Identification, competitiveness analysis, and the factors affecting trade flow of main commodities export indonesia to the european union

(1)

PERDAGANGAN KOMODITI UNGGULAN EKSPOR

INDONESIA KE UNI EROPA

NUR ASYIAH JALIL

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Identifikasi, Analisis Daya Saing, dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Uni Eropa adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2012

Nur Asyiah Jalil


(4)

(5)

ABSTRACT

NUR ASYIAH JALIL. Identification, Competitiveness Analysis, and the Factors Affecting Trade Flow of Main Commodities Export Indonesia to the European Union. Under direction of RINA OKTAVIANI and LUKYTAWATI ANGGRAENI.

The aims of this study are to identify the Indonesia’s main export commodities to the European Union, the level of competitiveness and the degree of integration, and also to determine the trade flow of Indonesia’s main export commodities to the European Union. This study use the sorting method to know the highest export value during the year 2009 as Indonesia's main export commodity to the European Union. Further analysis using the Revealed Comparative Advantage index, Intra-Industry Trade index and gravity model to answer the research objectives. The results showed that Indonesia's main export commodities to the European Union market has a highly competitive and high level of integration. In the aggregate, Indonesia's main export commodities to the European Union market, showed that the flow trade significantly affected by the export of these commodities in the previous year, while the other factors as Indonesia's real GDP (Gross Domestic Product), real GDP of export’s destination countries, GDP per capita of the export’s destination country, real exchange rate of rupiah against the currencies of export’s destination countries, and economic distance has a different level of significance in each commodity.

Keywords: Flow trade, Revealed Comparative Advantage, Intra-Industry Trade index, gravity model.


(6)

(7)

RINGKASAN

Perekonomian dunia yang semakin berkembang sejak akhir abad ke 20 terus membuka hubungan perdagangan antar negara, yang ditandai dengan semakin cepatnya aliran barang dan jasa antar negara. Uni Eropa merupakan salah satu kekuatan perdagangan utama di dunia. Pasar tunggal Uni Eropa, merupakan salah satu tujuan pasar ekspor nonmigas terbesar Indonesia Sementara itu, Indonesia termasuk dalam pelaku ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan salah satu mitra penting bagi Uni Eropa baik dalam perdagangan maupun investasi. Beberapa kerjasama bilateral Indonesia dengan negara-negara Uni Eropa yang sudah terjalin dapat dijadikan gerbang untuk mewujudkan kerjasama regional yang lebih besar serta menguntungkan Indonesia. Hingga saat ini pencapaian terwujudnya kerjasama Free Trade Area (FTA) ASEAN-EU masih saja terkendala, namun Indonesia diharapkan mampu mengantisipasi berbagai dampak serta kesiapan Indonesia dalam menghadapi FTA ASEAN-EU yang mungkin akan segera terwujud.

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa serta tingkat daya saing dan derajat integrasinya, serta mengetahui aliran perdagangan komoditas unggulan ekpor Indonesia ke Uni Eropa berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Untuk menjawab tujuan penelitan tersebut, penelitian ini menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA), Intra-Industry Trade (IIT), serta regresi panel dengan gravity model menggunakan software e-Views 6.0.

Hasilnya menunjukkan komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa teridentifikasi menjadi sepuluh komoditi dengan ekspor tertinggi yaitu Palm oil and its fractions, whether or not refined, but not chemically modified (HS 1511), Coal; briquettes, ovoids and similar solid fuels manufactured from coal (HS 2701), Copper ores and concentrates (HS 2603), Footwear with outer soles of rubber, plastics, leather or composition leather and uppers of leather (HS 6403), Other furniture and parts thereof (HS 9403), Coconut (copra), palm kernel or babassu oil and fractions thereof, whether or not refined, but not chemically modified (HS 1513), Natural rubber, balata, gutta-percha, guayule, chicle and similar natural gums, in primary forms or in plates, sheets or strip (HS 4001), Video recording or reproducing apparatus, whether or not incorporating a video tuner (HS 8521), Coffee, whether or not roasted or decaffeinated; coffee husks and skins; coffee substitutes containing coffee in any proportion (HS 0901), dan Transmission apparatus for radio-telephony, radio-telegraphy, radio-broadcasting or television, whether or not incorporating reception apparatus or sound recording or reproducing apparatus; television cameras; still image video cameras (HS 8525). Komoditi-komoditi ini menunjukkan bahwa hanya beberapa komoditi saja yang termasuk kedalam target ekspor Indonesia yang digemborkan oleh pemerintah berdasar 10 komoditi utama dan 10 komoditi potensial, yaitu komoditi produk minyak sawit, karet, kopi, alas kaki serta produk elektronik.

Tingkat daya saing seluruh komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa tergolong tinggi dengan nilai RCA yang lebih dari satu. Tiga komoditi dengan RCA terbesar merupakan primary goods yang dibutuhkan bagi Uni Eropa dalam industri-industrinya. Ketiga komoditi tersebut yaitu palm oil and its fractions, whether or not refined, but not chemically modified (HS 1511) dan coconut (copra), palm kernel or babassu oil and fractions thereof, whether or not refined, but not chemically modified (HS 1513), dan Copper ores and concentrates (HS 2603). Sementara itu, tingkat integrasi seluruh komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa termasuk ke dalam klasifikasi strong integration yang menunjukkan hubungan perdagangan dua arah antara


(8)

Komoditi-komoditi unggulan ekspor Indonesia ke pasar Uni Eropa secara agregat signifikan dipengaruhi oleh ekspor komoditi tersebut pada tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan tingkat stabilitas hubungan perdagangan Indonesia-Uni Eropa khususnya terhadap komoditi unggulan ekspor Indonesia ke pasar Uni Eropa. Faktor lainnya yang mempengaruhi aliran perdagangan ekspor komoditi unggulan Indonesia ke Uni Eropa yaitu faktor GDP riil Indonesia, GDP riil negara tujuan ekspor Indonesia, GDP per kapita negara tujuan, nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara tujuan ekspor Indonesia, serta jarak ekonomi memiliki tingkat signifikansi yang berbeda-beda pada setiap komoditinya.

Berdasarkan hasil tersebut maka perlunya pengembangan produk-produk primary goods untuk terus meningkatkan daya saing serta memproduksi komoditi-komoditi olahannya. Sehingga diharapkan Indonesia tidak hanya dibutuhkan sebagai negara sumber bahan utama dalam proses produksi, namun berkembang menjadi pemasok komoditi olahan yang jauh lebih menguntungkan Indonesia. Selain itu, pemberian perhatian khusus bagi komoditi-komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa tidak hanya berdasar pada 10 komoditi utama dan 10 komoditi potensial Indonesia saja, karena kenyataannya produk-produk unggulan ke Uni Eropa jauh lebih beragam yang tidak termasuk ke dalam golongan komoditi yang diperhatikan pemerintah saja.

Kelesuan perekonomian Uni Eropa beberapa tahun terakhir agar menjadi perhatian bagi pemerintah untuk mencari pasar baru bagi komoditi-komoditi ekspor unggulan Indonesia. Khususnya negara yang tidak memiliki fluktuasi GDP di negaranya seperti keadaan negara-negara Uni Eropa saat ini. Selain itu perlunya peningkatan dukungan dan fasilitas pemerintah bagi pelaku usaha dalam menghadapi hambatan-hambatan non tarif yang diberlakukan Uni Eropa sehingga mampu memberikan nilai tambah bagi produk-produk ekspor Indonesia ke Uni Eropa.


(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(10)

(11)

IDENTIFIKASI, ANALISIS DAYA SAING, DAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIRAN

PERDAGANGAN KOMODITI UNGGULAN EKSPOR

INDONESIA KE UNI EROPA

NUR ASYIAH JALIL

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

(13)

Judul Tesis : Identifikasi, Analisis Daya Saing, dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Uni Eropa

Nama Mahasiswa : Nur Asyiah Jalil Nomor Pokok : H151080131

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. Ketua

Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P., M.Si. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.


(14)

(15)

PRAKATA

Segala puji bagi Allah SWT yang atas izin-Nya tesis yang berjudul “Identifikasi, Analisis Daya Saing, dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Uni Eropa” ini akhirnya bisa terselesaikan. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa serta tingkat daya saing dan derajat integrasinya, juga untuk mengetahui aliran perdagangan komoditas unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. sebagai ketua komisi pembimbing yang telah benyak memberikan arahan dan masukan selama penulisan tesis ini. Beliau juga telah banyak memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat terlibat dalam berbagai penelitian dan kajian ekonomi, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S2 pada program studi Ilmu Ekonomi IPB dan mendapat gelar Magister Sains. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P., M.Si. sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada penguji luar komisi Dr. Ir. Idqan Fahmi, M.Ec. yang telah memberikan banyak pelajaran dan masukan yang berharga terhadap penelitian ini serta Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si. yang telah memberikan masukan mengenai penulisan sehingga membuat tesis ini menjadi lebih baik.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yaitu Ayahanda Abdul Jalil Kasim dan Ibunda Salmi Habib serta kedua adik tercinta Fitri Yani Jalil dan Zur Rahman Jalil yang selalu memberikan doa dan dukungan dalam berbagai bentuk sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S2 pada program studi Ilmu Ekonomi IPB. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada rekan-rekan program pascasarjana Ilmu Ekonomi angkatan 2008 dan Syarifah Amalia atas segala bantuan, dukungan dan kebersamaannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.


(16)

pengetahuan kita.

Bogor, Agustus 2012


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Nur Asyiah Jalil, lahir pada tanggal 24 April 1985 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Abdul Jalil Kasim dan Salmi Habib. Pada tahun 1991-1997 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Kp. Utan dari tahun 1991 sampai tahun 1996 dan di SDN 01 Pondok Pinang dari tahun 1996 sampai tahun 1997, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMPN 87 Jakarta. Tahun 2003, penulis menyelesaikan pendidikannya di SMAN 34 Jakarta dan diterima di Departemen Imu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama empat tahun, penulis berhasil menyelesaikan program sarjana dan menyandang gelar Sarjana Ekonomi (SE) pada tahun 2007.

Pada tahun 2008 pernulis melanjutkan studinya di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor untuk mendapatkan gelar Magister Sains. Selama menjadi Mahasiswa Pascasarjana, penulis aktif dalam kegiatan penelitian ekonomi dan menjadi asisten pengajar di Departemen Ilmu Ekonomi. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Identifikasi, Analisis Daya Saing, dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Uni Eropa” yang akhirnya dapat diselesaikan.


(18)

(19)

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Pengertian Liberalisasi Perdagangan ... 9

2.2. Teori Perdagangan Internasional ... 11

2.3. Free Trade Area (FTA) : Pengertian dan Dampak Integrasi Ekonomi ... 16

2.4. Teori Perdagangan Intra Industri ... 21

2.5. Model Gravitasi (Gravity Model) ... 23

2.6. Penelitian Terdahulu ... 24

2.7. Kerangka Pemikiran ... 27

2.8. Hipotesis Penelitan ... 28

III. METODE PENELITIAN ... 30

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 30

3.2. Metode Analisis ... 31

3.2.1. Analisis Kondisi Perdagangan Indonseia Indonesia-EU dan Daya Saing Komoditi Unggulan Indonesesi-EU ... 31

3.2.2. Analisis Aliran Perdagangan antara Indonesia-EU : Aplikasi Gravity Model ... 34

3.2.3. Panel Data ... 37

3.3 Model Penelitian ... 45

IV. GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA DENGAN UNI EROPA ... 47


(20)

V. IDENTIFIKASI, ANALISIS DAYA SAING, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIRAN PERDAGANGAN KOMODITI

UNGGULAN EKSPOR INDONESIA KE PASAR UNI EROPA ... 55

5.1. Identifikasi Komoditi Ekspor Unggulan Indonesia ke Pasar Uni Eropa ... 55

5.2. Analisis Revealed Comparative Advantage ( RCA) ... 57

5.3. Analisis Intra Industry Trade (IIT) ... 59

5.4. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia Ke Pasar Uni Eropa ... 61

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

6.1. Kesimpulan ... 69

6.2. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72


(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

1.1. Neraca Perdagangan Indonesia-Uni Eropa ... 5

3.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 30

3.2. Klasifikasi Nilai IIT index ... 33

5.1. Top Ten Ekspor Indonesia ke Pasar Uni Eropa Tahun 2009 ... 56

5.2. Top Ten Ekspor, Nilai RCA dan IIT Ekspor Komoditi Unggulan Indonesia ke Pasar Uni Eropa Tahun 2009 ... 58

5.3. Signifikansi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Pasar Uni Eropa ... 62


(22)

(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1.1. Pasar Utama Ekspor Non Migas Indonesia ... 2 1.2. Total Ekspor Nonmigas Indonesia ke Uni Eropa ... 3 1.3. Ekspor Indonesia ke Lima Pasar Domestik Terbesar ... 4 2.1. Kurva Perdagangan Internasional ... 13 2.2. Kurva Perdagangan Internasional yang Dipengaruhi oleh Faktor Jarak

dalam Transaksi Perdagangan ... 14 2.3 Trade Creation ... 19 2.4. Trade Diversion ... 21 2.5. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 28 4.1. Jumlah Rata-rata Total Ekspor Indonesia ke Uni Eropa ... 48 4.2. Total Impor Broad Economic Category Uni Eropa ke Indonesia ... 49 4.3. Neraca Perdagangan Indonesia-Uni Eropa ... 50 4.4. Neraca Minyak dan Gas Indonesia-Uni Eropa ... 51 4.5. Ekspor Indonesia ke Uni Eropa ... 52 4.6. GDP Negara-negara Anggota Uni Eropa ... 53 4.7. Share Total Ekspor Indonesia-EU terhadap Dunia ... 54 5.1. Total Ekspor Palm Oil and its Fractions, Whether or Not Refined,


(24)

(25)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perekonomian dunia yang semakin berkembang sejak akhir abad ke 20 terus membuka hubungan perdagangan antar negara, yang ditandai dengan semakin cepatnya aliran barang dan jasa antar negara. Menurut pendapat sebagian ahli ekonomi, perdagangan antar negara sebaiknya dibiarkan secara bebas dengan seminimal mungkin pengenaan tarif dan hambatan lainnya. Hal ini didasari argumen bahwa liberalisasi perdagangan akan memberikan manfaat bagi negara-negara yang terlibat perdagangan dan bagi dunia serta meningkatkan kesejahteraan yang lebih besar dibandingkan tidak ada perdagangan. Demikian pula menurut Hadi (2003) selain meningkatkan distribusi kesejahteraan antar negara, perdagangan bebas juga akan meningkatkan kuantitas perdagangan dunia dan meningkatkan efisiensi ekonomi. Sementara Stephenson (1994) mengidentifikasikan bahwa liberalisasi perdagangan akan meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya domestik dan meningkatkan akses pasar ke negara lain. Dengan demikian suatu negara akan berusaha membuka dirinya terhadap perdagangan dengan negara lainnya.

Uni Eropa merupakan salah satu kekuatan perdagangan utama di dunia dengan komitmen multilateral yang kuat. Pasar tunggal Uni Eropa, yang merupakan seperangkat peraturan dagang, cukai dan prosedur bersama yang berlaku di seluruh 27 negara anggota, menjadikan Uni Eropa sebagai suatu pasar yang sangat menarik bagi negara-negara lain. Sementara itu, Indonesia termasuk dalam pelaku ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan salah satu mitra penting bagi Uni Eropa baik dalam perdagangan maupun investasi.

Bagi Indonesia, Uni Eropa merupakan tujuan ekspor nonmigas terbesar dan volume perdagangan di antara kedua belah pihak terus mengalami tren pertumbuhan dalam beberapa tahun terakhir. Para investor di Eropa juga telah membuktikan bahwa mereka merupakan salah satu mitra Indonesia yang paling stabil dan dapat diandalkan. Beberapa negara di Uni Eropa merupakan pasar utama ekpor non migas Indonesia (Gambar 1.1).


(26)

21.60 18.33 15.69 13.28 11.12 9.20 7.57 5.25 5.08 4.21 3.68 3.30 3.17 3.22 2.43 14.08 16.50 13.33 9.85 9.55 7.75 6.87 4.05 3.68 3.25 3.12 2.98 2.37 2.50 2.33 China Jepang AS India Singapura Malaysia Korsel Thailand Belanda Taiwan Pilipina Jerman Italia Hong Kong Spanyol USD Miliar Jan-Des '2011 Jan-Des '2010 53.36 11.13 17.70 34.80 16.35 18.64 10.14 29.39 37.87 29.29 17.95 10.75 33.70 28.53 4.30 54.13 (0.58) (21.00) 39.24 21.54 6.94 (8.18) 3.60 12.50 8.08 (0.90) (16.35) (12.23) 20.22 72.43 Pertumbuhan (%) Nilai Volume

Sumber : Kementerian Perdagangan (2012)

Gambar 1.1. Pasar Utama Ekspor Non Migas Indonesia

Indonesia sebagai negara berkembang menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional menjadi salah satu faktor dalam pembangunan nasional. Hubungan antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi merupakan kajian yang mendominasi permasalahan perekonomian dunia dan Indonesia pada khususnya. Karena perdagangan internasional khususnya ekspor merupakan lokomotif penggerak dalam pertumbuhan ekonomi.

Salah satu alasan pertumbuhan perekonomian Indonesia sangat dipengaruhi faktor ekspor, yang memberikan kontribusi sebesar 27 persen dalam GDP Indonesia tahun 2008 (Gambar 1.2). Ekspor Indonesia memperlihatkan perubahan yang signifikan yaitu tumbuh sebesar 91 persen dari tahun 2005 ke tahun 2008. Secara spesifik, pertumbuhan ekspor Indonesia ke Uni Eropa pun meningkat 70 persen dalam rentang waktu tersebut. Menariknya, perubahan ekpor Indonesia ke Uni Eropa tidak banyak mengalami masalah. Pertumbuhannya cukup stabil jika dibandingkan pertumbuhan ekspor Indonesia ke negara ataupun kawasan lain yaitu dengan rata-rata tingkat pertumbuhan eksport sebesar 9 persen tanpa fluktuasi yang berarti. Hal ini ditunjukkan pula dengan nilai export performance Indonesia ke Uni Eropa yang stabil pada tingkat 3 persen dalam rentang waktu yang sama. Kondisi ini menunjukkan kondisi yang


(27)

cukup unik antara Indonesia dengan Uni Eropa, karena fluktuasi perekonomian Indonesia yang mempengaruhi kinerja ekspor ke luar negeri ternyata tidak terpengaruh terhadap kinerja ekspor ke Uni Eropa.

Gambar 1.2. Total Ekspor Non-migas Indonesia ke Uni Eropa

Beberapa kenyataan di lapangan menunjukkan kinerja pertumbuhan ekspor Indonesia tidak luput dari kerjasama-kerjasama yang dilakukan baik secara bilateral ataupun dalam lingkup regional. Dari Gambar 1.2. terlihat fluktuasi ekspor Indonesia ke beberapa negara sebagai tujuan ekspor pasar-pasar tradisonal merupakan suatu cerminan bahwa kerjasama Indonesia dengan negara mitra dagangnya memiliki hubungan yang baik dan stabil. Hal ini dapat ditunjukkan dengan tren yang rata-rata sama pada masing-masing pasar domestik tujuan ekspor utama Indonesia (Gambar 1.3).

Oktaviani (2009) menunjukkan Indonesia memiliki nilai RCA yang lebih dari satu pada 194 komoditi. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa komoditi ekspor Indonesia memiliki keunggulan komparatif terhadap dunia. Keunggulan Indonesia ini perlu mendapat perhatian khusus agar dapat dikembangkan sehingga pada akhirnya memberikan kontribusi yang baik bagi pembangunan.


(28)

Sumber : COMTRADE, diolah

Gambar 1.3. Ekspor Indonesia ke Lima Pasar Domestik Terbesar

Perdagangan bebas (liberalisasi) yang terus diupayakan oleh berbagai negara didasari oleh argumen bahwa perdagangan yang lebih bebas akan memberikan manfaat bagi negara-negara yang terlibat perdagangan dan bagi dunia serta meningkatkan kesejahteraan yang lebih besar dibandingkan tidak ada perdagangan (Kindleberger dan Lindert, 1978). Selain meningkatkan distribusi kesejahteraan antar negara, perdagangan bebas juga akan meningkatkan kuantitas perdagangan dunia dan meningkatkan efisiensi ekonomi (Hadi, 2003).

Saat ini pemerintah memfokuskan pengembangan ekspor produk-produk tergolong ke dalam 10 komoditas ekspor utama Indonesia serta 10 komoditas potensial Indonesia (Tabel 1.1). Hal ini menjadi suatu catatan tersendiri bagi pemerintah untuk lebih memaksimalkan perhatian serta perlakuan khususnya yang dapat mendorong ekspor produk-produk ini. Namun, secara spesifik khususnya bagi Uni Eropa, apakah komoditi ekspor unggulan Indonesia ke Uni eropa sudah sesuai dengan target pemerintah. Inilah salah satu hal yang menjadi kekhawatiran dalam memberikan fokus khusus terhadap komoditi unggulan versi pemerintah, namun kenyataannya komoditi unggulan yang diminta pasar Uni


(29)

eropa tidak seluruhnya sesuai dengan komoditi-komoditi yang diperhatikan pemerintah.

Tabel 1.1. 10 Komoditi Utama dan 10 Komoditi Potensial Ekspor Indonesia Komoditi Utama Komoditi Potensial

1. Tekstil dan produk tekstil (TPT) 2. Elektronik

3. Karet dan produk karet 4. Sawit dan produk sawit 5. Produk hasil hutan 6. Alas kaki

7. Otomotif 8. Udang 9. Kakao 10. Kopi

1. Kulit dan Produk Kulit 2. Peralatan Medis 3. Tanaman Obat 4. Makanan Olahan 5. Minyak Atsiri

6. Ikan dan Produk Perikanan 7. Kerajinan

8. Perhiasan 9. Rempah-rempah

10.

Peralatan Kantor

Sumber : Kementerian perdagangan (2012)

Evolusi Regional Economic Arrangement sebagai integrasi ekonomi dalam perdagangan internasional pada dasarnya teraktualisasi dalam beberapa tahap intensif yang berkelanjutan. Kotabe dan Helsen (2001) mempostulatkan teori Regional Economic Arrangement diinisiasi dengan Free Trade Area (FTA) yang secara esensial terwujud ketika sekelompok negara bersepakat membentuk perserikatan ekonomi dengan meningkatkan tarif yang sama secara bersama terhadap barang-barang dari negara non-anggota, pada saat yang sama justru membebaskan perdagangan intern antar negara anggota. FTA bisa terjadi antara dua atau tiga negara saja (sama atau beda kawasan), tetapi bisa pula banyak negara dalam kawasan yang sama. Secara ideal, integrasi ekonomi dilakukan oleh negara-negara satu kawasan, mempunyai dasar yang sama, dan dalam tahap pembangunan yang seimbang. Pada perkembangannya, FTA yang dilakukan tidak hanya berada karena terletak di kawasan yang sama tetapi berdasarkan kepentingan ekonomi termasuk perdagangan.

Hubungan perdagangan bilateral Indonesia Uni Eropa yang terjalin selama ini, memberikan kontribusi bagi masing-masing pihak. Uni Eropa sebagai pasar besar yang bertajuk single market memberikan peluang ekspor yang besar bagi Indonesia, demikian pula sebaliknya, Indonesia merupakan negara tujuan ekspor dan investasi utama bagi Uni Eropa di ASEAN. Isu yang berkembang mengenai semakin maraknya penguatan hubungan perdagangan antar blok di seluruh belahan dunia membuat tergagasnya dilakukan hubungan perdagangan tanpa hambatan antara Uni Eropa dan ASEAN atau lebih dikenal dengan istilah Free Trade Area ASEAN-Uni Eropa. Karena itu Indonesia harus mampu


(30)

menghadapi segala kemungkinan yang terjadi dalam menghadapi tantangan global dimasa depan. Namun, meskipun hingga saat ini perundingan masih belum mencapai kesepakatan, Indonesia harus siap mengantisipasi segala hal, termasuk diantaranya jika terlaksananya hubungan FTA tersebut. Indonesia harus mampu memaksimalkan kinerja dan kemampuan dalam mengelola perekonomiannya agar mampu bersaing dalam kancah perekonomian di masa mendatang.

Kekuatan perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa merupakan salah satu jangkar kuat Indonesia dalam memperkokoh ekspor nasional. Tabel 1.2. menggambarkan adanya tren ekspor yang positif selama lima tahun terakhir semakin menguatkan besarnya ketergantungan Uni Eropa terhadap Indonesia. Hubungan baik ini menjadi salah satu alasan kuat bagi Indonesia agar tidak memandang sebelah pasar potensial di benua Eropa ini untuk memaksimalkan setiap peluang dalam kancah perdagangan antar kedua pihak.

Tabel 1.2. Neraca Perdagangan Indonesia-Uni Eropa

! " # # ## ##$# #

%&'(

)(

* *

+ ,

Sumber : Kementerian Perdagangan (2012)

Kondisi tersebut merupakan suatu peluang bagi Indonesia untuk dapat menjadikan Uni Eropa sebagai alat menunjang ekspor dalam negeri melalui produk-produk unggulan Indonesia. Beberapa kerjasama bilateral Indonesia dengan negara-negara Uni Eropa yang sudah terjalin dapat dijadikan gerbang untuk mewujudkan kerjasama regional yang lebih besar serta menguntungkan Indonesia. Hingga saat ini pencapaian terwujudnya kerjasama Free Trade Area


(31)

(FTA) ASEAN-Uni Eropa masih saja terkendala, namun Indonesia diharapkan mampu mengantisipasi berbagai dampak serta kesiapan Indonesia dalam menghadapi FTA ASEAN-Uni Eropa yang mungkin akan segera terwujud.

1.2. Perumusan Masalah

Dari pemaparan latar belakang tersebut terdapat beberapa perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu :

1. Apakah komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa serta bagaimana tingkat daya saing dan derajat integrasinya ?

2. Apakah Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan komoditas unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mengidentifikasi komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa serta tingkat daya saing dan derajat integrasinya.

2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan komoditas unggulan ekpor Indonesia ke Uni Eropa.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai kondisi perdagangan Indonesia-Uni Eropa dan sektor-sektor potensial yang dapat menjadi daya saing ekspor Indonesia ke Uni Eropa. Selain itu, juga dapat diketahui aliran perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan bagi pengambil kebijakan sebagai alternatif kebijakan nasional untuk meningkatkan daya saing ekonomi serta sekaligus mempersiapkan faktor-faktor yang mempengarhi aliran dan keterkaitan perdagangan komoditas unggulan ekpor Indonesia ke Uni Eropa. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti lain sebagai salah satu referensi yang dapat mendukung suatu penelitian yang lebih mendalam mengenai keterkaitan perdagangan, baik bilateral, multilateral ataupun regional.


(32)

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan berdasarkan ruang lingkup yang ditentukan agar dapat mencapai hasil yang diharapkan. Ruang lingkup penelitian ini yaitu :

1. Penelitian ini meneliti Indonesia dan negara-negara Uni Eropa. Bagi Uni Eropa, peneliti hanya menggunakan 25 negara Uni Eropa saja, karena dua negara anggota Uni Eropa yang baru, baru bergabung dengan Uni Eropa sejak tahun 2007, agar konsisten data yang digunakan dalam penelitian karena menggunakan data time series 2000-2010.

2. Komoditi unggulan sebagai objek penelitian yang digunakan yaitu sepuluh komoditi ekpor terbesar Indonesia ke Uni Eropa tahun 2009.

3. Penentuan Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa menggunakan metode analisis panel.


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Liberalisasi Perdagangan

Perdagangan bebas (laissez-faire) atau liberalisasi perdagangan (trade liberalization) adalah konsep ekonomi yang merujuk kepada sistem perdagangan barang dan jasa antar negara tanpa adanya intervensi pemerintah dalam bentuk tarif dan hambatan perdagangan lainnya, seperti: kuota, subsidi, dan pajak (Krugman dan Obsfeld, 2000; Husted dan Melvin, 2004).

Budiono (2001) dalam Hardono et al (2004) menjelaskan ada lima kUni Eropantungan yang dapat diperoleh dari perdagangan bebas, yaitu: (1) membuka akses pasar lebih luas sehingga memungkinkan diperoleh efisiensi karena liberalisasi perdagangan cenderung menciptakan pusat-pusat produksi baru yang menjadi lokasi berbagai kegiatan industri yang saling terkait dan saling menunjang sehingga biaya produksi dapat diturunkan, (2) iklim usaha menjadi kompetitif sehingga mengurangi kegiatan yang bersifat rent seeking dan mendorong pengusaha untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam penggunaan sumberdaya, (3) arus perdagangan dan investasi yang lebih bebas mendorong terjadinya alih teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, (4) perdagangan yang lebih bebas memberikan signal harga yang ”benar” sehingga meningkatkan efisiensi investasi, dan (5) dalam perdagangan yang lebih bebas kesejahteraan konsumen, baik ditingkat individu maupun perusahaan akan meningkat. Kesejahteraan individu meningkat karena beragam jenis barang dengan harga relatif lebih murah sehingga daya beli (purchasing power) bertambah. Sedangkan perusahaan memperoleh kUni Eropantungan dari kemudahan akses untuk mendapatkan sumber bahan baku, komponen, dan jasa yang lebih kompetitif.

Kebijakan perdagangan bebas pada awalnya digulirkan oleh negara-negara Eropa dan Amerika terutama setelah berakhirnya perang dunia II, sistem perdagangan bebas multilateral berhasil dibentuk melalui perjanjian internasional mengenai tarif dan perdagangan atau sering disebut GATT (General Agreement on Tariffs and Trade). Selama tiga dekade sejak kesepakatan GATT (1950 – 1980), sistem multilateral telah mendominasi kebijakan perdagangan internasional (Krueger, 1999; Krugman dan Obstfeld, 2000). Namun sejak akhir


(34)

1980-an, kebijakan perdagangan bebas mulai bergeser dari sistem multilateral ke sistem regional melalui pembentukan Regional Trade Agreement (RTAs), baik dalam bentuk kesepakatan pemberian konsesi tarif (Preferential Trade Agreements), perdagangan bebas regional (Regional Free Trade) maupun penyatuan sistem pabean (Customs Union).

Kecenderungan semakin meluasnya RTAs menimbulkan banyak perdebatan diantara ahli ekonomi mengenai relevansi RTAs dan masa depan sistem multilateral dibawah kerangka GATT/WTO. Kelompok pendukung kebijakan perdagangan bebas regional (Bergsten, 1997; Baldwin, 1997; Either, 1998; Lawrence, 1999) berpendapat bahwa RTAs merupakan langkah maju menuju perdagangan bebas multilateral dan akan memperkuat eksistensi WTO serta sistem perdagangan internasional. Menurut Michalak dan Gibb (1997), regionalisasi perdagangan merupakan salah satu strategi awal bagi sebuah negara sebelum melibatkan diri dalam proses perdagangan multillateral. Sedangkan Desker (2004) berpendapat bahwa RTAs secara politis lebih mudah dikelola (manageble) oleh sebuah pemerintahan dibandingkan dengan sistem multilateral yang komplek dan berlarut-larut. Dengan RTAs diharapkan negara-negara di suatu kawasan dapat mengintegrasikan ekonomi mereka kedalam sebuah sistem ekonomi yang lebih terbuka dengan melakukan perdagangan intra-kawasan.

Di sisi lain, kelompok penentang kebijakan perdagangan bebas regional (Bhagwati, 1995; Krueger, 1995; Panagariya, 1998) berargumentasi bahwa RTAs akan mengahmbat proses liberalisasi perdagangan multilateral karena di satu sisi memberikan keleluasaan akses pasar bagi negara anggota, tetapi di lain pihak memproteksi pasar bagi negara-negara di luar anggota RTAs. Menurut Bhagwati (1995), pembetukan Preferential Trade Area (PTA) akan menimbulkan efek ”spaghetti bowl”, yaitu kerancuan atau kesulitan dalam menentukan asal-usul barang (rules of origin) yang berhak memperoleh konsesi tarif sesuai kesepakatan PTA. Selanjutnya, Bhagwati dan Panagariya (1996) berpendapat pembentukan PTA antara ekonomi besar dengan ekonomi negara-negara berkembang (hegemonic-centred) seperti NAFTA, bertentangan dengan sistem perdagangan bebas multilateral sebab perbedaan tingkat ekonomi dan standar tenaga kerja diantara mereka akan menciptakan perdagangan yang tidak seimbang (unfaire trade). PTA akan lebih sesuai dengan sistem perdagangan global apabila dibentuk diatara sesama negara berkembang


(35)

(non-hegemonic-centred) yang memiliki tingkat pembangunan ekonomi relatif seimbang dan sebelumnya telah memiliki hubungan perdagangan secara tradisonal, seperti: MERCUSOR, yaitu sebuah blok perdagangan regional yang dibentuk diantara negara-negara Merika Selatan.

Definisi mengenai liberalisasi perdagangan salah satunya dikemukakan oleh Madeley dan Solagral (2001) yang meyebutkan bahwa liberalisasi perdagangan adalah sebagai suatu proses pengurangan dan pada akhirnya penghapusan semua hambatan tarif dan non tarif antar negara sebagai mitra dagang.

Liberalisasi perdagangan menjadi semakin menarik untuk dibahas karena menimbulkan pro dan kontra. Menurut kelompok yang pro-liberalisasi, kebijakan ini akan memberikan dampak positif bagi setiap negara. Pemikiran ini didasarkan pada pandangan bahwa penghapusan hambatan perdagangan akan menyebabkan arus barang dan jasa menjadi semakin lancar.

Pandangan ini kontras dengan pemahaman kelompok anti liberalisasi. Menurut kelompok ini, liberalisasi akan menghancurkan perekomomian negara-negara di dunia. Pengaruh negatif muncul karena barang impor yang semakin menguasai pasar domestik sehingga mematikan produksi dalam negeri atau menurunkan ekspor domestik terutama yang berdaya saing rendah.

Turunnnya ekspor selanjutnya berdampak negatif pula terhadap produksi dalam negeri jika sebagian besar dari barang-barang yang dibuat dalam negeri untuk tujuan ekspor, atau karena kurangnya dana untuk membiayai proses produksi yang disebabkan oleh berkurangnya devisa dari hasil ekspor. Namun demikian, bila domestik memiliki daya saing yang lebih tinggi, maka liberalisasi perdagangan dunia menciptakan peluang ekspor yang besar.

2.2. Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan merupakan suatu proses pertukaran barang dan jasa yang dilakukan atas dasar suka sama suka, untuk memperoleh barang yang dibutuhkan. Dalam masa globalisasi, perdagangan tidak hanya dilakukan dalam satu negara saja. Bahkan dunia sudah memasuki perdagangan bebas. Hampir tidak ada satu negarapun yang tidak melakukan hubungan dengan negara lain (Dumairy, 1997).

Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh kUni Eropantungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya.


(36)

Demikian halnya dengan perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain motif mencari keuntungan, Krugman (1991) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional:

1. Negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain.

2. Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale).

Menurut Tambunan (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan internasional dapat dilihat dari teori penawaran dan permintaan. Dari teori penawaran dan permintaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya kelebihan produksi dalam negeri (penawaran) dengan kelebihan permintaan negara lain.

Secara teoritis, suatu negara (misal negara A) akan mengekspor suatu komoditi (misal pakaian jadi) ke negara lain (misal negara B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadinya perdagangan internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik negara B (gambar 1). Stuktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A telah terjadi excess supply (memiliki kelebihan produksi). Dengan demikian, negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Dilain pihak, di negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli pakaian jadi dari negara lain yang relatif lebih murah. Jika kemudian terjadi komunikasi antara negara A dengan negara B, maka akan terjadi perdagangan antar keduanya dengah harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama.

Gambar 2.1 memperlihatkan sebelum terjadinya perdangangan internasional harga di negara A sebesar PA, sedangkan di negara B sebesar PB. Penawaran pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan permintaan di pasar internasional akan jika harga internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional (P*) sama dengan PA maka negara B akan terjadi excess demand (ED) sebesar B. Jika harga internasional sama dengan PB maka di negara A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A. Dari A dan B akan terbentuk kurva ES dan ED akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P*. Dengan


(37)

adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor komoditi (pakaian jadi) sebesar X sedangkan negara B akan mengimpor komoditi (pakaian jadi) sebesar M, dimana di pasar internasional sebesar X sama dengan M yaitu Q*.

Negara A (ekspor) Perdagangan Internasional Negara B (impor) Keterangan:

PA : Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional

OQA : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional

A : Kelebihan penawaran (excess supply) di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional

X : Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A

PB : Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdangangan internasional

OQB : Jumlah produk domestrik yang diperdagangkan di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional.

B : Kelebihan permintaan (excess demand) di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional.

M : Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B

P* : Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdangangan internasional

OQ* : Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor (M)

Sumber: Salvatore (1997)

Gambar 2.1. Kurva Perdagangan Internasional

Perkembangan selanjutnya, yaitu ketika perdagangan antar negara sudah dipengaruhi faktor lainnya yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Ilustrasi ini menggunakan faktor jarak sebagai faktor penentu terjadinya transaksi perdagangan internasional. Ketika negara A akan mengekspor suatu komoditi ke negara B dengan tingkat harga seperti pada Gambar 2.1 yaitu pada titik harga

O QA O Q* O QB

PA

X

DA A SA

ES

P*

ED B

M PB

DB S


(38)

O QA O Q* O QB

SB

DA SA

ES P*

ED PB

DB

PA

P**=

Q**

sebesar P*, maka setelah dilakukan perhitungan dengan menyertakan jarak sebagai salah satu faktor yang menentukan harga serta untuk melakukan ekspor dan impor antar kedua negara, seperti pada alur perdagangan dalam Gambar 2.1, terbentuklah harga baru pada P** serta jumah yang diperdagangkan sebesar Q**. Besarnya harga pasar yang terbentuk cenderung terlihat sama, karena slope dari perubahan supply akibat adanya jarak sebagai faktor yang menambah biaya ekspor tidak berubah. Namun, jumlah barang di pasar menjadi lebih sedikit sedikit daripada tidak adanya faktor jarak yang mempengaruhi aliran perdagangan.

Negara A (ekspor) Perdagangan Internasional Negara B (impor)

Sumber: Salvatore (1997), dikembangkan.

Gambar 2.2. Kurva Perdagangan Internasional yang Dipengaruhi oleh Faktor Jarak dalam Transaksi Perdagangan

Konsep perdagangan bebas untuk pertama kali diperkenalkan oleh Adam Smith pada awal abad ke-19 dengan teori keunggulan absolut (absolute comparative). Teori Adam Smith kemudian disempurnakan oleh David Ricardo (1817) dengan model keunggulan komparatif (The Theory of Comparative Advantage). Berbeda dengan konsep keunggulan absolut yang menekankan pada biaya riil yang lebih rendah, keunggulan komparatif lebih melihat pada perbedaan harga relatif antara dua input produksi sebagai penentu terjadinya perdagangan.

Menurut David Ricardo dalam Hady (2001), perdagangan dapat dilakukan oleh negara yang tidak memiliki keunggulan absolut pada kedua komoditi yang diperdagangkan dengan melakukan spesialisasi produk yang kerugian absolutnya lebih kecil atau memiliki keunggulan komparatif. Hal ini dikenal sebagai Hukum keunggulan Komparatif (Law of Comparative Advantage).


(39)

keunggulan komparatif dibedakan atas cost comparative advantage (labor efficiency) dan production comparative advantage (labor productivity). Asumsi yang digunakan (Salvator, 1997):

a) Hanya terdapat dua negara dan dua komoditi b) Perdagangan bersifat bebas

c) Terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara.

d) Biaya produksi konstan

e) Tidak terdapat biaya transportasi f) Tidak ada perubahan teknologi

Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efisien.

Berdasarkan analisis production comparative advatage (labor productivity) dapat dikatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut berproduski lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak produktif. Dengan kata lain, cost comparative menekankan bahwa kUni Eropanggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara memproduksi suatu barang yang membutuhkan sedikit jumlah jam tenaga kerja dibandingkan negara lain sehingga terjadi efisiensi produksi. Production comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika seorang tenaga kerja di suatu negara dapat memproduksi lebih banyak suatu barang/jasa dibandingkan negara lain sehingga tidak memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak. Dengan demikian keunggulan perdagangan diperoleh jika negara melakukan spesialisasi pada barang yang memiliki cost comparative advantage dan production advantage. Atau dengan mengekspor barang yang keunggulan komparatifnya tinggi dan mengimpor barang yang keunggulan komparatifnya rendah.

Teori klasik Ricardo tersebut selanjutnya dikembangkan oleh Heckscher-Ohlin (H-O) dengan The Theory of Factor Proportions (1949 – 1977). Model H-O mengatakan bahwa walaupun tingkat teknologi yang dimiliki sama, perdagangan internasional akan tetap terjadi bila ada perbedaan kepemilikan faktor produksi


(40)

(factor endowment) diantara masing-masing negara. Satu negara dengan kepemilikan kapital berlebih akan berspesialisasi dan mengekspor komoditi padat kapital (capital-intensive goods), dan sebaliknya negara dengan kepemilikan tenaga kerja berlebih akan memproduksi dan mengekspor komoditi padat tenaga kerja (labor-intensive goods).

Pendekatan tentang perdagangan internasional untuk bisa memahami manfaat yang dapat diperoleh dari adanya perdagangan bisa dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan. Kedua pendekatan tersebut adalah: pendekatan keseimbangan parsial dan pendekatan keseimbangan umum.

2.3. Free Trade Area (FTA): Pengertian dan Dampak Integrasi Ekonomi

Kegiatan ekonomi internasional memiliki kecenderungan untuk membentuk organisasi perdagangan multinasional. Organisasi ini dibentuk dari kumpulan negara berdekatan yang mempunyai kebijakan perdagangan bersama untuk menghadapi negara lain dalam bidang tarif dan akses pasar. Alasan umum pembentukan grup ini adalah menjamin pertumbuhan ekonomi dan bermanfaat bagi Negara anggota. Contoh organisasi yang terkenal sekarang antara lain Uni Eroparopean Union (Uni Eropa), ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA), ASEAN Free Trade Agreement (AFTA), North American Free Trade Agreement (NAFTA), dan sebagainya. Pengaruh keberadaan dan pertumbuhan organisasi multinasional ini secara tidak langsung bagi negara peserta adalah untuk menjaga persaingan secara global. Secara luas, pengelompokan regional dibentuk sebagai usaha pemerintah untuk meningkatkan integrasi ekonomi global.

Organisasi ini terdiri dari berbagai bentuk, tergantung tingkat kerjasamanya yang mengarah ke tingkat integrasi berbeda antara negara peserta. Ada lima tingkat kerja sama formal antar negara anggota kelompok regional, yaitu Free Trade Area (FTA), Custom Union, Common Market, Monetary Union, dan Political Union (Kotabe dan Helsen, 2001).

Free Trade Are (FTA) adalah kerjasama formal antara dua atau lebih

negara untuk mengurangi hambatan tarif dan non tarif diantara negara anggota. Akan tetapi masing-masing negara anggota bebas menentukan tingkat tarif individu dengan negara yang bukan anggota.

FTA adalah salah satu bentuk reaksi adanya globalisasi dan liberalisasi yang berimplikasi pada pengurangan dan penghapusan berbagai hambatan


(41)

dalam kegiatan perdagangan baik hambatan tarif (tarrief-barrier) maupun hambatan non tarif (non-tarrif barier/NTB). FTA atau Free Trade Area adalah suatu bentuk kerjasama ekonomi regional yang memperdagangkan produk-produk orisinal negara-negara anggotanya tidak dipungut bea masuk atau bebas bea masuk. Dengan kata lain, ”internal tariff” antara negara anggota menjadi nol persen, sedangkan masing-masing negara memiliki “external tariff” sendiri-sendiri. Contohnya AFTA (Asean Free Trade Area) yang diawali dengan CEPT (Common Effective Preferential Tariff) yang mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 1993 serta CAFTA (China – ASEAN Free Trade Area) yang telah diberlakuakn 1 Januari 2010.

Dampak dibukanya perdagangan bebas tidak hanya akan dirasakan oleh ekonomi negara-negara yang berdagang, namun juga akan dirasakan oleh perekonomian dunia secara keseluruhan. Dampak diliberalisasikannya perdagangan tersebut secara keseluruhan mengakibatkan kesejahteraan dunia menurun. Berdasarkan teori perdagangan internasional, perdagangan internasional seharusnya akan meningkatkan kesejahteraan negara-negara yang melakukan perdagangan bebas, karena melalui perdagangan bebas akan terjadi peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya domestik dan akses pasar ke negara lain (Stephenson, 1994).

Namun demikian, secara umum terdapat beberapa variabel ekonomi dunia yang meningkat seperti investasi global barang-barang kapital, volume perdagangan dunia, dan indeks harga perdagangan dunia. Peningkatan arus perdagangan sebagai akibat dibukanya tarif seluas-luasnya mengakibatkan peningkatan aliran barang-barang kapital untuk investasi volume perdagangan dunia. Peningkatan investasi global ternyata diikuti dengan tingkat pengembalian kapital yang negatif sehingga secara keseluruhan akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan dunia.

Custom Union. Anggota Custom Union tidak hanya mampu mengurangi

atau menghilangkan tarif antara anggota, tapi juga mereka mempunyai tarif eksternal bersama terhadap negara yang bukan anggota Custom Union. Hal ini mencegah negara yang bukan anggota mengekspor ke negara anggota yang mempunyai tarif eksternal rendah.

Common Market. Jika kerja sama meningkat di antara negara Custom

Union, maka dapat terbentuk Common Market. Common Market menghilangkan semua tarif dan hambatan lain dalam perdagangan antara anggota, mengadopsi


(42)

seperangkat tarif eksternal bersama pada negara bukan anggota, dan menghilangkan batasan-batasan pada aliran modal dan tenaga kerja antar negara anggota.

Monetary Union. Monetary Union berada pada level integrasi keempat

dengan satu mata uang bersama antar negara. Contohnya Negara anggota European Union menggunakan mata uang bersama, Euro. Menurut Wild dan Wild (2000), tingkat integrasi ini juga disebut Economic Union karena juga melakukan harmonisasi kebijakan ekonomi negara anggota, seperti pajak, kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.

Political Union. Political Union merupakan puncak dari proses integrasi.

Political Union dapat menjadi nama lain dari sebuah negara ketika union secara sungguh-sungguh mencapai tingkat integrasi. Terkadang, negara-negara yang berkumpul dalam Political Union antara lain adalah karena alasan sejarah, seperti British Commonwealth yang terdiri dari negara-negara yang pernah menjadi bagian oleh British Empire. Namun ketika British bergabung dengan European Union, perlakuan istimewa ini hilang. Sekarang kelompok ini hanya sebagai forum untuk diskusi dan ikatan sejarah yang sama.

Integrasi ekonomi regional (termasuk FTA) akan memberikan dampak positif dan negatif terhadap perdagangan barang dan jasa di negara-negara anggota FTA. Dampak positif dari integrasi ekonomi adalah (Wild dan Wild, 2000):

1. Trade Creation

Dengan analisis partial equilibrium, trade creation adalah penggantian dimana produk domestik suatu negara yang melakukan integrasi ekonomi regional melalui pembentukan FTA dengan produk impor yang lebih murah dari anggota lain. Jika seluruh sumber daya digunakan secara full employment dan dengan melakukan spesialisasi berdasarkan comparative advantage, masing-masing negara akan memperoleh dampak positif berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat karena memperoleh barang dengan harga yang relatif lebih murah.


(43)

Sumber: Salvatore (2000)

Gambar 2.3. Trade Creation

Efek positif dari trade creation ini bukan hanya berlaku untuk negara anggota, tetapi juga untuk negara lain yang bukan anggota karena adanya peningkatan spesialisasi produksi yang mendorong peningkatan impor dari negara lain (rest of the world). Terjadinya trade creation dapat diilustrasikan pada Gambar 2.3. (Salvatore, 2000). Dx dan Sx masing-masing merupakan kurva permintaan dan penawaran domestik untuk barang X dari negara II, sedangkan kurva S1 merupakan kurva penawaran yang elastis sempurna dalam keadaan free trade untuk barang X dari negara I ($1). Dengan mengenakan tarif bea masuk 100 persen, negara II mengimpor 30 unit barang X atau JH dari negara I, sehingga harga impornya menjadi $2 atau kurva S1 + T. Produksi domestik negara II sebanyak 20 unit barang X atau AM, sedangkan total konsumsi dalam negara II sebanyak 50 unit barang X atau GH. Kemudian negara I dan negara II membentuk integrasi ekonomi regional dalam bentuk FTA. Setelah membentuk FTA, negara II mengimpor 60 unit barang X atau CB dari negara tanpa bea masuk pada harga $1 (kurva S1). Produk domestik negara I turun menjadi 10 unit barang X atau CM dan total konsumsi naik menjadi 70 unit barang X atau AB. Dengan pembentukan FTA, maka: Penerimaan bea masuk untuk negara II akan hilang, Konsumen domestik akan memperoleh transfer dari produsen domestik sebesar area AGJC yang merupakan kenaikan konsumen surplus,

2

1 3 4

G J

A

C M

V U

H

N

Z W

B

10 20 50 70

S1 S1+T

Dx Sx

Px


(44)

Manfaat lain yang diperoleh negara II setara dengan area CJM + area BHN, atau setara dengan $15.

Konsensus yang lebih besar. Keuntungan untuk mengelimainasi

hambatan perdagangan lebih mudah dilakukan pada kelompok negara-negara yang lebih kecil, seperti ASEAN dibandingkan dengan kelompok yang lebih besar seperti WTO.

Kerjasama Politik. Secara politik terdapat keuntungan dari negara-negaa

yang berintegrasi terutama dalam memperjuangkan kepentingan bersama di forum perundingan yang lebih besar seperti WTO.

Integrasi ekonomi juga memberikan dampak negatif terhadap anggotanya. Wild dan Wild (2000) mengidentifikasi terdapat tiga dampak negatif yaitu trade diversion, pergeseran tenaga kerja, hilangnya kedaulatan nasional.

2. Trade Diversion

Terjadinya pengalihan perdagangan dari negara yang tidak ikut serta dalam perjanjian perdagangan tapi lebih efisien ke negara yang ikut serta dalam perjanjian walaupun kurang efisien. Gambar 2.3 menunjukkan terjadinya trade diversion pada negara yang melakukan integrasi ekonomi. Sebagai contoh, Dx dan Sx merupakan kurva permintaan dan penawaran domestik untuk barang X dari negara II, sedangkan kurva S1 dan S3 merupakan kurva penawaran yang elastis sempurna dalam keadaan free trade untuk barang X dari negara I ($1) dan negara III ($1,5). Dengan mengenakan tarif bea masuk 100 persen, negara II mengimpor 30 unit barang X atau JH dari negara I sehingga harga impornya menjadi $2 atau kurva S1+T. emudian negara II membentuk integrasi ekonomi regional dalam bentuk FTA dengan negara III.

Setelah pembentukan FTA, negara II mengimpor 45 unit barang X atau C’B’ dari negara III yang bebas bea masuk pada harga $ 1,5 (kurva S3).Dengan pembentukan FTA maka: kesejahteraan/manfaat yang diperoleh negara II adalah sebesar segitiga C’JJ’ + segitiga H’HB’, atau senilai $1,25 + $2,5 = $3,75; kesejahteraan/manfaat yang hilang dari negara II sebesar segiempat MNH’J’ atau senilai $15; kesejahteraan/manfaat neto yang hilang adalah sebesar $15 - $3,75 = $11,25 (Lihat Gambar 2.4.)


(45)

Sumber: Salvatore (2000)

Gambar 2.4. Trade Diversion

Pergeseran tenaga kerja. Karena adanya kerjasama perdagangan maka produsen akan berproduksi ke negara yang lebih efisien. Sebagai contoh, untuk industri yang memerlukan tenaga kerja dengan tingkat ketrampilan yang rendah akan mengalihkan tempat produksinya ke negara anggota yang memiliki tingkat upah yang rendah.

Hilangnya kedaulatan politik. Jika integrasi ekonomi sudah mencapai political union, maka suatu negara akan kehilangan kebebasan dalam menentukan politik luar negerinya sendiri. Sejauh ini, bentuk integrasi pada tingkat yang paling tinggi (political union) sulit untuk dicapai.

2.4. Teori Perdagangan Intra Industri

Perdagangan internasional yang dikenal luas adalah perdagangan komoditas dari sektor/industri yang berbeda, atau disebut juga dengan inter-industry trade. Inter-inter-industry trade terjadi berdasarkan teori kUni Eropanggulan komparatif dimana negara yang memiliki keunggulan komparatif pada komoditas tertentu akan mengekspor komoditas tersebut dan mengimpor komoditas yang negara tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif. KUni Eropanggulan kompartif, menurut Hecksher Ohlin dapat disebatkan oleh perbedaan endowment yang dimiliki suatu negara diman negara yang memiliki keberlimpahan tenaga kerja akan mengekspor komoditas yang intensif menggunakan tenaga kerja

S1 C’

1,5

1 2

3 E

B’

J’ H’

10

H J

G’

Z N

M G

60

S3 S1+T

Dx Sx

Px

Qx


(46)

sedangkan negara yang memiliki keberlimpahan barang modal akan mengespor komoditas yang intensif menggunakan barang modal. Misalkan Timur Tengah yang memiliki kelimpahan barang modal mengekspor barang-barang padat modal seperti pesawat terbang, sedangkan Indonesia yang keberlimpahan sumber daya alam mengekspor komoditas yang padat sumber daya alam seperti migas dan mineral. Sehingga perdagangan antara dua negara ditandai dengan perdagangan komoditas yang berbeda.

Pada masa kini, perdagangan internasional antara dua negara tidak hanya diakibatkan oleh perbedaan antara kedua negara tersebut. Perdagangan dua negara tidak lagi sebatas perdagangan komoditas yang berbeda. Suatu negara dapat mengekspor barang tertentu dan sekaligus mengimpor barang yang sama. Misal Meksiko mengekspor mobil ke Indonesia dan Indonesia mengekspor mobil ke Meksiko. Contoh lain, Indonesia mengekspor pakain jadi seperti batik dan tenuan ke Timur Tengah dan mengimpor pakaian jadi dari Timur Tengah. Dengan demikian, antara Indonesia dan Timur Tengah terjadi perdagangan dalam industri yang sama (Intra Industry Trade).

Pengertian perdagangan intra industri adalah perdagangan di dalam industri yang sama. Teori perdagangan intra industri masuk kategori teori perdangan baru (new trade theory). Paul Krugman adalah salah satu tokoh ekonomi yang mendalami teori ini (Koo dalam Aprilianda, 2007).

Apabila teori perdagangan neoklasik menyatakan penyebab timbulnya perdagangan karena adanya spesialisasi yang didasarkan perbedaan ketersediaan faktor produksi dan teknologi (keunggulan komparatif), maka dalam teori perdagangan intra industri perdagangan tetap terjadi antarnegara yang memiliki keunggulan komparatif yang relatif sama. Perdagangan intra industri lebih didasarkan pada differensiasi produk dan economies of scale serta mencakup perdagangan dua arah dalam industri yang sama.

Perdagangan intra industri menjadi penting ketika tariff dan non tariff barrier dihapuskan pada arus perdagangan antarnegara. Disamping itu perdagangan intra industri memberikan keuntungan (gain) yang lebih besar, sebagai contoh konsumen mempunyai lebih banyak pilihan karena differensiasi produk dan harga yang lebih murah karena meningkatnya economies of scale. Intra Industry Trade dimungkinkan karena adanya skala ekonomis yang berarti biaya produksi rata-rata menjadi lebih murah. Dengan demikian, output dapat lebih tinggi dibandingkan bila tidak ada intra-industry-trade. Skala ekonomis dan


(47)

spesialisasi dalam suatu indstri tertentu akan mendorong inovasi dalam perusahaan. Inovasi akan membuat biaya produksi menjadi lebih rendah.

Terdapat 2 (dua) alasan terjadi perdagangan intra industri yaitu pertama, differensiasi produk. Pada perekonomian modern sebagian besar produk yang dihasilkan adalah produk yang terdifferensiasi. Produk yang terdifferensiasi adalah produk yang jenisnya sama atau dihasilkan dalam industri yang sama tetapi berbeda secara kualitas dan atau preferensi. Dalam perdagangan internasional terjadi perdagangan produk-produk yang terdifferensiasi. Atau dapat dinyatakan bahwa sebagian besar perdagangan internasional merupakan perdagangan intra industri. Kedua, economies of scale. Motif perdagangan intra industri adalah memperoleh keuntungan dari adanya economies of scale. Dalam hal ini persaingan internasional memaksa setiap perusahaan untuk membatasi model atau tipe produknya agar dapat berkonsentrasi memanfaatkan sumberdayanya untuk menekan biaya produksi per unit sehingga dapat menghasilkan beberapa jenis produk saja tentunya dengan kualitas terbaik dan harga dapat bersaing dari produk lainnya. Disisi lain kebutuhan konsumen akan produk atau tipe lain dipenuhi melalui impor dari negara lain.

2.5. Model Gravitasi (gravity model)

Gravity model menampilkan analisis empiris dari pola aliran perdagangan bilateral antara negara-negara yang berada pada daerah-daerah yang berbeda secara geografis. Gravity model pertama kali digunakan dalam analisis perdagangan internasional oleh Jan Tinberger pada tahun 1962 untuk menganalisis aliran perdagangan antara negara-negara Eropa (Head, 2003).

Nama model ini diambil dari bentuk dasarnya yang mampu memprediksi perdagangan berdasarkan pada jarak antar negara dan interaksi antara besarnya ukuran perekonomian antar negara. Hal ini mengikuti prinsip dari hukum gravitasi Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik antara dua obyek. Pada gravity model aliran perdagangan bilateral ditentukan oleh tiga kelompok variabel, yaitu:

1. Variabel-variabel yang mewakili total permintaan potensial negara pengimpor.

2. Variabel-variabel indikator total penawaran potensial negara pengekspor. 3. Variabel-variabel pendukung atau penghambat aliran perdagangan antara


(48)

Areethamsirikul (2006) dalam penelitiannya mengenai dampak perluasan ASEAN terhadap perdagangan intra-ASEAN menggunakan gravity model, memasukkan parameter ekonomi yang mencakup Gross Domestic Product (GDP) dan GDP per capita. Sedangkan parameter non-ekonomi yang digunakan adalah jarak, perbatasan bersama, bahasa nasional, dan keanggotaan dalam kelompok perdagangan regional. Parameter non-ekonomi dalam gravity model biasanya bersifat saling mengisi dan melengkapi, dan pada umumnya mencerminkan indikator sosial-politik, hal inilah yang membedakan gravity model dari model-model ekonomi lainnya.

Menurut Bergstand (1985), Koo, Karemera, dan Taylor (1994), dalam Oktaviani (2000), pada umumnya gravity model dirumuskan sebagai berikut:

Tij = f (Yi, Yj, Fij) dimana:

Tij = Nilai aliran perdagangan dari negara i ke negara j, Yi = Gross Domestic Product negara i,

Yj = Gross Domestic Product negara j,

Fij = Faktor-faktor lain yang mempengaruhi perdagangan antara negara i dengan negara j.

Estimasi gravity model dilakukan dengan menggunakan metode ordinary least square (OLS). Pada gravity model perdagangan antar dua negara berbanding lurus dengan massa perdagangan mitra dagang dan berbanding terbalik dengan jarak antara mitra dagang. Variabel tambahan seperti area fisik, populasi, keselarasan kultural, dan perbatasan bersama digunakan untuk memperjelas variabel massa ekonomi dan jarak. Salah satu bentuk umum gravity model:

Xij =β1Yiβ2 Yjβ3 Niβ4 Njβ5 Dijβ6 Uij

dimana:

Xij = ekspor dari negara i ke j, Yi = pendapatan negara i, Yj = pendapatan negara j, Ni = populasi negara i, Nj = populasi negara j, Dij = jarak antara i dan j,

Uij = error term.

β2 >0, β3 >0, β4≠ 0, β5≠0, β6 <0

2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang dampak FTA sudah banyak dilakukan, namun yang secara khusus membahas FTA ASEAN-Uni Eropa masih sangat sedikit. Hal ini


(49)

dimungkinkan karena FTA ASEAN-Uni Eropa yang masih sekedar dalam perundingan semata, ditambah lagi semenjak kesepakatan awal untuk membuat FTA antara ASEAN Uni Eropa banyak ditemui kendala dalam perundingannya, sehingga FTA ASEAN Uni Eropa hanya seperti isu belaka.

Penelitian-penelitian yang sudah dilakukan lebih banyak menganalisis dampak yang akan terjadi jika dilakukan FTA ASEAN Uni Eropa. Salah satunya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Kholodilin dan Fendel (2008) yang meneliti tentang kemungkinan dampak dilakukannya FTA antara ASEAN- Uni Eropa bagi perekonomian Jerman. Penelitian ini dilakukan dengan simulasi menggunakan GTAP analisis. Simulasi dilakukan dengan menghapus trade barriers (tarif dan non-tarif) untuk sektor-sektor primer, sekunder, dan tersier menggunakan beberapa skenario.

Hasilnya menunjukkan bahwa secara agregat perekonomian Jerman meningkat, meskipun peningkatannya relatif kecil. Peningkatan ini secara mutlak oleh kUni Eropantungan dari ekspor utama Jerman, seperti mobil dan truk, kimia, karet dan produk plastik, mesin dan peralatan. Sedangkan bagi sektor pertanian dan industri ringan, dimana sektor ini sangat berperan dalam perekonomian Jerman, justru FTA tidak mampu memberikan kUni Eropantungan dari sektor ini.

Penelitian lain dilakukan oleh Boumellassa, et. al (2006) yang membahas kemungkinan dampak FTA ASEAN- Uni Eropa. Penelitian ini menggunakan model keseimbangan umum MIRAGE dengan melakukan beberapa simulasi. Hasilnya menunjukkan bahwa dengan menghilangkan tarif barang, sementara tarif jasa berkurang 50 persen akan meningkatkan perekonomian ASEAN, dimana GDP ASEAN akan meningkat lebih dari 2 persen pada tahun 2020.

Sementara itu, permasalahan mengenai analisis daya saing suatu negara sudah banyak dilakukan. Beberapa diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani et al (2008). Penelitian ini menggunakan metode analisis RCA, Export Produk Dinamik, CMSA dan CGE. Hasilnya menunjukkan terdapat 194 komoditas Indonesia yang memiliki nilai RCA lebih dari satu dan tingkat pertumbuhan ekspor yang positif. Berdasarkan matriks ekspor produk dinamik kategori komoditas ekspor dalam kuadran rising star adalah komoditas pertanian dan agroindustri. Berdasarkan CMSA pertumbuhan ekspor Indonesia dipengaruhi efek pertumbuhan impor dan efek komposisi komoditas.

Oktaviani (2009) meneliti mengenai pola perdagangan, prospek dan dampak fta terhadap ekonomi makro, sektoral dan regional indonesia studi kasus


(50)

FTA Indonesia-Timur Tengah (Turki) dan FTA Indonesia-Meksiko. Hasilnya menunjukkan secara makro FTA Indonesia-Turki meningkatkan kesejahteraan Indonesia, Turki dan Maroko. Dampak terhadap ekonomi sektoral menunjukkan komoditi tekstil, minyak hewani dan nabati, peralatan elektronik serta Plant-based fibers yang mengalami peningkatan output akibat FTA Indonesia-Turki. Sementara dampak FTA Indonesia-Meksiko secara sektoral menunjukkan peningkatan output terjadi pada komoditi wearing apparel, tekstil, mesin dan peralatan mesin serta sektor pedagangan.

Hasil identifikasi determinan derajat pertumbuhan, aliran, dan integrasi perdagangan antara Indonesia dengan kawasan Timur Tengah serta Indonesia dengan kawasan Amerika Utara menunjukkan bahwa Rata-rata PDB per kapita dan kurs negara mitra dagang merupakan variabel utama yang berpengaruh secara nyata dalam dua konfigurasi interaksi perdagangan tersebut.

Penelitian lain dilakukan oleh Ito dan Umemoto (2004) tentang pola dan tren perdagangan intra-regional pada sektor industri otomotif di kawasan ASEAN-4, menunjukkan bahwa IIT index memiliki tren yang tetap bila dibandingkan dengan wilayah ASEAN secara keseluruhan, tetapi bernilai lebih rendah bila dibandingkan dengan wilayah NAFTA dan MERCOSUR. Dalam analisis regresi yang mereka lakukan terhadap faktor-faktor determinan IIT diketahui bahwa pada negara-negara yang terlibat AFTA, peningkatan market size, menurunnya perbedaan dalam market size antar negara, dan perluasan yang terjadi dalam industri otomotif merupakan faktor-faktor utama yang menentukan tingkat pertumbuhan IIT. Sedangkan variabel dummy yang berupa free trade agreement (FTA) di tingkat regional, yaitu AFTA, pada sebagian besar analisis ekonometrika yang dilakukan menunjukkan insignifikansi dalam menentukan pertumbuhan IIT di negara-negara yang terlibat AFTA, dalam kasus ini yaitu negara-negara ASEAN-4.

Penelitian lain menggunakan gravity model dilakukan oleh Carillo dan A li (2002). Penelitian ini melihat dampak dari berlakunya Andeas Community preferential trade agreement dan Mercosur preferential trade agreement terhadap perdagangan intra-regional dan intra-industri periode 1980 -1997 di Amerika Latin. Hasilnya bahwa dengan berlakunya Andeas Community preferential trade agreement, GDP dan jarak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap differentiated dan reference products yang merupakan bagian dari kategori barang modal intensif. Sementara, pemberlakuan Mercosur preferential


(51)

trade agreement menunjukkan bahwa GDP dan jarak hanya berpengaruh positif secara signifikan terhadap reference products.

2.7. Kerangka Pemikiran

Perekonomian Indonesia didukung oleh semakin berkembangnya hubungan perdagangan Indonesia dengan negara-negara lainnya. Hubungan perdagangan ini merupakan salah satu dampak adanya liberalisasi yang dalam teori yang dikembangkan oleh banyak pakar, seperti dikutip sebelumnya, akan meningkatkan kesejahteraan negara yang melakukan ekspansi perdagangannya, termasuk Indonesia. Beberapa hubungan perdagangan yang sudah berjalan terbagi ke dalam beberapa kategori, yaitu hubungan bilateral yang merupakan hubungan antar dua negara, hubungan regional atau hubungan dalam suatu kawasan, serta hubungan multilateral yang merupakan hubungan dalam lingkup yang lebih kompleks.

Penelitian kali ini akan spesifik membahas hubungan perdagangan antara Indonesia dengan Uni Eropa yang dikategorikan ke dalam hubungan bilateral, karena Uni Eropa dianggap sebagai suatu kesatuan tersendiri. Hubungan bilateral Indonesia-Uni Eropa ini pada dasarnya sudahlah terjalin cukup lama, namun masih dalam konteks hubungan bilateral antara Indonesia dengan masing-masing negara anggota Uni Eropa saja. Sebagai perwujudan mempersiapkan akan terjalinnya hubungan perdagangan yang dapat dikategorikan sebagai hubungan perdagangan regional, yaitu kesepakatan FTA ASEAN-Uni Eropa, maka penelitian ini akan mengkaji hubungan yang mungkin terjalin secara bilateral antara Indonesia dengan Uni Eropa sebagai suatu kesatuan.

Hubungan perdagangan Indonesia-Uni Eropa ini harus menjadi perhatian utama pemerintah, sehingga pada masanya nanti, Indonesia mampu menghadapi segala kemungkinan persaingan dalam pasar dunia. Salah satu yang harus diperhatikan yaitu bagaimana Indonesia memaksimalkan serta mengembangkan nilai perdagangan antara Indonesia dengan Uni Eropa, yaitu dengan memajukan ekspor komoditi-komoditi unggulannya ke pasar Uni Eropa. Lebih jauh, dengan menelaah bagaimana kinerja perdagangannya. Dalam penelitian ini, kinerja perdagangan dapat dianalisis melalui tingkat daya saing serta derajat integrasi perdagangan komoditi-komoditi ekspor unggulan Indonesia ke Uni Eropa. Telaah selanjutnya yaitu menganalisis faktor-faktor yang


(52)

mungkin mempengaruhi aliran perdagangan Indonesia ke Uni Eropa. Sehingga pada akhirnya diharapkan dapat menjadikan suatu referensi yang ilmiah bagi pemerintah dalam mengembangkan kebijakan ekspor komoditi-komoditi unggulan Indonesia khususnya ke pasar Uni Eropa seperti terlihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Kerangka Pemikiran Penelitian

2.8. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian dan studi penelitian terdahulu, maka dalam penelitian ini dapat diajukan beberapa hipotesis penelitan bagi variabel-variabel penelitian, yaitu:

1. GDP riil Indonesia berpengaruh positif terhadap aliran komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa.

2. GDP riil negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap aliran komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa.

3. GDP per kapita negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap aliran komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa.

4. Nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap aliran komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa.


(53)

5. Jarak ekonomi memiliki hubungan negatif terhadap aliran komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa.

6. Ekspor komoditi unggulan pada tahun sebelumnya memiliki hubungan positif terhadap aliran komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa.


(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Seluruh data yang digunakan dalam kajian ini adalah data sekunder. Sumber data aliran perdagangan antara Indonesia dan negara-negara Uni Eropa berasal dari COMTRADE yang dikeluarkan oleh United Nations Commodity Trade Statistics Database. Data perdagangan yang digunakan menggunakan data HS empat digit. Penggunaan HS empat digit dilakukan untuk memudahkan perincian jenis komoditi penelitian. Data makro didapatkan dari World Bank dan International Monetary Fund (IMF). Sedangkan untuk data jarak bersumber dari Centre d'Etudes Prospectives et d'Informations Internationales (CEPII). Pada penelitian ini yang menjadi data panel adalah ekspor komoditi unggulan yang diteliti dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2010 (10 tahun), dengan jumlah negara tujuan ekspor masing-masing sebanyak 25 negara anggota Uni Eropa. Jenis dan sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, seperti ditampilkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian

No Jenis Data Satuan Sumber

1 Data perdagangan (ekspor dan

impor) US$ COMTRADE

2 GDP, GDP riil, GDP per capita US$ Worldbank 3 CPI (tahun dasar 2005) index Worldbank 4 Nilai tukar negara tujuan ekspor

per Indonesia

Rp/mata uang negara

pengimpor

www.fx-sauder.com

5 Jarak antar negara Km

Centre d'Etudes Prospectives et d'Informations


(55)

3.2. Metode Analisis

3.2.1. Analisis Kondisi Perdagangan Indonesia-Uni Eropa dan Daya Saing Komoditi Unggulan Indonesia-Uni Eropa

Analisis kondisi perdagangan Indonesia-Uni Eropa dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Analisis ini menggunakan data perdagangan Indonesia, yaitu data ekspor Indonesia ke Uni Eropa serta impor Indonesia dari Uni Eropa. Kemudian dari data perdagangan (COMTRADE) HS empat digit, ditentukan sepuluh komoditi unggulan Indonesia yang akan dianalisis tingkat daya saingnya menggunakan nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) serta tingkat integrasi perdagangannya menggunakan indeks Intra-Industry Trade (IIT).

Nilai RCA adalah indikator yang bisa menunjukkan perubahan keunggulan komparatif atau perubahan tingkat daya saing industri suatu negara di pasar global (Kuncoro, 1997). Nilai RCA menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara dalam suatu komoditas terhadap dunia (Tambunan, 2001). Secara matematis, nilai RCA dapat dirumuskan sebagai berikut (Ballasa, 1965) :

RCA = X /X

W /W

Keterangan: Xik = nilai ekspor komoditas k dari negara i

Xi = nilai ekspor total (produk k dan lainnya) dari negara i Wik = nilai ekspor komoditas k di dunia

Wi = nilai ekspor total dunia

Jika nilai RCA suatu negara untuk komoditas tertentu adalah lebih besar dari satu (1), maka negara bersangkutan memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia untuk komoditas tersebut. Sebaliknya, bila lebih kecil dari satu (1), berarti keunggulan komparatif untuk komoditi tersebut tergolong rendah, di bawah rata-rata dunia. Semakin besar nilai RCA, semakin tinggi pula tingkat keunggulan komparatifnya.

Dalam kasus penelitian ini, tingkat daya saing yang akan digunakan merupakan daya saing komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa. Sehingga penelitian ini akan tetap menggunakan rumus RCA tersebut dengan modifikasi sebagai berikut :

RCA = /

/ …… (3.1)

Keterangan: Xpq = nilai ekspor komoditas q dari negara p ke Uni Eropa

Xp = nilai ekspor total (produk q dan lainnya) dari negara p ke Uni Eropa


(1)

Lampiran 6 Korelasi antar variabel pertumbuhan tanaman

Variabel TT 6 mst TT 8 mst JD 6 mst JD 8 mst JC 6 mst JC 8 mst JB 6 mst JB 8 mst

TT 2 mst 0.57* 0.47 -0.14 -0.01 0.03 0.15 0.24 0.50

TT 4 mst 0.94** 0.90** -0.47 0.59* 0.59* 0.68** 0.43 0.39

TT 6 mst 0.98** 0.70** 0.78** 0.75** 0.81** 0.53 0.28

TT 8 mst 0.80** 0.87** 0.84** 0.91** 0.54* 0.22

JD 2 mst 0.25 0.27 0.60* 0.39 -0.23 0.01

JD 4 mst 0.87** 0.85** 0.87** 0.81** 0.10 -0.17

JD 6 mst 0.99** 0.89** 0.90** 0.47 0.02

JD 8 mst 0.91** 0.95** 0.49 0.08

JC 4 mst 0.54* 0.45 0.50 0.13

JC 6 mst 0.95** 0.37 -0.02

JC 8 mst 0.47 0.06

JB 6 mst 0.43

Keterangan: *: berbeda nyata berdasarkan uji F taraf 5%; **: berbeda nyata berdasarkan uji F taraf 1%; TT: tinggi tanaman; JD: jumlah daun; JC: jumlah cabang; JB: jumlah bintil; mst: minggu setelah tanam.


(2)

Lampiran 7 Korelasi antar variabel pertumbuhan tanaman dan bobot kering

Variabel BKD 6 mst BKD 8 mst BKB 6 mst BKB 8 mst BKA 6 mst BKA 8 mst

TT 2 mst 0.27 0.25 0.27 0.37 0.23 0.33

TT 4 mst 0.76** 0.71** 0.74** 0.79** 0.73** 0.80**

TT 6 mst 0.87** 0.84** 0.87** 0.87** 0.87** 0.90**

TT 8 mst 0.91** 0.89** 0.89** 0.91** 0.90** 0.94**

JD 2 mst 0.10 0.04 0.07 0.07 0.30 0.17

JD 4 mst 0.62* 0.58* 0.59* 0.50 0.70** 0.61*

JD 6 mst 0.85** 0.84** 0.84** 0.76** 0.87** 0.83**

JD 8 mst 0.90** 0.89** 0.89** 0.83** 0.91** 0.90**

JC 4 mst 0.23 0.34 0.22 0.33 0.29 0.33

JC 6 mst 0.76** 0.76** 0.74** 0.71** 0.83** 0.81**

JC 8 mst 0.88** 0.89** 0.85** 0.85** 0.89** 0.92**

JB 6 mst 0.63* 0.74** 0.66** 0.72** 0.56* 0.63*

JB 8 mst 0.27 0.24 0.30 0.28 0.32 0.23

BKD 6 mst 0.97** 0.99** 0.95** 0.96** 0.96**

BKD 8 mst 0.97** 0.96** 0.92** 0.96**

BKB 6 mst 0.94** 0.96** 0.95**

BKB 8 mst 0.88** 0.98**

BKA 6 mst 0.92**

Keterangan: *: berbeda nyata berdasarkan uji F taraf 5%; **: berbeda nyata berdasarkan uji F taraf 1%; TT: tinggi tanaman; JD: jumlah daun; JC: jumlah cabang; JB: jumlah bintil; BKD: bobot kering daun; BKB: bobot kering batang; BKA: bobot kering akar; mst: minggu setelah tanam.


(3)

Lampiran 8 Korelasi antar variabel pertumbuhan tanaman dan produksi

Variabel Polong isi Polong hampa Bobot 100 biji Bobot ubinan Produktivitas

TT 2 mst 0.13 0.14 0.84** 0.19 0.19

TT 4 mst 0.67** 0.43 0.96** 0.70** 0.70**

TT 6 mst 0.84** 0.49 0.90** 0.81** 0.81**

TT 8 mst 0.89** 0.51 0.83** 0.90** 0.90**

JD 2 mst 0.23 -0.33 0.09 0.27 0.27

JD 4 mst 0.71** 0.28 0.12 0.74** 0.74**

JD 6 mst 0.92** 0.47 0.38 0.88** 0.88**

JD 8 mst 0.94** 0.53 0.50 0.93** 0.93**

JC 4 mst 0.46 -0.05 0.14 0.45 0.45

JC 6 mst 0.88** 0.33 0.44 0.88** 0.88**

JC 8 mst 0.92** 0.49 0.57* 0.98** 0.98**

JB 6 mst 0.69** 0.35 0.51 0.57* 0.57*

JB 8 mst 0.19 -0.05 0.45 0.18 0.18

BKD 6 mst 0.93** 0.63* 0.70** 0.92** 0.92**

BKD 8 mst 0.94** 0.61* 0.68** 0.94** 0.94**

BKB 6 mst 0.94** 0.62* 0.70** 0.90** 0.90**

BKB 8 mst 0.90** 0.57* 0.76** 0.90** 0.90**

BKA 6 mst 0.95** 0.45 0.65* 0.91** 0.91**

BKA 8 mst 0.94** 0.54* 0.75** 0.95** 0.95**

Polong isi 0.49 0.61* 0.93** 0.93**

Polong hampa 0.41 0.54* 0.54*

Bobot 100 biji 0.60* 0.60*

Bobot ubinan 1.00**

Keterangan: *: berbeda nyata berdasarkan uji F taraf 5%; **: berbeda nyata berdasarkan uji F taraf 1%; TT: tinggi tanaman; JD: jumlah daun; JC: jumlah cabang; JB: jumlah bintil; BKD: bobot kering daun; BKB: bobot kering batang; BKA: bobot kering akar; mst: minggu setelah tanam.


(4)

Lampiran 9 Data curah hujan pada lokasi penelitian selama 10 tahun terakhir*

Tahun

Curah hujan (mm/bln)

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

2000 241.0 197.0 162.0 299.0 19.0 85.3 81.1 114.0 36.7 167.0 130.0 117.0

2001 263.0 217.0 198.0 79.0 153.0 53.2 88.2 58.8 103.0 160.0 325.0 294.0

2002 356.0 113.0 489.0 186.0 107.0 45.9 135.0 9.5 - - 122.0 191.0

2003 230.0 355.0 256.0 162.0 140.0 81.3 76.8 15.6 154.0 70.6 197.0 170.0

2004 208.0 314.0 194.0 509.0 196.0 237.0 114.0 9.8 33.1 38.1 208.0 388.0

2005 230.0 286.0 273.0 122.0 113.0 99.4 56.9 80.8 101.0 110.0 73.7 110.0

2006 237.0 290.0 251.0 195.0 38.9 108.0 132.0 0.4 - 4.4 69.0 281.0

2007 344.0 103.0 202.0 304.0 116.0 123.0 82.9 19.0 18.2 50.3 128.0 451.0

2008 165.0 183.0 247.0 434.0 38.2 45.5 29.0 135.0 86.0 154.0 205.0 479.0

2009 327.0 307.0 81.9 160.0 91.6 246.0 48.5 70.7 19.9 84.9 121.0 230.0

2010 333.0 308.0 361.0 72.4 128.0 345.0 193.0 121.0 180.0 124.0 225.0 289.0

2011 411.6 173.1 194.2 191.7 59.8 47.8 67.2 - 0.5 122.0 142.0 158.0


(5)

Lampiran 10 Dokumentasi hasil penelitian

A: Kondisi lahan setelah aplikasi input (pupuk SP-36, KCl, kapur dan kompos)


(6)

C: Pertumbuhan Genotipe Tanggamus pada sistem olah tanah alur dengan

pemberian input berupa pupuk dasar, kapur, kompos dan pemulsaan pada umur

8 mst

D: Pertumbuhan Genotipe Tanggamus pada sistem olah tanah konvensional tanpa

pemberian input pada umur 8 mst