2.1.5. Respon Tubuh Terhadap Stres
Hans Selye 1976 telah melakukan riset terhadap 2 respon fisiologis tubuh terhadap stres yaitu : Local Adaptation Syndrome LAS dan General Adaptation
Syndrome GAS. 1. Local Adaptation Syndrome
Tubuh menghasilkan banyak respon setempat terhadap stres. Respon setempat ini termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap
cahaya dan lain-lain. Responnya berjangka pendek. Karakteristik dari LAS adalah:
a. Respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua sistem b. Respon bersifat adaptif, diperlukan stresor untuk menstimulasikannya
c. Respon bersifat jangka pendek dan tidak terus-menerus d. Respon bersifat resorative
Sebenarnya respon LAS ini banyak kita temui dalam kehidupan sehari-hari seperti yang diuraikan dibawah ini : Nasution, 2007
a. Respon inflamasi Respon ini distimulasi oleh adanya trauma dan infeksi. Respon ini memusatkan
diri hanya pada area tubuh yang trauma sehingga penyebaran inflamasi dapat dihambat dan proses penyembuhan dapat berlangsung cepat. Respon inflamasi
dibagi kedalam 3 fase : 1. Fase pertama :
Adanya perubahan sel dan sistem sirkulasi, dimulai dengan penyempitan pembuluh darah ditempat cedera dan secara bersamaan teraktifasinya kinin,
histamin, sel darah putih. Kinin berperan dalam memperbaiki permeabilitas kapiler sehingga protein, leukosit dan cairan yang lain dapat masuk ketempat yang
cedera tersebut. 2. Fase kedua :
Pelepasan eksudat. Eksudat adalah kombinasi cairan dan sel yang telah mati dan bahan lain yang dihasilkan di tempat cedera.
Universitas Sumatera Utara
3. Fase ketiga : Respon ini merupakan respon adaptif yang bertujuan melindungi tubuh dari
kerusakan lebih lanjut. Misalnya mengangkat kaki ketika bersentuhan dengan benda tajam.
2. General Adaptation syndrome GAS GAS merupakan respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stres. Sumiati,
2010 Respon yang terlibat didalamnya adalah sistem saraf otonom dan sistem endokrin. Di beberapa buku teks GAS sering disamakan dengan Sistem
Neuroendokrin. GAS terdiri dari beberapa fase, yaitu : a. Fase Alarm Waspada
Melibatkan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stresor. Reaksi psikologis “fight or flight’ dan reaksi fisiologis. Tanda fisik : curah
jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak organ tubuh terpengaruh, gejala stres
mempengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya tahan tubuh menurun. Fase alarm melibatkan mekanisme pertahanan dari tubuh seperti pengaktifan
hormon yang berakibat meningkatnya volume darah dan akhirnya menyiapkan individu untuk beraksi. Hormon lainnya dilepas untuk meningkatkan kadar gula
darah yang bertujuan untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi, teraktifasinya epinefrin dan norepinefrin mengakibatkan denyut jantung
meningkat dan peningkatan aliran darah ke otot. Peningkatan ambilan oksigen dan meningkatnya kewaspadaan mental.
Aktifitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk melakukan “respon melawan atau menghindar”. Respon ini bisa berlangsung dari menit sampai jam.
Bila stresor masih menetap maka individu akan masuk ke dalam fase resistensi.
Universitas Sumatera Utara
b. Fase Resistance Melawan Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis dan
pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba
mengatasi faktor-faktor penyebab stres. Gejala stres menurun atau tubuh kembali stabil bila denyut jantung, termasuk hormon, tekanan darah, cardiac output dan
lain-lain kembali normal. Individu tersebut berupaya beradaptasi terhadap stresor, jika ini berhasil tubuh akan memperbaiki sel-sel yang rusak. Bila gagal maka
individu tersebut akan jatuh pada tahapan terakhir dari GAS yaitu : Fase kehabisan tenaga.
c. Fase Exhaustion Kelelahan Merupakan fase perpanjangan stres yang belum dapat tertanggulangi pada fase
sebelumnya. Timbul gejala penyesuaian diri terhadap lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner dan lain-lain. Bila usaha
melawan tidak dapat diusahakan, maka kelelahan dapat mengakibatkan kematian. Tahap ini cadangan energi telah menipis atau habis, akibatnya tubuh tidak mampu
lagi menghadapi stres.
2.2. Sistem Saraf Simpatis