ada tiga faktor yang memegang peranan penting dalam terbentuknya suatu komuntas:

a. Tersedia kesempatan berkoloni atau bahan-bahan serbuan (invading material) misalnya benih, buah dan spora-spora. Hal ini merupakan faktor yang sangat penting dalam perke mbangan komunitas tumbuhan pada setiap waktu tertentu. Jadi tergantung bahan yang terbawa ke lokasi tersebut.

b. Seleksi pada bahan-bahan yang tersedia secara alam di lingkungan tersebut. Setelah beberapa benih berkoloni dan semai telah mulai hidup pada habitat tersebut, hanya beberapa saja yang dapat toleran terhadap lingkungan dan dapat tumbuh dengan baik. Lingkungan dapat tidak baik untuk perkecambahan beberapa benih dan juga dapat menekan semai-semai tertentu sampai tidak dapat tumbuh. Tingkat ini adalah tingkat yang kritis, karena secara umum selang toleran semai lebih sempit daripada tumbuhan yang telah dewasa. Tentunya perbedaan lingkungan menghasilkan perbedaan dalam tingkat seleksi. Sebagai kasus yang ekstrim misalnya pada permukaan batu telanjang atau bukit pasir, di sini hanya beberapa jenis saja yang dapat tumbuh.

c. Modifikasi lingkungan oleh tumbuhan. Dari saat yang akan berkoloni pertama tiba pada habitat yang telanjang tersebut dan mulai tumbuh, masyarakat tumbuhan mulai memodifikasi lingkungan. Pengaruhnya dapat dilihat pada tahap akhir dari perkembangan.

Sedangkan Odum (1971), menyatakan kesamaan/kesejajaran antara suksesi dengan perkembanagn organisme-organisme individual sebagai berikut :

a. Suatu proses yang berlangsung secara teratur/ berurutan yang cukup terarah dan dengan demikian dapat diduga.

b. Terjadi sebagai hasil modifikasi lingkungan fisik oleh komunitas, artinya perkembangan tersebut adalah perkembangan yang dikontrol oleh komunitas.


(21)

c. Mencapai puncaknya di dalam suatu ekosistem yang telah stabil (disebut juga ekosistem klimaks, ekosistem yang telah matang) dengan sifat homeostatis (ekosistem dalam keadaan yang setimbang dan sehat).

Sedangkan Shukla dan Chandel (1982), membagi suksesi kedalam sembilan tahapan, yaitu :

a. Nudation, yaitu proses terbentuknya vegetasi penutup tanah.

b. Migration, yaitu proses tumbuh-tumbuhan sampai dan tersebar dalam bentuk biji pada daerah yang terbuka.

c. Ecesis, yaitu proses perkecambahan, pertumbuhan, perkembangbiakan dan menetapnya tumbuhan baru tersebut.

d. Agregation, yaitu pola pengelompokan dari koloni individu yang tumbuh berkembang pada areal yang kosong.

e. Evolution of community relationship, yaitu suatu proses yang terjadi apabila daerah yang kosong ditempati jenis-jenis yang berkoloni, dan jenis tersebut akan saling berhubungan satu dengan yang lainnya.

f. Invation, yaitu dalam proses kolonisasi, biji tumbuhan yang telah beradaptasi dalam waktu yang relatif panjang akan tumbuh dan menetap di tempat tersebut.

g. Reaction, yaitu terjadinya perubahan habitat yang disebabkan oleh tumbuhan itu sendiri dan habitat tempat tumbuhnya. Reaction merupakan proses yang terus menerus dan menyebabkan kondisi yang kurang cocok bagi tumbuhan yang telah ada dan lebih cocok pada individu yang baru. Dengan cara demikian, reaction memegang peranan yang sangat penting di dalam pergantian jenis tumbuhan.

h. Stabilization, yaitu suatu proses dimana telah terbentuk individu yang dominan dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur vegetasi yang sudah dapat dikatakan relatif konstan.

i. Clima x, yaitu tahap akhir perubahan vegetasi, keadaan habitat dan struktur vegetasi relatif konstan, karena pembentukan jenis dominan telah mencapai batas.


(22)

Proses suksesi yang terjadi menurut Gates (1949), dapat dibagi ke dalam empat tahapan, yaitu :

a. Tahap rumput-rumput pionir b. Tahap semak

c. Tahap pohon sementara d. Tahap hutan klimaks

Sedangkan Danserau (1954), memperkenalkan lima tahapan dalam suksesi, yaitu :

a. Tahap pionir b. Tahap konsolidasi c. Tahap sub klimaks d. Tahap quasi klimaks e. Tahap klimaks

B. Morfologi Tumbuhan

1. Struktur dan Komposisi Daun

Daun merupakan bagian atau organ tumbuhan yang berfungsi membentuk makanan (fotosintesis), respirasi dan transpirasi. Karena daun menunjukkan pola-pola khas, maka dinilai sangat penting dipelajari dalam taksonomi (Samingan, 1980).

Daun terdiri dari helai daun atau lamina dan tangkai daun atau petiole. Tangkai daun dapat panjang atau pendek, lentur atau kaku, bersurut, beralur, atau memipih dan kadang-kadang mempunyai kelenjar. Pada beberapa kasus, tangkai daun tidak ada dan helai melekat langsung pada ranting, daun demikian ini disebut daun duduk atau sessile. Beberapa daun disertai organ yang menyerupai daun atau seperti sisik yang disebut daun penumpu atau stipule yang melekat pada ranting di bawah pangkal atau dikedua sisi tangkai daun tadi. Tumbuhan yang memiliki stipule disebut stipulate, sedangkan tumbuhan yang tidak memiliki stipule disebut estipulate (Harlow & Harar,1958).

Menurut Benson (1957), setiap jenis pohon biasanya memiliki tata daun seperti satu di antara tiga cara berikut ini :


(23)

a. Bersilang atau opposite, yaitu apabila daun berpasangan pada ketinggian yang sama, satu pada masing-masing sisi dari ranting.

b. Melingkar atau Whorled atau Verticillate, yaitu apabila lebih dari dua daun dijumpai pada ruas yang sama.

c. Berseling atau alternate, yaitu hanya satu helai daun saja yang melekat pada ruas dan dengan pengamatan yang seksama akan tampak ditata dalam spiral mengitari ranting.

Komposisi daun dengan satu helai disebut daun tunggal (simple leaf) dan jika dua atau lebih helai daun yang melekat pada tangkai persekutuan disebut daun majemuk (compound leaf) dan helai-helai daunnya disebut anak daun (leaflet). Tangkai menopang anak daun disebut rachis. Apabila jumlah anak daun yang melekat sepanjang rachis disebut daun bersirip (pinnately compound) berjumlah ganjil atau genap, maka hal tersebut menunjukkan jumlah anak daun yang ada. Daun bersirip ganda adalah daun majemuk bersirip dan anak-anak daun bersirip lagi yang disebut pinulle (Samingan, 1980).

2. Struktur dan Komposisi Bunga

Bunga dapat dianggap sebagai ranting dengan daun yang berubah fungsinya (Samingan, 1980). Terjadinya perubahan fungsi tersebut menurut Loveless (1989) akan mengakibatkan :

a. Bunga tidak mempunyai kuncup pada ketiak daunnya.

b. Buku-bukunya pendek sehingga jarak vertikal antara daun yang berurutan sangat pendek.

c. Bunga menunjukkan pertumbuhan yang terbatas, yaitu segera setelah meristem ujung membentuk bunga, maka pertumbuhan lebih lanjut akan terhenti.

Bunga terdiri dari beberapa bagian bunga, yaitu : kelopak (sepal), mahkota bunga (petal), benang sari (stamen), dan putik (pistil). Jika bunga mempunyai semua bagian tersebut, maka bunga disebut bunga lengkap (complete) dan jika salah satu bagian bunga tidak ada maka disebut bunga tidak lengkap (incomplete) (Samingan, 1980).


(24)

Bunga yang sempurna adalah bunga yang memiliki putik dan benang sari, sedangkan bagian tambahan lainnya seperti daun kelopak dan atau daun mahkota hanya sebagai pelengkap. Sedangkan bunga tidak sempurna adalah bunga yang hanya mengandung benang sari atau putik saja. Sehingga bunga tidak sempurna merupakan bunga berkelamin satu, sedangkan bunga sempurna adalah bunga biseksual atau hermaphrodit (Harlow & Harar,1958).

Samingan (1980) mengatakan bahwa bunga tidak sempurna dapat berbentuk bunga jantan (apabila benang sari yang berfungsi, sedangkan putik mandul) atau dapat juga berbentuk bunga betina (apabila putik yang berfungsi, sedangkan benang sari mandul).

3. Buah

Buah adalah organ tumbuhan yang mengandung biji. Struktur buah memberikan cirri khas yang sangat bermanfaat bagi klasifikasi tumbuhan berbunga.

Secara morfologi, buah konifer dapt dibedakan menjadi buah kering dan buah berdaging yang terdiri dari dua tipe, yaitu :

a. Buah yang terdiri dari satu biji, yang sebagian atau seluruhnya tertutup oleh aril (daging biji).

b. Buah yang terdiri dari beberapa sisi berkayu atau keras atau sisik berdaging, masing-masing dengan satu atau lebih biji dan tersusun pada sumbu membentuk kerucut atau cone.

Sedangkan buah angiospermae biasanya dikatakan sebagai bakal buah yang masak, yang dapat dibagi menjadi dua yaitu :

a. Buah tunggal (yang terbentuk oleh satu putik)

b. Buah majemuk (yang terbentuk oleh dua atau lebih putik yang terdapat pada dasar bunga yang sama)

Kedua macam buah ini dapat merupakan buah kering atau buah berdaging (sekulen) menurut keadaan buahnya waktu matang (Samingan, 1980).


(25)

Loveless (1989) membagi buah tunggal menjadi tiga bentuk, yaitu a. Buah kering tidak merekah, terdiri dari tipe :

i. Buah longkah, yaitu buah kecil, berongga dan berbiji satu. ii. Samara, yaitu buah keras bersayap.

iii. Nut, yaitu buah keras kecil

b. Buah kering merekah terdiri dari tipe :

i. Buah polong atau legume, yaitu hasil dari putik tunggal yang merekah sepanjang garis suture (kampuh).

ii. Buah bumbung atau follicle, yaitu hasil dari satu putik yang merekah melalui dua atau lebih suture (kampuh).

iii. Buah kotak atau capsule, yaitu hasil dari putik majemuk merekah melalui dua atau lebih suture (kampuh)

iv. Buah berdaging, yaitu hasil dari putik majemuk merekah melalui dua atau lebih suture (kampuh)

c. Buah berdaging terdiri dari tipe :

i. Buah empulur atau pome, yaitu hasil putik majemuk ; dinding luar bakal buah berdaging, dinding dalam menjangat membungkus banyak biji.

ii. Buah batu atau drupe, yaitu buah berdaging berbiji satu ; biasanya hasil dari putik tunggal, dinding luar berdaging, dinding dalam keras. iii. Buah buni atau berry, yaitu buah berbiji banyak ; dinding luar dan

dalam berdaging dengan biji-biji terbungkus dalam massa yang seperti bubur (tomat).

Sedangkan buah majemuk dapa t dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Buah aggregate, yaitu merupakan kumpulan buah tunggal yang berasal dari putik-putik terpisah pada bunga yang sama yang terdapat pada dasar bunga persekutuan.

b. Buah multiple, yaitu kumpulan buah tunggal yang berasal dari putik-putik bunga yang terpisah-pisah.


(26)

C. Eksplorasi Botani Hutan

Eksplorasi botani di hutan dan penelitian botani tentang pohon-pohon akan memberikan data/informasi mengenai flora pohon di hutan yang bersangkutan. Kegiatan eksplorasi botani hutan dan penelitian teknologi kayu sudah sejak dahulu dilakukan, dimana Endert pada tahun 1917 untuk pertama kalinya melakukan eksplorasi ini dan menghasilkan sekitar 4000 jenis pohon.

Eksplorasi botanis dan teknologi kayu pada dasarnya merupakan bagian dari eksplorasi atau survey hutan yang bertujuan untuk mendapatkan data tentang letak, luas, struktur hutan, komposisi jenis dan data kondisi tempat tumbuhnya (Kusmana, 1995).

Metode terbaik yang digunakan dalam eksplorasi botanis menurut Kusmana (1995) adalah metode jalur, yang memiliki lebar 10 m atau 20 m dengan panjang satu km atau lebih. Setelah itu, semua pohon yang berdiameter 20 cm ke atas yang masuk ke dalam jalur dicatat nama daerahnya, diameternya, tinggi total dan tinggi bebas cabangnya.

Contoh-contoh herbarium sangatlah berguna untuk keperluan eksplorasi botani di suatu daerah. Contoh herbarium ini selain bahan identifikasi atau determinasi jenis tumbuhan, tetapi juga sebagai barang bukti yang didokumentasikan bahwa jenis-jenis tumbuhan yang bersangkutan terdapat di daerah tersebut (Kusmana, 1995).

Lebih lanjut Kusmana (1995) mengatakan bahwa suatu contoh herbarium yang baik harus mengandung bagian-bagian tumbuhan yang lengkap yang terdiri dari contoh ranting-ranting berdaun (daun muda dan daun tua), bunga (kuncup bunga dan bunga yang sudah mekar), buah (buah muda dan muda tua) dan biji.

Kemudian Kusmana (1995) menambahkan beberapa petunjuk dalam pengumpulan herbarium, antara lain :

1. Bahan herbarium tidak boleh dipungut dari tanah, tetapi harus diambil dari pohon yang bersangkutan.

2. Untuk pohon (berdiameter 10 cm atau lebih) atau berupa pohon kecil diambil ranting yang berdaun yang ada bunganya dan bila ada dilengkapi dengan buah. Sekurang-kurangnya dikumpulkan lima ranting dari tiap pohon yang tidak berbunga dan 10 ranting dari tiap pohon yang berbunga dan berbuah.


(27)

Sedangkan ukuran ranting yang dikumpulkan untuk herbarium adalah sekitar 27 cm x 42 cm (ukuran setengah halaman kertas Koran). Tiap ranting sekurang-kurangnya berisi lima daun apabila daun tidak terlalu besar. Untuk daun berukuran besar, cukup dua helai daun per ranting.

3. Untuk mengambil contoh herbarium yang tinggi dilakukan dengan cara dipanjat, melempar ranting atau cabang terendah yang mengandung bunga dan atau buah denga n sepotong kayu atau menembak dengan senapan atau memakai tali pancing dari nilon yang dilemparkan dengan ketapel.

D. Sifat Fisik dan Kimia Tanah

Tanah merupakan tubuh alam bebas yang terbentuk dari hasil kerjasama antara kelima faktor pembentuk tanah yaitu bahan induk, iklim, organisme, relief dan waktu.

1.

Sifat Fisik Tanah

a. Tekstur Tanah

Tekstur tanah adalah perbandingan relief dari berbagai golongan besar partikel tanah dalam suatu massa tanah, terutama perbandingan antara fraksi-fraksi liat, debu, dan pasir (Sarief,1985)

Kadar liat merupakan kriteria penting sebab liat mempunyai kemampuan menahan air yang tinggi. Tanah yang mengandung liat dalam jumlah yang tinggi dapat tersuspensi oleh butir-butir hujan yang jatuh menimpanya, dan pori-pori lapisan permukaan akan tersumbat oleh butir-butir liat semakin tinggi nisbah liat maka laju infiltrasi semakin kecil (Arsyad, 2000).

Seperti yang dikemukan oleh Hardjowigeno (2003) bahwa tanah-tanah bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit menyerap dan menahan air atau unsur hara. Tanah-tanah yang bertekstur liat mempunyai luas permukaan yang besar sehingga kemampuan menahan air dan menyimpan unsur hara tinggi. Tanaman yang ditanam pada tanah pasir umumnya lebih mudah kekeringan daripada tanah-tanah bertekstur lempung atau liat.


(28)

Perbedaan tekstur dan struktur adalah tekstur merupakan ukuran butir-butir tanah sedangkan struktur adalah kumpulan butir-butir tanah disebabkan terikatnya butir-butir pasir, liat, dan debu oleh bahan or ganik, oksidasi besi, dan lain-lain (Hardjowigeno,2003).

Struktur tanah memegang peranan penting terhadap pertumbuhan tanaman, baik secara langsung maupun tidak langsung. Bila tanah padat, maka akar susah untuk menembus tanah tersebut. Bila struktur tanah remah, maka akar akan tumbuh dengan baik (Sarief, 1985).

Daya infiltrasi dan ukuran butir -butir tanah akan menentukan mudah atau tidaknya terangkut air. Tanah dengan agregat yang mudah didispersikan oleh air dan daya infiltrasinya kecil dengan ukuran butir-butir tanah halus, peka terhadap erosi atau erodibilitasnya besar (Sarief, 1985).

Menurut Lee (1990) harga-harga khas kapasitas infiltrasi dihubungkan dengan tekstur tanah dan tajuk (penutup lahan) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hubungan Kelas Tekstur dengan Kapasitas Infiltrasi pada Penutupan yang Berbeda.

Kapasitas infiltrasi (mm/jam) Tekstur

Tanah gundul Bervegetasi

Liat 0-5 5-10

Lempung berliat 5-10 10-20

Lempung 10-15 20-30

Lempung berpasir

15-20 30-40

Pasir 20-25 40-50

2. Sifat Kimia Tanah

Sifat kimia tanah berperan besar dalam menentukan sifat dan ciri tanah umumnya dan kesuburan tanah pada khususnya. Sifat-sifat yang perlu dianalisis untuk mengetahui kadar unsur hara dalam tanah adalah pH, C-organik, N-total, P, Mg, K, Ca, Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan Kejenuhan Basa (KB). Evaluasi kesuburan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.


(29)

Tabel 2. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1981)

No Sifat Kimia Tanah

Sangat Rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1 C-organik <0,100 1,00 – 2,00 2,01 – 3,00 3,01 – 5,00 >5,00 2 N-total <0,10 0,10 – 0,20 0,21 – 0,50 0,51 – 0,75 >0,75 3 P <10 10 - 15 16 - 25 26 - 35 >35 4 M g <0 4 0,4 – 1,0 1,1 – 2,0 2,1 – 8,0 >8,0 5 K <0,1 0,1 – 0,2 0,3 – 0,5 0,6 – 1,0 >1,0 6 Ca <2 2 - 5 6 - 10 11 - 20 >20 7 KTK <5 5 - 16 17 - 24 25 - 40 >40 8 KB <20 20 – 35 36 - 50 51 - 70 >70 9 Al <10 10-20 21-30 31-60 >70

Sangat Masam

Masam Agak Masam

Netral Agak Alkalis

Alkalis 10 pH <4,5 4,5 – 5,5 5,6 – 6,5 6,6 - 7,5 7,6 – 8,5 >8,5

a. Reaksi tanah (pH tanah)

Reaksi tanah merupakan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dalam pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion Hidrogen (H+) di dalam tanah. Semakin tinggi kadar ion H+ di dalam tanah, semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah selain ion H+juga ditemukan ion OH−, yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya H+. Pada tanah-tanah yang masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada ion OH−, sedang

pada tanah-tanah alkalis kandungan OH− lebih banyak daripada H+ . Bila kandungan H+ sama dengan OH− maka tanah bereaksi netral yaitu pH = 7 (Hardjowigeno, 2003).

Kemasaman tanah merupakan salah satu sifat yang penting, sebab terdapat beberapa hubungan pH dengan ketersediaan unsur hara, juga terdapat beberapa hubungan antara pH dan semua pembentukan serta sifat-sifat tanah. Sejumlah organisme mempunyai toleransi yang agak kecil terhadap variasi pH, tetapi organisme lain dapat toleran terhadap kisaran pH yang lebar. Penelitian-penelitian telah memperlihatkan bahwa konsentrasi actual H+ dan OH− tidak begitu penting, kecuali dalam lingkungan yang ekstrim. Hal ini


(30)

merupakan kondisi yang berkaitan dari suatu nilai pH tertentu yang terpenting (Foth, 1988).

b. Bahan Organik

Hardjowigeno (1995), menyatakan bahwa bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar, hanya 3-5 % saja tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah sangat besar. Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya terhadap pertumbuhan tanaman adalah sebagai granulator yaitu memperbaiki struktur tanah, sumber unsur hara N, P, S dan unsur mikro lainnya, menambah kemampuan tanah untuk menahan air, menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara dan sumber energi bagi mikroorganisme.

Sumber asli bahan organik adalah jaringan tumbuhan, dalam keadaan alami bagian di atas tanah, akar pohon, semak-semak, rumput, dan tanaman tingkat rendah lainnya tiap tahunnya menyediakan sejumlah besar sisa-sisa organik. Karena bahan ini didekomposisikan dan dihancurkan oleh banyak macam organisme tanah, hasilnya akan menjadi bagian dari horizon di bawahnya, karena adsorpsi atau pencampuran fisik secara aktif. Bagian bahan organik yang dioksidasi terdiri dari karbon, hydrogen yang menyusun lebih dari separuh bahan kering (Buckman dan Brady, 1969).

c. Nitrogen (N)

Sumber N berasal dari atmosfer sebagai sumber primer dan lainnya adalah berasal dari aktifitas kehidupan di dalam tanah sebagai sumber sekunder. Fiksasi N secara simbiotik, khususnya terdapat pada tanaman jenis leguminosae dengan bakteri tertentu. Bahan organik juga membebaskan N dan senyawa lainnya setelah mengalami dekomposisi oleh aktifitas jasad renik tanah (BKS, PTN, 1991).

Nitrogen berada di dalam tanah dalam bentuk organik dan anorganik. Bentuk-bentuk organik meliputi NH4, NO3, NO2, dan unsur N. Tanaman

menyerap unsur ini terutama dalam bentuk NO3. Namun bentuk lain yang juga

dapat diserap adalah NH4, dan urea (CO(N2))2 dalam bentuk NO3 (BKS.PTN,


(31)

Selanjutnya BKS.PTN (1991), menyatakan bahwa dalam siklusnya, nitrogen organik di dalam tanah mengalami mineralisasi, sedangkan bahan mineral mengalami imobilisasi. Sebagian N terangkut bersama panen, sebagian kembali lagi sebagai residu tanaman, hilang ke atmosfer dan kembali lagi, hilang melalui pencucian dan bertambah lagi melalui pemupukan. Adanya yang hilang tererosi atau bertambah karena pengendapan.

Nitrogen ditambahkan ke tanah sebagai komponen presipitasi. Penambahan sebagian besar nitrogen secara alami ke tanah di tambahkan melalui fiksasi biologis simbiotik dan nonsimbiotik (Foth, 1988).

d. Fosfor (P)

Fosfor memainkan peranan yang sangat diperlukan seperti bahan bakar yang universal untuk semua aktifitas biokimia dalam sel hidup. Masalah utama dalam pengambilan fosfor dari tanah oleh tanaman adalah kelarutan yang rendah dari sebagian besar campuran fosfor dan konsentrasi fosfor yang dihasilkan sangat rendah dalam lapisan tanah pada setiap waktu tertentu (Foth, 1988).

Sebagian besar P tanah bersumber dari pelapukan batuan dan mineral-mineral yang mengandung P yang terdapat pada kerak bumi. Salah satu sifat dari unsur ini adalah tingkat kestabilannya di dalam tanah yang tinggi, sehingga kehilangan akibat pencucian relatif tidak pernah terjadi. Hal ini pula yang menyebabkan kelarutan P dalam tanah sangat rendah sehingga ketersediaan untuk tanah relatif sangat sedikit. Dengan demikian ketersediaan P tanah sangat tergantung kepada sifat dan ciri tanah (BKS.PTN, 1991).

Ketersediaan P dapat diartikan sebagai P tanah yang dapat diekstrasikan oleh air dan asam sitrat. Penambahan unsur ini diharapkan berasal dari pupuk fosfat, pelapukan mineral-mineral fosfat, dan residu hewan dan tanaman. Sedangkan kehilangan P dapat terjadi karena terangkut tanaman, tercuci dan tererosi (BKS.PTN, 1991).


(32)

e. Kalium (K)

Kalium adalah unsur hara ketiga setelah nitrogen dan fosfor yang diserap tanaman dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari Kalium akan membantu menetralisir muatan listrik yang disebabkan oleh muatan negatif nitrat, fosfat atau unsur lainnya (BKS.PTN, 1991).

Kalium tanah adalah berasal dari pelapukan batuan dan mineral-mineral yang mengandung kalium. Melalui proses dekomposisi bahan tanaman dan jasad renik maka kalium akan larut dan kembali ke tanah. Selanjutnya sebagian besar kalium tanah yang larut akan tercuci atau tererosi dan kehilangan ini dipercepat lagi oleh serapan tanaman dan jasad renik. Di dalam tanah dikenal empat bentuk kalium, yaitu mineral, terfiksasi, K-dipertukarkan dan K-larutan. Tetapi untuk kepentingan pertumbuhan ta naman, kalium tanah dibedakan berdasarkan ketersediaannya bagi tanaman, dan digolongkan ke dalam kalium relatif tidak tersedia, kalium lambat tersedia, dan kalium segera tersedia. Kalium dapat dipertukarkan dan kalium larut, langsung, dan mudah diserap tanaman disebut kalium tersedia (BKS.PTN, 1991).

Menurut Foth (1988), pada dasarnya kalium dalam tanah ditemukan dalam mineral-mineral yang terlapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion diadsorbsi pada kation tertukar dan cepat tersedia untuk diserap tanaman. f. Magnesium (Mg) dan Kalsium (Ca)

Kalsium dan magnesium merupakan kation-kation utama pada kompleks pertukaran . Keduanya mempunyai sifat dan prilaku yang mirip dalam ta nah. Unsur-unsur tersebut biasanya dihubungkan dengan masalah kemasaman tanah dan pengapuran, karena keduanya merupakan kation yang paling cocok untuk mengurangi kemasaman dan menaikkan pH tanah. Kalsium dan magnesium tanah diserap tanaman masing-masing sebagai Ca2+ dan Mg2+ yang berasal dari bentuk dapat ditukar dan atau

bentuk larut air (BKS.PTN, 1991).

Kalsium merupakan komponen struktural dinding-dinding sel tanaman. Ia sangat mempengaruhi permeabilitas membran sitoplasma. Membran akar akan rusak apabila tidak ada kalsium. Sedangkan


(33)

Magnesium merupakan satu-satunya unsur anorganik yang menyusun molekul klorofil dan merupakan unsur yang terlibat pada kebanyakan reaksi enzimatis. Oleh karena itu magnesium amat esensial pada proses metabolisme di dalam tanaman.

Dibandingkan dengan kalsium , magnesium tidak begitu kuat diadsorbsi pada tempat pertukaran kation, sedikit rendah magnesium dapat ditukar ada dalam tanah, dan defisiensi magnesium lebih sering ditemukan. Defisiensi kalsium dicirikan oleh suatu bentuk yang cacat pembentukan yang kurang dan disintegrasi bagian ujung dari tanaman sedangkan defisiensi magnesium berakibat pada suatu perubahan warna khusus pada daun (Foth, 1988).

g. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kation adalah ion yang bermuatan positif seperti Ca++, Mg+, K+, Na+, NH+, H+, Al3+ dan sebagainya. Di dalam tanah kation-kation tersebut terlarut di dalam air tanah atau dijerap oleh koloid-koloid tanah. Banyaknya kation (dalam miliekivalen) yang dapat dijerap oleh tanah persatuan berat tanah (biasanya per 100 g) dinamakan Kapasitas tukar kation (KTK).

Kation-kation yang telah dijerap oleh koloid-koloid tersebut sukar tercuci oleh air gravitasi, tetapi dapat digantikan oleh kation lain yang terdapat dalam larutan tanah. Hal tersebut dinamakan pertukaran kation. Jenis-jenis kation yang telah disebutkan di atas merupakan kation-kation umum ditemukan dalam kompleks jerapan tanah.

Kapasitas tukar kation merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menjerap dan menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah. Tanah dengan KTK tinggi bila didominasi oleh kation basa, Ca, Mg, K, Na (kejenuhan basa tinggi) dapat meningkatkan kesuburan tanah, tetapi bila didominasi oleh kation asam Al, H (kejenuhan basa rendah) dapat mengurangi kesuburan tanah (Hardjowigeno, 2003).


(34)

h. Kejenuhan Basa (KB)

Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan jumlah semua kation-kation (kation-kation basa dan kation-kation asam) yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Kation-kation basa umumnya merupakan unsur hara yang diperlukan tanaman. Di samping itu basa-basa umumnya mudah tercuci, sehingga tanah dengan kejenuhan basa tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut belum banyak pencucian dan merupakan tanah yang subur.

Kejenuhan basa berhubungan erat dengan pH tanah, dimana tanah-tanah dengan pH rendah umumnya mempunyai kejenuhan basa rendah, sedang tanah-tanah dengan pH tinggi mempunyai kejenuhan basa yang tinggi pula (Hardjowigeno, 2003).

Nilai kejenuhan basa bergantung pada intensitas pencucian yang berarti bergantung pada curah hujan, pengatusan setempat dan perembihan sedangkan pengaruh bahan induknya tergolong kecil. Kejenuhan basa tergolong tinggi apabila berkembang pada tempat yang bercurah hujan rendah dan nilai kejenuhan basa tersebut lebih kecil jika berkembang pada tempat yang bercurah hujan tinggi (Purwowidodo, 1998)


(35)

III. KONDISI UMUM LOKASI PRAKTEK

A. Luas dan Letak

Kawasan Cagar Alam (CA) Papandayan dan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Papandayan ditetapkan sebagai kawasan konservasi CA dan TWA Papandayan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 226 / Kpts – II / 1990 tgl. 8 Mei 1990 seluas ; 7.032 Ha, terdiri dari Cagar Alam seluas : 6.807 Ha, TWA seluas : 225 Ha.

Letak geografis CA/TWA Papandayan berada pada 7º30’ Lintang Selatan dan 107º31’ – 180º Bujur Timur.

Keterangan :

A : Lokasi Parkir B : Kompleks Kawah C : Blok Bunderan

: Jalan Kendaraan D : Blok Pondok Saladah E : Blok Bandung Vooruit

: Batas Kawasan TWA

P apandayan

Jarak lokasi dengan kota terdekat : Garut : ± 32 Km

Bandung : ± 97 Km (melalui Cisurupan) ± 81 Km (melalui Pangalengan

Gambar 1. Peta Papandayan B. Topografi dan Iklim

Konfigurasi lapangan bergelombang dengan topografi curam, berbukit dan bergunung-gunung serta tebing yang terjal, ketinggian berkisar antara 2.170 s/d 2.662 mdpl.

Termasuk tipe iklim B, dengan kelembaban udara 70-90 % dan suhu berkisar antara 17º-25º C.


(36)

C. Sumber Air

Di dalam Kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Papandayan terdapat sumber air baik air panas maupun air dingin. Sungai yang mengalir di dalam kawasan antara lain adalah Ciparugpug, Cibeureum, Cisaladah, Cigebog, Cingenah dan lain-lain. Sebagian sungai mengalir bereaksi asam karena melewati daerah belerang tetapi ada juga sungai yang airnya tawar dan dapat digunakan untuk mandi dan memasak.

D. Tanah

Secara geologi Cagar Alam Papandayan mempunyai jenis batuan yang terdiri dari batuan vulkanik, pigosol, andosol, dan batuan intermediet gelombang bergunung dengan ketebalan solum 30-60 cm dengan tingkat kesuburan tanahnya baik (subur).

E. Flora dan Fauna 1. Flora

Secara keseluruhan vegetasi di TWA/CA Gunung Papandayan diantaranya adalah pohon Cantigi (Vacinium lucidum) dan Edelweiss (Anaphalis javanica), dan vegetasi hutan campuran terdiri dari perdu, pohon dan semak belukar dengan tajuk saling menutupi diantaranya adalah : Puspa (Schima walichii), Saninten (Castanopsis argentea), Jamuju (Podocarpus imbricatus), Pasang (Quercus sp), dan Lame (Alstonia angustifolia).

2. Fauna

Jenis satwa yang terdapat di TWA/CA Gunung Papandayan yang mudah ditemukan secara langsung umumnya berbagai jenis burung, antara lain : Walik (Teron grisscipilla), Kadanca (Dacula sp), Walet (Collocalia vulconorium), Saeran (Dicrurus mococarpus), Elang dll. Jenis satwa lain yang terdapat di kawasan TWA/CA Papandayan ini antara lain adalah Lutung (Presbytitis cristata), Musang (Paradoxurus hermaproditus), Babi (Sus sp), Kijang (Muntiacus muntjak), Landak (Histrix sp) dan lain-lain.


(37)

F. Keadaan Sosial Ekonomi 1. Penduduk

Jumlah penduduk di Kabupaten Garut khususnya di Kecamatan Cisurupan yaitu 82.053 orang dengan jumlah Laki-laki 42.571 orang, perempuan 39.482 orang, Kecamatan Sukaresmi 31.439 orang dengan jumlah Laki-laki 15.122 orang, Perempuan 16. 317 orang, dan Desa Neglawangi Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung adalah 4.879 orang dengan jumlah Laki-laki 2.376 orang dan jumlah Perempuan sebanyak 2.503 orang.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Kecamatan Cisurupan, Kecamatan Sukaresmi dan Desa Neglawangi.

Jenis Kelamin No Nama Kecamatan /

Desa Laki-laki (org)

Perempuan (org)

Jumlah

1 2 3 4 5

1 Cisurupan 42.571 39.482 82.053

2 Sukaresmi 15.122 16.317 31.439

3 Neglawangi 2.503 2.376 4.879

Jumlah 60.196 58.175 118.371

Sumber : Garut dalam Angka 2003 dan Monografi Desa Kecamatan. Kertasi 2003

2. Mata Pencaharian

Mata pencaharian masyarakat di sekitar kawasan CA. Papandayan umumnya bergerak dalam bidang pertanian, hal ini didukung kondisi alam yang memadai.

3. Jenis Penggunaan Lahan

Jenis penggunaan lahan di sekitar kawasan Cagar Alam Papandayan adalah Perkebunan, Hutan Lindung, Hutan Produksi, Ladang, Padang Rumput dan Sawah.


(38)

IV. METODOLOGI

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian suksesi ini dilaksanakan di kawasan hutan Gunung Papandayan Garut, dengan melakukan analisis vegetasi di hutan yang terkena letusan dan hutan yang tidak terkena letusan yang masing-masing dilakukan pada ketinggian 2300 m dpl dan ketinggian 2500 m dpl. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni – Septe mber 2005.

B. Bahan dan Alat

1. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : a. Etiket gantung (dari karton manila).

b. Lembar herbarium (dari karton tebal) dan label. c. Sasak kayu atau bambu.

d. Kertas gambar dan kertas koran. e. Isolatif

f. Kantong palstik g. Alkohol 70%

2. Alat -alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : a. Alat ukur meteran

b. Tali rafia atau tali plastik c. Kompas

d. Tally sheet e. Pita tanda f. Paralon g. GPS

h. Alat tulis i. Golok dan pisau j. Gunting ranting k. Pita keliling l. Kamera digital m. Haga meter n. Termometer


(39)

C. Metode Penelitian 1. Analisis Vegetasi

Pengambilan data dengan cara analisis vegetasi bertujuan untuk mengetahui komposisi jenis yang ada di kawasan Gunung Papandayan Garut. Metode yang digunakan adalah metode jalur berpetak yang dianggap dapat mewakili areal tersebut. Kegiatan analisis vegetasi dilakukan pada hutan yang terkena letusan dan hutan yang tidak terkena letusan yang masing-masing dilakukan pada ketinggian yang berbeda pula yaitu 2300 m dpl dan 2500 m dpl. Perbedaan ketin ggian ini untuk mengetahui apakah ketinggian mempengaruhi tingkat kerusakan akibat letusan Gunung Papandayan.

Pada setiap ketinggian, jalur berpetak ini dibuat sebanyak lima jalur dengan ukuran jalur 20 m x 100 m. Satu jalur terdiri dari lima petak contoh yang masing petak berukuran 20 m x 20 m dimana jarak antar jalur adalah 30 m. Di dalam petak contoh dibuat lagi subpetak contoh berukuran 2 m x 2 m (untuk tingkat semai), 5 m x 5 m (untuk tingkat pancang), 10 m x 10 m (untuk tingkat tiang) dan 20 m x 20 m (untuk tingkat pohon). Penentuan letak petak contoh dibuat searah dengan arah kontur. Skema petak contoh dan subpetak contoh yang digunakan seperti pada gambar 2.

Gambar 2. Jalur Pengamatan

Untuk menentuka n tingkat permudaan pertumbuhan, digunakan kriteria sebagai berikut :

a. Semai (seedling), yaitu permudaan dari mulai kecambah sampai setinggi 1,50 meter.

Arah rintisan

20 m

20 m

100 m

10 m

5 m


(40)

b. Pancang (sapling), yaitu permudaan yang tingginya ≥ 1,50 m sampai pohon muda yang berdiameter ≤ 10 cm.

c. Tiang (pole), yaitu pohon muda yang berdiameter 10-20 cm. d. Pohon dewasa, yaitu pohon yang berdiameter lebih dari 20 cm.

Untuk analisis vegetasi herba dan semak dilakukan pada subpetak contoh yang berukuran 5 m x 5 m. Sedangkan analisis vegetasi liana dan epifit dilakukan pada subpetak contoh yang sama dengan pohon yaitu yang berukuran 20 m x 20m.

2. Pembuatan Herbarium

Langkah-langkah pembuatan herbarium adalah sebagai berikut : a. Bahan herbarium diambil dari pohon (bukan yang sudah jatuh ke tanah),

berupa ranting yang berdaun. Setiap jenis pohon diambil satu ranting. Bahan herbarium yang telah diambil diberi etiket gantung (label) secara berurutan sesuai dengan urutan pengambilannya.

b. Pencacatan setiap bahan herbarium yang telah diberi label da lam buku lapangan untuk kegiatan risalah pohon.

c. Bahan-bahan herbarium dimasukkan ke dalam lipatan kertas koran (satu lembar kertas koran untuk satu contoh tumbuhan).

d. Bahan herbarium yang telah dibungkus koran disusun sebanyak 20-25 di dalam sasak bambu dan kemudian diikat dengan tali rafia.

e. Setiap sasak dimasukkan ke dalam kantong plastik lalu disiram dengan alkohol 70 %.

f. Kemudian bahan herbarium tersebut disimpan selama satu malam.

g. Penggantian semua kertas koran yang digunakan untuk membungkus bahan herbarium dengan kertas koran yang kering.

h. Bahan herbarium disusun kembali di dalam sasak bambu dan diikat dengan tali rafia.

i. Semua bahan herbarium yang telah disasak, selanjutnya dikeringkan menggunakan oven bersuhu 60°C sampai bahan herbarium tersebut kering.


(41)

3. Analisis Tanah

Contoh tanah (sample tanah) diambil pada masing-masing ketinggian (2300 m dpl dan 2500 m dpl) baik di hutan yang terkena letusan maupun hutan yang tidak terkena letusan. Hal ini sangat diperlukan agar data yang didapat lebih akurat. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada dua kedalaman yaitu 0-20 cm dan 20-40 cm dengan menggunakan metode contoh tanah terusik/terganggu, dimana untuk metode ini contoh tanah dapat diambil menggunakan alat berupa bor tanah/golok/pisau. Contoh tanah diambil di dalam petak contoh secara acak (random) sebanyak 3 kali ulangan pada masing-masing kedalaman. Setelah contoh tanah diambil kemudian dimasukkan ke dalam kantong palstik dan diberi label sesuai tempat dan kedalaman pengambilan contoh tanah tersebut.

4. Dokumentasi

Guna menyimpan dan penyebarluasan hasil penelitian untuk pengguna di lapangan akan dibuat dokumentasi berupa :

a Foto atau gambar

b Penyimpanan spesimen herbarium untuk identifikasi. 5. Analisis Data

a Kegiatan Analisis Vegetasi

Hasil dari kegiatan analisis vegetasi diolah dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut :

1. Indeks Nilai Penting

Indeks Nilai penting ini digunakan untuk menetapkan domin asi suatu jenis terhadap jenis lainnya. Nilai penting merupakan jumlah dari Kerapatan Relatif (KR), Dominansi Relatif (DR), dan Frekuensi Relatif (FR).

Jumlah individu

Ø Kerapatan (K) = (btg/ha) Luas petak contoh


(42)

Jumlah petak ditemukan suatu jenis

Ø Frekuensi (F) =

Jumlah seluruh petak Jumlah bidang dasar

Ø Dominansi (D) =

Luas petak contoh

Kerapatan suatu jenis

Ø Kerapatan Relatif (KR) = x 100% Kerapatan seluruh jenis

Frekuensi suatu jenis

Ø Frekuensi Relatif (FR) = x 100% Frekuensi seluruh jenis

Dominansi suatu jenis

Ø Dominansi Relatif (DR) = x 100% Dominansi seluruh jenis

Ø Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR + DR è Pohon dan Tiang

Ø Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR è Semai dan Pancang 2. Indeks Kekayaan Jenis dari Margelaf

S - 1 R1 =

ln (n) Dimana :

R1 = Indeks Margelaf

S = Jumlah jenis

N = Jumlah total individu

3. Indeks Keanekaragaman Jenis berdasarkan Shannon- Weinner

H’ = -∑ [(Pi) ln (Pi)] Dimana :

H’ = Indeks keanekaragaman jenis Pi = ni/N


(43)

ni = INP setiap jenis N = Total INP seluruh jenis 4. Indeks Kemerataan Jenis H’ E =

ln (S)

Dimana :

E = Indeks kemerataan jenis H’ = Indeks keanekaragaman jenis S = Jumlah jenis

5. Indeks Dominansi (C)

C = ∑ (ni/N)2 Dimana :

C = Indeks Dominansi ni = INP setiap jenis N = Total INP seluruh jenis

6. Indeks Kesamaan Komunitas

Indeks kesamaan komunitas digunakan untuk mengetahui kesamaan relatif komposisi jenis dari dua tegakan yang dibandingkan pada masing-masing tingkat pertumbuhan.

2W

IS = X 100% a + b


(44)

Dimana :

IS = koefisien kesamaan komunitas (index of similarity)

W = jumlah nilai penting yang sama atau nilai yang terendah (≤) dari jenis-jenis yang terdapat dalam dua petak contoh yang dibandingkan

a = jumlah nilai penting dari semua jenis yang terdapat pada komunitas A

b = jumlah nilai penting dari semua jenis yang terdapat pada komunitas B

b. Tanah

Contoh –contoh tanah baik terganggu maupun contoh tanah utuh masing-masing di bawa ke laboratorium tanah untuk dianalisis dengan metode seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah

No Sifat Tanah Metode Analisis Satuan 1 Sifat fisik

Tekstur

Pipet %

2 Sifat kimia tanah pH C-organik N-total P Mg Ca K Al KTK KB pH meter

Walkley dan black Kjeldahl

P- Bray 1 P- Bray 1 P- Bray 1 P- Bray 1 P- Bray 1 P- Bray 1 P- Bray 1

- % % me/100g me/100g me/100g me/100g me/100g me/100g me/100g


(45)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan didapat data semai, pancang, tiang dan pohon yang kemudian diolah untuk memperoleh Indeks Nilai Penting (INP) dari masing-masing data di atas. Peranan suatu jenis dalam komunitas dapat dilihat dari besarnya Indeks Nilai Penting (INP), dimana jenis yang mempunyai nilai INP tertinggi merupakan jenis yang dominan. Hal ini menunjukkan bahwa jenis tersebut mempunyai tingkat kesesuaian terhadap lingkungan yang lebih tinggi dari jenis yang lain.

1. Indeks Nilai Penting

a.Hutan Terkena Letusan pada 2300 m dpl i. Tingkat Pancang

Hasil analisis vegetasi dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat pancang didominasi oleh jenis Suwagi(Vaccinium varingifolium) dengan nilai INP adalah 200,00%.

ii. Tingkat Tiang

Hasil analisis vegetasi dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat tiang didominasi oleh jenis Suwagi (Vaccinium varingifolium) dengan nilai INP adalah 300,00%.

iii. Tingkat Pohon

Hasil analisis vegetasi dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat pohon didominasi oleh jenis Suwagi (Va ccinium varingifolium) dengan nilai INP adalah 300,00%.

b. Hutan Tidak Terkena Letusan pada 2300 m dpl i. Tingkat Semai

Hasil analisis vegetasi dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat semai didominasi oleh tiga jenis saja yaitu jenis Suwagi (Vaccinium varingifolium), Cantigi (Vaccinium lucidum) dan Segel (Wormia excelsa) dengan nilai INP berturut-turut sebesar 159,52%; 32,77% dan 7,70%.


(46)

ii. Tingkat Pancang

Hasil analisis vegetasi dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat pancang didominasi oleh jenis Suwagi (Vaccinium varingifolium) dan Cantigi (Vaccinium lucidum) dengan nilai INP masing-masing sebesar 194,12% dan 5,88%.

iii. Tingkat Tiang

Hasil analisis vegetasi Berdasarkan dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat tiang didominasi ole h jenis Suwagi (Vaccinium varingifolium) dengan nilai INP adalah 300,00%.

iv. Tingkat Pohon

Hasil analisis vegetasi dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat pohon didominasi oleh jenis Suwagi(Vaccinium varingifolium) dengan nilai INP adalah 300,00%.

v. Tingkat Herba dan Semak

Hasil analisis vegetasi tingkat herba dan semak dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Penting Tingkat Herba dan Semak (2300 m dpl tidak Terkena Letusan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Nilai Penting (%) 1 Paku andam Gleichania linearis 56,90

2 Ilateun Agrostis infirma 47,04

3 Pakis munding Angiopteris evecta 45,54

4 Jajambuan Eugenia sp 16,94

5 Harendong Melastoma malabathricum 16,30 6 Paku tangkur Selliguea heterocarpa 15,65 7 Edelweis Anaphalis javanica 1,64

Jumlah 200,01

Berdasarkan data pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat herba dan semak didominasi oleh jenis Paku andam(Gleichania linearis) dengan nilai INP adalah 56,90%.

c. Hutan Terkena Letusan pada 2500 m dpl i. Tingkat semai


(47)

Tabel 6. Nilai Penting Tingkat Semai (2500 m dpl Terkena Letusan) No Nama Lokal Nama Ilmiah Nilai Penting (%)

1 Kendung Helicia serrata 83,07

2 Segel Wormia excelsa 43,49

3 Anggrid Neonauclea lanceolata 27,08 4 Huru batu Litsea glutinosa 12,24 5 Huru buah Beilschmiedia gemmiflora 12,24 6 Huru minyak Lindera polyantha 11,72 7 Jamuju Podocarpus imbricatus 3,65

8 Ki sapu Eurya acuminata 3,65

9 Huru beureum Literatur belum ditemukan 2,87

Jumlah 200,01

Berdasarkan data pada Tabel 6 dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat semai didominasi oleh jenis Kendung (Helicia serrata) dengan nilai INP adalah 83,07%.

ii. Tingkat Pancang

Hasil analisis vegetasi tingkat pancang dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai Penting Tingkat Pancang (2500 m dpl Terkena Letusan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Nilai Penting (%)

1 Segel Wormia excelsa 72,18

2 Anggrid Neonauclea lanceolata 39,05 3 Huru batu Litsea glutinosa 28,61

4 Kendung Helicia serrata 26,79

5 Suwagi Vaccinium varingifolium 11,35 6 Huru beureum Literatur belum ditemukan 5,68 7 Huru buah Beilschmiedia gemmiflora 4,09 8 Huru minyak Lindera polyantha 4,09 9 Ki banen Crypteronia peniculata 4,09

10 Ki sapu Eurya acuminata 4,09

Jumlah 200,02

Berdasarkan data pada Tabel 7 dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat pancang didominasi oleh jenis Segel (Wormia excelsa) dengan nilai INP adalah 72,18%.


(48)

iii. Tingkat Tiang

Hasil analisis vegetasi tingkat tiang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai Penting Tingkat Tiang (2500 m dpl Terkena Letusan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Nilai Penting (%)

1 Segel Wormia excelsa 134,50

2 Anggrid Neonauclea lanceolata 67,18 3 Huru batu Litsea glutinosa 44,92

4 Kendung Helicia serrata 18,74

5 Suwagi Vaccinium varingifolium 18,44 6 Jamuju Podocarpus imbricatus 12,04 7 Huru minyak Lindera polyantha 4,18

Jumlah 300,00

Berdasarkan data pada Tabel 8 dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat tiang didominasi oleh jenis Segel (Wormia excelsa) dengan nilai INP adalah 134,50%.

iv. Tingkat Pohon

Hasil analisis vegetasi tingkat pohon dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai Penting Tingkat Pohon (2500 m dpl Terkena Letusan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Nilai Penting (%) 1 Anggrid Neonauclea lanceolata 148,48

2 Segel Wormia excelsa 63,81

3 Jamuju Podocarpus imbricatus 20,22 4 Suwagi Vaccinium varingifolium 13,68

5 Huru batu Litsea glutinosa 10,12

6 Huru cabe Buchanania arborescens 8,89

7 Kendung Helicia serrata 8,22

8 Ki teke Myrica javanica 7,69

9 Pasang beunyeur Literatur belum ditemukan 6,93 10 Huru buah Beilschmiedia gemmiflora 5,48

11 Huru bodas Ficus padana 3,92

12 Huru minyak Lindera polyantha 2,57

Jumlah 300,01

Berdasarkan data pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat pohon didominasi oleh jenis Anggrid (Neonauclea lanceolata) dan Segel (Wormia excelsa) dengan nilai INP adalah 148,48% dan 63,81%.


(49)

v. Tingkat Herba dan Semak

Hasil analisis vegetasi tingkat herba dan semak dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai Penting Tingkat Herba dan Semak (2500 m dpl Terkena Letusan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Nilai Penting (%) 1 Bagedor paku Cyathea contaminans 55,45

2 Ilateun Agrostis infirma 49,82

3 Ramo giling Schefflera aromatica 26,63 4 Pakis bulu Literatur belum ditemukan 18,12 5 Pakis munding Angiopteris evecta 14,73 6 Bungbrun Polygonum chinense 13,54 7 Paku tangkur Selliguea heterocarpa 10,41

8 Paku-pakuan Filices sp 5,87

9 Kokosan Lansium domesticum 2,34 10 Harendong Melastoma malabathricum 1,55 11 Kembang anting Belum diketahui 1,55

Jumlah 200,01

Berdasarkan data pada Tabel 10 dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat herba dan semak didominasi oleh jenis Bagedor paku(Cyathea contaminans) dengan nilai INP adalah 55,45%.

vi. Tingkat Liana dan Epifit

Hasil analisis vegetasi dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat liana didominasi oleh jenis Areuy bulu (Argyreia capitata) dan Cocok bubu (Argostemma montanum) dengan nilai INP masing-masing sebesar 172,62% dan 17,69%. Sedangkan dominasi tingkat epifit didominasi oleh jenis Anggrek (Vanilla planifolia) dengan nilai INP adalah 9,69%.

d. Hutan yang Tidak Terkena Letusan pada 2500 m dpl i. Tingkat Semai


(50)

Tabel 11. Nila i Penting Tingkat Semai (2500 m dpl tidak Terkena Letusan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Nilai Penting (%)

1 Salam Eugenia operculata 76.23

2 Kendung Helicia serrata 26,96

3 Huru sintok Cinnamomum sintoc 19,13 4 Ki putri Podocarpus neriifolius 16,56

5 Huru batu Litsea glutinosa 13,86

6 Segel Wormia excelsa 10,53

7 Huru bodas Ficus padana 8,73

8 Kiurat beureum Plantago major 7,97 9 Anggid Neonauclea lanceolata 6,93 10 Kayu manis Cinnamomum burmanii 5,27 11 Huru minyak Lindera polyantha 4,37 12 Huru buah Beilschmiedia gemmiflora 3,47

Jumlah 200,01

Berdasarkan data pada Tabel 11 dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat semai didominasi oleh jenis Salam (Eugenia operculata) dengan nilai INP adalah 76,23%.

ii. Tingkat Pancang

Hasil analisis vegetasi tingkat pancang dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel l2. Nilai Penting Tingkat Pancang (2500 m dpl tidak Terkena Letusan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Nilai Penting (%)

1 Salam Eugenia operculata 33,31

2 Huru bodas Ficus padana 31,17

3 Anggrid Neonauclea lanceolata 22,25 4 Ki putri Podocarpus neriifolius 21,79

5 Kendung Helicia serrata 20,61

6 Segel Wormia excelsa 10,05

7 Huru minyak Lindera polyantha 9,51 8 Pasang beureum Quercus lineata 8,96 9 Pasang beunyeur Literatur belum ditemukan 8,33 10 Huru sintok Cinnamomum sintoc 6,14 11 Ki urat beureum Plantago major 6,10 12 Ramo gencel Schefflera aromatica 5,60

13 Puspa Schima walichii 5,01

14 Huru batu Litsea glutinosa 3,91

15 Huru cabe Buchanania arborescens 3,37

16 Huru jeruk Litsea amara 2,23

17 Huru huut Litsea monopetala 1,68


(51)

Berdasarkan data pada Tabel 12 dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat pancang didominasi oleh jenis Salam (Eugenia operculata) dan Huru bodas(Ficus padana) dengan nilai INP adalah 33,31% dan 31,17%. iii. Tingkat Tiang

Hasil analisis vegetasi tingkat tiang dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Nilai Penting Tingkat Tiang (2500 m dpl tidak Terkena

Letusan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Nilai Penting (%)

1 Segel Wormia excelsa 53,79

2 Pasang beureum Quercus lineata 44,23

3 Salam Eugenia operculata 40,06

4 Ramo gencel Schefflera aromatica 33,50 5 Huru sintok Cinnamomum sintoc 27,34 6 Anggrid Neonauclea lanceolata 19,89

7 Huru bodas Ficus padana 18,33

8 Huru batu Litsea glutinosa 13,49

9 Huru minyak Lindera polyantha 12,95 10 Huru cabe Buchanania arborescens 12,33 11 Ki putri Podocarpus neriifolius 6,98

12 Kendung Helicia serrata 6,89

13 Puspa Schima walichii 3,65

14 Ki harendong Astronia spectabilis 3,30 15 Ki seueur Antidesma tentrandum 3,28

Jumlah 300,01

Berdasarkan data pada Tabel 13 dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat tiang didominasi oleh jenis Segel(Wormia excelsa) dengan nilai INP adalah 53.79%.

iv. Tingkat Pohon

Tabel 14. Nilai Penting Tingkat Pohon (2500 m dpl tidak Terkena Letusan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Nilai Penting (%)

1 Salam Eugenia operculata 52,56

2 Huru batu Litsea glutinosa 44,57

3 Huru bodas Ficus padana 34,10

4 Pasang beureum Quercus lineata 28,79 5 Huru sintok Cinnamomum sintoc 23,75

6 Puspa Schima walichii 17,89

7 Segel Wormia excelsa 15,34

8 Anggrid Neonauclea lanceolata 14,85

9 Kendung Helicia serrata 9,07


(52)

11 Huru cabe Buchanania arborescens 8,03

12 Huru jeruk Litsea amara 7,82

13 Ki seueur Antidesma tentrandum 5,78 14 Ramo gencel Schefflera aromatica 5,33 15 Ki hujan Engelhardia spicata 4,74 16 Huru huut Litsea monopetala 4,28 17 Ki harendong Astronia spectabilis 3,76 18 Pasang beunyeur Literatur belum ditemukan 2,83 19 Huru minyak Lindera polyantha 2,71

20 Kiray Metroxylon spec 2,20

21 Lemo Litsea cubeba 0,94

22 Huru piit Eugenia occlusa 0,89 23 Jamuju Podocarpus imbricatus 0,86 24 Huru buah Beilschmiedia gemmiflora 0,86

Jumlah 300,00

Berdasarkan data pada Tabel 14 dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat pohon didominasi oleh jenis Salam(Eugenia operculata) dan Huru batu(Litsea glutinosa) dengan nilai INP adalah 52,56% dan 44,574%. v. Tingkat Herba dan Semak

Hasil analisis vegetasi tingkat herba dan semak dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Nilai Penting Tingkat Herba (2500 m dpl tidak Terkena Letusan) dan Semak

No Nama Lokal Nama Ilmiah Nilai Penting (%) 1 Bagedor paku Cyathea contaminans 34,77

2 Ilateun Agrostis infirma 30,64

3 Teklan Eupathorium riparicum 29,22

4 Arben Duchesnea indica 21,26

5 Harendong Melastoma malabathricum 13,21 6 Kirinyu Eupathorium oderata 8,94 7 Paku tangkur Selliguea heterocarpa 8,79 8 Ki urat beureum Plantago major 8,74 9 Kokosan Lansium domesticum 8,54

10 Canar Smilax celebica 8,35

11 Bubukuan bulu Sambucus javanica 5,70

12 Paku-pakuan Filices sp 5,60

13 Bungbrun Polygonum chinense 5,30 14 Paku munding Angipteris evecta 3,44 15 Bulu manik Literatur belum ditemukan 2,41 16 Pohpohan Buchanaria arborescens 1,42 17 Pinding Literatur belum ditemukan 1,23 18 Babadotan Ageratum conyzoides 1,23 19 Tarate gunung Gunnera macropylla 1,23


(1)

Lampiran 10 : Indeks Kemerataan (E)

Lokasi Pengamatan Tingkat vegetasi 2300 m dpl Terkena

Letusan

2300 m dpl Tidak Terkena Letusan

2500 m dpl Tekena Letusan

2500 m dpl Tidak Terkena Letusan

Semai 0.00 0.48 0.70 0.70

Pancang 0.00 0.04 0.76 0.86

Tiang 0.00 0.00 0.73 0.89

Pohon 0.00 0.00 0.60 0.80

Herba dan Semak 0.00 0.72 0.80 0.78

Liana dan Epifit 0.00 0.00 0.38 0.99

Lampiran 11 : Indeks Dominansi (C)

Lokasi Pengamatan Tingkat vegetasi 2300 m dpl Terkena

Letusan

2300 m dpl Tidak Terkena Letusan

2500 m dpl Tekena Letusan

2500 m dpl Tidak Terkena Letusan

Semai 0.000 0.665 0.250 0.193

Pancang 1.000 0.943 0.212 0.100

Tiang 1.000 1.000 0.283 0.108

Pohon 1.000 1.000 0.301 0.094

Herba dan Semak 0.000 0.020 0.179 0.103


(2)

Lampiran 12 : Indeks Kesamaan Komunitas (IS)

Ekosistem yang Dibandingkan Tingkat vegetasi

Hutan 2300 m dpl Hutan 2500 m dpl

Semai 0.00 20.92

Pancang 1.77 26.83

Tiang 19.44 31.35

Pohon 9.09 20.24

Herba dan Semak 0.00 49.26

Liana dan Epifit 0.00 3.51

Lampiran 13 : Daftar Nama Jenis Pohon di Gunung Papandayan

Nama Lokal Nama ilmiah Suku/famili

Anggrid Neonauclea lanceolata Rubiaceae

Cantigi Vaccinium lucidum Ericaceae

Huru batu Litsea glutinosa Lauraceae

Huru beureum Belum diketahui Belum diketahui Huru buah Beilschmiedia gemmiflora Lauraceae

Huru bodas Ficus padana Moraceae

Huru cabe Buchanania arborescens Vitaceae

Huri huut Litsea monopetala Lauraceae

Huru jeruk Litsea amara Lauraceae

Huru minyak Lindera polyantha Lauraceae

Huru piit Eugenia occlusa Myrtaceae

Huru sintok Cinnamomum sintoc Lauraceae Jamuju Podocarpus imbricatus Podocarpaceae Kayu manis Cinnamomum burmanni Lauraceae


(3)

Kendung Helicia serrata Proteaceae

Kiray Metroxylon spec Palmae

Ki banen Crypteronia peniculata Crypteroniaceae Ki harendong Astronia spectabilis Melastomaceae

Ki hujan Engelhardia spicata Fagaceae

Ki putri Padocarpus neriifolius Podocarpaceae

Ki sapu Eurya acuminata Theaceae

Ki seueur Antidesma tentrandum Euphorbiaceae

Ki teke Myrica javanica Myricaceae

Ki urat beureum Plantago major Plantaginaceae

Lemo Litsea cubeba Lauraceae

Pasang beureum Quercus lineata Pagaceae Pasang beunyeur Belum diketahui Pagaceae

Puspa Schima wallichii Theaceae

Ramo gencel Schefflera aromatica Aquifoliaceae

Salam Eugenia operculata Myrtaceae

Segel Wormia excelsa Dilleniaceae

Suwagi Vaccinium varingifolium Ericaceae

Lampiran 14 : Daftar Nama Jenis Tumbuhan Bawah di Gunung Papandayan

No Nama Lokal Nama Ilmiah Suku/Ilmiah

1 Anggrek Vanilla planifolia Orchidaceae

2 Arben Duchesnea indica Rosaceae

3 Areuy bulu Argyreia capitata Convolvulaceae

4 Babadotan Ageratum conyzoides Compositae

5 Bagedor paku Cyathea contaminans Cyatheaceae

6 Bubukuan bulu Sambucus javanica Caprifoliaceae


(4)

8 Bungbrun Polygonum chinense Polygo naceae

9 Canar Smilax celebica Smilaceae

10 Cocok bubu Argostemma montanum Rubiaceae

11 Edelweis Anaphalis javanica Compositae

12 Harendong Melastoma malabathricum Melastomaceae

13 Ilateun Agrostis infirma Actinidiaceae

14 Jajambuan Eugenia sp Myrtaceae

15 Kembang anting Belum diketahui Belum diketahui

16 Kirinyu Eupathorium oderata Melastomaceae

17 Ki urat beureum Plantago major Plantaginaceae

18 Kokosan Lansium domesticum Meliaceae

19 Paku-pakuan Filices sp Filices

20 Pakis bulu Belum diketahui Belum diketahui

21 Pakis munding Angiopteris evecta Filices

22 Paku andam Gleichania linearis Gleichaniaceae

23 Paku tangkur Selliguea heterocarpa Filices

24 Pinding Belum diketahui Belum diketahui

25 Pohpohan Buchanaria arborescens Laportea

26 Ramo giling Schefflera lucescens Araliaceae

27 Seureuh leuweung Piper sulcatum Piperaceae

28 Tarake gunung Gunnera macropylla Halorrhagidaceae


(5)

Lampiran 15 : Data Kimia Tanah

No Lokasi

Pengamatan

Kedalaman Tanah

pH

C-Organik

N-Total P- bray

P-Total Ca Mg K Na

0-20 cm 3.45 2.17 0.17 37.8 323.1 2.48 0.92 0.36 0,48

1 2300 m dpl

terkena letusan 20-40 cm 3.39 1.59 0.11 46.0 364.8 2.90 0.79 0.28 0,36

0-20 cm 3.57 6.69 0.46 4.6 260.1 4.68 2.06 0.42 0,56

2 2300 mdpl tidak

terkena letusan 20-40 cm 3.63 3.26 0.23 21.3 188.3 4.72 2.30 0.46 0,58

0-20 cm 3.84 1.00 0.09 23.0 218.5 3.30 1.45 0.36 0,54

3 2500 m dpl

terkena letusan 20-40 cm 3.75 6.52 0.38 6.6 73.9 4.27 1.68 0.48 0,56

0-20 cm 3.91 6.01 0.36 20.5 183.5 3.43 1.08 0.32 0,42

4 2500 m dpl tidak

terkena letusan 20-40 cm 3.68 6.60 0.42 21.3 221.9 2.90 0.86 0.30 0,36

No Lokasi

Pengamatan

Kedalaman Tanah

Al H Fe Cu Zn Mn KTK KB

0-20 cm 22,93 7,46 28,08 6,20 7,60 9,84 12.18 34.8

1 2300 m dpl

terkena letusan 20-40 cm 26,15 6,72 8,24 9,20 14,00 12,04 12.94 33.5

0-20 cm 9,04 1,90 3,16 0,72 4,48 8,88 18.65 41.4

2 2300 mdpl tidak

terkena letusan 20-40 cm 7,54 1,54 1,80 0,28 4,12 6,84 18.28 44.1

0-20 cm 21,31 2,74 5,12 1,96 3,36 7,44 22.45 25.2

3 2500 m dpl

terkena letusan 20-40 cm 7,06 1,16 13,80 1,20 1,80 26,16 25.12 27.8

0-20 cm 1,58 0,94 3,16 0,36 1,80 25,28 20.55 25.5

4 2500 m dpl tidak


(6)

Lampiran 16 : Data Fisik Tanah

Tekstur Tanah

No Lokasi

Pengamatan

Kedalaman

Tanah Pasir Debu Liat

0-20 cm 52.96 25.99 21.05

1 2300 m dpl terkena letusan

20-40 cm 45.95 24.81 29.24

0-20 cm 52.70 34.64 12.66

2 2300 mdpl tidak terkena letusan

20-40 cm 48.37 33.32 18.31

0-20 cm 26.90 41.59 31.51

3 2500 m dpl terkena letusan

20-40 cm 36.01 32.87 49.11

0-20 cm 57.60 24.43 18.27

4 2500 m dpl tidak terkena letusan