UIN Syarif Hidayatullah
c. Emulgator
Emulgator digunakan dalam proses emulsifikasi dan untuk mengontrol stabilitas emulsi selama penyimpanan Mohammed Haneefa, et al., 2013;
Vikas et al., 2012; Panwaret al., 2011. Emulgator bekerja dengan adsorpsi pada daerah antarmuka cair-cair sehingga membentuk film antarmuka. Film
ini memerankan dua fungsi, 1 menurunkan tegangan antarmuka antara dua cairan dan ketidakstabilan termodinamika sistem yang disebabkan oleh
peningkatan daerah antarmuka antara dua fase cair tersebut, 2 menurunkan laju koalesen partikel cairan terdispersi dengan adanya pembentukan barrier
mekanik, steric danatau elektrik di sekitarnya. Barrier sterik dan elektrik menghambat pendekatan yang erat antar partikel. Barrier mekanik
meningkatkan resistensi partikel terdispersi terhadap goncangan mekanik dan mencegah koalesensi antar partikel Rosen dan Kunjappu, 2012.
d. Gelling Agent
Gelling agent digunakan untuk meningkatkan konsistensi sediaan dan berfungsi sebagai thickening agent Mohammed Haneefaet al., 2013; Vikas et
al., 2012; Panwar et al., 2011. Gelling agent adalah polimer yang membentuk matriks tiga dimensi karena adanya derajat sambung silang yang
tinggi atau asosiasi ketika dihidrasi dan didispersikandilarutkan didalam pelarutnya yang sesuai. Umumnya, gelling agent digunakan pada konsentrasi
0,5-10, membatasi pergerakan pelarut dengan menjerap pelarut tersebut sehingga dapat meningkatkan viskositas. Gelling agent yang digunakan luas
penggunaannya di industri meliputi karbomer karbopol, turunan selulosa, poloxamer Pluronic dan gum alam seperti akasia, natrium alginat, xanthan
gum dan tragakan Desai dan Mary Lee, 2007.
e. Peningkat Penetrasi
Di dalam formula emulgel, umumnya terdapat senyawa peningkat penetrasi. Peningkat penetrasi digunakan untuk meningkatkan absorpsi obat
dengan cara mengganggu barrier kulit, menyebabkan fluidisasi jaringan lipid antara korneosit-korneosit, mengubah partisi obat ke dalam kulit atau
UIN Syarif Hidayatullah
meningkatkan transpor obat ke dalam kulit. Beberapa contoh Peningkat penetrasi yang digunakan yaitu asam oleat, lesitin, clove oil, mentol dan asam
linoleat Mohammed Haneefa et al., 2013; Vikas et al., 2012; Panwar et al., 2011.
2.9 Minyak Dedak PadiRice Bran Oil
Rice bran oil adalah minyak yang diekstraksi dari lapisan luar butiran padi dengan sejumlah lembaga biji Nasir et al., 2009. Rice bran oil atau minyak
dedak padi dapat diekstraksi dari dedak padi dengan pelarut menggunakan n- heksana food grade atau dengan ohmic heating dan supercritical fluid extraction.
Minyak dedak padi mentah yang diperoleh dari ekstraksi dengan pelarut kemudian dimurnikan secara fisik dan kimia agar didapatkan spesifikasi minyak
sayur yang layak dimakan Patel dan Naik, 2004. Rice bran oil berwarna kuning pucat, jernih pada suhu 20
o
C, tak berbau dengan indeks asam 0,50. Densitas minyak pada suhu 20
o
C berkisar antara 0,920 dan 0,930; indeks refraktif pada 20
o
C 1,471-1,475; rasa manis ringan Cicero et al., 2005.
Rice bran oil mengandung komposisi seimbang antara asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh serta mengandung sumber vitamin E, antioksidan, oryzanol
dan mikronutrien lainnya Nguyen, 2011. RBO mengandung asam lemak tak jenuh berupa asam oleat 38,4, asam linoleat 34,4 dan asam linolenat
2,2. Selain itu juga mengandung asam lemak jenuh berupa asam palmitat 21,5 dan asam stearat 2,9. Komposisi rice bran oil mentah yang tak
tersaponifikasi mengandung komponen antioksidan yaitu tokoferoltokotrienol hingga 300 mgkg vitamin E dan gamma-oryzanol hingga 3000 mgkg
Juliano et al., 2005. Konsentrasi kandungan antioksidan dalam rice bran oil dapat bervariasi tergantung asal masing-masing padi yang digunakan Arab et
al., 2011. Berbeda dari minyak sayur olahan, minyak dedak padi mentah kaya akan fraksi tak tersaponifikasi hingga 5 terutama terdiri dari sterol 43,
triterpen alkohol 28 4-metil-sterol 10 dan komponen yang kurang polar 19. Fitosterol yang terkandung didalamnya meliputi -sitosterol 900 mg,
UIN Syarif Hidayatullah
kampesterol 500 mg, stigmasterol β50 mg, skualen γβ0 mg dan - oryzanol Cicero et al., 2005.
2.10 Tween 80