Free Trade Area FTA: Pengertian dan Dampak Integrasi Ekonomi

23 spesialisasi dalam suatu indstri tertentu akan mendorong inovasi dalam perusahaan. Inovasi akan membuat biaya produksi menjadi lebih rendah. Terdapat 2 dua alasan terjadi perdagangan intra industri yaitu pertama, differensiasi produk. Pada perekonomian modern sebagian besar produk yang dihasilkan adalah produk yang terdifferensiasi. Produk yang terdifferensiasi adalah produk yang jenisnya sama atau dihasilkan dalam industri yang sama tetapi berbeda secara kualitas dan atau preferensi. Dalam perdagangan internasional terjadi perdagangan produk-produk yang terdifferensiasi. Atau dapat dinyatakan bahwa sebagian besar perdagangan internasional merupakan perdagangan intra industri. Kedua, economies of scale. Motif perdagangan intra industri adalah memperoleh keuntungan dari adanya economies of scale. Dalam hal ini persaingan internasional memaksa setiap perusahaan untuk membatasi model atau tipe produknya agar dapat berkonsentrasi memanfaatkan sumberdayanya untuk menekan biaya produksi per unit sehingga dapat menghasilkan beberapa jenis produk saja tentunya dengan kualitas terbaik dan harga dapat bersaing dari produk lainnya. Disisi lain kebutuhan konsumen akan produk atau tipe lain dipenuhi melalui impor dari negara lain.

2.5. Model Gravitasi gravity model

Gravity model menampilkan analisis empiris dari pola aliran perdagangan bilateral antara negara-negara yang berada pada daerah-daerah yang berbeda secara geografis. Gravity model pertama kali digunakan dalam analisis perdagangan internasional oleh Jan Tinberger pada tahun 1962 untuk menganalisis aliran perdagangan antara negara-negara Eropa Head, 2003. Nama model ini diambil dari bentuk dasarnya yang mampu memprediksi perdagangan berdasarkan pada jarak antar negara dan interaksi antara besarnya ukuran perekonomian antar negara. Hal ini mengikuti prinsip dari hukum gravitasi Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik antara dua obyek. Pada gravity model aliran perdagangan bilateral ditentukan oleh tiga kelompok variabel, yaitu: 1. Variabel-variabel yang mewakili total permintaan potensial negara pengimpor. 2. Variabel-variabel indikator total penawaran potensial negara pengekspor. 3. Variabel-variabel pendukung atau penghambat aliran perdagangan antara negara pengimpor dan negara pengekspor. 24 Areethamsirikul 2006 dalam penelitiannya mengenai dampak perluasan ASEAN terhadap perdagangan intra-ASEAN menggunakan gravity model, memasukkan parameter ekonomi yang mencakup Gross Domestic Product GDP dan GDP per capita. Sedangkan parameter non-ekonomi yang digunakan adalah jarak, perbatasan bersama, bahasa nasional, dan keanggotaan dalam kelompok perdagangan regional. Parameter non-ekonomi dalam gravity model biasanya bersifat saling mengisi dan melengkapi, dan pada umumnya mencerminkan indikator sosial-politik, hal inilah yang membedakan gravity model dari model-model ekonomi lainnya. Menurut Bergstand 1985, Koo, Karemera, dan Taylor 1994, dalam Oktaviani 2000, pada umumnya gravity model dirumuskan sebagai berikut: Tij = f Yi, Yj, Fij dimana: Tij = Nilai aliran perdagangan dari negara i ke negara j, Yi = Gross Domestic Product negara i, Yj = Gross Domestic Product negara j, Fij = Faktor-faktor lain yang mempengaruhi perdagangan antara negara i dengan negara j. Estimasi gravity model dilakukan dengan menggunakan metode ordinary least square OLS. Pada gravity model perdagangan antar dua negara berbanding lurus dengan massa perdagangan mitra dagang dan berbanding terbalik dengan jarak antara mitra dagang. Variabel tambahan seperti area fisik, populasi, keselarasan kultural, dan perbatasan bersama digunakan untuk memperjelas variabel massa ekonomi dan jarak. Salah satu bentuk umum gravity model: X ij = β 1 Y i β 2 Y j β3 N i β4 N j β5 D ij β6 U ij dimana: X ij = ekspor dari negara i ke j, Y i = pendapatan negara i, Y j = pendapatan negara j, N i = populasi negara i, N j = populasi negara j, D ij = jarak antara i dan j, U ij = error term. β 2 0, β 3 0, β 4 ≠ 0, β 5 ≠0, β 6

2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang dampak FTA sudah banyak dilakukan, namun yang secara khusus membahas FTA ASEAN-Uni Eropa masih sangat sedikit. Hal ini 25 dimungkinkan karena FTA ASEAN-Uni Eropa yang masih sekedar dalam perundingan semata, ditambah lagi semenjak kesepakatan awal untuk membuat FTA antara ASEAN Uni Eropa banyak ditemui kendala dalam perundingannya, sehingga FTA ASEAN Uni Eropa hanya seperti isu belaka. Penelitian-penelitian yang sudah dilakukan lebih banyak menganalisis dampak yang akan terjadi jika dilakukan FTA ASEAN Uni Eropa. Salah satunya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Kholodilin dan Fendel 2008 yang meneliti tentang kemungkinan dampak dilakukannya FTA antara ASEAN- Uni Eropa bagi perekonomian Jerman. Penelitian ini dilakukan dengan simulasi menggunakan GTAP analisis. Simulasi dilakukan dengan menghapus trade barriers tarif dan non-tarif untuk sektor-sektor primer, sekunder, dan tersier menggunakan beberapa skenario. Hasilnya menunjukkan bahwa secara agregat perekonomian Jerman meningkat, meskipun peningkatannya relatif kecil. Peningkatan ini secara mutlak oleh kUni Eropantungan dari ekspor utama Jerman, seperti mobil dan truk, kimia, karet dan produk plastik, mesin dan peralatan. Sedangkan bagi sektor pertanian dan industri ringan, dimana sektor ini sangat berperan dalam perekonomian Jerman, justru FTA tidak mampu memberikan kUni Eropantungan dari sektor ini. Penelitian lain dilakukan oleh Boumellassa, et. al 2006 yang membahas kemungkinan dampak FTA ASEAN- Uni Eropa. Penelitian ini menggunakan model keseimbangan umum MIRAGE dengan melakukan beberapa simulasi. Hasilnya menunjukkan bahwa dengan menghilangkan tarif barang, sementara tarif jasa berkurang 50 persen akan meningkatkan perekonomian ASEAN, dimana GDP ASEAN akan meningkat lebih dari 2 persen pada tahun 2020. Sementara itu, permasalahan mengenai analisis daya saing suatu negara sudah banyak dilakukan. Beberapa diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani et al 2008. Penelitian ini menggunakan metode analisis RCA, Export Produk Dinamik, CMSA dan CGE. Hasilnya menunjukkan terdapat 194 komoditas Indonesia yang memiliki nilai RCA lebih dari satu dan tingkat pertumbuhan ekspor yang positif. Berdasarkan matriks ekspor produk dinamik kategori komoditas ekspor dalam kuadran rising star adalah komoditas pertanian dan agroindustri. Berdasarkan CMSA pertumbuhan ekspor Indonesia dipengaruhi efek pertumbuhan impor dan efek komposisi komoditas. Oktaviani 2009 meneliti mengenai pola perdagangan, prospek dan dampak fta terhadap ekonomi makro, sektoral dan regional indonesia studi kasus 26 FTA Indonesia-Timur Tengah Turki dan FTA Indonesia-Meksiko. Hasilnya menunjukkan secara makro FTA Indonesia-Turki meningkatkan kesejahteraan Indonesia, Turki dan Maroko. Dampak terhadap ekonomi sektoral menunjukkan komoditi tekstil, minyak hewani dan nabati, peralatan elektronik serta Plant-based fibers yang mengalami peningkatan output akibat FTA Indonesia-Turki. Sementara dampak FTA Indonesia-Meksiko secara sektoral menunjukkan peningkatan output terjadi pada komoditi wearing apparel, tekstil, mesin dan peralatan mesin serta sektor pedagangan. Hasil identifikasi determinan derajat pertumbuhan, aliran, dan integrasi perdagangan antara Indonesia dengan kawasan Timur Tengah serta Indonesia dengan kawasan Amerika Utara menunjukkan bahwa Rata-rata PDB per kapita dan kurs negara mitra dagang merupakan variabel utama yang berpengaruh secara nyata dalam dua konfigurasi interaksi perdagangan tersebut. Penelitian lain dilakukan oleh Ito dan Umemoto 2004 tentang pola dan tren perdagangan intra-regional pada sektor industri otomotif di kawasan ASEAN-4, menunjukkan bahwa IIT index memiliki tren yang tetap bila dibandingkan dengan wilayah ASEAN secara keseluruhan, tetapi bernilai lebih rendah bila dibandingkan dengan wilayah NAFTA dan MERCOSUR. Dalam analisis regresi yang mereka lakukan terhadap faktor-faktor determinan IIT diketahui bahwa pada negara-negara yang terlibat AFTA, peningkatan market size, menurunnya perbedaan dalam market size antar negara, dan perluasan yang terjadi dalam industri otomotif merupakan faktor-faktor utama yang menentukan tingkat pertumbuhan IIT. Sedangkan variabel dummy yang berupa free trade agreement FTA di tingkat regional, yaitu AFTA, pada sebagian besar analisis ekonometrika yang dilakukan menunjukkan insignifikansi dalam menentukan pertumbuhan IIT di negara-negara yang terlibat AFTA, dalam kasus ini yaitu negara-negara ASEAN-4. Penelitian lain menggunakan gravity model dilakukan oleh Carillo dan A li 2002. Penelitian ini melihat dampak dari berlakunya Andeas Community preferential trade agreement dan Mercosur preferential trade agreement terhadap perdagangan intra-regional dan intra-industri periode 1980 -1997 di Amerika Latin. Hasilnya bahwa dengan berlakunya Andeas Community preferential trade agreement, GDP dan jarak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap differentiated dan reference products yang merupakan bagian dari kategori barang modal intensif. Sementara, pemberlakuan Mercosur preferential 27 trade agreement menunjukkan bahwa GDP dan jarak hanya berpengaruh positif secara signifikan terhadap reference products.

2.7. Kerangka Pemikiran

Perekonomian Indonesia didukung oleh semakin berkembangnya hubungan perdagangan Indonesia dengan negara-negara lainnya. Hubungan perdagangan ini merupakan salah satu dampak adanya liberalisasi yang dalam teori yang dikembangkan oleh banyak pakar, seperti dikutip sebelumnya, akan meningkatkan kesejahteraan negara yang melakukan ekspansi perdagangannya, termasuk Indonesia. Beberapa hubungan perdagangan yang sudah berjalan terbagi ke dalam beberapa kategori, yaitu hubungan bilateral yang merupakan hubungan antar dua negara, hubungan regional atau hubungan dalam suatu kawasan, serta hubungan multilateral yang merupakan hubungan dalam lingkup yang lebih kompleks. Penelitian kali ini akan spesifik membahas hubungan perdagangan antara Indonesia dengan Uni Eropa yang dikategorikan ke dalam hubungan bilateral, karena Uni Eropa dianggap sebagai suatu kesatuan tersendiri. Hubungan bilateral Indonesia-Uni Eropa ini pada dasarnya sudahlah terjalin cukup lama, namun masih dalam konteks hubungan bilateral antara Indonesia dengan masing-masing negara anggota Uni Eropa saja. Sebagai perwujudan mempersiapkan akan terjalinnya hubungan perdagangan yang dapat dikategorikan sebagai hubungan perdagangan regional, yaitu kesepakatan FTA ASEAN-Uni Eropa, maka penelitian ini akan mengkaji hubungan yang mungkin terjalin secara bilateral antara Indonesia dengan Uni Eropa sebagai suatu kesatuan. Hubungan perdagangan Indonesia-Uni Eropa ini harus menjadi perhatian utama pemerintah, sehingga pada masanya nanti, Indonesia mampu menghadapi segala kemungkinan persaingan dalam pasar dunia. Salah satu yang harus diperhatikan yaitu bagaimana Indonesia memaksimalkan serta mengembangkan nilai perdagangan antara Indonesia dengan Uni Eropa, yaitu dengan memajukan ekspor komoditi-komoditi unggulannya ke pasar Uni Eropa. Lebih jauh, dengan menelaah bagaimana kinerja perdagangannya. Dalam penelitian ini, kinerja perdagangan dapat dianalisis melalui tingkat daya saing serta derajat integrasi perdagangan komoditi-komoditi ekspor unggulan Indonesia ke Uni Eropa. Telaah selanjutnya yaitu menganalisis faktor-faktor yang 28 mungkin mempengaruhi aliran perdagangan Indonesia ke Uni Eropa. Sehingga pada akhirnya diharapkan dapat menjadikan suatu referensi yang ilmiah bagi pemerintah dalam mengembangkan kebijakan ekspor komoditi-komoditi unggulan Indonesia khususnya ke pasar Uni Eropa seperti terlihat pada Gambar 2.5. Gambar 2.5. Kerangka Pemikiran Penelitian 2.8. Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian dan studi penelitian terdahulu, maka dalam penelitian ini dapat diajukan beberapa hipotesis penelitan bagi variabel-variabel penelitian, yaitu: 1. GDP riil Indonesia berpengaruh positif terhadap aliran komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa. 2. GDP riil negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap aliran komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa. 3. GDP per kapita negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap aliran komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa. 4. Nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap aliran komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa.