keluar dari khilaf apabila dilakukan oleh seorang istri bukan thalaq, paling tidak, thalaq itu bukan alternatif yang harus
dipilih pertama kali. Thalaq harus ditempatkan pada posisi paling akhir dalam setiap alternatif jalan keluar dari setiap
persengketaan rumah tangga.
Sebelum wacana tentang thalaq boleh digelar, ada kewajiban untuk melewati tahap-tahap sebelumnya, seperti
nasehat, hukuman baik dalam bentuk pisah ranjang atau pun pukulan yang tidak menyakitkan. Termasuk meminta
bantuan pihak ketiga untuk ikut menyelesaikan konflik antara keduanya. Bila semua alternatif tadi kandas karena
masalahnya memang sulit dipecahkan, barulah boleh digelar wacana terakhir yang berfungsi sebagai katup
penyelamat, yaitu thalaq.
1.1. Nasehat
Dan kalau seorang suami menjumpai isterinya ada tanda- tanda nusyuz durhaka dan menentangnya; maka dia harus
berusaha mengadakan islah dengan sekuat tenaga, diawali dengan kata-kata yang baik, nasehat yang mengesan dan
bimbingan yang bijaksana.
1.2. Pisah Ranjang
Kalau cara ini tidak lagi berguna, maka boleh dia tinggalkan dalam tempat tidur sebagai suatu usaha agar instink
kewanitaannya itu dapat diajak berbicara. Kiranya dengan demikian dia akan radar dan kejernihan akan kembali.
1.3. Pukulan
121
Kalau ini dan itu tidak lagi berguna, maka dicoba untuk disadarkan dengan tangan, tetapi harus dijauhi pukulan
yang berbahaya dan muka. Ini suatu obat mujarrab untuk sementara perempuan dalam beberapa hal pada saat-saat
tertentu.
Maksud memukul di sini tidak berarti harus dengan cambuk atau kayu, tetapi apa yang dimaksud memukul di sini ialah
salah satu macam dari apa yang dikatakan Nabi kepada seorang khadamnya yang tidak menyenangkan
pekerjaannya. Nabi mengatakan sebagai berikut:
`Andaikata tidak ada qishash pembalasan kelak di hari kiamat, niscaya akan kusakiti kamu dengan kayu ini.`
Riwayat Ibnu Saad dalam Thabaqat
Tetapi Nabi sendiri tidak menyukai laki-laki yang suka memukul isterinya. Beliau bersabda sebagai berikut:
`Mengapa salah seorang di antara kamu suka memukul isterinya seperti memukul seorang hamba, padahal
barangkali dia akan menyetubuhinya di hari lain?` Riwayat Anmad, dan dalam Bukhari ada yang mirip
dengan itu
Terhadap orang yang suka memukul isterinya ini, Rasulullah s.a.w. mengatakan:
`Kamu tidak jumpai mereka itu sebagai orang yang baik di antara kamu.` Hadis ini dalam Fathul Bari dihubungkan
kepada Ahmad, Abu Daud dan Nasa`i dan disahkan oleh Ibnu Hibban dan Hakim dari jalan Ayyas bin Abdillah bin
Abi Dzubab.
122
Ibnu Hajar berkata: `Dalam sabda Nabi yang mengatakan: orang-orang baik di antara kamu tidak akan memukul ini
menunjukkan, bahwa secara garis besar memukul itu dibenarkan, dengan motif demi mendidik jika suami melihat
ada sesuatu yang tidak disukai yang seharusnya isteri harus taat. Tetapi jika dirasa cukup dengan ancaman adalah lebih
baik.
Apapun yang mungkin dapat sampai kepada tujuan yang cukup dengan angan-angan, tidak boleh beralih kepada
suatu perbuatan. Sebab terjadinya suatu tindakan, bisa menyebabkan kebencian yang justru bertentangan dengan
prinsip bergaul yang baik yang selaiu dituntut dalam kehidupan berumahtangga. Kecuali dalam hal yang
bersangkutan dengan kemaksiatan kepada Allah.
Imam Nasa`i meriwayatkan dalam bab ini dari Aisyah r.a` sebagai berikut:
`Rasulullah s.aw. tidak pernah memukul isteri maupun khadamnya samasekali; dan beliau samasekali tidak
pernah memukul dengan tangannya sendiri, melainkan dalam peperangan sabilillah atau karena larangan-
larangan Allah dilanggar, maka beliau menghukum karena Allah.`
1.4. Libatkan Pihak Ketiga hakim