UIN Syarif Hidayatullah
fase air dan tidak bercampur meskipun dilakukan pengocokan Ansel, 1998 dalam Indayanti, 2014.
Evaluasi yang umum dilakukan untuk menilai stabilitas fisik emulsi yaitu evaluasi perubahan penampilan fisik, distribusi ukuran droplet, muatan
droplet dan rheologi serta evaluasi stabilitas dibawah kondisi dipercepat baik dengan suhu atau gaya seperti sentrifugasi Aulton, 2013. Menurut Aulton
2001, penilaian stabilitas emulsi dapat diperoleh dari penentuan derajat pemisahan fase minyak dan air atau dari tingkat creaming. Sedangkan
menurut Martin 2011, salah satu metode yang dapat digunakan untuk menentukan stabilitas emulsi didasarkan pada percepatan proses pemisahan,
yang sering terjadi pada kondisi penyimpanan. Metode ini terdiri dari metode freeze-thaw, cycling test dan sentrifugasi Sinko, 2011.
Gambar 2.5 Skema Ilustrasi Tipe Ketidakstabilan pada Emulsi
sumber: Im-Emsap Siepmann , 2002
2.5 Surfaktan
2.5.1 Pengertian Surfaktan
Surfaktan merupakan senyawa organik yang bersifat ampifatik dimana senyawa tersebut memiliki gugus hidrofobik bagian ekor dan gugus hidrofilik
bagian kepala. Sehingga dengan adanya kedua gugus tersebut, surfaktan dapat larut baik dalam air maupun dalam pelarut organik. Ketika surfaktan dicampurkan
kedalam emulsi, surfaktan akan menutupi permukaan droplet dengan bagian hidrofobiknya terdapat dalam droplet minyak dan bagian hidrofiliknya terdapat
UIN Syarif Hidayatullah
dalam air Li et al., 2008 dalam Muhaimin, 2013 sehingga dapat mencegah droplet minyak mendekat satu sama lain Wang, 2014.
2.5.2 Klasifikasi Surfaktan
Berdasarkan muatannya, surfaktan dapat diklasifikasikan menjadi empat golongan yaitu:
a Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian hidrofiliknya memiliki
muatan positif. Contohnya yaitu laurylamine hydrocloride, trimethyl dodecylammonium chloride dan cetyl trimethylammonium bromide
b Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian hidrofiliknya memiliki
gugus bermuatan negatif seperti sulfat, sulfonat dan karboksilat. Contoh surfaktan golongan ini adalah Na stearat, Na dodecyl sulfat dan Na
dodecyl benzene sulfonate. c
Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian hidrofiliknya tidak bermuatan. Sehingga tidak dapat terionisasi didalam larutan dan tahan
terhadap perubahan pH. Contoh: ester gliserin asam lemak, estre sorbitan asam lemak, ester sukrosa asalm lemak, polietilena alkil amina,
glukamina, alkil poliglukosida, mono alkanol amina, dialkanol amina dan alkil amina oksida.
d Surfaktan zwitterionikamfoterik yaitu surfaktan yang bagian hidrofiliknya
memiliki muatan positif dan negatif. Dalam larutan basa akan berperan sebagai surfaktan anionik dan dalam larutan asam berperan sebagai
surfaktan kationik. Contoh surfaktan golongan ini meliputi lauryl betaine, lauramidopropyl betaine dan cocoamido 2-hydropropyl sulfobetaine.
2.5.3 HLB Hydrophyle-Lipophile Balance