Optimasi Carbopol 940 sebagai Gelling Agent dan Gliserin sebagai Humectant dalam emulgel minyak cengkeh sebagai penyembuh jerawat dengan aplikasi desain faktorial.

(1)

xviii INTISARI

Sifat fisik emulgel dipengaruhi oleh bahan dan jumlah bahan yang digunakan. Carbopol 940 merupakan bahan yang digunakan sebagai gelling agent dalam emulgel dan berfungsi membuat sistem gel dan dapat meningkatkan viskositas sediaan emulgel. Gliserin digunakan sebagai humectant dan berfungsi untuk meningkatkan konsistensi serta mencegah hilangnya lembab dari sediaan emulgel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari variasi level carbopol 940 dan gliserin serta interaksi keduanya terhadap sifat fisik emulgel minyak cengkeh, dan memprediksi formula optimum pada level yang diteliti.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni menggunakan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level. Sifat fisik emulgel yang diamati meliputi viskositas, daya sebar dan melihat stabilitas emulgel, yaitu dengan perbandingan viskositas 48 jam dan setelah 1 bulan penyimpanan. Analisis data menggunakan R-12.4.1 untuk mengetahui signifikansi (p<0.05) dari setiap faktor dan interaksinya dalam memberikan efek.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa carbopol 940 dan gliserin memberikan efek yang signifikan terhadap viskositas dan daya sebar emulgel minyak cengkeh, sedangkan interaksi keduanya tidak memberikan efek. Carbopol 940, gliserin dan interaksi keduanya tidak memberikan efek yang signifikan terhadap pergeseran vikskositas emulgel minyak cengkeh. Selain itu, area optimum yang didapat sudah tervalidasi dan menunjukkan sifat fisik yang dikehendaki.

Kata kunci : carbopol 940, gelling agent, gliserin, humectant, emulgel, minyak cengkeh, dan desain faktorial.


(2)

xix ABSTRACT

Physical properties of emulgel are affected by composition of each ingredient used in its formulation. Carbopol 940 used as the gelling agent in emulgel formulation which provides gelation system and increases the viscosity of emulgel. Glycerin used as humectant in emulgel formulation which increases the consistency and prevents loss of water from emulgel dosage form. This study aimed to determine the effect of variations in the level of carbopol 940 and glycerin and interactions both on the physical properties of clove oil emulgel, and to predict the optimum formula on the level studied.

This research was purely experimental research by using factorial design with two-factor and two levels. Observed physical properties were focused on viscosity, spreadability and stability of emulgel, which was viscosity shift between the viscosity of 48 hours and after 1 month of storage. The data were analyzed by using R-12.4.1 to determine the significance (p<0.05) of each factor and their interactions in affecting the physical properties.

The results showed that the carbopol 940 and glycerin provided significant effect on viscosity and spredability of clove oil emulgel, while the interaction of the two had no effect. Carbopol 940, glycerine and their interactions had no significant effect on the viscosity shift of clove oil emulgel. Besides, the validated optimum area of formula was preformed.

Keywords: carbopol 940, gelling agent, glycerin, humectant, emulgel, clove oil, and factorial design.


(3)

OPTIMASI CARBOPOL 940 SEBAGAI GELLING AGENT

DAN GLISERIN SEBAGAI HUMECTANT DALAM

EMULGEL MINYAK CENGKEH SEBAGAI PENYEMBUH JERAWAT DENGAN APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memenuhi Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Melisa Silvia Angelina Wiyaya NIM : 098114043

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

OPTIMASI CARBOPOL 940 SEBAGAI GELLING AGENT

DAN GLISERIN SEBAGAI HUMECTANT DALAM

EMULGEL MINYAK CENGKEH SEBAGAI PENYEMBUH JERAWAT DENGAN APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memenuhi Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Melisa Silvia Angelina Wiyaya NIM : 098114043

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

ii


(6)

iii


(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Don’t give up on things when you think

you can fight for it!!

God will make the way, when there seems to be no way..

Don’t think and don’t worry..if the time comes you’ll know what to do..

I dedicate my work to :

my dearest God

my Mommy and Daddy

my brothers, Stanley and Verian

my almamater, Sanata Dharma University


(8)

(9)

(10)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Optimasi Carbopol 940 sebagai Gelling Agent dan Gliserin sebagai Humectant dalam Emulgel Minyak Cengkeh sebagai Penyembuh Jerawat dengan Aplikasi Desain Faktorial” ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) program studi Farmasi.

Sepanjang proses perkuliahan selama menempuh masa studi S1 sampai penyusunan skripsi ini selesai, penulis menerima dukungan dari berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orang tua penulis, yang telah memberikan kehidupan yang luar biasa kepada penulis dan selalu berdoa, memberikan semangat, perhatian, dukungan dan motivasi kepada penulis.

2. Bapak Ipang Djunarko, M. Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ibu C. M. Ratna Rini Nastiti, M. Pharm., Apt., selaku Kaprodi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan waktu, bimbingan, pengarahan, masukan, semangat serta motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Rini Dwiastuti, M. Sc., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan waktu, masukan, kritik dan saran kepada penulis.


(11)

viii

5. Bapak Enade Perdana Istyastono, Ph. D., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan waktu, masukan, kritik dan saran kepada penulis.

6. Ibu Dra. Lily Widjaja, M.Si., Apt., yang telah membantu dalam pengadaan minyak daun cengkeh.

7. Segenap dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mengajar dan membimbing penulis selama perkuliahan.

8. Pak Musrifin, Pak Agung, Pak Iswandi, Pak Ottok, Pak Mukmin, Pak Parlan, Pak Heru serta laboran-laboran lain yang telah membantu penulis selama penelitian.

9. Kakak-kakak penulis, Stanley dan Verian atas semangat, dukungan dan masukan yang diberikan.

10.Yulio Nur Aji Surya yang selalu menemani, mendengarkan, memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

11.Teman-teman skripsi yang senasib sepenanggungan Anta, Lani, Jenny, Selvia dan Lisu atas kebersamaan baik suka maupun duka selama ini.

12.Teman-teman skripsi lantai 1 Oni, Evy, Wisnu dan Hendrik atas kebersamaan yang telah diberikan.

13.Sahabat-sahabatku Indri, Jessica, Steffi, Meland, Via, Novi, Dinda, Ina, Mariteh, Adel, Itin, Reza, Listya, dan Shinta, atas doa, semangat, dukungan dan motivasinya selama ini dan atas persahabatan yang berkesan dari kemarin, hari ini dan untuk selamanya.

14.Teman-teman angkatan 2009 atas kebersamaan yang tidak terlupakan yang memberi warna bagi masa perkuliahan penulis.


(12)

ix

15.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu karena keterbatasan penulis, terima kasih untuk bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa laporan akhir skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari seluruh pihak. Penulis berharap semoga laporan akhir skripsi ini dapat berguna bagi seluruh pihak, terutama dalam bidang farmasi.

Yogyakarta, 7 Januari 2013


(13)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

INTISARI ... xviii

ABSTRACT ... xix

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Keaslian Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 5

1. Manfaat teoretis ... 5

2. Manfaat metodologis ... 5


(14)

xi

E. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan umum ... 6

2. Tujuan khusus ... 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 7

A. Jerawat... 7

B. Minyak Cengkeh ... 8

1. Kandungan kimia ... 9

2. Kegunaan... 9

C. Emulgel ... 10

D. Carbopol ... 11

E. Gliserin ... 12

F. Sifat Fisik dan Metode Evaluasi Sediaan Topikal ... 13

1. Indeks bias ... 13

2. Berat Jenis ... 13

3. pH ... 13

4. Viskositas ... 13

5. Daya Sebar ... 14

G. Desain Faktorial ... 14

H. Landasan Teori ... 16

I. Hipotesis ... 17

BAB III. METODE PENELITIAN ... 18

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 18


(15)

xii

1. Variabel penelitian ... 18

2. Definisi operasional ... 19

C. Alat ... 22

D. Bahan ... 22

E. Tata Cara Penelitian ... 23

1. Verifikasi minyak cengkeh ... 23

2. Formula ... 24

3. Pembuatan emulgel minyak cengkeh ... 25

4. Uji iritasi primer emulgel minyak cengkeh ... 26

5. Uji pH emulgel minyak cengkeh ... 26

6. Uji sifat fisik emulgel minyak cengkeh ... 26

7. Uji daya antibakteri emulgel minyak cengkeh terhadap Staphylococcus epidermidis ... 27

F. Analisis Hasil ... 29

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Identifikasi dan Verifikasi Minyak Cengkeh ... 30

B. Pembuatan Emulgel Minyak Cengkeh ... 31

C. Uji Iritasi Primer Emulgel Minyak Cengkeh ... 34

D. Uji pH Emulgel Minyak Cengkeh ... 34

E. Karakterisasi Sifat Fisik Emulgel Minyak Cengkeh ... 35

F. Efek Penambahan Carbopol 940 dan Gliserin, serta Interaksinya dalam Menentukan Sifat Fisik Emulgel Minyak Cengkeh ... 37


(16)

xiii

2. Uji kesamaan varians ... 39

3. Respon viskositas ... 40

4. Respon daya sebar ... 42

G. Superimposed Contour Plot Emulgel Minyak Cengkeh ... 45

H. Validasi Superimposed Contour Plot Emulgel Minyak Cengkeh ... 46

I. Stabilitas Emulgel Minyak Cengkeh ... 47

J. Daya Antibakteri Emulgel Minyak Cengkeh ... 49

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

A. Kesimpulan ... 54

B. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

LAMPIRAN ... 59


(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Formula emulgel minyak cengkeh yang telah dimodifikasi ... 24

Tabel II. Level rendah dan level tinggi carbopol 940 dan gliserin pada formula emulgel minyak cengkeh (berdasarkan hasil orientasi) ... 24

Tabel III. Formula emulgel minyak cengkeh ... 25

Tabel IV. Hasil verifikasi minyak cengkeh ( ̅ ± SD) ... 30

Tabel V. Uji pH emulgel minyak cengkeh ... 35

Tabel VI. Jumlah penggunaan carbopol 940 dan gliserin dalam formula emulgel minyak cengkeh ... 36

Tabel VII. Sifat fisik emulgel minyak cengkeh ( ̅ ± SD) ... 37

Tabel VIII. Uji normalitas data viskositas dan daya sebar ... 39

Tabel IX. Levene’s test uji viskositas dan daya sebar ... 39

Tabel X. Efek carbopol 940 dan gliserin serta interaksinya dalam menentukan respon viskositas ... 40

Tabel XI. Efek carbopol 940 dan gliserin serta interaksinya dalam menentukan respon daya sebar ... 42

Tabel XII. Validasi Superimposed contour plot emulgel minyak cengkeh ... 46

Tabel XIII. Pergeseran viskositas emulgel minyak cengkeh ( ̅ ± SD) ... 47

Tabel XIV. Uji normalitas data pergeseran viskositas ... 48

Table XV. Levene’s test pergeseran viskositas ... 48

Tabel XVI. Efek carbopol 940 dan gliserin serta interaksinya dalam menentukan respon pergeseran viskositas ... 48


(18)

xv

Tabel XVII. Hasil pengujian zona hambat emulgel minyak cengkeh

( ̅ ± SD) ... 51 Tabel XVIII. Uji normalitas daya antibakteri... 51 Tabel XIX. Uji daya antibakteri emulgel minyak cengkeh ... 51


(19)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Folikel yang terinfeksi dan timbul jerawat (acne) ... 7

Gambar 2. Struktur carbopol ... 11

Gambar 3. Rumus bangun gliserin ... 12

Gambar 4. Uji iritasi primer 48 jam ... 34

Gambar 5. Grafik hubungan carbopol 940 terhadap respon viskositas setelah 48 jam ... 41

Gambar 6. Grafik hubungan gliserin terhadap respon viskositas setelah 48 jam ... 41

Gambar 7. Grafik hubungan carbopol 940 terhadap respon daya sebar setelah 48 jam ... 44

Gambar 8. Grafik hubungan gliserin terhadap respon daya sebar setelah 48 jam ... 44

Gambar 9. Superimposed contour plot emulgel minyak cengkeh ... 45

Gambar 10. Emulgel minyak cengkeh pada penyimpanan selama satu bulan .... 49


(20)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Certificate of Analysis Clove Stem Oil Dark ... 59

Lampiran 2. Sertifikat Hasil Uji Staphylococcus epidermidis ... 60

Lampiran 3. Verifikasi Minyak Cengkeh ... 61

Lampiran 4. Uji Normalitas Data Viskositas, Daya Sebar, Pergeseran Viskositas dan Zona Hambat ... 62

Lampiran 5. Uji Iritasi Primer Emulgel Minyak Cengkeh ... 63

Lampiran 6. Uji pH Emulgel Minyak Cengkeh ... 64

Lampiran 7. Hasil Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Emulgel Minyak Cengkeh ... 65

Lampiran 8. Hasil Analisis Menggunakan R-12.4.1 ... 67

Lampiran 9. Grafik Hasil Orientasi ... 73

Lampiran 10. Hasil Contour Plot masing-masing Respon ... 76

Lampiran 11. Uji Validasi Superimposed Contour Plot ... 77

Lampiran 12. Hasil Uji Zona Hambat Emulgel Minyak Cengkeh terhadap Staphylococcus epidermidis ... 78

Lampiran 13. Moisture Content Carbopol 940 Uji Validasi Superimposed Contour Plot ... 82


(21)

xviii INTISARI

Sifat fisik emulgel dipengaruhi oleh bahan dan jumlah bahan yang digunakan. Carbopol 940 merupakan bahan yang digunakan sebagai gelling agent dalam emulgel dan berfungsi membuat sistem gel dan dapat meningkatkan viskositas sediaan emulgel. Gliserin digunakan sebagai humectant dan berfungsi untuk meningkatkan konsistensi serta mencegah hilangnya lembab dari sediaan emulgel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari variasi level carbopol 940 dan gliserin serta interaksi keduanya terhadap sifat fisik emulgel minyak cengkeh, dan memprediksi formula optimum pada level yang diteliti.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni menggunakan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level. Sifat fisik emulgel yang diamati meliputi viskositas, daya sebar dan melihat stabilitas emulgel, yaitu dengan perbandingan viskositas 48 jam dan setelah 1 bulan penyimpanan. Analisis data menggunakan R-12.4.1 untuk mengetahui signifikansi (p<0.05) dari setiap faktor dan interaksinya dalam memberikan efek.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa carbopol 940 dan gliserin memberikan efek yang signifikan terhadap viskositas dan daya sebar emulgel minyak cengkeh, sedangkan interaksi keduanya tidak memberikan efek. Carbopol 940, gliserin dan interaksi keduanya tidak memberikan efek yang signifikan terhadap pergeseran vikskositas emulgel minyak cengkeh. Selain itu, area optimum yang didapat sudah tervalidasi dan menunjukkan sifat fisik yang dikehendaki.

Kata kunci : carbopol 940, gelling agent, gliserin, humectant, emulgel, minyak cengkeh, dan desain faktorial.


(22)

xix ABSTRACT

Physical properties of emulgel are affected by composition of each ingredient used in its formulation. Carbopol 940 used as the gelling agent in emulgel formulation which provides gelation system and increases the viscosity of emulgel. Glycerin used as humectant in emulgel formulation which increases the consistency and prevents loss of water from emulgel dosage form. This study aimed to determine the effect of variations in the level of carbopol 940 and glycerin and interactions both on the physical properties of clove oil emulgel, and to predict the optimum formula on the level studied.

This research was purely experimental research by using factorial design with two-factor and two levels. Observed physical properties were focused on viscosity, spreadability and stability of emulgel, which was viscosity shift between the viscosity of 48 hours and after 1 month of storage. The data were analyzed by using R-12.4.1 to determine the significance (p<0.05) of each factor and their interactions in affecting the physical properties.

The results showed that the carbopol 940 and glycerin provided significant effect on viscosity and spredability of clove oil emulgel, while the interaction of the two had no effect. Carbopol 940, glycerine and their interactions had no significant effect on the viscosity shift of clove oil emulgel. Besides, the validated optimum area of formula was preformed.

Keywords: carbopol 940, gelling agent, glycerin, humectant, emulgel, clove oil, and factorial design.


(23)

1 BAB I PENGANTAR

A. LATAR BELAKANG

Penampilan merupakan hal yang sangat diperhatikan oleh setiap orang baik pria maupun wanita. Dengan penampilan yang baik, maka orang-orang akan merasa lebih percaya diri. Salah satu masalah dari penampilan yang dihadapi oleh masyarakat sekarang ini adalah masalah kulit, terutama bagian wajah, yaitu jerawat. Jerawat atau akne merupakan bentuk inflamasi yang disebabkan oleh sekresi sebum yang berlebihan dari kelenjar sebasea. Banyak faktor yang dapat memperparah jerawat, salah satunya karena bakteri dapat berkembang biak di daerah akne, yaitu Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus (Price and Wilson, 1985).

Minyak cengkeh yang berasal dari daun memiliki kandungan eugenol 82,87%, di mana eugenol memiliki aktivitas biologis seperti antibakteri, antijamur dan antioksidan (Guenther, 1990). Menurut Lis-Balchin (2006), minyak cengkeh memiliki sensitivitas dan bersifat iritatif pada konsentrasi 20% dalam salep dan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2010), didapatkan bahwa konsentrasi minyak cengkeh sebesar 15% sudah dapat menghasilkan zona jernih yang artinya sudah dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis. Berdasarkan sifat dari minyak cengkeh tersebut, maka minyak cengkeh dapat digunakan sebagai zat aktif antibakteri pada konsentrasi 15%, tetapi jika minyak cengkeh digunakan dengan pelarut aromatis akan sulit pada


(24)

saat pengaplikasian karena berbentuk cairan, maka untuk mempermudah pada saat pengaplikasian minyak cengkeh diformulasikan ke dalam sediaan semisolid.

Emulgel merupakan gabungan dari 2 sistem, yaitu sistem emulsi dalam sistem gel. Emulsi memiliki kelebihan, yaitu dapat dengan mudah menembus kulit dan dapat dengan mudah dicuci, emulsi juga cocok untuk kulit kering (Bhanu, Shanmugam, and Lakshmi, 2011). Dalam emulgel mengandung fase minyak, maka dengan adanya sistem gel sediaan topikal ini lebih nyaman digunakan karena dapat memberikan sensasi dingin pada kulit karena kandungan airnya tinggi.

Dalam pembuatan emulgel ini perlu gelling agent memegang peranan penting karena dengan sistem gel akan meningkatkan viskositas dari sediaan. Humectant dapat berfungsi untuk menjaga konsistensi lembab dari sediaan, yaitu dengan mempertahankan kandungan air pada emulgel. Menurut Islam et al. (2004), carbopol 940 merupakan gelling agent yang memiliki viskositas tinggi pada konsentrasi yang rendah. Gliserin merupakan humectant yang berasal dari lemak tumbuhan, sehingga gliserin aman digunakan pada sediaan topikal (Rowe, Sheskey and Quinn, 2009; Highland, 2011).

Pada formulasi sediaan emulgel minyak cengkeh ini perlu adanya optimasi penggunaan carbopol 940 sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humectant agar didapat sediaan emulgel yang memiliki kriteria sifat fisik yang ditentukan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah desain faktorial pada dua faktor dan dua level. Metode ini mampu memberikan informasi tentang efek yang dominan antara carbopol 940, gliserin dan interaksi keduanya dalam menentukan


(25)

3

sifat fisik, meliputi viskositas dan daya sebar, serta stabilitas, yaitu pergeseran viskositas. Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini diharapkan mampu memberikan area komposisi emulgel minyak cengkeh sebagai penyembuh jerawat yang optimal dengan sifat sifat fisik dan stabilitas yang ditentukan.

1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang ada adalah sebagai berikut:

a. Manakah yang paling dominan antara carbopol 940, gliserin dan interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas emulgel minyak cengkeh?

b. Apakah dapat diperoleh area komposisi optimum carbopol 940 dengan gliserin yang diprediksi sebagai formula optimum yang memiliki kriteria sifat fisik emulgel minyak cengkeh yang telah ditentukan?

2. Keaslian Penelitian

Adapun penelitian yang terkait yang pernah dilakukan oleh Suryarini (2011), yaitu “Pengaruh Tween 80 dan Span sebagai Emulsifying Agent Terhadap Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Emulgel Antiacne Minyak Cengkeh (Oleum caryophilli) : Aplikasi Desain Faktorial”. Dalam penelitian ini faktor yang ditentukan dalam menentukan sifat fisik emulgel minyak cengkeh adalah Tween 80 dan Span 80.


(26)

Pada penelitian Kusuma (2010) berjudul “Perbandingan Daya Antibakteri Krim Antiacne Minyak Cengkeh dengan Emulgel Antiacne

Minyak Cengkeh Terhadap Staphylococcus epidermidis. Dalam penelitian ini, yang dilakukan adalah membandingkan daya antibakteri dari dua sediaan yang berbeda dengan zat aktif yang sama, yaitu minyak cengkeh. Didapat bahwa minyak cengkeh dengan kadar 15% sudah dapat memberikan zona hambat terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis.

Pada penelitian berjudul “Optimasi Formula Gel Antiacne Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa blimbo L.) Menggunakan Gelling Agent

Carbopol 940 dan Humectant Gliserin-Aplikasi Metode Desain Faktorial” (Pamuji, 2009), faktor yang ditentukan adalah gelling agent carbopol 940 dan humectant gliserin karena berpengaruh terhadap respon sifak fisik dan stabilitas gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh.

Pada penelitian Khullar et al. (2012), Formulation and Evaluation of Mefenamic Acid Emulgel for Topical Delivery, meneliti tentang emulgel dengan zat aktif asam mefenamat yang berfungsi sebagai analgesik antiinflamasi pada penggunaan topikal dengan menggunakan carbopol 940 sebagai agen pembentuk gel. Dalam penelitian ini dikatakan bahwa emulgel merupakan sistem penghantaran obat yang baik pada zat aktif yang bersifat hidrofobik.

Penelitian berjudul Development and Optimization of Novel Diclofenac Emulgel for Topical Drug Delivery (Bhanu et al. 2011) yang dilakukan adalah membuat emulgel dengan zat aktif diklofenak tanpa isopropil alkohol karena isopropil alkohol dapat menimbulkan iritasi pada kulit.


(27)

5

Pada penelitian Mohamed (2004) berjudul Optimization of Chlorphenesin Emulgel Formulation, yang dilakukan adalah membandingkan dua formula emulgel dengan menggunakan gelling agent yang berbeda, yaitu hydroxypropylmethyl cellulose (HPMC) and Carbopol 934 terkait dengan masalah reologi dan pelepasan zat aktif menggunakan aplikasi desain faktorial.

Sejauh penelusuran pustaka yang telah dilakukan penulis penelitian tentang Optimasi Carbopol 940 sebagai Gelling Agent dan Gliserin sebagai Humectant dalam Emulgel Minyak Cengkeh sebagai Penyembuh Jerawat dengan Aplikasi Desain Faktorial belum pernah dilakukan.

3. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoretis

Manfaat teoretis dalam penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan mengenai efek penambahan carbopol 940 sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humectant terhadap sifat fisik dan stabilitas emulgel minyak cengkeh dan aplikasi desain faktorial dalam analisis pengaruh tersebut.

b. Manfaat metodologis

Manfaat metodologis dalam penelitian ini adalah untuk menambah informasi dalam bidang kefarmasian mengenai penggunaan desain faktorial dan pengujian statistika dalam mengamati efek penambahan carbopol 940 sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humectant terhadap sifat fisik dan stabilitas emulgel minyak cengkeh.


(28)

c. Manfaat praktis

Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah untuk menghasilkan formula optimal emulgel minyak cengkeh dengan sifat-sifat fisik yang diharapkan yang dapat diterima oleh masyarakat.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah membuat sediaan emulgel dengan zat aktif berupa minyak cengkeh (Oleum caryophilli) yang memenuhi kriteria sifat fisik yang ditentukan.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui faktor paling dominan antara carbopol 940, gliserin dan interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas emulgel minyak cengkeh.

b. Mengetahui area komposisi optimum carbopol 940 dengan gliserin yang diprediksikan sebagai formula optimum emulgel minyak cengkeh yang memiliki kriteria sifat fisik yang telah ditentukan.


(29)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Jerawat (Acne)

Jerawat disebut juga akne, acne, atau acne vulgaris. Jerawat merupakan suatu proses peradangan kronik kelenjar sebasea. Penyakit ini dapat bersifat minor dengan hanya komedo atau peradangan dengan kista. Jerawar biasanya disebabkan oleh tingginya sekresi sebum. Hal-hal yang dapat mempengaruhi produksi sebum adalah hormon androgen, kosmetik, obat-obatan dan faktor mekanik. Biasanya jerawat disertai dengan sakit dan nyeri serta menjadi tidak sedap dipandang dan paling sering terdapat di wajah. Gejala klasik dari jerawat adalah hasil dari kelebihan produksi sebum oleh kelenjar sebasea (Price and Wilson, 1985).

Gambar 1. Folikel yang terinfeksi dan timbul jerawat (acne) (Bean, 2009)


(30)

Jerawat (acne vulgaris) adalah infeksi kulit yang biasanya diperparah oleh serangan bakteri pada pori-pori tersumbat. Pori-pori menjadi tersumbat ketika minyak yang diproduksi di dalamnya membeku atau dikombinasikan dengan sel-sel kulit mati-, debu, kotoran, dan kontaminan baik lainnya. Setelah pori-pori tersumbat, maka bakteri di udara memiliki kesempatan untuk bekerja, kemudian akan menghasilkan komedo, whitehead atau pustule (Singh, Yadav, Nayak and Hatwar, 2012).

Bakteri yang dapat memperparah akne adalah Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus. Bakteri Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri gram positif dan banyak ditemukan di kulit dan membran mukosa (Madigan, Martinko, Dunlap and Clark, 2009). Sekali saja aliran sebum ke permukaan dihambat oleh komedo, akan menghasilkan lipase yang mengubah sistem trigliserida menjadi asam lemak bebas yang akan menghasilkan respon peradangan pada dermis. Peradangan ini akan menyebabkan terbentuknya papula eriteatosa, pustule yang meradang dan kista yang juga meradang (Price and Wilson, 1985).

B. Minyak cengkeh

Minyak cengkeh berasal dari minyak essensial yang berasal dari tanaman cengkeh (Eugenia aromaticum Thund.). Minyak cengkeh merupakan minyak atsiri yang mudah menguap (Panda, 2004). Minyak cengkeh berupa cairan berwarna kuning kecoklatan yang akan semakin gelap pada penyimpanan lama (aging), tidak larut dalam air, larut 2 bagian dalam 70% etanol; sangat larut dalam


(31)

9

alkohol kuat, eter, asam asetat glasial (Reineccius, 1998), dan bau serta rasanya bersifat mirip rempah, berbau aromatik kuat dan tahan lama (Guenther, 1990).

1. Kandungan Kimia

Kualitas minyak cengkeh dievaluasi dari kandungan fenol, terutama eugenol. Kandungan fenol dan bobot jenis dari minyak cengkeh ini dipengaruhi oleh kondisi dari tanaman cengkeh. Menurut Smith (1946), bobot jenis minyak cengkeh adalah 1,036-1,044 (cit., Guenther, 1990). Menurut Panda (2005), minyak cengkeh memiliki indeks bias 1,5231-1,5350 dan bobot jenis 1,036-1,046g/mL. Kandungan dalam minyak cengkeh terdiri dari eugenol (82,87%), eugenyl acetate (7,33%), α-ylangene (0,43%), 2-heptanon (0,07%), caryophyllene (9,12%), α- dan β-humulene (1,66%), m-methoxy benzaldehyde (0,39%) dan benzyl alcohol (0,07%) (Reineccius, 1998). Konstituen utama minyak cengkeh adalah eugenol dan derivat asetilnya, dan eugenol memiliki titik didih pada 255°C, tetapi karena tidak larut dalam air, maka akan terbentuk komponen dengan air, sehingga akan menguap pada suhu di bawah titik didih air (Williamson and Masters, 2010).

2. Kegunaan

Minyak cengkeh mempunyai sifat stimulan, anestetik, karminatif, antiemetik, antiseptik dan antispasmodik, serta karena minyak cengkeh memiliki kandungan eugenol di dalamnya, maka minyak cengkeh memiliki sifat antiseptik dan bakterisidal (Nurdjanah, 2004; Guenther, 1990). Minyak cengkeh memiliki


(32)

aktivitas sebagai antibakteri pada beberapa mikroba patogen, seperti : S. aureus, S. epidermidis, B. subtilis, B. cereus, Bacillus sp., Listeria monocytogenes, Kleibsiella sp., dan Micrococcus aerogenosa (Gupta, Garg, Uniyal and Kumari, 2008).

C. Emulgel

Emulgel adalah emulsi, baik dari jenis minyak dalam air atau air dalam minyak, yang menjadi gel setelah menambahkan gelling agent (Mohamed, 2004). Emulgel merupakan sistem penghantaran obat yang baik untuk zat aktif yang bersifat hidrofobik dan memiliki rilis sistem kontrol ganda, yaitu emulsi dan gel (Khullar, Kumar, Seth, and Saini, 2012; Deveda, Jain, Vyas, Khambete, and Jain, 2010). Emulsi yang bersifat minyak-dalam-air dapat digunakan untuk obat yang tidak larut dalam air dan dapat melindungi zat aktif di dalamnya, serta memiliki kemampuan penetrasi yang baik (Jain, Gautam, Gupta, Khambete, and Jain, 2010; Allen, 2002). Gel untuk penggunaan dermatologi memiliki sifat yang menguntungkan antara lain kental, greaseless, nonstaining, mudah menyebar, mudah dilepas, emollient, kompatibel dengan beberapa eksipien, dan larut air (Bhanu, et al., 2011).

Emulgel dibuat dengan cara mencampurkan emulsi dan gel pada perbandingan tertentu. Pada formula emulgel terdapat bahan tambahan yang digunakan agar membentuk bentuk sediaan yang stabil, yaitu :

1. Emulsifying agent untuk menghasilkan emulsi yang stabil, dengan menurunkan tegangan muak antar fase pendispersi dan fase terdispersi, yang


(33)

11

pada umumnya memiliki perbedaan polaritas sehingga tidak dapat bercampur (Pena,1990).

2. Gelling agent digunakan membentuk tiga ikatan dimensional yang akan membatasi gerak kinetik dari fase pendispersi, dengan ini maka akan meningkatkan viskositas dari suatu sediaan (Rowe et al., 2009).

D. Carbopol

Carbopol atau disebut juga carbomer merupakan salah satu gelling agent untuk menghasilkan gel maupun emulgel dengan karakteristik tertentu. Secara kimia, Carbomer merupakan polimer sintetik dengan bobot molekul tinggi dari asam akrilat (Rowe, et al., 2009).

Gambar 2. Struktur carbopol (Rowe, et al., 2009)

Adapun mekanisme pengentalan yang terjadi pada carbomer adalah reaksi netralisasi pada bagian asam karboksilat ke bentuk garamnya sehingga dapat menghasilkan bentuk gel yang jernih dengan viskositas yang optimum pada pH 7 (Conteras and Sanchez, 2001). Carbomer memiliki viskositas yang baik dan dapat memberikan pelepasan zat aktif yang baik pula (Patil 2005). Pada saat penetralan, terjadi peningkatan viskositas karena terjadi peregangan dari molekul yang disebabkan oleh gaya tolak-menolak bersifat elektrostatis dari segmen rantai


(34)

polimer yang timbul dari pembentukan ion bermuatan negatif akan menyebabkan polimer mengembang (swelling) (Bluher, Haller, Banik and Thobois, 1995; Allen, 2002).

E. Gliserin

Gliserin merupakan nama lain dari gliserol, propan-triol, 1,2,3-propantriol, 1,2,3-trihidroksipropan gliserol dan E422. Gliserin bersifat tidak berwarna, tidak berbau, higroskopis, rasanya manis, dan berupa cairan viscous. Gliserin merupakan senyawa alkohol dan dapat bercampur dengan air (Parfitt, 1999). Gliserin digunakan sebagai emmolient dan humectant untuk obat-obat yang diaplikasikan secara topical pada konsentrasi 0,2 sampai 65,7% (Smolinsklie, 1992).

HO OH

OH

Gambar 3. Rumus bangun gliserin (Rowe, et al., 2009)

Gliserin (C3H8O3) berupa cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,

seperti sirup dan merupakan cairan yang higroskopik. Gliserin dapat digunakan sebagai humektan pada konsentrasi hingga 30% (Boylan, 1986). Gliserin dapat digunakan sebagai pengawet, emmolient, humectant, plasticizer dan pemanis (Rowe, et al., 2009).


(35)

13

F. Sifat Fisik dan Metode Evaluasi Sediaan Topikal 1. Indeks bias

Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam hampa udara dengan kecepatan cahaya dalam zat. Indeks bias berguna untuk identifikasi zat dan mengetahui kemurnian zat. Indeks bias berguna untuk identifikasi zat, biasanya ini diukur pada suhu 20ºC dengan garis D sinar natrium dari = 598,3 nm (Sears, 1991).

2. Bobot jenis

Bobot jenis merupakan perbandingan massa dari suatu zat terhadap kerapatan air, harga kedua zat itu harus ditentukan pada temperatur yang sama, jika tidak dengan cara lain yang khusus. Bobot jenis dapat ditentukan dengan menggunakan berbagai jenis piknometer, hidrometer dan alat-alat lain (Sinko, 2006).

3. pH

pH adalah skala logaritmik untuk menyatakan keasaman atau kebasaan, pH dapat didefinisikan sebagai –log10C, dengan C adalah konsentrasi ion hidrogen

dalam mol per dm3. pH di bawah 7 menyatakan bahwa suatu larutan asam dan pH di atas 7 menyatakan larutan basa (Daintith, 1994).

4. Viskositas

Pada pembuatan sediaan semisolid, reologi berpengaruh pada penerimaan pasien, stabilitas fisika dan ketersediaan hayati, salah satunya adalah viskositas.


(36)

Viskositas adalah suatu pertahanan dari suatu cairan untuk mengalir, semakin tinggi viskositas maka semakin besar tahanannya (Sinko, 2006). Viskositas (η) digambarkan dengan persamaan matematika :

…………..Persamaan (1)

Dari persamaan itu dapat diketahui bahwa peningkatan gaya geser (shear stress) sebanding dengan kecepatan geser (shear rate). Namun hal ini hanya berlaku untuk senyawa dengan tipe Newtonian seperti air, alkohol, gliserin, dan larutan sejati, sedangkan untuk sediaan seperti emulsi, suspense, dispersi, dan larutan polimer umumnya termasuk tipe Newtonian. Pada tipe Newtonian, viskositas tidak berbanding lurus dengan kecepatan geser. Tipe non-Newtonian meliputi plastis, pseudoplastis, dan dilatan (Liebermann, Rieger and Banker, 1996).

5. Daya sebar

Daya sebar adalah kemampuan dari suatu sediaan untuk menyebar di tempat aplikasi, dan merupakan salah satu karakteristik yang bertanggung jawab dalam keefektifan dan penerimaan konsumen dalam menggunakan sediaan semi solid. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya sebar, yaitu viskositas sediaan, lama tekanan, temperatur tempat aksi (Garg, Aggarwal, Garg, and Singla, 2002).

G. Desain Faktorial

Desain faktorial merupakan teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Model yang


(37)

15

diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan matematika. Desain faktorial digunakan dalam percobaan untuk mengevaluasi secara simultan efek dari beberapa faktor dan interaksi yang signifikan (Bolton, 1997).

Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda yaitu level rendah dan level tinggi. Desain faktorial dapat didesain suatu percoban untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap suatu respon (Bolton, 1997).

Optimasi campuran dua bahan (berarti ada dua faktor) dengan desain faktorial (two level factorial design) dilakukan berdasarkan rumus :

Y = bo + b1X1 + b2X2 + b12X1X2 ...Persamaan (2)

Dengan: Y = respon hasil atau sifat yang diamati X1, X2 = level bagian A, level bagian B

bo, b1, b2, b12 = koefisien dapat dihitung dari hasil percobaaan

bo = rata-rata hasil semua percobaan

b1, b2, b12 = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan

Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat percobaan (2n=4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor). Penamaan formula untuk jumlah percobaan = 4 adalah formula (1) untuk percobaan I, formula a untuk percobaan II, formula b untuk percobaan III, dan formula ab untuk percobaan IV (Bolton, 1997).


(38)

H. Landasan Teori

Minyak cengkeh (Oleum caryophilli) mengandung 82-87% eugenol (Guenther, 1990) yang dapat beraktivitas sebagai antibakteri, salah satunya adalah bakteri Staphylococcus epidermidis, yang merupakan salah satu bakteri penyebab terjadinya jerawat (Madigan, et al., 2009). Menurut Handa (2006), minyak cengkeh dapat menyebabkan iritasi pada kulit pada dosis yang tinggi, sehingga perlu dibuat dalam suatu bentuk sediaan. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2010), minyak cengkeh sebesar 15% sudah menghasilkan zona jernih terhadap Staphylococcus epidermidis. Berdasarkan efektivitas minyak cengkeh dalam menghambat pertumbuhan bakteri penyebab terjadinya jerawat, maka minyak cengkeh dapat diformulasikan ke dalam bentuk sediaan topikal sebagai penyembuh jerawat.

Emulgel merupakan sediaan topikal gabungan dari dua sistem, yaitu sistem emulsi di dalam sistem gel. Kelebihan emulgel adalah terdiri dari emulsi yang mempunyai kemampuan penetrasi yang tinggi dan terdapat dalam sistem gel yang memiliki kandungan air tinggi, sehingga memberikan sensasi dingin di kulit dan membuat kulit terasa nyaman dan dapat menutupi sifat dari minyak cengkeh yang terasa panas apabila langsung diaplikasikan pada kulit. Pada formulasi emulgel terdapat gelling agent dan humectant sebagai komponen penyusunnya. Gelling agent dapat meningkatkan viskositas emulgel, serta humectant untuk menjaga kelembaban sediaan emulgel. Gelling agent yang digunakan adalah carbopol 940 karena carbopol 940 merupakan gelling agent yang memiliki viskositas tinggi pada konsentrasi yang rendah. Humectant yang digunakan adalah


(39)

17

gliserin yang berasal dari lemak tumbuhan, sehingga gliserin aman digunakan pada sediaan topikal (Rowe, et al., 2009; Highland, 2011). Kombinasi kedua komponen tersebut sangat mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas sediaan emulgel.

Diperlukan optimasi untuk dapat menentukan komposisi gelling agent dan humectant untuk dapat menghasilkan sifat fisik sediaan emulgel minyak cengkeh yang optimum. Penentuan komposisi optimum ini dilakukan dengan menggunakan metode desain faktorial dengan dua faktor, yaitu carbopol 940 dan gliserin, serta dua faktor, yaitu level rendah dan level tinggi.

I. Hipotesis

Ada pengaruh dari komposisi carbopol 940 sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humectant dalam emulgel minyak cengkeh (Oleum caryophilli.) pada level yang diteliti terhadap respon sifat fisik (viskositas dan daya sebar), dan stabilitas emulgel (pergeseran viskositas). Dapat ditemukan area komposisi yang optimum antara carbopol 940 dengan gliserin.


(40)

18 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian eksperimental murni menggunakan metode desain faktorial menggunakan dua faktor dan dua level untuk menghasilkan formula optimum emulgel minyak cengkeh sebagai penyembuh jerawat.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komposisi carbopol 940 sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humectant dalam 2 level (level rendah dan level tinggi).

b. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Sifat fisik emulgel minyak cengkeh : daya sebar dan viskositas.

2) Stabilitas emulgel minyak cengkeh : pergeseran viskositas setelah penyimpanan selama satu bulan.

3) Iritasi primer : eritema dan edema 4) Daya antibakteri : diameter zona hambat


(41)

19

c. Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kecepatan, lama, dan suhu pengadukan dalam pembuatan sediaan emulgel minyak cengkeh, lama penyimpanan, kondisi penyimpanan, sifat dari wadah penyimpanan, berat badan dan umur kelinci, suhu inkubasi, lama inkubasi, dan kepadatan Staphylococcus epidermidis.

d. Variabel pengacau tak terkendali

Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu ruangan pada saat pembuatan dan pengujian emulgel minyak cengkeh, dan kemungkinan penguapan minyak cengkeh, serta kondisi fisiologi dan patologi kelinci.

2. Definisi operasional

a. Optimasi adalah proses untuk mendapatkan formula optimum dalam level yang diteliti.

b. Minyak cengkeh adalah minyak essensial yang berasal dari daun tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum L.) dengan kandungan eugenol 74,08% yang diperoleh dari CV Indaroma Yogyakarta.

c. Emulgel minyak cengkeh adalah sediaan topikal semisolid hasil emulsifikasi dan penambahan carbopol 940 sebagai gelling agent dengan bahan aktif minyak cengkeh yang digunakan untuk mengobati jerawat (acne) yang dibuat sesuai dengan formula yang tercantum pada penelitian ini.


(42)

d. Gelling agent adalah suatu zat yang dapat membentuk suatu massa gel, yang berfungsi untuk mengentalkan dan menstabilkan emulgel minyak cengkeh. Pada penelitian ini menggunakan carbopol 940.

e. Humectant adalah suatu zat yang berfungsi sebagai pelembab, yang berfungsi untuk mempertahankan kandungan air pada emulgel minyak cengkeh. Pada penelitian ini menggunakan gliserin.

f. Desain Faktorial adalah desain penelitian yang dapat digunakan untuk mengetahui efek yang signifikan dari penambahan carbopol 940 dan gliserin dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh.

g. Faktor adalah besaran yang mempengaruhi respon, dalam penelitian ini digunakan 2 faktor, yaitu penambahan carbopol 940 dan gliserin.

h. Level adalah nilai untuk faktor, dalam penelitian ini terdapat 2 level, yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah penambahan carbopol 940 sebanyak 2,0 gram dan level tinggi sebanyak 5,0 gram. Level rendah penambahan gliserin sebanyak 4,0 gram dan level tinggi sebanyak 12,0 gram.

i. Respon adalah besaran yang diamati perubahan efeknya, besarnya dapat dikuantitatifkan. Respon dalam penelitian ini adalah sifat fisik emulgel minyak cengkeh (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas emulgel minyak cengkeh (pergeseran viskositas).

j. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan oleh variasi level dan faktor.


(43)

21

k. Sifat fisik emulgel minyak cengkeh adalah parameter untuk mengetahui kualitas fisik emulgel minyak cengkeh, dalam penelitian ini adalah viskositas dan daya sebar 48 jam setelah pembuatan serta stabilitas viskositas setelah 1 bulan penyimpanan.

l. Viskositas adalah suatu pertahanan dari emulgel minyak cengkeh untuk mengalir setelah adanya pemberian gaya. Semakin besar viskositas, maka emulgel minyak cengkeh akan makin tidak mudah untuk mengalir.

m. Daya sebar adalah diameter penyebaran tiap 1 gram emulgel minyak cengkeh pada alat uji daya sebar yang diberi beban 50 gram dan didiamkan selama 1 menit.

n. Pergeseran viskositas adalah selisih dari viskositas emulgel minyak cengkeh setelah 1 bulan penyimpanan dengan viskositas emulgel minyak cengkeh setelah 48 jam pembuatan yang dipersentasekan.

o. Iritasi primer adalah proses peradangan yang mungkin timbul setelah pengaplikasian sediaan emulgel minyak cengkeh yang ditandai dengan timbulnya eritema dan edema. Eritema adalah kemerahan pada kulit yang disebabkan oleh pelebaran kapiler dan bersifat reversible, sedangkan edema adalah pembengkakan yang disebabkan oleh terkumpulnya cairan secara berlebih pada jaringan tubuh.

p. Daya antibakteri emulgel minyak cengkeh adalah kemampuan dari emulgel minyak cengkeh dalam menghambat atau membunuh bakteri Staphylococcus epidermidis penyebab jerawat, ditunjukkan oleh adanya diameter zona hambat yang dihasilkan.


(44)

q. Zona hambat adalah zona jernih di mana tidak dijumpai pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis atau terdapat pertumbuhan sedikit sekali dibandingkan dengan kontrol pertumbuhan.

r. Staphylococcus epidermidis adalah salah satu bakteri penyebab jerawat yang berasal dari kultur murni Staphylococcus epidermidis ATCC 12228 yang diperoleh dari Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta.

C. Alat

Glasswares merk pyrex Japan, neraca, waterbath, mixer merk Phillips, pipet ukur, cawan petri, tabung reaksi, viscotester seri VT 04 (RION-JAPAN), stopwatch, alat pengukur daya sebar, refractometer ABBE, piknometer, vortex, pipet mikro 5-100 L, jarum ose, alat pembuat sumuran, autoklaf, dan inkubator.

D. Bahan

Minyak cengkeh, carbopol 940 (kualitas farmasetis), gliserin (kualitas farmasetis), Tween 80 dan Span 80 (kualitas farmasetis), parafin cair (kualitas farmasetis), trietanolamin (TEA), aquadest, etanol 70%, media Muller-Hinton Broth (Merck), media Muller-Hinton Agar (Oxoid), dan bakteri uji Staphylococcus epidermidis.


(45)

23

E. Tata Cara Penelitian 1. Verifikasi minyak cengkeh

Verifikasi minyak cengkeh yang dilakukan pada penelitian ini, meliputi : a. Identifikasi bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu :

Minyak cengkeh (yang merupakan minyak essensial dari tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum L.) yang telah diuji identitasnya, dibuktikan dengan Certificate of Analysis.

b. Verifikasi indeks bias minyak cengkeh

Indeks bias dari minyak cengkeh diukur dengan menggunakan refractometer ABBE. Minyak cengkeh diteteskan pada prisma utama, kemudian prisma ditutup dan ujung refraktometer diarahkan ke cahaya terang, sehingga melalui lensa skala sehingga dapat dilihat dengan jelas dan ditentukan nilai indeks biasnya. Refraktometer dialiri air mengalir dan diatur suhunya menjadi 20ºC. Nilai indeks bias minyak cengkeh ditunjukkan oleh garis batas yang memisahkan sisi terang dan sisi gelap pada bagian atas dan bawah. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.

c. Verifikasi bobot jenis minyak cengkeh

Bobot jenis minyak cengkeh diukur dengan menggunakan piknometer yang telah dikalibrasi, dengan menetapkan bobot piknometer kosong dan bobot air pada suhu 25ºC. Piknometer diisi minyak cengkeh dan suhu dikondisikan pada 25ºC, kemudian piknometer ditimbang. Bobot piknometer yang telah diisi minyak cengkeh kemudian dikurangi bobot piknometer kosong. Bobot jenis minyak


(46)

cengkeh merupakan perbandingan antara bobot jenis minyak cengkeh dengan bobot air, pada suhu 25ºC. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.

2. Formula

Tabel I. Formula emulgel minyak cengkeh yang telah dimodifikasi (200 g)

Bahan Satuan (g)

Minyak Cengkeh 30

Carbopol 940 1,5-5,0

Trietanolamin 1,5

Parafin cair 2

Tween 80 35

Span 80 5

Gliserin 1,5-6,5

Metil Paraben 0,36

Propil paraben 0,05

Aquadest 110

Tabel II. Level rendah dan level tinggi carbopol 940 dan gliserin pada formula emulgel minyak cengkeh (berdasarkan hasil orientasi)

Formula Carbopol 940 Gliserin

1 1,5 g 1,5 g

a 5,0 g 1,5 g

b 1,5 g 6,5 g

ab 5,0 g 6,5 g

Keterangan

F (1) = Carbopol 940 level rendah,gliserin level rendah F (a) = Carbopol 940 level tinggi, gliserin level rendah F (b) = Carbopol 940 level rendah, gliserin level tinggi F (ab) = Carbopol 940 level tinggi, gliserin level tinggi


(47)

25

Berdasarkan tabel tersebut, dibuat 4 formula emulgel minyak cengkeh sebagai berikut :

Tabel III. Formula emulgel minyak cengkeh (200 g)

Formula 1 a b ab

Minyak Cengkeh 30 g 30 g 30 g 30 g

Carbopol 940 1,5 g 5,0 g 1,5 g 5,0 g

Trietanolamin 1,5 g 1,5 g 1,5 g 1,5 g

Parafin cair 2 g 2 g 2 g 2 g

Tween 80 35 g 35 g 35 g 35 g

Span 80 5 g 5 g 5 g 5 g

Gliserin 1,5 g 1,5 g 6,5 g 6,5 g

Metil Paraben 0,36 g 0,36 g 0,36 g 0,36 g

Propil paraben 0,05 g 0,05 g 0,05 g 0,05 g

Aquadest 110 g 110 g 110 g 110 g

3. Pembuatan emulgel minyak cengkeh

Carbopol 940 dikembangkan dengan menggunakan 70 mL aquadest dari formula selama 24 jam, kemudian semua bahan yang termasuk dalam fase minyak (minyak cengkeh, parafin cair, propil paraben dan Span 80) dicampur terlebih dahulu pada suhu 50°C diatas waterbath demikian halnya dengan fase air (gliserin, aquadest, metil paraben dan Tween 80). Campuran fase minyak dicampurkan dengan fase air menggunakan mixer dengan kecepatan 300 rpm selama 10 menit pada suhu 50°C.

Emulsi selanjutnya dicampurkan dengan carbopol 940 yang sebelumnya telah dikembangkan dengan 70mL aquadest dari formula menggunakan mixer dengan kecepatan putar 300 rpm selama 10 menit pada suhu ruangan. Kemudian Trietanolamin (TEA) ditambahkan ke dalam campuran, dan campuran diaduk kembali menggunakan mixer dengan kecepatan 300 rpm selama 5 menit.


(48)

4. Uji iritasi primer emulgel minyak cengkeh

Kelinci dengan berat 1,2-1,5 kg dengan umur kira-kira 3 bulan bebas dari segala tanda penyakit dipilih. Rambut pada punggung kelinci dicukur, setelah itu dibersihkan dengan air suling. Kemudian sejumlah 0,5 gram basis dan emulgel pada sisi yang berbeda diaplikasikan ke punggung kelinci yang telah dicukur tadi. Diamati gejala iritasi yang mungkin timbul (eritema dan edema) pada waktu 24, 48 dan 72 jam.

5. Uji pH emulgel minyak cengkeh

Pengukuran pH ini menggunakan indikator universal, yaitu dengan memasukkan indikator pH universal (pH strips) ke dalam emulgel minyak cengkeh yang telah dibuat. Kemudian menentukan pHnya dengan membandingkan warna yang dihasilkan dengan standar.

6. Uji sifat fisik emulgel minyak cengkeh a. Uji viskositas

Pengukuran viskositas menggunakan alat Viscometer Rion seri VT 04. Emulgel dimasukkan ke dalam wadah hingga penuh dan dipasang pada portable viscotester. Viskositas emulgel diketahui dengan mengamati gerakan jarum penunjuk viskositas (Instruction Manual Viscotester VT-04E). Uji ini dilakukan 48 jam setelah pembuatan untuk mengetahui efek faktor terhadap viskositas, sedangkan untuk mengetahui persentase pergeseran viskositasnya dilakukan setelah 1 bulan penyimpanan. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali. Viskositas yang dikehendaki dalam penelitian ini adalah antara 200-300 d.Pa.s.


(49)

27

b. Uji daya sebar

Sediaan emulgel ditimbang seberat 1 gram dan diletakkan di tengah kaca bulat berskala. Di atas emulgel diletakkan kaca bulat lain dengan berat 50 gram sebagai pemberat, didiamkan selama 1 menit, kemudian dicatat penyebarannya. Pengujian daya sebar dilakukan 48 jam setelah emulgel selesai dibuat. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali. Daya sebar yang dikehendaki di dalam penelitian ini yaitu 3-5 cm.

7. Uji daya antibakteri emulgel minyak cengkeh terhadap Staphylococcus epidermidis

a. Pembuatan stok bakteri Staphylococcus epidermidis

Sebanyak 5 mL media Muller-Hinton Agar (MHA) dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 mL, kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit, kemudian tabung reaksi dimiringkan dan dibiarkan memadat. Diambil satu ose biakan murni Staphylococcus epidermidis dan diinokulasikan secaran goresan zig-zag, kemudian diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37°C dalam inkubator.

b. Pembuatan suspensi Staphylococcus epidermidis

Diambil satu ose koloni bakteri dari stok bakteri, dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 10 mL Muller-Hinton Broth (MHB) yang sudah di sterilisasi, kemudian diinkubasikan selama 48 jam pada suhu 37°C dalam inkubator. Selanjutnya, kekeruhan suspensi bakteri Staphylococcus epidermidis


(50)

disesuaikan dengan standar Mac Farland 0,5 (1,5 x 108 CFU/mL) (Isenberg, 1998).

c. Uji daya antibakteri emulgel minyak cengkeh terhadap Staphylococcus epidermidis

Dibuat lima petri berdiameter 15 cm yang telah berisi 30 mL MHA steril, satu petri dibuat kontrol negatif, yaitu kontrol media yang tidak diberi bakteri Staphylococcus epidermidis, kemudian satu petri lainnya dibuat kontrol positif, yaitu kontrol pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis dengan cara ke dalam MHA hangat (suam-suam kuku) setelah sterilisasi diberi 1 mL suspensi bakteri Staphylococcus epidermidis, kemudian diinkubasikan terbalik selama 48 jam pada suhu 37°C dalam inkubator.

Tiga petri lainnya dengan perlakuan sama seperti kontrol pertumbuhan diberi masing-masing 1 mL suspensi bakteri Staphylococcus epidermidis dan diberi lima lubang sumuran sampai ke dasar dengan diameter 8 mm pada cawan petri yang telah berisi MHA steril yang telah memadat. Kemudian dilakukan penambalan kembali dengan media MHA yang sudah disterilisasi sebanyak 200 µL di tiap sumuran (single layer method). Dalam masing-masing cawan petri, ke dalam sumuran diberi basis, formula 1, formula a, formula b, dan formula ab, kemudian dilakukan replikasi sebanyak tiga kali. Setelah itu diinkunbasikan terbalik selama 48 jam pada suhu 37°C dalam inkubator. Kemudian diukur zona hambat yang dihasilkan.


(51)

29

F. Analisis Hasil

Data yang terkumpul adalah data uji viskositas dan uji daya sebar 48 jam setelah pembuatan, profil viskositas selama 1 bulan penyimpanan, data daya antibakteri masing-masing formula emulgel minyak cengkeh.

Data yang didapat dianalisis dengan uji Saphiro-Wilk (untuk sampel yang kurang dari atau sama dengan 50) untuk melihat kenormalan distribusi data dan uji kesamaan varians Levene’s test untuk melihat kesamaan varians. Jika data sesuai dengan kriteria uji statistik parametrik, maka analisis dilanjutkan dengan pengujian signifikansi menggunakan ANOVA. Jika data tidak memenuhi kriteria uji statistik parametrik, maka analisis data menggunakan Kruskal-Wallis dengan post hoc Wilcoxon. Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak R-2.14.1.


(52)

30 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi dan Verifikasi Minyak Cengkeh

Pada penelitian ini menggunakan minyak cengkeh yang berasal dari CV. Indaroma Yogyakarta. Minyak cengkeh merupakan minyak atsiri yang berasal dari daun tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum) yang telah diidentifikasi melalui beberapa uji dan dibuktikan dengan Certificate of Analysis (CoA) (Lampiran 1).

Pada tahap awal penelitian ini dilakukan uji organoleptis yang meliputi bau, warna, dan rasa, serta verifikasi ulang dari minyak daun cengkeh untuk lebih memastikan apakah minyak yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah minyak cengkeh. Verifikasi ini dilakukan meliputi bobot jenis minyak dan indeks bias minyak yang akan digunakan.

Minyak cengkeh yang berasal dari CV Indaroma Yogyakarta memiliki bau aromatis yang khas, memiliki warna kuning kecoklatan bening, dan memiliki rasa pahit dan panas. Hasil verifikasi minyak cengkeh adalah sebagai berikut:

Tabel IV. Hasil verifikasi minyak cengkeh ( ̅ ± SD) Sifat Fisik Literatur

(Panda, 2004) CoA Hasil Verifikasi Indeks bias ( ) 1,5231-1,5350 1,520-1,540 1,534 ± 0,001 Bobot jenis ( ) 1,036-1,046 g/mL 1,010-1,035 g/mL 1,0207 ± 0,002 g/mL

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa hasil verifikasi indeks bias minyak cengkeh menurut Panda (2004) dan Certificate of Analysis (CoA) yang dilampirkan sesuai. Pada hasil verifikasi bobot jenis sesuai dengan CoA,


(53)

31

tetapi tidak sesuai dengan bobot jenis menurut Panda (2004). Jadi, berdasarkan hasil verifikasi tersebut dapat disimpulkan bahwa minyak cengkeh yang berasal dari CV Indaroma Yogyakarta adalah benar minyak cengkeh, tetapi memiliki kemurnian yang berbeda dari yang disampaikan di literatur.

B. Pembuatan Emulgel Minyak Cengkeh

Minyak cengkeh memiliki kandungan eugenol di dalamnya sehingga memiliki sifat antiseptik dan bakterisidal (Guenther, 1990). Pada penelitian Gupta et al. (2008), minyak cengkeh memiliki daya antimikrobial terhadap beberapa jenis bakteri patogen, salah satunya adalah Staphylococcus epidermidis. Berdasarkan penelitian Kusuma (2010), minyak cengkeh dengan konsentrasi 15% sudah dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis yang ditunjukkan dengan adanya zona jernih di sekitar sediaan emulgel minyak cengkeh di dalam sumuran.

Emulgel merupakan sediaan emulsi di dalam gel dengan menambahkan suatu gelling agent ke dalam sistemnya. Pemilihan emulgel pada penelitian ini karena zat aktif yang digunakan adalah minyak cengkeh yang bersifat lipofil dan berdasarkan pernyataan Handa (2006), minyak cengkeh dapat menyebabkan iritasi pada kulit pada dosis yang tinggi. Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan sifat minyak cengkeh, maka dibuat sistem emulsi di mana minyak cengkeh akan lebih larut dalam minyak (fase dispersi) yang dikelilingi oleh medium pendispersinya dengan bantuan emulgator (Tween 80 dan Span 80). Kemudian dilakukan penambahan gelling agent untuk meningkatkan viskositas dan stabilitas


(54)

dari sistem. Selain itu, dengan penambahan gelling agent yang sebagian besar berupa air, maka dapat menutupi rasa panas yang ditimbulkan minyak cengkeh apabila diaplikasikan pada kulit dan juga dengan tipe emulsi minyak dalam air dapat mengurangi rasa lengket pada kulit.

Pada pembuatan emulgel minyak cengkeh ini digunakan carbopol 940 sebagai gelling agent karena menurut Patil (2005), carbopol 940 dapat memberikan viskositas yang baik dan pelepasan zat aktif saat pengaplikasiannya juga baik. Digunakan gliserin sebagai humectant untuk menjaga kelembaban kulit pada saat pengaplikasian, karena gliserin memiliki 3 gugus hidroksi (-OH) pada strukturnya sehingga dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air. Formula ini menggunakan dua jenis pengawet karena basis dari emulgel minyak cengkeh ini kebanyakan berupa air, maka untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi mikroba pada proses penyimpanan. Dua jenis pengawet ini memiliki kelarutan yang berbeda, yaitu metil paraben lebih larut di air, sedangkan propil paraben lebih larut di minyak. Parafin cair digunakan sebagai fase minyak. Tween 80 dan Span 80 berfungsi sebagai emulgator, di mana akan menurunkan tegangan permukaan antara fase minyak dan fase air sehingga dapat bercampur menghasilkan emulgel minyak cengkeh yang stabil.

Formula yang digunakan pada pembuatan emulgel minyak cengkeh ini mengacu pada hasil orientasi yang dilakukan penulis (Lampiran 9). Formula yang digunakan merupakan hasil modifikasi dari formula acuan berdasarkan penelitian dari Suryarini (2011). Modifikasi yang dilakukan meliputi perubahan jumlah gelling agent dan jumlah humectant. Modifikasi formula ini dilakukan dengan


(55)

33

tujuan untuk mendapatkan emulgel minyak cengkeh dengan karakter sifat fisik yang diinginkan, yaitu dengan memiliki viskositas 200-300 d.Pa.s, daya sebar 3-5 cm, dan pergeseran viskositas kurang dari 10%. Modifikasi yang dilakukan tidak mengubah fungsi pokok emulgel minyak cengkeh sebagai penyembuh jerawat. Faktor yang akan dilihat pengaruhnya terhadap sifat fisik dan stabilitas emulgel minyak cengkeh adalah carbopol 940 dan gliserin. Jumlah carbopol 940 yang digunakan dalam formula adalah 1,5 gram (level rendah) dan 5 gram (level tinggi), sedangkan jumlah gliserin adalah 1,5 gram (level rendah) dan 6,5 gram (level tinggi).

Pembuatan emulgel minyak cengkeh ini melalui dua tahap, yaitu tahap emulsifikasi dan penambahan gelling agent. Pada proses emulsifikasi ini dilakukan pemanasan pada suhu 50ºC untuk mempermudahkan proses emulsifikasi karena suhu akan meningkatkan energi pada proses emulsifikasi, sehingga akan terbentuk droplet-droplet dengan ukuran yang lebih kecil (Becker, 1997). Proses emulsifikasi ini dilakukan dengan mencampurkan fase air dan fase minyak, kemudian dicampur dengan mengunakan mixer. Setelah itu ditambahkan carbopol 940 sebagai gelling agent yang telah dikembangkan di dalam aquadest selama 24 jam. Ketika carbopol didispersikan ke dalam air, molekul hidrat akan menyerap air dan meningkatkan viskositas (Chikhalikar and Moorkath, 2002). Kemudian dilakukan penetralan dengan penambahan trietanolamin (TEA). Pada saat penetralan, terjadi peningkatan viskositas karena akan terbentuk ion-ion bermuatan negatif yang kemudian akan menimbulkan gaya tolak-menolak dari ion-ion tersebut (Bluher et al., 1995).


(56)

C. Uji Iritasi Primer Emulgel Minyak Cengkeh

Uji iritasi primer bertujuan untuk mengetahui keamanan sediaan emulgel minyak cengkeh pada saat penggunaan. Uji ini dilakukan dengan mengaplikasikan emulgel minyak cengkeh pada punggung kelinci yang telah dibersihkan. Formula emulgel minyak cengkeh yang diaplikasikan berada di antara komposisi level rendah dan level tinggi carbopol 940 dan gliserin, yaitu dengan jumlah 4 gram carbopol 940 dan 4 gram gliserin. Kemudian punggung kelinci yang telah diaplikasikan dengan basis dan formula emulgel minyak cengkeh tersebut diamati eritema dan edema yang mungkin pada waktu 24, 48 dan 72 jam setelah pengaplikasian.

Gambar 4. Uji iritasi primer 48 jam

Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa pada punggung kelinci tidak terdapat eritema dan edema, sehingga dapat disimpulkan bahwa sediaan emulgel minyak cengkeh yang dibuat memiliki keamanan sebagai sediaan topikal.


(57)

35

D. Uji pH Emulgel Minyak Cengkeh

Uji pH emulgel minyak cengkeh dilakukan dengan menggunakan indikator universal (pH strips), uji ini bertujuan untuk mengetahui pH masing-masing formula yang telah dibuat. Hasil dari uji pH adalah sebagai berikut:

Tabel V. Uji pH emulgel minyak cengkeh Formula pH

1 5,5

a 5

b 6

ab 5

Dari Tabel V dapat dilihat bahwa emulgel minyak cengkeh memiliki pH dengan rentang pH 5-6, sehingga dapat disimpulkan bahwa sediaan emulgel minyak cengkeh yang dibuat ini memenuhi kriteria pH untuk kulit normal yang relatif memiliki sifat asam, yaitu memiliki pH berkisar antara 4-6,5 (Baranoski and Ayello, 2008).

E. Karakterisasi Sifat Fisik Emulgel Minyak Cengkeh

Sediaan yang baik adalah sediaan yang dapat memenuhi persyaratan sifat fisik dan stabil dalam penyimpanan. Sifat fisik yang dapat diukur dari sediaan emulgel minyak cengkeh adalah viskositas dan daya sebar. Dalam penelitian ini dilakukan evaluasi terhadap sifat fisik emulgel minyak cengkeh meliputi viskositas dan daya sebar setelah 48 jam pembuatan, sedangkan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh dapat diamati setelah satu bulan penyimpanan.

Carbopol 940 dan gliserin berperan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas emulgel minyak cengkeh, jumlah dari kedua faktor ini dipilih berdasarkan hasil orientasi. Carbopol 940 dan gliserin merupakan kedua faktor


(58)

yang akan dilihat pengaruhnya terhadap sifat fisik dan stabilitas emulgel minyak cengkeh adalah sebagai berikut:

Tabel VI. Jumlah penggunaan carbopol 940 dan gliserin dalam formula emulgel minyak cengkeh

Faktor Carbopol 940 Gliserin Level rendah 1,5 gram 1,5 gram Level tinggi 5,0 gram 6,5 gram

Menurut Sinko (2006), pada pembuatan sediaan semisolid, viskositas berpengaruh pada penerimaan pasien, karena terkait pada stabilitas fisika karena semakin tinggi viskositas suatu emulgel, pergerakan droplet-droplet emulsi dalam emulgel menjadi terbatas, sehingga tidak akan berinteraksi satu sama lain dan menimbulkan fenomena instabilitas emulsi. Viskositas merupakan suatu besaran yang menunjukkan ketahanan suatu cairan untuk dapat mengalir. Pengukuran viskositas bertujuan untuk melihat profil kekentalan dari emulgel minyak cengkeh. Pengukuran viskositas dilakukan setelah 48 jam pembuatan, dan satu bulan penyimpanan. Pengukuran viskositas setelah 48 jam pembuatan dilakukan untuk melihat profil viskositas emulgel minyak cengkeh yang merupakan parameter sifat fisik emulgel minyak cengkeh, sedangkan pengukuran viskositas setelah satu bulan penyimpanan melihat besarnya perubahan profil viskositas emulgel minyak cengkeh selama penyimpanan sehingga ada tidaknya fenomena ketidakstabilan pada emulgel minyak cengkeh selama penyimpanan dapat teramati. Viskositas yang dikehendaki adalah 200-300 d.Pa.s. dan pergeseran viskositas yang dikehendaki adalah kurang dari 10%.

Menurut Garg et al. (2002), daya sebar merupakan salah satu karakteristik yang bertanggung jawab dalam keefektifan dan penerimaan konsumen dalam


(59)

37

menggunakan sediaan semi solid. Daya sebar adalah kemampuan suatu sediaan untuk menyebar di tempat aplikasi. Pengukuran daya sebar bertujuan untuk mengamati besarnya diameter penyebaran pada saat pengaplikasian. Pada sediaan emulgel minyak cengkeh karena memiliki sifat reologi pseudoplastis, semakin besar diameter daya sebar, maka makin encer sediaan emulgel minyak cengkeh, dan sebaliknya semakin kecil diameter daya sebar, maka makin kental sediaan emulgel minyak cengkeh. Oleh karena itu, rentang daya sebar ditentukan 3-5 cm agar tidak sulit pada saat pengaplikasian karena terlalu kental atau terlalu encer. Pengukuran daya sebar dilakukan setelah 48 jam pembuatan dilakukan untuk melihat parameter sifat fisik emulgel minyak cengkeh. Pengukuran diameter daya sebar dilakukan di atas kaca bundar berskala. Pengukuran diameter emulgel minyak cengkeh dilakukan setelah pemberian beban 50 gram pada emulgel minyak cengkeh dan didiamkan selama 1 menit.

Tabel VII. Sifat fisik emulgel minyak cengkeh ( ̅ ± SD) Formula Viskositas

(d.Pa.s)

Daya sebar (cm)

1 125 ± 5,000 4,05 ± 0,025

a 265 ± 5,000 3,55 ± 0,076

b 96,67 ± 7,637 4,23 ± 0,079 ab 226,67 ± 7,637 3,64 ± 0,082

Dari Tabel VII dapat dilihat bahwa semua respon yang dihasilkan dari penelitian ini masuk range daya sebar, dan pada respon viskositas, tidak semua respon yang dihasilkan dari penelitian ini masuk range viskositas, yaitu formula 1 dan formula b. Hal ini dimungkinkan karena jumlah carbopol 940 pada formula 1 dan formula b yang kecil (level rendah).


(60)

F. Efek Penambahan Carbopol 940 dan Gliserin, serta Interaksinya dalam Menentukan Sifat Fisik Emulgel Minyak Cengkeh Efek adalah perubahan respon yang disebabkan oleh variasi level dan faktor. Untuk dapat mengetahui besar efek carbopol 940, gliserin serta interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisik emulgel minyak cengkeh, yaitu viskositas, daya sebar dan pergeseran viskositas, maka dilakukan analisis data menggunakan R-12.14.1 dengan uji two way ANOVA pada taraf kepercayaan 95%. Dilakukan juga analisis terhadap signifikansi tiap faktor serta signifikansi kedua faktor dalam memberikan efek. Nilai efek berharga mutlak, adanya tanda positif atau negatif pada nilai efek menunjukkan pengaruh faktor yang diteliti terhadap respon. Nilai efek negatif menunjukkan faktor menurunkan respon, sedangkan nilai positif menunjukkan bahwa faktor meningkatkan respon.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah desain faktorial dengan dua faktor pada dua level, yaitu level tinggi dan level rendah. Rancangan formula yang digunakan pada penelitian ini memiliki bobot total volume yang berbeda-beda. Jumlah bahan pada tiap formula kecuali carbopol 940 dan gliserin sama. Hal ini dilakukan agar efek yang terlihat hanyalah efek dari penambahan carbopol 940 dan gliserin pada level yang diteliti saja.

1. Uji Normalitas Data

Pada penelitian ini, data yang didapatkan diuji kenormalannya menggunakan uji Saphiro-Wilk (untuk sampel yang kurang dari atau sama dengan


(61)

39

50) (Dahlan, 2011) untuk mengetahui apakah distribusi data normal atau tidak. Hasil yang di dapat adalah sebagai berikut:

Tabel VIII. Uji normalitas data viskositas dan daya sebar Jenis Data Formula p-value

Viskositas 1 1

a 1

b 0,6369

ab 0,6369

Daya sebar 1 0,7804

a 0,6369

b 0,3631

ab 0,2351

Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa masing-masing data memiliki nilai probabilitas (p)>0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa viskositas dan daya sebar memiliki distribusi data normal karena memiliki nilai p>0,05 (Dahlan, 2011).

2. Uji Kesamaan Varians

Uji ini dilakukan untuk mengetahui kesamaan varians pada populasi yang merupakan salah satu syarat dilakukannya uji ANOVA, uji ini dilakukan dengan menggunakan Levene’s test, data memiliki kesamaan varians apabila memiliki nilai p lebih dari 0,05 (Dahlan, 2011). Pada uji ini, didapat data sebagai berikut:

Tabel IX. Levene’s test uji viskositas dan daya sebar Jenis Data p-value

Viskositas 0,7021 Daya sebar 0,2435

Berdasarkan Tabel IX, dapat dilihat bahwa pada uji viskositas dan daya sebar memiliki nilai p>0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang didapat memiliki kesamaan varians dan dapat dilakukan uji parametrik.


(62)

3. Respon Viskositas

Hasil pengolahan data viskositas emulgel minyak cengkeh yang diukur 48 jam setelah pembuatan adalah sebagai berikut:

Tabel X. Efek carbopol 940 dan gliserin serta interaksinya dalam menentukan respon viskositas

Faktor Efek Standard Error

Sum of Squares

Mean Square

Df F

p-value Carbopol 940 40, 8571 2,0090 54675 54675 1 1312,2 3,696 x 10-10

Gliserin -4,8095 1,5721 3333 3333 1 80,0 1,940 x 10-5

Interaksi -0,5714 0,4259 75 75 1 1,8 0,2165

Berdasarkan data yang didapatkan dari analisis uji ANOVA yang terdapat di dalam program R-12.4.1, nilai efek paling besar ditunjukkan oleh carbopol 940 dengan nilai efek 40,857. Carbopol 940 mempunyai efek meningkatkan respon viskositas karena bernilai positif, sedangkan gliserin menurunkan respon viskositas karena bernilai negatif.

Carbopol 940, gliserin dan interaksi keduanya dapat dikatakan memberikan yang signifikan terhadap respon viskositas apabila memiliki nilai p<0,05. Hasil analisis data pada Tabel X di atas menunjukkan bahwa carbopol 940 dan gliserin memberikan efek yang signifikan terhadap respon viskositas keduanya memiliki nilai p<0,05, sedangkan interaksi keduanya tidak memberikan efek yang signifikan karena memiliki nilai p>0,05. Carbopol 940 merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam menentukan respon viskositas, karena memiliki nilai p paling kecil pada uji ANOVA.

Nilai p yang diperoleh dalam model persamaan untuk respon viskositas ini adalah <0,05 (Lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa model persamaan tersebut signifikan dan dapat digunakan untuk menentukan pengaruh


(63)

masing-41

masing faktor terhadap respon viskositas. Persamaan desain faktorial untuk respon viskositas adalah:

dengan p-value = 2,603 x 10-6………....(Persamaan 3) dengan X1 adalah carbopol 940, X2 adalah gliserin dan X1X2 adalah interaksi

carbopol 940 dan gliserin.

Hubungan antara carbopol 940 dan gliserin terhadap viskositas emulgel minyak cengkeh dapat dilihat pada grafik berikut:

Gambar 5. Grafik hubungan carbopol 940 terhadap respon viskositas

setelah 48 jam

Gambar 6. Grafik hubungan gliserin terhadap respon viskositas setelah 48 jam

0 50 100 150 200 250 300

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

v iskosi tas (d P as )

carbopol 940 (gram)

Pengaruh Penambahan Carbopol 940

terhadap Viskositas

Level rendah gliserin Level tinggi gliserin

0 100 200 300

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5

v isko si tas (d Pas ) gliserin (gram)

Pengaruh Penambahan Gliserin terhadap

Viskositas

Level rendah carbopol 940

Level tinggi carbopol 940


(64)

Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa untuk mendapatkan respon viskositas yang tinggi, maka dapat digunakan gliserin rendah dan carbopol 940 level tinggi, sedangkan pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa meskipun penggunaan carbopol 940 pada level tinggi, viskositas akan tetap menurun karena adanya penambahan jumlah gliserin. Hal ini sesuai dengan sifat higroskopis dari humectant, bahwa semakin banyak jumlah gliserin sebagai humectant dalam formula, maka akan semakin banyak lembab dari lingkungan yang tertarik ke dalam emulgel minyak cengkeh, sehingga jumlah air dalam emulgel minyak cengkeh akan semakin banyak. Selain itu, semakin banyak jumlah carbopol 940 sebagai gelling agent dalam formula, maka semakin meningkatkan viskositas.

4. Respon Daya Sebar

Hasil pengolahan data daya sebar emulgel minyak cengkeh yang diukur 48 jam setelah pembuatan adalah sebagai berikut:

Tabel XI. Efek carbopol 940 dan gliserin serta interaksinya dalam menentukan respon daya sebar

Faktor Efek Standard Error

Sum of Squares

Mean Square

Df F

p-value Carbopol 940 -0,172190 0,021675 0,94080 0,94080 1 193,9794 6,839 x 10-7

Gliserin 0,018762 0,016962 0,06163 0,6163 1 12,7079 0,007349 Interaksi 0,003048 0,004595 0,00213 0,00213 1 0,4399 0,525834 Berdasarkan data yang didapatkan dari analisis uji ANOVA yang terdapat di dalam program R-12.4.1, nilai efek paling besar ditunjukkan oleh carbopol 940 dengan nilai efek 0,172190. Carbopol 940 mempunyai efek menurunkan respon daya sebar karena bernilai negatif, sedangkan gliserin meningkatkan respon daya sebar karena bernilai positif.


(65)

43

Carbopol 940, gliserin dan interaksi keduanya dapat dikatakan memberikan yang signifikan terhadap respon daya sebar apabila memiliki nilai p<0,05. Hasil analisis data pada Tabel X di atas menunjukkan bahwa carbopol 940 dan gliserin memberikan efek yang signifikan terhadap respon daya sebar keduanya memiliki nilai p<0,05, sedangkan interaksi keduanya tidak memberikan efek yang signifikan karena memiliki nilai p>0,05. Carbopol 940 merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam menentukan respon daya sebar, karena memiliki nilai p paling kecil pada uji ANOVA.

Nilai p dalam model persamaan untuk respon daya sebar yang diperoleh adalah <0,05 (Lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa model persamaan tersebut signifikan dan dapat digunakan untuk menentukan pengaruh masing-masing faktor terhadap respon daya sebar. Persamaan desain faktorial untuk respon daya sebar adalah:

dengan X1 adalah carbopol 940, X2 adalah gliserin dan X1X2 adalah interaksi

carbopol 940 dan gliserin.

Hubungan antara carbopol 940 dan gliserin terhadap daya sebar emulgel minyak cengkeh dapat dilihat pada grafik berikut:

Y = 4,276619(±0,080008)-0,172190(±0,021675)X1 +0,018762(±0,016962)X2


(66)

Gambar 7. Grafik hubungan carbopol 940 terhadap respon daya sebar setelah 48 jam

Gambar 8. Grafik hubungan gliserin terhadap respon daya sebar setelah 48 jam

Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa untuk mendapatkan respon daya sebar yang tinggi, maka dapat digunakan gliserin level tinggi dan carbopol 940 level rendah, sedangkan pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa meskipun penggunaan carbopol 940 pada level tinggi, daya sebar akan tetap meningkat karena adanya penambahan jumlah gliserin.

0 1 2 3 4 5

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

d ay a seb ar (c m )

carbopol 940 (gram)

Pengaruh Penambahan Carbopol 940

terhadap Daya Sebar

Level rendah gliserin Level tinggi gliserin

0 1 2 3 4 5

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5

d ay a se b ar ( cm ) gliserin (gram)

Pengaruh Penambahan Gliserin

terhadap Daya Sebar

Level rendah carbopol 940

Level tinggi carbopol 940


(67)

45

G. Superimposed Contour Plot Emulgel Minyak Cengkeh

Dari model persamaan untuk respon viskositas dan respon daya sebar, kemudian didapatkan superimposed contour plot sebagai berikut:

Gambar 9. Superimposed contour plot emulgel minyak cengkeh

Pada Gambar 9 daerah yang diarsir merupakan daerah optimum untuk mendapatkan emulgel minyak cengkeh dengan sifat fisik yang dikehendaki. Grafik tersebut berasal dari contour plot viskositas, dan contour plot daya sebar (Lampiran 10). Berdasarkan grafik yang didapat, disimpulkan bahwa rentang jumlah carbopol 940 yang optimal adalah 3,35-4,8 gram dan rentang jumlah gliserin yang optimal adalah 1,5-6,5 gram.


(68)

H. Validasi Superimposed Contour Plot Emulgel Minyak Cengkeh Setelah didapatkan daerah yang diarsir, dilakukan validasi superimposed contour plot untuk menentukan apakah daerah optimal yang diarsir (Gambar 9) memiliki sifat fisik yang diharapkan, yaitu viskositas 200-300 d.Pa.s dan daya sebar 3-5 cm. Dalam validasi ini dilakukan pengambilan empat titik pada daerah yang diarsir (Lampiran 11), kemudian diuji sifat fisiknya meliputi uji viskositas dan uji daya sebar. Hasil yang didapat adalah sebagai berikut:

Tabel XII. Validasi superimposed contour plot emulgel minyak cengkeh Carbopol

940 (gram)

Gliserin (gram)

Hasil perhitungan Hasil uji Viskositas (d.Pa.s) Daya sebar (cm) Viskositas (d.Pa.s) Daya sebar (cm)

3,6 2,4 202,82 3,73 120 4,30

4 4,3 205,13 3,72 125 4,15

4,3 6,3 202,12 3,74 180 4,15

4,3 6,3 202,12 3,74 200 3,85

4,3 6,3 202,12 3,74 200 3,90

( ̅ ± SD) 193,33 ± 11,547 3,97 ± 0,161

4,5 4 226,55 3,63 210 3,73

4,5 4 226,55 3,63 200 3,85

4,5 4 226,55 3,63 200 3,80

( ̅ ± SD) 203,33 ± 5,774 3,79 ± 0,060 Pada komposisi carbopol 940 4,3 gram dengan gliserin 6,3 gram dan carbopol 940 4,5 gram dengan gliserin 4 gram, memiliki kriteria sifat fisik yang ditentukan. Berdasarkan hasil dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa hasil dari keempat titik yang diambil memiliki nilai tidak sama dengan hasil viskositas dan daya sebar yang dihitung menggunakan model persamaan yang didapat. Faktor paling dominan untuk respon viskositas dan daya sebar adalah carbopol 940, sehingga perbedaan tersebut diduga karena carbopol 940 yang digunakan sudah mengalami penyimpanan yang lama dan memiliki nilai moisture content sebesar 3,244%


(1)

Untuk membandingkan setiap formula dengan basis dilakukan uji Wilcoxon

dengan dua sampel

Formula 1

p<0,05 yang berarti zona hambat formula 1 berbeda bermakna dengan basis

Formula a

p<0,05 yang berarti zona hambat formula 1 berbeda bermakna dengan basis

Formula b


(2)

Formula ab

p<0,05 yang berarti zona hambat formula 1 berbeda bermakna dengan basis

Uji perbandingan antar formula


(3)

Lampiran 13. Moisture Content Carbopol 940 Uji Validasi Superimposed Contour Plot

Berat awal = 5,047 gram Berat akhir = 3,410 gram

Moisture Content (%) =

=

= 3,244 %


(4)

Lampiran 14. Dokumentasi

Formula 1; 48 jam Formula a; 48 jam

Formula b; 48 jam Formula ab; 48 jam

Formula 1; 1 bulan Formula a; 1 bulan


(5)

Uji tipe emulsi Emulgel dilihat pada perbesaran 40x

Uji daya sebar

Uji pH

Uji pH Uji iritasi primer

Uji daya sebar


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama lengkap Melisa Silvia Angelina Wiyaya dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1991 di Tegal sebagai putri pertama anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Handojo Widjaja dan Ibu Sri Mariani Setiono. Penulis Skripsi berjudul “Optimasi Carbopol 940 sebagai Gelling Agent

dan Gliserin sebagai Humectant dalam Emulgel Minyak Cengkeh sebagai Penyembuh Jerawat dengan Aplikasi Desain Faktorial” mengawali

masa studinya di TK Pius Tegal pada tahun 1995 hingga tahun 1997, SD Pius Tegal pada tahun 1997 hingga tahun 2003, SMP Pius Tegal pada tahun 2003 hingga tahun 2006 dan SMA Pius Tegal pada tahun 2006 hingga tahun 2009. Kemudian penulis melanjutkan studi di program S1 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2007 hingga tahun 2013. Selama perkuliahan penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Dasar (2010 dan 2012), asisten praktikum Kimia Organik (2010 dan 2011), asisten Farmasetika Dasar (2012), dan asisten Toksikologi Dasar (2012), serta aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dalam kampus antara lain ISMAFARSI USD menjabat sebagai Sekretaris dan Bendahara periode 2011/2012, Kampanye Informasi Obat (KIO) 2009 “Farmasi untuk Sekolah Dasar”, KIO 2010 “Health by herbal, herbal for healthy” dan kegiatan kemahasiswaan luar kampus antara

lain Publikasi Informasi Obat (PIO) 2009 “Farmasis untuk Indonesia”, KIO 2011 “Herbal Medicine”.


Dokumen yang terkait

Optimasi cetyl alcohol sebagai emulsifying agent serta carbopol sebagai gelling agent dalam sediaan emulgel gel lidah buaya (Aloe barbadensis Mill.) dengan aplikasi desain faktorial.

0 8 102

Optimasi carbopol sebagai gelling agent dan virgin coconut oil sebagai fase minyak dalam sediaan emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya dengan metode desain faktorial.

2 7 89

Optimasi carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dalam sedian gel anti-aging ekstrak spirulina platensis dengan aplikasi desain faktorial.

4 19 111

Optimasi tween 80 sebagai emulsifying agent dan carbopol 940 sebagai gelling agent dalam sediaan emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya (aloe barbadensis Mill.) dengan metode desain faktorial.

0 11 108

Optimasi Carbopol® 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dalam sediaan emulgel sunscreen ekstrak Kencur (Kaempferia galanga L.) : aplikasi desain faktorial.

1 10 115

Formulasi sediaan emulgel ekstrak etanol rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) dengan menggunakan Carbopol 940 sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humectant.

4 24 101

Optimasi formula emulgel minyak daun cengkeh sebagai penghilang bau kaki dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humectant.

1 3 114

Optimasi formula emulgel minyak daun cengkeh sebagai penghilang bau kaki dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humectant

0 0 112

Optimasi formula emulgel sunscreen ekstrak etil asetat isoflavon tempe dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan VCO sebagai fase minyak : apikasi desain faktorial - USD Repository

0 0 116

Optimasi Carbopol 940 sebagai Gelling Agent dan Gliserin sebagai Humectant dalam emulgel minyak cengkeh sebagai penyembuh jerawat dengan aplikasi desain faktorial - USD Repository

0 0 105