Pengaruh Konsentrasi Polimer Karbopol 940 sebagai Gelling Agent terhadap Sifat Fisik Emulgel Gamma-Oryzanol

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PENGARUH KONSENTRASI POLIMER KARBOPOL

940 SEBAGAI

GELLING AGENT

TERHADAP SIFAT

FISIK EMULGEL

GAMMA-ORYZANOL

SKRIPSI

NUR KHASANAH

NIM: 1112102000093

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

AGUSTUS 2016


(2)

ii

PENGARUH KONSENTRASI POLIMER KARBOPOL

940 SEBAGAI

GELLING AGENT

TERHADAP SIFAT

FISIK EMULGEL

GAMMA-ORYZANOL

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

NUR KHASANAH

NIM: 1112102000093

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

AGUSTUS 2016


(3)

iii

Skripsi ini adalah benar hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan benar.

Nama : Nur Khasanah

NIM : 1112102000093

Tanda Tangan :


(4)

(5)

(6)

vi ABSTRAK

Nama : Nur Khasanah

NIM : 1112102000093

Program Studi : Farmasi

Judul Penelitian : Pengaruh Konsentrasi Polimer Karbopol 940 sebagai Gelling Agent terhadap Sifat Fisik Emulgel

Gamma-Oryzanol

Gamma-oryzanol merupakan senyawa antioksidan alami yang diperoleh dari minyak dedak padi atau yang lebih dikenal dengan rice bran oil (RBO). Gamma-oryzanol diketahui dapat melindungi kulit dari radiasi ultraviolet dan meningkatkan kelembaban kulit, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai antikerut dan pelembab kulit di bidang kosmetik. Terdapat dua komponen penting yang menentukan sifat dan stabilitas fisik emulgel, yaitu emulgator dan gelling agent. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi polimer karbopol 940 sebagai gelling agent terhadap sifat fisik emulgel gamma-oryzanol. Konsentrasi karbopol 940 yang digunakan dalam formulasi adalah 0,5% (pada F1), 0,75% (pada F2) dan 1 % (pada F3). Evaluasi sifat dan stabilitas fisik sediaan emulgel dilakukan terhadap beberapa parameter uji, yaitu pengamatan organoleptis, pengukuran diameter globul rata-rata, penentuan pH, penentuan sifat alir dan kekentalan, uji daya sebar dan uji sentrifugasi. Evaluasi stabilitas fisik sediaan emulgel dilakukan dengan menggunakan metode penyimpanan pada suhu 4oC, 26±2oC dan 40oC, uji cycling test dan uji sentrifugasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi konsentrasi karbopol 940 sebagai gelling agent

berpengaruh terhadap sifat dan stabilitas fisik sediaan emulgel gamma-oryzanol. Peningkatan konsentrasi karbopol 940 menyebabkan terjadinya peningkatan viskositas emulgel, penurunan daya sebar dan ukuran diameter globul rata-rata yang meningkat. Berdasarkan uji stabilitas fisik, ketiga formula sediaan emulgel

gamma-oryzanol mengalami perubahan nilai parameter uji, namun perubahan tersebut tidak menyebabkan perubahan yang signifikan pada sifat organoleptis emulgel gamma-oryzanol. Emulgel F2 bersifat paling stabil. Berdasarkan hasil uji sentrifugasi, ketiga formula emulgel bersifat stabil secara fisik dan diperkirakan dapat bertahan minimal selama satu tahun masa simpan.


(7)

vii ABSTRACT

Name : Nur Khasanah

NIM : 1112102000093

Major : Pharmacy

Title : The Effect of Carbopol 940 Polymer Concentration as Gelling Agent to Physical Characteristic of Gamma-Oryzanol Emulgel

Gamma-oryzanol is a natural antioxidant compounds derived from rice bran oil.

Gamma-oryzanol is known to protects the skin from Ultra-violet radiation and increase moisture to the skin as well. Therefore, its application in the cosmetics is both antiwrinkle and moisturizer for the skin. There are two main components that determine characteristic and physical stability of emulgel, the emulsifier and gelling agent. The aim of this research was to identify the effect of variations in the concentration of carbopol 940 polymer as gelling agent to caracteristic and physical stability of the emulgel gamma-oryzanol. The concentration of carbopol 940 in the formulation were 0,5% (F1), 0,75% (F2) and 1% (F3). Caracteristic and physical stability evaluation of the emulgel was done with some test parameters, such as organoleptic observation, measurement of average globule diameter, pH determination, determination of viscosity and flow properties, spreading ability test and sentrifugation test. Physical stability evaluation was done with some methods such as storage at temperature 4oC, 26±2oC dan 40oC, cycling test and centrifugation test. The result shown that the variation in the concentration of carbopol 940 as gelling agent given effect in emulgel gamma-oryzanol. The increase in carbopol 940 concentration caused increased viscosity, decreased spreading ability and increased globul size of emulgel. At the physical stability test, all formulations showed the alterations of the test parameters value, but those alterations do not cause a significant change in the organoleptic properties of emulgel gamma-oryzanol. Emulgel F2 was most stable. According to the centrifugation test, all formulation was physically stable and was expected to last at least one year shelf life.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, segala puji dan syukur penulis ucapkan

kehadirat Allah Subhanallahu wa ta’ala yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, ridho dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Penulisan skripsi berjudul “Pengaruh Konsentrasi Polimer Karbopol 940 sebagai Gelling Agent terhadap Sifat Fisik Emulgel Gamma-Oryzanol” bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sejak masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini, sangat sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt dan Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt,

selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, waktu, tenaga, saran dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada saya.

5. Kedua orang tua, ayahanda tersayang Kasturah (alm) dan ibunda tercinta Maryam yang selalu memberikan kasih sayang semenjak penulis lahir ke dunia, doa yang tidak pernah putus dan dukungan baik moril maupun materil. Tidak ada apapun yang dapat membalas kebaikan, cinta dan kasih sayang yang telah kalian berikan kepada saya. Dan semoga Allah selalu memberikan keberkahan, cinta dan kasih sayang kepada kedua orang tua saya tercinta.


(9)

ix

Terutama untuk ayahanda, semoga ditempatkan di sisi Allah SWT bersama orang-orang beriman lainnya dan bahagia di surga. Amiin

6. Kedua kakak saya, Muthmainah (almh) dan Fatihatul Rizqillah beserta suami yang telah memberikan doa, dukungan moril dan materil serta kasih sayang sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar. Semoga Allah selalu memberikan keberkahan, cinta dan kasih sayang kepada kakak tercinta khususnya untuk kak Muthmainah (almh), semoga ditempatkan di sisi Allah SWT bersama orang-orang beriman lainnya serta bahagia di surga. Amiin 7. Seluruh keluarga besar Prodi Farmasi FKIK yang telah memberikan

kesempatan, kemudahan dan dukungan untuk melakukan penelitian ini

8. Kakak-kakak laboran FKIK, ka Eris, ka Lisna, ka Rani, ka Tiwi, ka Lilis, ka Suryani, ka Walid, ka Zaenab dan ka Rachmadi atas dukungan dan kerjasamanya selama kegiatan penelitian berlangsung

9. Khoiriyatus Sholihah, Anis Khilyatul Auliya, Pipit Fitriyah, Risha Natasya Andriani, Dian Mutia, Nihayatul Mardliyah serta teman-teman laboratorium yang telah banyak memberikan semangat dan kebersamaannya, terima kasih atas kerjasama dalam penelitian ini

10. Teman-teman CSS MoRA prodi farmasi angkatan 2012 yang telah memberikan semangat dan kebersamaan selama perkuliahan dan penelitian berlangsung

11. Teman-teman seperjuangan farmasi angkatan 2012 atas dukungan dan kerjasamanya

12. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan hingga terselesaikannya skripsi ini.


(10)

x

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, dan ilmu farmasi pada khususnya. Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini.

Ciputat, Agustus 2016 Penulis


(11)

xi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nur Khasanah

NIM : 1112102000093

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul

PENGARUH KONSENTRASI POLIMER KARBOPOL 940 SEBAGAI GELLING AGENT TERHADAP SIFAT FISIK EMULGEL

GAMMA-ORYZANOL

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Ciputat

Pada Tanggal : 23 Agustus 2016 Yang menyatakan,


(12)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ...viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ...xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Kulit ... 5

2.2 Gamma-oryzanol ... 9

2.3 Emulgel ... 11

2.4 Stabilitas Fisik Emulgel ... 13

2.5 Surfaktan ... 15

2.6 Radikal Bebas ... 17

2.7 Antioksidan ... 18

2.8 Komponen Emulgel ... 19

2.9 Minyak Dedak Padi ... 21

2.10 Tween 80 ... 22

2.11 Span 80 ... 22

2.12 Karbopol ... 23

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 25

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

3.2 Alat dan Bahan ... 25

3.2.1 Alat ... 25

3.2.2 Bahan ... 25

3.3 Prosedur Kerja ... 26

3.3.1 Formula Sediaan Emulgel ... 26

3.3.2 Pembuatan Emulgel Gamma-oryzanol ... 26

3.3.3 Evaluasi Karakteristik Sediaan ... 27

3.3.3.1 Pengamatan Organoleptis ... 27


(13)

xiii

3.3.3.3 Penentuan pH ... 27

3.3.3.4 Penentuan Sifat Alir dan Kekentalan ... 27

3.3.3.5 Uji Daya Sebar ... 28

3.3.3.6 Uji Stabilitas Fisik ... 28

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Hasil Pembuatan Emulgel Gamma-oryzanol ... 30

4.2 Evaluasi Karakteristik Sediaan ... 30

4.2.1 Hasil Uji Organoleptis Emulgel Gamma-oryzanol ... 30

4.2.2 Hasil Pengukuran Diameter Globul Rata-Rata Emulgel Gamma-oryzanol ... 31

4.2.3 Hasil Pengukuran pH Emulgel Gamma-oryzanol ... 33

4.2.4 Hasil Uji Sifat Alir dan Kekentalan Emulgel Gamma-oryzanol ... 34

4.2.5 Hasil Uji Daya Sebar ... 40

4.2.6 Hasil Uji Sentrifugasi Emulgel Gamma-oryzanol ... 43

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

5.1 Kesimpulan ... 45

5.2 Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Rentang HLB dan Aplikasinya ... 17

Tabel 3.1 Komposisi Bahan pada Emulgel Gamma-Oryzanol ... 26

Tabel 4.1 Formulasi Sediaan Emulgel Gamma-Oryzanol... 30

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulgel Gamma-Oryzanol ... 31

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Diameter Globul Rata-Rata Emulgel Gamma-Oryzanol Selama Penyimpanan ... 31

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Diameter Globul Rata-Rata Emulgel Gamma-Oryzanol pada Uji Cycling Test ... 32

Tabel 4.5 Hasil Pengukuran pH Emulgel Gamma-Oryzanol Selama Penyimpanan ... 33

Tabel 4.6 Hasil Pengukuran pH Emulgel Gamma-Oryzanol pada Uji Cycling Test ... 33

Tabel 4.7 Hasil Pengujian Viskositas Emulgel Gamma-Oryzanol Selama Penyimpanan ... 34

Tabel 4.8 Hasil Pengujian Viskositas Emulgel Gamma-Oryzanol pada Uji Cycling Test ... 34


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Kulit ... 5

Gambar 2.2 Skema Penetrasi Emulgel Melalui Kulit ... 9

Gambar 2.3 Struktur Empat Komponen Mayor Gamma-oryzanol ... 10

Gambar 2.4 Struktur Emulgel ... 13

Gambar 2.5 Skema Ilustrasi Tipe Ketidakstabilan pada Emulsi ... 15

Gambar 2.6 Unit Monomer Asam Akrilat pada Struktur Karbopol ... 23

Gambar 4.1 Kurva Sifat Emulgel Gamma-oryzanol pada Minggu ke-0 ... 36

Gambar 4.2 Kurva Sifat Emulgel Gamma-oryzanol pada Minggu ke-2 Suhu 4oC ... 37

Gambar 4.3 Kurva Sifat Alir Emulgel Gamma-Oryzanol pada Minggu ke-2 Suhu 26±2oC ... 37

Gambar 4.4 Kurva Sifat Alir Emulgel Gamma-Oryzanol pada Minggu ke-2 Suhu 40oC, ... 38

Gambar 4.5 Kurva Sifat Alir Emulgel Gamma-Oryzanol pada Minggu ke-4 Suhu 4oC, ... 38

Gambar 4.6 Kurva Sifat Alir Emulgel Gamma-Oryzanol pada Minggu ke-4 Suhu 26±2oC ... 39

Gambar 4.7 Kurva Sifat Alir Emulgel Gamma-Oryzanol pada Minggu ke-4 Suhu 40oC ... 39

Gambar 4.8 Kurva Daya Sebar Emulgel Gamma-oryzanol pada Minggu ke-0 ... 40

Gambar 4.9 Kurva Daya Sebar Emulgel Gamma-oryzanol pada Suhu 4oC ... 41

Gambar 4.10 Kurva Daya Sebar Emulgel Gamma-oryzanol pada Suhu 26±2oC ... 42

Gambar 4.11 Kurva Daya Sebar Emulgel Gamma-oryzanol pada Suhu 40oC ... 43


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Gambar Emulgel Gamma-Oryzanol ... 53 Lampiran 2. Hasil Uji Sentrifugasi Emulgel Gamma-Oryzanol ... 53 Lampiran 3. Data Hasil Uji pH Emulgel Gamma-Oryzanol

Selama Penyimpanan... 55 Lampiran 4. Data Hasil Uji pH Emulgel Gamma-Oryzanol

pada Uji Cycling Test ... 56 Lampiran 5. Data Hasil Uji Viskositas Emulgel Gamma-Oryzanol

pada Uji Cycling Test ... 56 Lampiran 6. Data Hasil Uji Viskositas Emulgel Gamma-Oryzanol

Selama Penyimpanan... 57 Lampiran 7. Data Diameter Daya Sebar Emulgel Gamma-Oryzanol

Selama Penyimpanan... 58 Lampiran 8. Contoh Perhitungan Luas Daya Sebar ... 59 Lampiran 9. Data Hasil Uji Daya Sebar Emulgel Gamma-Oryzanol

Selama Penyimpanan... 60 Lampiran 10. Data Hasil Pengukuran Sifat Alir Emulgel Gamma-Oryzanol

pada Minggu 0 ... 61 Lampiran 11. Data Hasil Pengukuran Sifat Alir Emulgel Gamma-Oryzanol

pada Minggu 2 Suhu 4oC ... 62 Lampiran 12. Data Hasil Pengukuran Sifat Alir Emulgel Gamma-Oryzanol

pada Minggu 2 Suhu 26±2oC ... 63 Lampiran 13. Data Hasil Pengukuran Sifat Alir Emulgel Gamma-Oryzanol

pada Minggu 2 Suhu 40oC ... 64 Lampiran 14. Data Hasil Pengukuran Sifat Alir Emulgel Gamma-Oryzanol

pada Minggu 4 Suhu 4oC ... 65 Lampiran 15. Data Hasil Pengukuran Sifat Alir Emulgel Gamma-Oryzanol

pada Minggu 4 Suhu 26±2oC ... 66 Lampiran 16. Data Hasil Pengukuran Sifat Alir Emulgel Gamma-Oryzanol

pada Minggu 4 Suhu 40oC ... 67 Lampiran 17. Hasil Distribusi Ukuran Globul Emulgel Gamma-Oryzanol

pada Minggu ke-0 ... 68 Lampiran 18. Hasil Distribusi Ukuran Globul Emulgel Gamma-Oryzanol

pada Minggu ke-2 Suhu 4oC... 69 Lampiran 19. Hasil Distribusi Ukuran Globul Emulgel Gamma-Oryzanol

pada Minggu ke-2 Suhu 26±2oC ... 70 Lampiran 20. Hasil Distribusi Ukuran Globul Emulgel Gamma-Oryzanol

pada Minggu ke-2 Suhu 40oC... 71 Lampiran 21. Hasil Distribusi Ukuran Globul Emulgel Gamma-Oryzanol

pada Minggu ke-4 Suhu 4oC... 72 Lampiran 22. Hasil Distribusi Ukuran Globul Emulgel Gamma-Oryzanol

pada Minggu ke-4 Suhu 26±2oC ... 73 Lampiran 23. Hasil Distribusi Ukuran Globul Emulgel Gamma-Oryzanol


(17)

xvii

Lampiran 24. Hasil Distribusi Ukuran Globul Emulgel Gamma-Oryzanol

Sebelum Uji Cycling Test ... 75

Lampiran 25. Hasil Distribusi Ukuran Globul Emulgel Gamma-Oryzanol Setelah Uji Cycling Test ... 76

Lampiran 26. Data Statistik Nilai pH Emulgel Gamma-Oryzanol Selama Penyimpanan pada Suhu 4oC... 77

Lampiran 27. Data Statistik Nilai Viskositas Emulgel Gamma-Oryzanol Selama Penyimpanan pada Suhu 4oC ... 78

Lampiran 28. Data Statistik Nilai Daya Sebar Emulgel Gamma-Oryzanol Selama Penyimpanan pada Suhu 4oC ... 80

Lampiran 29. Data Statistik Nilai pH Emulgel Gamma-Oryzanol Selama Penyimpanan pada Suhu 26±2oC ... 81

Lampiran 30. Data Statistik Nilai Viskositas Emulgel Gamma-Oryzanol Selama Penyimpanan pada Suhu 26±2oC ... 83

Lampiran 31. Data Statistik Nilai Daya Sebar Emulgel Gamma-Oryzanol Selama Penyimpanan pada Suhu 26±2oC ... 84

Lampiran 32. Data Statistik Nilai pH Emulgel Gamma-Oryzanol Selama Penyimpanan pada Suhu 40oC... 86

Lampiran 33. Data Statistik Nilai Viskositas Emulgel Gamma-Oryzanol Selama Penyimpanan pada Suhu 40oC ... 87

Lampiran 34. Data Statistik Nilai Daya Sebar Emulgel Gamma-Oryzanol Selama Penyimpanan pada Suhu 40oC ... 89

Lampiran 35. Data Statistik Nilai pH Emulgel Gamma-Oryzanol pada Uji Cycling Test ... 90

Lampiran 36. Data Statistik Nilai Viskositas Emulgel Gamma-Oryzanol pada Uji Cycling Test ... 92

Lampiran 37. Data Statistik Ukuran Globul Emulgel Gamma-Oryzanol Selama Penyimpanan... 94

Lampiran 38. Sertifikat Analisis Karbopol 940 ... 95

Lampiran 39. Sertifikat Analisis Rice Bran Oil ... 96


(18)

1 1.1Latar Belakang

Gamma-oryzanol merupakan senyawa antioksidan alami yang diperoleh dari minyak dedak padi atau yang lebih dikenal dengan rice bran oil (RBO). Rice bran oil adalah minyak yang diekstraksi dari lapisan luar butiran padi dengan sejumlah lembaga biji (Nasir et al., 2009). Selain gamma-oryzanol, terdapat dua antioksidan lain dalam rice bran oilyaitu tokoferol (α, , dan δ) dan tokotrienol.

Namun, kandungan gamma-oryzanol dalam dedak padi berjumlah 13-20 kali (b/b) lebih banyak dibandingkan total kandungan tokoferol dan tokotrienol (Bergman dan Xu, 2003 dalam Chen dan Bregman, 2005).

Sejumlah studi telah melaporkan bahwa gamma-oryzanol memiliki banyak manfaat di bidang kesehatan. Gamma-oryzanol diketahui dapat melindungi kulit dari radiasi ultraviolet dan meningkatkan kelembaban kulit, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai antikerut dan pelembab kulit di bidang kosmetik (Vorarat et al., 2010). Kemampuan gamma-oryzanol sebagai antioksidan mencapai empat kali lipat dari vitamin E dalam menghentikan terjadinya oksidasi jaringan dalam tubuh. Selain itu, gamma-oryzanol juga memiliki peran protektif dalam proses peroksidasi lipid yang diinduksi oleh sinar UV (Patel dan Naik, 2004) dan merupakan UV-A filter (Juliano et al., 2005) sehingga digunakan dalam sediaan tabir surya. Lebih lanjut, Brigitte Kaiser (1995) telah mematenkan komposisi

sunscreen kosmetik yang mengandung gamma-oryzanol dan asam ferulat, yaitu 0,05-5% asam ferulat dan 0,05-5% gamma-oryzanol (Brigitte, 1995).

Gamma-oryzanol bersifat tidak larut dalam air, sehingga untuk mengaplikasikannya dalam sebuah formula dibutuhkan bentuk sediaan yang dapat memfasilitasinya. Terdapat beberapa bentuk sediaan topikal yaitu lotion, salep, krim, gel dan emulgel. Salep, krim dan lotion umumnya bersifat lengket sehingga cenderung sulit ketika diaplikasikan. Bentuk sediaan tersebut juga memiliki koefisien sebar yang kecil sehingga perlu digosokkan ketika diaplikasikan (Khunt


(19)

UIN Syarif Hidayatullah dosis yang dihantarkan. Oleh karena itu, dipilihlah bentuk sediaan emulgel minyak dalam air. Sediaan emulgel ini merupakan sediaan emulsi tipe minyak dalam air yang digelkan dengan adanya penambahan gelling agent ke dalamnya (Ajazuddin et al., 2013). Sediaan emulgel minyak dalam air memiliki tingkat penerimaan pasien atau konsumen yang tinggi karena mempunyai keuntungan baik dari segi emulsi maupun gel (Vikas et al., 2012).

Dalam penggunaan dermatologis, emulgel memiliki sifat yang menguntungkan yaitu bersifat tiksotropis, tidak berminyak, mudah merata, emolien, larut air, dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama, ramah lingkungan, transparan, dan memiliki penampilan organoleptis yang baik (Vikas

et al., 2012). Emulgel juga dapat memberikan kesan dingin ketika diaplikasikan karena salah satu fasenya berupa gel (Voight, 1994). Selain itu, karena terdapat fase emulsi dalam emulgel menjadikan emulgel bersifat elegan dan mudah dicuci setiap kali diinginkan serta memiliki penetrasi ke kulit yang tinggi (Baibhav et al., 2012).

Dalam emulgel, terdapat komponen penting yang berperan dalam menentukan sifat dan stabilitas fisik emugel. Pertama, gelling agent yang akan berperan sebagai thickening agent dan untuk meningkatkan konsistensi sediaan emulgel (Vikas et al., 2012). Diantara gelling agent yang luas penggunaannya dalam bidang farmasi adalah karbopol 940. Karbopol 940 bersifat tidak toksik dan tidak mengiritasi serta tidak ada bukti terjadinya reaksi hipersensitivitas ketika digunakan secara topikal (Das et al., 2013).

Kedua, emulgator yang akan berperan dalam proses emulsifikasi dan digunakan untuk mengontrol stabilitas sediaan selama jangka waktu penyimpanan tertentu (Vikas et al., 2012). Emulgator yang sering digunakan dalam formulasi emulgel adalah surfaktan non-ionik (Yenti et al., 2014; Godheekar et al., 2012; Mohammed, 2004; Vikas et al., 2012; Khullar et al., 2012). Surfaktan non-ionik lebih sering digunakan karena memiliki potensi toksisitas dan iritasi yang rendah. Selain itu, surfaktan nonionik tidak memiliki muatan sehingga bersifat kurang sensitif terhadap perubahan pH dan kekuatan ion dalam larutan (Wang, 2014).

Dalam penelitan sebelumnya yaitu yang dilakukan oleh Baibhav et al. (2012) yang memformulasi emulgel klaritromisin untuk penghantaran topikal dengan


(20)

UIN Syarif Hidayatullah menggunakan karbopol 940 (1%, 1,2% dan 1,3%) sebagai gelling agent dan tween 80/span 80 sebagai emulgator, menghasilkan bahwa emulgel tersebut menunjukkan stabilitas fisik dan pelepasan obat yang baik pada kosentrasi karbopol 1% (Baibhav et al., 2012). Pada umumnya, semakin kental sediaan akan menyebabkan semakin sulit pelepasan obat dari basisnya, sehingga dalam

penelitian ini konsentrasi karbopol divariasikan pada konsentrasi ≤1% untuk

melihat pengaruhnya terhadap stabilitas fisik emulgel gamma-oryzanol.

Pemilihan jenis gelling agent dengan konsentrasi yang tepat merupakan salah satu parameter penentu yang dapat mempengaruhi sifat dan stabilitas fisik sediaan. Selanjutnya, sifat dan stabilitas fisik sediaan yang baik akan mempengaruhi dan menentukan pelepasan zat aktif yang sesuai dari matriks gel ketika diaplikasikan ke tempat target, sehingga perlu dilakukan adanya pengujian terhadap sifat dan stabilitas fisik emulgel gamma-oryzanol ini (Mengesha, 2015).

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini dibuat sediaan emulgel yang mengandung gamma-oryzanol dengan menggunakan polimer karbopol 940 sebagai gelling agent dan tween 80/span 80 sebagai emulgator. Pengaruh karbopol 940 sebagai gelling agent diamati dari evaluasi sifat fisik emulgel yang terdiri dari pengamatan organoleptis, penentuan pH, diameter globul rata-rata, sifat alir dan viskositas, dan uji stabilitas fisik emulgel.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi polimer karbopol 940 sebagai gelling agent terhadap sifat fisik emulgel gamma-oryzanol?

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi polimer karbopol 940 sebagai gelling agent terhadap sifat fisik emulgel gamma-oryzanol.


(21)

UIN Syarif Hidayatullah 1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang sifat dan stabilitas fisik emulgel yang mengandung gamma-oryzanol dengan polimer karbopol 940 sebagai gelling agent dalam variasi konsentrasi yang berbeda.


(22)

UIN Syarif Hidayatullah BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Kulit

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit

Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki

fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari, sebagai peraba dan perasa serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono dan Lathifah, 2007).

Gambar 2.1 Struktur Kulit

(Sumber: Graaff et al., 2001)

Kulit terdiri dari tiga lapisan. Lapisan yang paling luar yaitu epidermis, lapisan tengah yaitu dermis dan lapisan yang terdalam yaitu hipodermis.

1. Epidermis

Sel-sel epidermis disebut dengan keratinosit. Lapisan epidermis dari bagian luar ke dalam dibagi menjadi lima lapisan yaitu (Tranggono dan Lathifah, 2007):

a. Stratum Korneum

Stratum korneum merupakan lapisan terluar dalam epidermis dan memiliki ketebalan 10-20 µm ketika kering dan 40 µm ketika terhidrasi


(23)

UIN Syarif Hidayatullah dan mengembang (Kermany, 2010). Lapisan ini merupakan lapisan yang bersifat hidrofobik (mengandung 13% air) terbuat dari sel-sel mati dan menjadi lapisan tanduk. Stratum korneum menyediakan perlindungan terhadap penetrasi substansi-substansi asing dari luar. Lapisan stratum korneum yang merupakan lapisan terluar ini yang akan menentukan sifat penghalang dari kulit, mengatur fluks kimia dan air antara lingkungan dan organisme (Bolzinger et al., 2012).

b. Stratum Lusidum

Stratum lucidum merupakan lapisan yang tipis, jernih, mengandung eleidin, sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki.

c. Stratum Granulosum

Lapisan ini tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir kasar,berinti mengkerut.

d. StratumSpinosum

Pada lapisan ini terdapat sel yang berbentuk kubus dan seperti berduri. Intinya besar dan oval. Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. Cairan limfa masih ditemukan mengitari sel-sel dalam lapisan ini.

e. Stratum Basal

Lapisan ini merupakan lapisan terbawah epidermis. Di dalam stratum ini terdapat sel-sel melanosit, yaitu sel-sel yang tidak mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya membentuk pigmen melanin dan memberikannya kepada sel-sel keratinosit melalui dendrit-dendritnya. 2. Dermis

Dermis terutama terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin yang berada di dalam substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari gelatin mukopolisakarida. Serabut kolagen dapat mencapai 72 persen dari keseluruhan berat kulit manusia bebas lemak. Di dalam dermis terdapat adneksa-adneksa kulit seperti folikel rambut, papila rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf,


(24)

UIN Syarif Hidayatullah juga sebagian lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah kulit (subkutis/hipodermis) (Tranggono dan Lathifah, 2007).

3. Hipodermis

Lapisan hipodermis merupakan lapisan terdalam pada kulit. Lapisan ini adalah lapisan kontak antara kulit dan jaringan dibawahnya dalam tubuh seperti otot dan tulang (Sherwood, 2007 dalam Kermany, 2010).

2.1.2 Permeabilitas dan Penetrasi Obat Melalui Kulit

Substansi atau senyawa yang bersifat hidrofilik tidak dapat berpenetrasi melalui kulit dengan mudah karena ketidakmampuannya untuk melewati lapisan

stratum korneum yang hidrofobik. Sedangkan substansi atau senyawa yang bersifat hidrofobik dapat dengan mudah melewati stratum korneum, namun bertahan didalamnya karena lapisan selanjutnya yang harus dilewati bersifat hidrofilik (Bolzinger et al., 2012).

Transport obat atau senyawa melalui kulit dapat terjadi melalui beberapa jalur (Bolzinger et al., 2012) yaitu:

a. Jalur penetrasi epidermis, yaitu melewati stratum korneum

Pada jalur ini obat dapat melalui sel-sel stratum korneum atau dengan melewati celah antar sel-sel stratum korneum.

b. Jalur transappendageal, melalui folikel rambut dan kelenjar keringat. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi senyawa secara topikal yaitu (Vikas et al., 2012):

a. Faktor Fisiologi 1) Ketebalan kulit 2) Kandungan lemak 3) Densitas folikel rambut 4) Densitas kelenjar keringat 5) pH kulit

6) Aliran darah 7) Hidrasi kulit


(25)

UIN Syarif Hidayatullah b. Faktor Fisikokimia

1) Koefisien partisi

2) Bobot molekul (<400 dalton)

3) Derajat ionisasi (hanya obat yang tidak terionisasi yang dapat terabsorbsi sempurna)

4) Pengaruh pembawa yang digunakan 2.1.3 Penghantaran Obat Melalui Kulit

Dengan semakin bertambahnya usia, kemungkinan berbagai penyakit timbul juga akan semakin besar. Upaya untuk menyembuhkan penyakit mendorong formulator untuk mengembangkan penemuan-penemuan obat, pengobatan dan sistem penghantaran baru. Selain itu, rute penghantaran obat untuk mendapatkan respon terapi yang dibutuhkan menjadi sangat penting. Rute penghantaran obat tergantung pada tipe dan tingkat keparahan penyakit. Untuk gangguan kulit, biasanya lebih dipilih rute administrasi topikal. Sistem penghantaran obat melalui topikal dapat didefiniskan sebagai aplikasi langsung sediaan yang mengandung obat dengan tujuan efek lokal (Ajazuddin et al., 2013).

Keuntungan sistem penghantaran topikal yaitu mampu menghantarkan obat secara spesifik ke tempat target, menghindari degradasi obat di saluran gastrointestinal dan degradasi metabolik jika menggunakan rute oral. Sistem penghantaran obat topikal dapat meningkatkan bioavailabilitas obat dengan menghindari metabolisme lintas pertama di hati dan menghantarkan obat secara konstan untuk jangka waktu yang diperpanjang. Pada sistem penghantaran obat topikal, obat akan berdifusi keluar dari sistem mencapai tempat target dan diabsorbsi melalui kulit. Adanya peningkatan laju pelepasan obat dari sediaan dapat meningkatkan absorpsi perkutan obat. Pelepasan obat dari sediaan topikal tergantung dari sifat fisikokimia pembawa dan obat yang digunakan (Ajazuddin et al., 2013).


(26)

UIN Syarif Hidayatullah Gambar 2.2 Skema Penetrasi Emulgel melalui Kulit

(sumber: Ajazuddin et al., 2013)

2.2Gamma-Oryzanol

2.2.1 Deskripsi dan Komponen Kimia

Gamma-oryzanol merupakan campuran senyawa phytosteryl ferulate dan triterpen alkohol yang diekstraksi dari minyak kulit ari beras /Rice Brain Oil

(RBO). Rice bran atau bekatul adalah komponen dari beras mentah yang diperoleh ketika dipisahkan dari bagian endosperma selama proses penggilingan padi (Juliano et al., 2005). Gamma-oryzanol dapat dipisahkan dan dikuantifikasi dengan menggunakan high- performance liquid chromatography

(Patel dan Naik, 2004). Jumlah gamma-oryzanol tergantung dari metode ekstraksi yang digunakan, varietas padi, musim dan daerah tumbuhnya (Sakunpak, 2014).

Awalnya, gamma-oryzanol diduga merupakan komponen tunggal, namun kemudian diketahui bahwa gamma-oryzanol terdiri dari lebih 10 jenis phytosteryl ferulate dengan empat komponen utama yaitu cycloartenyl ferulate, 24-methylenecycloartanyl ferulate, campesteryl ferulate dan sitosteryl ferulate. Keempat komponen ini terdapat dalam jumlah 83,6% (Kim et al., 2014). Menurut Xu (2001), komponen yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi adalah 24-methylenecycloartanyl ferulate.


(27)

UIN Syarif Hidayatullah Gambar 2.3 Struktur Empat Komponen Mayor Gamma-Oryzanol

(Sumber: Patel dan Naik, 2004; Islam et al., 2009)

2.2.2 Sifat Fisikokimia

Gamma-oryzanol berwarna putih atau putih kekuningan, tidak berbau dan berbentuk serbuk kristalin. Gamma-oryzanol bersifat hidrofob, mudah larut dalam kloroform, sukar larut dalam etanol dan tidak larut dalam air. Stabil pada suhu 30oC hingga 80 hari (tsuno.co.jp).

2.2.3 Manfaat

Gamma-oryzanol dilaporkan memiliki beberapa manfaat dalam bidang kesehatan yaitu: memperbaiki pola lipid plasma, menurunkan kolesterol total plasma dan meningkatkan level kolesterol HDL serta menghambat agregasi platelet. Gamma-oryzanol juga menunjukkan aktivitas sebagai antioksidan dalam sistem in vitro seperti pyrogallol autoxidation, peroksidasi lipid yang diinduksi dalam homogenat retina babi oleh ion besi dan oksidasi kolesterol yang diinduksi oleh 2,2’-azobis(2-methylpropionamidine) (Juliano et al., 2005). Selain itu,

gamma-oryzanol diketahui dapat melindungi kulit dari radiasi ultraviolet dan meningkatkan kelembaban kulit. Sehingga dapat dimanfaatkan sebagai antikerut dan pelembab kulit di bidang kosmetik (Vorarat et al., 2010).

cycloartenyl ferulate

24-methylenecycloartanyl ferulate campesteryl ferulate


(28)

UIN Syarif Hidayatullah Sifat gamma-oryzanol sebagai antioksidan disebabkan karena adanya struktur asam ferulat di dalamnya. Asam ferulat merupakan antioksidan asam fenolat. Xu et al. (2001) melaporkan bahwa aktivitas antioksidan tertinggi dalam melawan oksidasi kolesterol ditunjukkan oleh 24-methylenecycloartanyl ferulate

dan ketiga komponen gamma-oryzanol (cycloartenyl ferulate, 24-methylenecycloartanyl dan campesteryl ferulate) memiliki aktivitas antioksidan

lebih tinggi dibandingkan vitamin E (α-tocopherol, - tocopherol, - tocopherol

dan δ- tocopherol) (Patel dan Naik, 2004).

2.2.4 Profil Keamanan

Kobayasi (1979) melaporkan bahwa hanya terjadi iritasi kulit ringan pada tes patch kulit menggunakan salep gamma-oryzanol 1%. Yahara et al. (1973), dalam penelitiannya menggunakan tikus menyatakan bahwa penghantaran

gamma-oryzanol oral dan intraperitoneal 10.000 mg/kg tidak menyebabkan abnormalitas secara umum maupun setelah dibedah. Begitu pula ketika dihantarkan melalui subkutan sebesar 500 mg/kg. Data lain menyebutkan bahwa tidak terjadi abnormalitas pada tikus setelah 6 bulan diberikan gamma-oryzanol

peroral (30-1000 mg/kg) (Hasato et al., 1974). 2.3Emulgel

Sediaan emulgel merupakan sediaan emulsi tipe minyak/air atau air/minyak yang digelkan dengan adanya penambahan gelling agent ke dalamnya (Ajazuddin

et al., 2013). Emulsi tipe minyak dalam air digunakan untuk membuat emulgel yang dapat menghantarkan obat hidrofobik. Sedangkan emulsi tipe air dalam minyak, umumnya digunakan untuk membentuk emulgel yang dapat menghantarkan obat hidrofilik (Olatunji, 2015).

Sediaan emulgel lebih diterima oleh konsumen karena memiliki keuntungan baik dari segi emulsi maupun gel. Gel yang digunakan dalam bidang dermatologi memiliki keuntungan yaitu bersifat tiksotropik, mudah merata, tidak berminyak, mudah dicuci, bersifat emolien dan cocok dengan berbagai eksipien Sedangkan emulsi mempunyai tingkat penampilan yang cocok, mudah dicuci, tingkat penetrasi obat tinggi, dan viskositas, penampilan fisik serta tingkat kelicinannya


(29)

UIN Syarif Hidayatullah dapat dikontrol. Emulsi juga dapat digunakan untuk menghantarkan berbagai jenis obat (Baibhav, 2012) baik obat yang bersifat hidrofilik maupun hidrofobik. Emulgel yang diharapkan adalah emulgel dengan sifat atau karakteristik yang meliputi penetrasi obat yang lebih baik, menyebar secara rata, tidak berminyak saat diaplikasikan, larut air, ramah lingkungan, tidak meninggalkan noda, lembab, transparan atau bening dan nyaman digunakan (Olatunji, 2015).

Menurut Hyma (2014) keuntungan sediaan emulgel adalah sebagai berikut : a. Obat hidrofobik dapat dengan mudah digabungkan ke dalam gel

menggunakan emulsi tipe minyak/air.

Kebanyakan obat hidrofobik tidak dapat digabungkan ke dalam basis gel secara langsung karena masalah kelarutannya. Oleh karena itu, emulgel dapat membantu penggabungan obat hidrofobik ke dalam fase minyak lalu globul minyak terdispersi dalam fase air membentuk emulsi minyak/air. Setelah itu, emulsi tersebut dapat dicampur ke dalam basis gel. Hal ini memungkinkan stabilitas dan pelepasan obat yang lebih baik dibandingkan sekedar menggabungkan obat ke dalam basis gel.

a. Memiliki stabilitas yang lebih baik b. Kapasitas muatan yang lebih baik

Hal ini disebabkan karena sistem pembentuk emulgel diantaranya adalah sistem gel. Gel terdiri dari jaringan yang luas sehingga memberikan kapasitas muatan yang lebih baik.

c. Mudah dikerjakan dengan biaya yang terjangkau d. Tidak ada sonikasi intensif

Jika dibandingkan dengan molekul vesikular yang membutuhkan sonikasi intensif yang dapat menyebabkan kebocoran dan degradasi obat, pembuatan emulgel tidak membutuhkan sonikasi tersebut.

e. Memberikan pelepasan obat yang terkontrol

Emulgel dapat digunakan untuk memperpanjang efek terapi obat yang memiliki t ½ pendek baik untuk obat hidrofob (emulgel minyak/air) maupun obat hidrofil (emulsi air/minyak).


(30)

UIN Syarif Hidayatullah Gambar 2.4 Struktur Emulgel

(sumber: Mohammed Haneefa et al., 2013)

Pada dasarnya, emulgel dapat dibuat melalui dua tahap yaitu tahap emulsifikasi dan tahap penggabungan emulsi ke dalam basis gel (Mengesha, 2015).

2.4Stabilitas Fisik Emulgel

Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat atau kosmetik untuk bertahan dalam batas spesifikasi yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas dan kemurnian produk tersebut (Djajadisastra, 2004). Karena emulgel merupakan sediaan yang terdiri dari emulsi yang digelkan oleh gelling agent, maka stabilitas emulgel bergantung pada stabilitas emulsi yang dihasilkan. Emulsi merupakan suatu sistem yang secara fisik bersifat tidak stabil (Ma dan Hadzija, 2013). Emulsi yang stabil didefinisikan sebagai suatu sistem dengan globul-globul yang mampu mempertahankan sifat awalnya dan tetap terdistribusi merata dalam fase eksternal (Aulton, 2001). Kestabilan emulsi ditandai dengan tidak adanya penggabungan fase internal, tidak adanya creaming, dan tidak ada perubahan penampilan, bau, warna serta sifat fisik lainnya (Sinko, 2011). Suatu sistem emulsi dapat mengalami ketidakstabilan fisik yang bersifat reversibel (creaming dan flokulasi) maupun irreversibel (koalesen dan inversi fase). Ketidakstabilan yang bersifat reversibel dapat kembali ke keadaan awal dengan sedikit agitasi. Sedangkan ketidakstabilan berupa koalesen dan inversi fase dapat berakhir dengan pemisahan fase (Eccleston, 2007 dalam Gadri, 2012).


(31)

UIN Syarif Hidayatullah Berikut beberapa parameter dalam menentukan ketidakstabilan fisik pada emulsi:

a. Flokulasi

Flokulasi merupakan suatu proses dua atau lebih droplet bergabung menjadi droplet yang lebih besar tanpa kehilangan sifat masing-masing. Flokulasi umumnya merupakan prekursor terjadinya koalesen atau agregasi (Denton dan Rostron, 2013).

b. Creaming

Creaming adalah peristiwa pembentukan agregat dari bulatan fase dalam yang memiliki kecenderungan lebih besar untuk naik ke permukaan emulsi atau jatuh ke dasar emulsi tersebut daripada partikel-partikelnya sendiri (Martin, 1993). Menurut hukum Stoke, laju creaming bergantung pada beberapa parameter yaitu ukuran droplet, perbedaan densitas kedua fase dan viskositas fase kontinyu. Sehingga, untuk menurunkan laju creaming dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran droplet atau meningkatkan viskositas fase eksternal (Sinko, 2011).

c. Koalesen

Koalesen merupakan proses penggabungan droplet-droplet fase terdispersi menjadi droplet dengan ukuran yang lebih besar dari ukuran semula (Ma dan Hadzija, 2013) dikarenakan pecahnya lapisan film yang terdapat dibagian antarmuka droplet (Lakkies, 2007). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, koalesen merupakan suatu proses yang bersifat irreversibel. Koalesen dapat terjadi karena viskositas fase kontinyu yang tidak cukup dan/atau volume fase dalam yang tinggi dari total volume emulsi (Ma dan Hadzija, 2013).

d. Inversi Fase

Pada fenomena ini terjadi perubahan tipe emulsi dari M/A menjadi A/M atau sebaliknya. Bila inversi fase terjadi setelah pembuatan, secara logis hal ini bisa dianggap sebagai tanda instabilitas emulsi (Sinko, 2011).

e. Cracking

Kerusakan yang paling besar dari emulsi adalah cracking. Cracking


(32)

UIN Syarif Hidayatullah fase air dan tidak bercampur meskipun dilakukan pengocokan (Ansel, 1998 dalam Indayanti, 2014).

Evaluasi yang umum dilakukan untuk menilai stabilitas fisik emulsi yaitu evaluasi perubahan penampilan fisik, distribusi ukuran droplet, muatan droplet dan rheologi serta evaluasi stabilitas dibawah kondisi dipercepat baik dengan suhu atau gaya (seperti sentrifugasi) (Aulton, 2013). Menurut Aulton (2001), penilaian stabilitas emulsi dapat diperoleh dari penentuan derajat pemisahan fase minyak dan air atau dari tingkat creaming. Sedangkan menurut Martin (2011), salah satu metode yang dapat digunakan untuk menentukan stabilitas emulsi didasarkan pada percepatan proses pemisahan, yang sering terjadi pada kondisi penyimpanan. Metode ini terdiri dari metode

freeze-thaw, cycling test dan sentrifugasi (Sinko, 2011).

Gambar 2.5 Skema Ilustrasi Tipe Ketidakstabilan pada Emulsi

(sumber: Im-Emsap & Siepmann , 2002)

2.5Surfaktan

2.5.1 Pengertian Surfaktan

Surfaktan merupakan senyawa organik yang bersifat ampifatik dimana senyawa tersebut memiliki gugus hidrofobik (bagian ekor) dan gugus hidrofilik (bagian kepala). Sehingga dengan adanya kedua gugus tersebut, surfaktan dapat larut baik dalam air maupun dalam pelarut organik. Ketika surfaktan dicampurkan kedalam emulsi, surfaktan akan menutupi permukaan droplet dengan bagian hidrofobiknya terdapat dalam droplet (minyak) dan bagian hidrofiliknya terdapat


(33)

UIN Syarif Hidayatullah dalam air (Li et al., 2008 dalam Muhaimin, 2013) sehingga dapat mencegah droplet minyak mendekat satu sama lain (Wang, 2014).

2.5.2 Klasifikasi Surfaktan

Berdasarkan muatannya, surfaktan dapat diklasifikasikan menjadi empat golongan yaitu:

a) Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian hidrofiliknya memiliki muatan positif. Contohnya yaitu laurylamine hydrocloride, trimethyl dodecylammonium chloride dan cetyl trimethylammonium bromide

b) Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian hidrofiliknya memiliki gugus bermuatan negatif seperti sulfat, sulfonat dan karboksilat. Contoh surfaktan golongan ini adalah Na stearat, Na dodecyl sulfat dan Na dodecyl benzene sulfonate.

c) Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian hidrofiliknya tidak bermuatan. Sehingga tidak dapat terionisasi didalam larutan dan tahan terhadap perubahan pH. Contoh: ester gliserin asam lemak, estre sorbitan asam lemak, ester sukrosa asalm lemak, polietilena alkil amina, glukamina, alkil poliglukosida, mono alkanol amina, dialkanol amina dan alkil amina oksida.

d) Surfaktan zwitterionik/amfoterik yaitu surfaktan yang bagian hidrofiliknya memiliki muatan positif dan negatif. Dalam larutan basa akan berperan sebagai surfaktan anionik dan dalam larutan asam berperan sebagai surfaktan kationik. Contoh surfaktan golongan ini meliputi lauryl betaine, lauramidopropyl betaine dan cocoamido 2-hydropropyl sulfobetaine.

2.5.3 HLB (Hydrophyle-Lipophile Balance)

Keberhasilan terbentuknya suatu emulsi yang stabil, berkaitan erat dengan hubungan antara struktur molekul surfaktan dan aktivitas permukaannya. Griffin (1947), menciptakan suatu skala berupa nilai-nilai yang berfungsi sebagai ukuran keseimbangan hidrofilik-lipofilik bahan-bahan aktif permukaan. Skala ini dikenal dengan sistem keseimbangan gugus hidrofilik dan lipofilik atau HLB (hydrophyle-lipophile balance). Semakin tinggi nilai HLB suatu senyawa maka


(34)

UIN Syarif Hidayatullah semakin bersifat hidrofilik. Seperti Span (ester sorbitan yang dibuat ICI Amerika Inc.,) bersifat lipofilik dan mempunyai nilai HLB rendah (1,8-8,6) dan Tween (turunan polioksietilen dari Span) bersifat hidrofilik dengan nilai HLB tinggi (9,6-16,7) (Sinko, 2011). Dengan adanya sistem HLB, formulator dapat menentukan sistem emulgator yang paling cocok untuk diaplikasikan, baik berupa surfaktan tunggal maupun kombinasi surfaktan yang sesuai dengan HLB butuh fase minyak yang terdispersi, sehingga didapatkan emulsi yang stabil (Myers, 2006).

Tabel 2.1 Rentang HLB dan Aplikasinya

Rentang HLB Aplikasi

3-6 Emulsifying agent Air/Minyak

7-9 Agen pembasah

8-18 Emulsifying agent Minyak/Air

13-15 Detergent

15-16 Solubilizer

(sumber: Marriott et al., 2010)

Penggunaan kombinasi surfaktan dapat menjadi rumit karena campuran surfaktan tersebut sering menghasilkan emulsi yang lebih stabil daripada surfaktan tunggal dengan nilai HLB yang sama. HLB campuran dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan (Myers, 2006):

HLBcamp = fA x HLBA + (1 - fA) x HLBB

(Keterangan: fA = bobot surfaktan A; HLBA = HLB surfaktan A; HLBB = HLB surfaktan B)

2.6Radikal Bebas

Radikal bebas adalah atom atau molekul (kumpulan atom) yang memiliki elektron tidak berpasangan (unpaired electron) pada orbital atomnya. Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di sekitarnya. Jika elektron yang terikat oleh senyawa radikal bebas tersebut bersifat ionik, dampak yang timbul memang tidak begitu berbahaya. Namun, bila elektron yang terikat radikal bebas berasal dari senyawa yang


(35)

UIN Syarif Hidayatullah berikatan kovalen, maka akan sangat berbahaya karena ikatan digunakan bersama-sama pada orbital terluarnya. Umumnya, senyawa yang memiliki ikatan kovalen adalah molekul-molekul besar (biomakromolekul) seperti lipid, protein dan DNA (Winarsi, 2011).

Tahapan reaksi pembentukan radikal bebas mirip dengan rancidity oxidative, yaitu melalui 3 tahapan reaksi sebagai berikut (Winarsi, 2011):

a. Tahap inisiasi, yaitu awal pembentukan radikal bebas. Seperti:

Fe++ + H2O2  Fe+++ + OH- + OH

R1-H + OH  R1∙ + H2O

b. Tahap propagasi, yaitu tahap pemanjangan rantai radikal. R2-H + R1∙ R2∙ + R1-H

R3-H + R2∙ R3∙ + R2-H

c. Tahap terminasi, yaitu tahap bereaksinya senyawa radikal dengan senyawa radikal lain atau dengan penangkap radikal, sehingga potensi propagasinya menjadi rendah.

R1∙ + R1∙ R1- R1

R2∙ + R1∙ R2- R1

R2∙ + R2∙ R2- R2 dan seterusnya

2.7Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif sehingga kerusakan sel akan dihambat (Winarsi, 2011).

Antioksidan dapat digolongan menjadi dua yaitu antioksidan enzimatik dan antioksidan non-enzimatik. Antioksidan enzimatik yaitu antioksidan endogen yang meliputi enzim superoksida dismutase (SOD), katalase dan sistem glutation (glutation peroksidase, glutation reduktase). Enzim-enzim tersebut bekerja dengan cara melindungi jaringan dari kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh radikal


(36)

UIN Syarif Hidayatullah bebas oksigen seperti anion peroksida, radikal hidroksil dan hidrogen peroksida (Winarsi, 2011). Antioksidan non-enzimatik meliputi asam askorbat (vitamin C), glutation, melatonin, tokoferol dan tokotrienol (vitamin E) dan asam urat (Lobo et al., 2010).

Antioksidan dapat berupa antioksidan endogen dan antioksidan eksogen (didapat dari luar tubuh) seperti bagian dari diet atau suplemen. Beberapa komponen diet tidak menetralkan radikal bebas, tetapi meningkatkan aktivitas endogen. Komponen tersebut tetap disebut sebagai antioksidan. Antioksidan endogen memiliki peranan penting dalam mempertahankan fungsi selular yang optimal. Namun, dibawah kondisi yang mendukung terjadinya oxidative stress, antioksidan endogen mungkin tidak cukup sehingga dibutuhkan antioksidan tambahan untuk menjaga fungsi seluler optimal (Rahman, 2007). Beberapa antioksidan dapat berinteraksi dengan antioksidan lain dan menyebabkan regenerasi sifat asli antioksidan tersebut. Mekanisme yang terlibat disebut dengan

antioxidant network (Rahman, 2007).

2.8Komponen Emulgel a. Fase Minyak

Fase minyak yang digunakan pada emulgel harus dapat berfungsi sebagai pembawa yang baik bagi zat aktif dan menyediakan kapasitas muatan yang besar dalam formula (Mengesha, 2015). Untuk emulsi penggunaan eksternal,

mineral oil baik tunggal maupun kombinasi dengan paraffin padat sering digunakan sebagai pembawa obat dan sebagai pemberi karakteristik oklusi serta sensori pada emulsi tersebut (Vikas et al., 2012).

b. Fase Air

Yang umum digunakan sebagai fase air adalah air, alkohol dan lainnya (Vikas et al., 2012). Dalam penelitian ini, fase air atau pelarut yang digunakan adalah akuades.


(37)

UIN Syarif Hidayatullah c. Emulgator

Emulgator digunakan dalam proses emulsifikasi dan untuk mengontrol stabilitas emulsi selama penyimpanan (Mohammed Haneefa, et al., 2013; Vikas et al., 2012; Panwaret al., 2011). Emulgator bekerja dengan adsorpsi pada daerah antarmuka cair-cair sehingga membentuk film antarmuka. Film ini memerankan dua fungsi, (1) menurunkan tegangan antarmuka antara dua cairan dan ketidakstabilan termodinamika sistem yang disebabkan oleh peningkatan daerah antarmuka antara dua fase cair tersebut, (2) menurunkan laju koalesen partikel cairan terdispersi dengan adanya pembentukan barrier

mekanik, steric dan/atau elektrik di sekitarnya. Barrier sterik dan elektrik menghambat pendekatan yang erat antar partikel. Barrier mekanik meningkatkan resistensi partikel terdispersi terhadap goncangan mekanik dan mencegah koalesensi antar partikel (Rosen dan Kunjappu, 2012).

d. Gelling Agent

Gelling agent digunakan untuk meningkatkan konsistensi sediaan dan berfungsi sebagai thickening agent (Mohammed Haneefaet al., 2013; Vikas et al., 2012; Panwar et al., 2011). Gelling agent adalah polimer yang membentuk matriks tiga dimensi karena adanya derajat sambung silang yang tinggi atau asosiasi ketika dihidrasi dan didispersikan/dilarutkan didalam pelarutnya yang sesuai. Umumnya, gelling agent digunakan pada konsentrasi 0,5-10%, membatasi pergerakan pelarut dengan menjerap pelarut tersebut sehingga dapat meningkatkan viskositas. Gelling agent yang digunakan luas penggunaannya di industri meliputi karbomer (karbopol), turunan selulosa, poloxamer (Pluronic) dan gum alam seperti akasia, natrium alginat, xanthan gum dan tragakan (Desai dan Mary Lee, 2007).

e. Peningkat Penetrasi

Di dalam formula emulgel, umumnya terdapat senyawa peningkat penetrasi. Peningkat penetrasi digunakan untuk meningkatkan absorpsi obat dengan cara mengganggu barrier kulit, menyebabkan fluidisasi jaringan lipid antara korneosit-korneosit, mengubah partisi obat ke dalam kulit atau


(38)

UIN Syarif Hidayatullah meningkatkan transpor obat ke dalam kulit. Beberapa contoh Peningkat penetrasi yang digunakan yaitu asam oleat, lesitin, clove oil, mentol dan asam linoleat (Mohammed Haneefa et al., 2013; Vikas et al., 2012; Panwar et al., 2011).

2.9Minyak Dedak Padi/Rice Bran Oil

Rice bran oil adalah minyak yang diekstraksi dari lapisan luar butiran padi dengan sejumlah lembaga biji (Nasir et al., 2009). Rice bran oil atau minyak dedak padi dapat diekstraksi dari dedak padi dengan pelarut menggunakan n-heksana food grade atau dengan ohmic heating dan supercritical fluid extraction. Minyak dedak padi mentah yang diperoleh dari ekstraksi dengan pelarut kemudian dimurnikan secara fisik dan kimia agar didapatkan spesifikasi minyak sayur yang layak dimakan (Patel dan Naik, 2004).

Rice bran oil berwarna kuning pucat, jernih (pada suhu 20oC), tak berbau dengan indeks asam <0,50. Densitas minyak pada suhu 20oC berkisar antara 0,920 dan 0,930; indeks refraktif (pada 20oC) 1,471-1,475; rasa manis ringan (Cicero et al., 2005).

Rice bran oil mengandung komposisi seimbang antara asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh serta mengandung sumber vitamin E, antioksidan, oryzanol dan mikronutrien lainnya (Nguyen, 2011). RBO mengandung asam lemak tak jenuh berupa asam oleat (38,4%), asam linoleat (34,4%) dan asam linolenat (2,2%). Selain itu juga mengandung asam lemak jenuh berupa asam palmitat (21,5%) dan asam stearat (2,9%). Komposisi rice bran oil mentah yang tak tersaponifikasi mengandung komponen antioksidan yaitu tokoferol/tokotrienol (hingga 300 mg/kg vitamin E) dan gamma-oryzanol (hingga 3000 mg/kg) (Juliano et al., 2005). Konsentrasi kandungan antioksidan dalam rice bran oil

dapat bervariasi tergantung asal masing-masing padi yang digunakan (Arab et al., 2011). Berbeda dari minyak sayur olahan, minyak dedak padi mentah kaya akan fraksi tak tersaponifikasi (hingga 5%) terutama terdiri dari sterol (43%), triterpen alkohol (28%) 4-metil-sterol (10%) dan komponen yang kurang polar


(39)

UIN Syarif Hidayatullah

kampesterol (500 mg%), stigmasterol (β50 mg%), skualen (γβ0 mg%) dan -oryzanol (Cicero et al., 2005).

2.10 Tween 80 (Polyoxyethylene 20 Sorbitan Monooleate)

Tween 80 atau yang bisa disebut juga dengan Polysorbat 80 merupakan ester asam lemak polioksietilen sorbitan yang berbentuk cairan berminyak berwarna kuning yang memiliki bau khas dengan rasa agak pahit. Tween 80 digunakan sebagai emulsifying agent, solubilizing agent dan wetting agent. Senyawa ini dapat larut dalam air dan etanol tetapi tidak dapat larut dalam minyak mineral dan minyak tumbuhan. Seperti halnya dengan Span 80, Tween 80 juga merupakan surfaktan nonionik dan memiliki nilai HLB 15. Tween 80 mengandung 20 unit oksietilen dan sering digunakan sebagai emulgator dalam pembuatan emulsi minyak dalam air yang stabil. Polysorbat seperti Tween 80 juga digunakan secara luas dalam pembuatan kosmetik dan produk makanan (Rowe et al., 2009).

Tween 80 dapat larut dalam air dan digunakan untuk membentuk emulsi minyak dalam air, sedangkan span 80 digunakan untuk membentuk emulsi air dalam minyak. Kombinasi kedua emulgator ini ditujukan dalam pembentukan emulsi yang stabil. Karena sifat kimia yang berkaitan antara tween 80 dan span 89, maka keduanya saling mengimbangi dalam terjadinya interaksi hidrofilik dan hidrofobik. Ketika digunakan bersama, tween 80 dan span 80 dapat tersusun lebih rapat di bagian antarmuka fase minyak dan air (Nguyen, 2011).

Tween 80 bersifat stabil terhadap elektrolit, asam dan basa lemah. Harus disimpan dalam wadah tertutup, terlindung dari cahaya, di tempat kering dan sejuk (Rowe et al., 2009).

2.11 Span 80 (Sorbitan Monooleate)

Span 80 memiliki nama lain sorbitan monooleat. Span 80 merupakan ester sorbitan berbentuk cairan kental berwarna kuning yang memiliki bau dan rasa yang khas. Span 80 dapat digunakan sebagai emulsifying agent, solubilizing agent

dan wetting agent. Senyawa ini umumnya larut atau terdispersi didalam air dan mudah larut dalam berbagai pelarut organik. Span 80 merupakan surfaktan


(40)

UIN Syarif Hidayatullah nonionik dengan nilai HLB 4,3. Jika digunakan secara tunggal, ester sorbitan seperti Span 80 akan menghasilkan emulsi air dalam minyak yang stabil dan mikroemulsi. Tetapi, ester sorbitan lebih sering digunakan kombinasi dengan polysorbat untuk menghasilkan emulsi minyak tipe M/A atau A/M, krim, dan self-emulsifying drug delivery system untuk obat-obat yang kurang larut. Span 80 bersifat stabil dengan asam dan basa lemah dan harus disimpan dalam wadah tertutup ditempat kering dan sejuk (Rowe et al., 2009).

2.12 Karbopol

Karbopol memiliki nama lain acrypol; acritamer; acrylic acid polymer; carbomera; carbopol; carboxy polymethylene; polyacrylic acid; carboxyvinyl polymer; pemulen; tego carbomer.

Gambar 2.6. Unit Monomer Asam Akrilat pada Struktur Karbopol

(sumber: Rowe et al., 2009)

Karbopol merupakan polimer bobot molekul tinggi sintetis dari asam akrilat yang disambung silang dengan allyl sukrosa atau allyl eter dari pentaerythriol. Karbopol mengandung 52% dan 68% gugus asam karboksilat (COOH) dihitung pada keadaan kering (Rowe et al., 2009).

Karbopol dapat membentuk hidrogel dalam air atau larutan alkali karena adanya hidrasi gugus karboksil pada strukturnya (Tas et al., 2004). Karbopol dapat membentuk gel yang halus dan transparan ketika konsentrasinya diatas 0,5%. Penambahan trietanolamin ke larutan polimer tersebut dapt menetralkan karbopol yang sebelumnya bersifat asam. Jumlah trietanolamin yang ditambahkan berpengaruh pada viskositas gel karbopol. Jumlah trietanolamin yang tinggi dapat menyebabkan gel yang dihasilkan menjadi semakin kental dan terjadi


(41)

UIN Syarif Hidayatullah pembentukan gel yang lebih kompleks dibandingkan ketika trietanolamin ditambahkan dalam jumlah yang lebih rendah. Viskositas gel yang terlalu kental dapat mengakibatkan pelepasan obat dari gel menjadi lebih sulit (Yen et al., 2015). Viskositas karbopol juga ditentukan oleh komposisi polimer didalamnya. Terdapat beberapa tipe karbopol yaitu karbopol 934, 934P, 940, 941 dan 1342. Karbopol 934 dan 940 merupakan jenis yang sering digunakan di industri farmasi (Swarbrick, 2007). Karbopol 940 adalah tipe yang memiliki viskositas paling tinggi dibandingkan dengan tipe yang lainnya, yaitu antara 40.000-60.000 cPs dengan konsentrasi 0,5% b/v (Rowe et al., 2009).

Karbopol berbentuk serbuk putih, halus, bersifat asam, higroskopik dengan bau cukup khas. Dapat mengembang dalam air dan gliserin, dan setelah dinetralkan, dalam etanol 95%. Karbopol bersifat tidak larut tetapi dapat mengembang. Pada suhu ruangan, dispersi karbopol dapat mempertahankan viskositasnya selama penyimpanan jangka panjang. Begitu juga pada suhu penyimpanan tinggi dengan adanya antioksidan atau jika dispersi karbopol dilindungi dari cahaya maka viskositas dapat dipertahankan atau hanya sedikit terkurangi (Rowe et al., 2009).

Karbopol digunakan dalam berbagai sediaan yang meliputi sediaan krim, gel, losion dan salep sebagai rheologi modifier untuk penggunaan mata, rektal, topikal dan vaginal. Kopolimer karbopol juga digunakan sebagai emulgator dalam sediaan emulsi minyak/air untuk penggunaan eksternal. Sebagai emulgator umumnya konsentrasi yang digunakan yaitu 0,1-0,5 %, sebagai gelling agent

yaitu 0,5-2%, sebagai suspending agent yaitu 0,5-1%, sebagai pengikat tablet yaitu 0,75-3% dan sebagai pengontrol pelepasan zat aktif yaitu 5-30% (Rowe et al., 2009).

Karbopol tidak kompatibel dengan resorsinol, fenol, polimer kationik, asam kuat dan elektrolit dengan tingkat tinggi. Serbuk karbopol harus disimpan dalam wadah kedap udara dan resisten korosi serta terlindung dari kelembapan. Penggunaan wadah gelas, plastik atau resin-lined direkomendasikan untuk penyimpanan formula yang mengandung karbopol (Rowe et al., 2009).


(42)

UIN Syarif Hidayatullah BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Peneltian I, Laboratorium Penelitian II dan Laboratorium Biologi Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Waktu penelitian dimulai pada bulan April hingga Juni 2016.

3.2Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah viscotester HAAKE 6R (Thermo Scientific, Jerman), overhead stirrer (IKA® RW 20 Digital), pH meter (Horiba F-52, Jepang), hotplate stirreer, sentrifugator (Eppendorf SH7R), refrigerator, oven, mikroskop optik, magnetic stirrer, timbangan analitik (AND GH-202), termometer, tabung eppendorf dan alat-alat gelas lain yang biasa digunakan di laboratorium.

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gamma-oryzanol

(Wako, Jepang), rice bran oil (Tsuno Rice Fine Chemicals co., ltd., Jepang), tween 80, span 80 (Shadong Biotechnology, Shanghai China), karbopol 940 dengan viskositas 33.300 mPas (Shadong Biotechnology, Shanghai China), trietanolamin, metilparaben, propilparaben, propilen glikol, vitamin E, natrium metabisulfit dan akuades.


(43)

UIN Syarif Hidayatullah 3.3Prosedur Kerja

3.3.1 Pembuatan Emulsi Gel 3.3.1.1Formulasi Emulgel

Formula sediaan emulgel dapat dilihat pada Tabel 3.1 Tabel 3.1 Komposisi Bahan pada Emulgel Gamma-Oryzanol

(sumber: Khunt et al., 2012, dengan modifikasi)

3.3.1.2Pembuatan Emulsi

Pembuatan emulsi dilakukan dengan cara masing-masing fase, yaitu fase minyak (span 80, rice bran oil, gamma-oryzanol, vitamin E) dan fase air (tween 80 dan akuades) dicampurkan di dalam beaker glass yang berbeda dengan menggunakan magnetic stirrer pada suhu 70-80 oC. Fase minyak ditambahkan ke dalam fase air sekaligus sambil diaduk dengan menggunakan overhead stirrer kecepatan 300 rpm selama 15 menit (Khullar et al., 2012; Laverius, 2011).

3.3.1.3Pembuatan Gel

Metilparaben dan propilparaben dilarutkan ke dalam propilen glikol dan natrium metabisulfit dilarutkan ke dalam akuades. Kemudian karbopol 940 didispersikan ke dalam akuades yang telah berisi natrium metabisulfit dan dihomogenkan dengan menggunakan overhead stirrer

kecepatan 200 rpm. Setelah itu, metilparaben dan propilparaben yang telah Komposisi Persentase Jumlah Bahan (%b/b)

F1 F2 F3

Gamma-oryzanol 0,1 0,1 0,1

Span 80 2,24 2,24 2,24

Rice bran oil 7,5 7,5 7,5

Vitamin E 0,03 0,03 0,03

Tween 80 0,76 0,76 0,76

Karbopol 940 0,5 0,75 1

Metilparaben 0,03 0,03 0,03

Propilparaben 0,03 0,03 0,03

Propilen glikol 5 5 5

Na metabisulfit 0,02 0,02 0,02

Aquadest Ad 100 Ad 100 Ad 100

TEA Adjust hingga pH 6-6,5

Fa

se

m

in

y

a

k

Fas

e


(44)

UIN Syarif Hidayatullah dilarutkan dimasukkan ke dalamnya. Dispersi karbopol dinetralkan dengan menggunakan TEA hingga pH 6-6,5 (Khullar et al., 2012).

Emulsi dicampurkan dengan gel tersebut sambil diaduk dengan

overhead stirrer kecepatan 400 rpm selama 20 menit hingga terbentuk emulgel yang homogen (Khullar et al., 2012; Laverius, 2011 dengan modifikasi).

3.3.2 Evaluasi Karakteristik Sediaan 3.3.2.1Pengamatan Organoleptis

Pengamatan organoleptis dilakukan dengan mengamati sediaan emulgel secara visual dari segi warna, homogenitas, dan tekstur (Khullar et al., 2012). 3.3.2.2Pengukuran Diameter Globul Rata-Rata

Diameter globul rata-rata diukur dengan menggunakan mikroskop optik, yaitu dengan cara 0,5 gram sampel diletakkan pada kaca objek, kemudian diamati dengan mikroskop perbesaran 40x0,6. Gambar yang diamati difoto dan diukur diameter tiap droplet sejumlah 500 droplet (Martin, 1993).

3.3.2.3Penentuan pH

Sebanyak 10 gram sampel sediaan diukur pH dengan menggunakan alat pH meter. Elektroda sebelumnya telah dikalibrasi pada larutan buffer pH 4, pH 7 dan pH 9. Kemudian elektroda dicelupkan ke dalam sediaan dan pH yang muncul dilayar yang stabil lalu dicatat. Pengukuran dilakukan terhadap masing-masing formula pada suhu ruang (25±2oC) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Masing-masing formula harus memenuhi rentang pH yang sesuai dengan pH kulit yaitu 5,5-6,5 (Tranggono, 2007).

3.3.2.4Penentuan Sifat Alir dan Kekentalan

Penentuan sifat alir sediaan digunakan untuk mengetahui pengaruh polimer dan surfaktan yang digunakan baik tunggal maupun kombinasi pada struktur emulgel yang terbentuk (Khalil et al., 2015).


(45)

UIN Syarif Hidayatullah Pengukuran viskositas dilakukan dengan alat Viscotester 6R HAAKE pada temperatur ruang (25±2oC). Laju geser dan tegangan geser diaplikasikan pada sampel sejumlah 150 gram dan akan menghasilkan reogram yang digunakan untuk menentukan viskositas dan sifat alir sampel (Mortazafi dan Jafari, 2013 dalam Athiyah, 2015).

3.3.2.5Uji Daya Sebar

Sebanyak 0,5 gram sampel diletakkan dengan hati-hati di atas kertas grafik yang dilapisi kaca, dibiarkan sesaat (1 menit). Kaca sebelumnya ditimbang terlebih dahulu. Luas daerah yang diberikan oleh sampel dihitung. Kemudian ditutup lagi dengan kaca yang diberi beban tertentu yaitu masing-masing 85 gram, 105 gram, 125 gram dan 145 gram. Dibiarkan selama 1 menit, lalu pertambahan luas yang diberikan oleh sampel dicatat (Voight, 1994 dalam Swastini).

3.3.2.6Uji Stabilitas Fisik A. Uji Cycling Test

Sampel sebanyak ±150 gram sampel disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4oC selama 24 jam. lalu dikeluarkan dan ditempatkan dalam oven pada suhu 40oC selama 24 jam. Uji dilakukan sebanyak 6 siklus untuk diuji kestabilan fisiknya. Dilakukan pengamatan organoleptik, pH, diameter globul rata-rata dan viskositas setelah cycling test (Athiyah, 2015; Dewi et al., 2015). Kondisi sediaan dibandingkan sebelum dan sesudah dilakukannya cycling test.

B. Uji Sentrifugasi

Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi dan disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 30 menit yang setara dengan efek gravitasi kira-kira satu tahun. Kemudian diamati apakah terjadi pemisahan atau tidak (Budiman, 2008).


(46)

UIN Syarif Hidayatullah C. Uji Stabilitas pada Beberapa Suhu Penyimpanan

Uji stabilitas dilakukan dengan cara menempatkan sampel (150 gram) pada suhu tinggi (40oC), suhu kamar (26±2oC) dan suhu rendah (4oC) selama 1 bulan. Dilakukan pengamatan organoleptik, pengukuran pH, diameter globul rata-rata, daya sebar dan viskositas setiap 2 minggu sekali (Athiyah, 2015 dengan modifikasi).


(47)

UIN Syarif Hidayatullah BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pembuatan Emulgel Gamma-Oryzanol

Emulgel gamma-oryzanol dibuat menjadi tiga formula. Ketiga formula tersebut dibedakan dari segi jumlah komposisi gelling agent yang digunakan, yaitu konsentrasi karbopol 940. Masing-masing komposisi karbopol 940 pada F1, F2 dan F3 secara berturut-turut adalah 0,5%; 0,75%; 1%. Zat aktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah senyawa gamma-oryzanol yang bermanfaat sebagai antioksidan. Pada penelitian ini penambahan TEA dilakukan sebelum fase gel dicampurkan dengan fase emulsi. Penetralan fase gel dengan TEA sebelum ditambahkan fase emulsi ke dalamnya tidak hanya dimaksudkan untuk mendapatkan pH yang sesuai, namun juga agar didapatkan viskositas maksimum pada sediaan akhir emulgel (Yapar et al, 2013).

Tabel 4.1 Formulasi Sediaan Emulgel Gamma-Oryzanol

4.2 Evaluasi Karakteristik Sediaan

4.2.1 Hasil Uji Organoleptis Emulgel Gamma-Oryzanol

Hasil pengamatan organoleptis emulgel gamma-oryzanol F1, F2 dan F3 pada minggu ke-0 menunjukkan bahwa ketiga formula mempunyai warna putih, lembut dan tidak terlalu lengket. F3 mempunyai konsistensi yang lebih kental jika dibandingkan dengan F1 dan F2 dengan urutan F1<F2<F3. Hasil uji homogenitas

Komposisi Persentase Jumlah Bahan (%b/b)

F1 F2 F3

Gamma-oryzanol 0,1 0,1 0,1

Span 80 2,24 2,24 2,24

Rice bran oil 7,5 7,5 7,5

Vitamin E 0,03 0,03 0,03

Tween 80 0,76 0,76 0,76

Karbopol 940 0,5 0,75 1

Metilparaben 0,03 0,03 0,03

Propilparaben 0,03 0,03 0,03

Propilen glikol 5 5 5

Na metabisulfit 0,02 0,02 0,02

Aquadest Ad 100 Ad 100 Ad 100

TEA Adjust hingga pH 6-6,5

Fas

e

m

in

y

a

k

Fas

e


(48)

UIN Syarif Hidayatullah menunjukkan bahwa emulgel F1, F2 dan F3 bersifat homogen yang dibuktikan dengan tidak adanya butiran-butiran kasar pada kaca objek.

Setelah dilakukan penyimpanan pada suhu 4oC, 26±2oC dan 40oC selama 4 minggu dan setelah pengujian cycling test, tidak ada perubahan yang terjadi pada ketiga formula. Hal ini menunjukkan ketiga formula bersifat stabil dari segi organoleptis.

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulgel Gamma-Oryzanol

Formulasi Pengamatan Organoleptis Sediaan

Warna Homogenitas Tekstur

F1 Putih Homogen Lembut, tidak terlalu lengket F2 Putih Homogen Lembut, tidak terlalu lengket F3 Putih Homogen Lembut, tidak terlalu lengket 4.2.2 Hasil Pengukuran Diameter Globul Rata-Rata Emulgel

Gamma-Oryzanol

Pengukuran diameter globul rata-rata emulgel gamma-oryzanol dilakukan dengan menggunakan mikroskop optis perbesaran 40x0,6. Hasil pengukuran diameter globul rata-rata emulgel gamma-oryzanol dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4.

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Diameter Globul Rata-Rata Emulgel Gamma-Oryzanol Selama Penyimpanan

Emulgel Suhu (oC)

Diameter Globul Rata-Rata (µm) Minggu ke-

0 2 4

F1

4 1,70 2,08 2,13

26±2 1,70 2,20 3,04

40 1,70 2,56 2,73

F2

4 2,44 2,50 3,33

26±2 2,44 2,74 3,21

40 2,44 2,80 2,98

F3

4 2,46 2,71 3,12

26±2 2,46 2,99 3,33


(49)

UIN Syarif Hidayatullah Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Diameter Globul Rata-Rata Emulgel

Gamma-Oryzanol pada Uji Cycling Test

Emulgel Diameter Globul Rata-Rata (µm) Sebelum Cycling Test Setelah Cycling Test

F1 2,40 2,69

F2 2,73 2,81

F3 3,14 3,55

Setelah dilakukan pengukuran diameter globul rata-rata, didapatkan hasil seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4. Ukuran globul rata-rata emulgel gamma-oryzanol F1, F2 dan F3 pada minggu ke-0 berturut-turut yaitu 1,70; 2,44; 2,46 µm, sedangkan sebelum uji cycling test berturut-turut yaitu 2,40; 2,73; 3,14 µm. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ukuran globul ini telah sesuai dengan persyaratan ukuran globul/partikel emulsi keruh yang stabil secara fisik yaitu 1-50 µm (Depkes RI, 1979). Namun, terjadi perubahan ukuran diameter globul rata-rata emulgel gamma-oryzanol selama penyimpanan dan setelah pengujian cycling test.

Peningkatan ukuran globul setelah uji cycling test kemungkinan terjadi karena menyatunya kembali globul-globul minyak, beraglomerasi dan selanjutnya membentuk globul yang lebih besar (koalesen) karena rusaknya lapisan pelindung dari emulgator non-ionik yang terbentuk pada globul akibat pengaruh panas dan dingin berulang saat uji cycling test (Ansel, 2005), sedangkan peningkatan ukuran globul selama penyimpanan dapat disebabkan oleh koalesensi yang terjadi selama penyimpanan. Selama penyimpanan, droplet-droplet fase terdispersi berusaha menstabilkan diri dengan menurunkan energi bebas permukaan dengan memperkecil luas permukaan melalui penggabungan droplet-droplet fase terdispersi sehingga ukuran droplet fase terdispersi menjadi lebih besar (Sinko, 2006).

Meskipun terjadi perubahan ukuran globul rata-rata baik selama penyimpanan maupun setelah uji cycling test, ukuran globul emulgel ini masih dalam rentang emulsi keruh yang stabil secara fisik.


(50)

UIN Syarif Hidayatullah 4.2.3 Hasil Pengukuran pH Emulgel Gamma-Oryzanol

Nilai pH emulgel gamma-oryzanol F1, F2 dan F3 pada minggu ke-0 berturut-turut yaitu 6,297; 6,097; 6,115. Nilai pH yang didapat ini telah sesuai dengan syarat yang ada. Menurut Warsitaatmaja (1997), sediaan topikal umumya memiliki pH yang sama dengan pH fisiologis kulit yaitu antara 4,5-7 karena jika pH terlalu asam atau terlalu basa maka dapat menyebabkan iritasi kulit.

Tabel 4.5 Hasil Pengukuran pH Emulgel Gamma-Oryzanol Selama Penyimpanan

Emulgel Suhu (oC) Minggu ke-

0 2 4

F1

4 6,297 ± 0,04 6,279 ± 0,04 7,187 ± 0,05 26±2 6,297 ± 0,04 6,317 ± 0,04 7,122 ± 0,03 40 6,297 ± 0,04 6,356 ± 0,04 6,799 ± 0,04 F2

4 6,097 ± 0,05 6,087 ± 0,005 6,986 ± 0,03 26±2 6,097 ± 0,05 6,172 ± 0,04 6,913 ± 0,03 40 6,097 ± 0,05 6,056 ± 0,03 6,863 ± 0,05 F3

4 6,115 ± 0,01 6,086 ± 0,05 6,930 ± 0,03 26±2 6,115 ± 0,01 6,164 ± 0,02 6,882 ± 0,04 40 6,115 ± 0,01 6,071 ± 0,02 6,951 ± 0,03

Keterangan: Data merupakan rata-rata pH dari tiga kali pengulangan uji ± SD

Tabel 4.6 Hasil Pengukuran pH Emulgel Gamma-Oryzanol pada Uji Cycling Test

Emulgel Sebelum Cycling Test Setelah Cycling Test

F1 6,260 ± 0,03 7,050 ± 0,02

F2 6,348 ± 0,01 7,159 ± 0,02

F3 6,300 ± 0,02 7,128 ± 0,005

Keterangan: Data merupakan rata-rata pH dari tiga kali pengulangan uji ± SD

Nilai pH dari ketiga formula cenderung mengalami peningkatan setelah dilakukan penyimpanan selama 4 minggu pada suhu 4oC, 26±2oC, 40oC dan pengujian cycling test. Perubahan pH sediaan selama penyimpanan menandakan kurang stabilnya sediaan selama penyimpanan. Perubahan nilai pH dapat disebabkan oleh media yang terdekomposisi oleh suhu tinggi saat pembuatan atau penyimpanan yang menghasilkan asam atau basa. Asam atau basa ini yang mempengaruhi pH. Selain itu perubahan pH juga disebabkan oleh faktor lingkungan seperti suhu atau zat aktif yang kurang stabil dalam sediaan karena teroksidasi (Young et al. dalam Putra et al., 2014). Namun, perlu dilakukan


(51)

UIN Syarif Hidayatullah identifikasi lebih lanjut untuk mengetahui penyebab pasti peningkatan pH emulgel tersebut.

Meskipun terjadi perubahan pH selama penyimpanan, menurut Warsitaatmaja (1997) pH emulgel gamma-oryzanol ini masih dapat diterima karena berada pada kisaran pH kulit dan tidak akan menyebabkan iritasi kulit. 4.2.4 Hasil Uji Sifat Alir dan Kekentalan Emulgel Gamma-Oryzanol

Pengujian viskositas emulgel dilakukan dengan menggunakan viscotester

HAAKE 6R spindel R6 pada kecepatan 30 rpm. Hasil pengujian viskositas emulgel gamma-oryzanol selama satu bulan dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8.

Tabel 4.7 Hasil Pengujian Viskositas Emulgel Gamma-Oryzanol Selama Penyimpanan

Emulgel Suhu (oC) Minggu ke-

0 2 4

F1

4 19067± 351,19 20467 ±1721,43 21600 ± 200,00 26±2 19067± 351,19 19600 ± 435,89 22033 ±3356,09

40 19067± 351,19 20733 ± 929,16 20833 ± 832,67 F2

4 24133 ± 2236,81 27567 ±1050,40 28233 ± 288,68 26±2 24133 ± 2236,81 24533 ± 680,69 24633 ±2250,19

40 24133 ± 2236,81 23500 ± 500,00 23800 ± 721,11 F3

4 28567 ± 1550,27 30500 ± 300,00 31733 ± 776,75 26±2 28567 ± 1550,27 28100 ± 953,94 29333 ± 378,59 40 28567 ± 1550,27 27167 ± 950,44 29233 ± 321,46

Keterangan: Data merupakan rata-rata viskositas dari tiga kali pengulangan uji ± SD

Tabel 4.8 Hasil Pengujian Viskositas Emulgel Gamma-Oryzanol pada Uji

Cycling Test

Emulgel Sebelum Cycling Test Setelah Cycling Test

F1 19600 ± 458,26 22900 ± 556,78

F2 24433 ± 624,91 26733 ± 230,94

F3 29433 ± 152,75 28733 ± 461,88

Keterangan: Data merupakan rata-rata viskositas dari tiga kali pengulangan uji ± SD

Hasil pengujian viskositas emulgel gamma-oryzanol menunjukkan bahwa emulgel F3 mempunyai viskositas yang paling tinggi jika dibandingkan dengan emulgel F1 dan emulgel F2 dengan urutan F3>F2>F1. Hal ini terjadi karena


(1)

UIN Syarif Hidayatullah

Lampiran 36. Data Statistik Viskositas Emulgel

Gamma-Oryzanol

pada

Cycling

Test

Formula 1

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 visko_awal 19600,00 3 458,258 264,575

visko_akhir 22900,00 3 556,776 321,455

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 visko_awal & visko_akhir 3 -,176 ,887

Paired Samples Test Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Pair 1

visko_awal -

visko_akhir -3300,000 781,025 450,925 -5240,174 -1359,826 -7,318 2 ,018 Keterangan : Signifikansi <0,05, viskositas berbeda secara signifikan

Formula 2

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 visko_awal 24433,33 3 642,910 371,184

visko_akhir 26733,3333 3 230,94011 133,33333

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.


(2)

93

UIN Syarif Hidayatullah Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Pair 1

visko_awal -

visko_akhir -2300,00000 871,77979 503,32230 -4465,62105

-134,37895 -4,570 2 ,045 Keterangan : Signifikansi <0,05, viskositas berbeda secara signifikan

Formula 3

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 visko_awal 29433,33 3 152,753 88,192

visko_akhir 28733,33 3 461,880 266,667

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 visko_awal & visko_akhir 3 ,189 ,879

Paired Samples Test Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Pair 1

visko_awal -

visko_akhir 700,000 458,258 264,575 -438,375 1838,375 2,646 2 ,118 Keterangan : Signifikansi <0,05, viskositas berbeda secara signifikan


(3)

94

Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Pair 1

F1_M0 - F1_M2

-,58000 ,24980 ,14422 -1,20054 ,04054 -4,022 2 ,057

Pair 2

F1_M0 - F1_M4

-,93333 ,46264 ,26710 -2,08259 ,21592 -3,494 2 ,073

Pair 3

F2_M0 - F2_M2

-,24000 ,15875 ,09165 -,63434 ,15434 -2,619 2 ,120

Pair 4

F2_M0 - F2_M4

-,73333 ,17786 ,10269 -1,17516 -,29151 -7,142 2 ,019

Pair 5

F3_M0 - F3_M2

-,28667 ,22723 ,13119 -,85114 ,27780 -2,185 2 ,160

Pair 6

F3_M0 - F3_M4

-,55333 ,38136 ,22018 -1,50068 ,39401 -2,513 2 ,129


(4)

95

UIN Syarif Hidayatullah


(5)

UIN Syarif Hidayatullah


(6)

97

UIN Syarif Hidayatullah


Dokumen yang terkait

Identifikasi Pengaruh Ph Terhadap Sifat Reologi Polimer (Karbopol 940, Xanthan Gum, Na Cmc, Na Alginat Dan Tragakan) Tunggal Dan Kombinasi

16 106 101

Pengaruh konsentrasi CMC-NA sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik gel ekstrak pegagan (Centella asiatica (L.) Urban).

4 22 139

Formulasi sediaan emulgel ekstrak etanol rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) dengan menggunakan Carbopol 940 sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humectant.

4 24 101

Pengaruh span 80 sebagai emulsifying agent dan carbopol 940 sebagai gelling agent terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik krim sunscreen fraksi etil asetat daun jambu biji (psidium guajava l.).

0 3 100

Optimasi formula emulgel minyak daun cengkeh sebagai penghilang bau kaki dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humectant.

1 3 114

Optimasi Carbopol 940 sebagai Gelling Agent dan Gliserin sebagai Humectant dalam emulgel minyak cengkeh sebagai penyembuh jerawat dengan aplikasi desain faktorial.

0 0 107

Pengaruh span 80 sebagai emulsifying agent dan carbopol 940 sebagai gelling agent terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik krim sunscreen fraksi etil asetat daun jambu biji

0 2 98

Optimasi formula emulgel minyak daun cengkeh sebagai penghilang bau kaki dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humectant

0 0 112

Pengaruh Konsentrasi HPMC sebagai Gelling Agent terhadap Sifat Fisik dan Stabilitas Gel Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

0 0 8

Pengaruh konsentrasi carbopol 940 sebagai gelling agent terhadap sifat fisis dan stabilitas gel hand sanitizer minyak daun mint (oleum mentha piperita) - USD Repository

0 3 94