sehingga sementara hakim urusan talaq menegaskan: bahwa kehidupan rumahtangga perkawinan akan musnah di
negeri mereka dan akan diganti dengan suatu kebebasan perhubungan antara laki-laki dan perempuan pada waktu
yang tidak terlalu lama. Sekarang ini perkawinan dianggapnya sebagai barang perdagangan yang dihancurkan
sendiri oleh dua pasangan suami-isteri, karena kelemahan sendi-sendinya yang sama sekali berbeda dengan agama-
agama lain, lebih-lebih tidak adanya keyakinan dan kecintaan yang mengikat antara dua pasangan suami-isteri
itu. Tetapi syahwat dan berganti-ganti pasangan adalah jalan-jalan untuk memuaskan nafsu dan mencapai hidup
senang.
5. Penolakan Farid Dalam Persoalan Ini
Kenyataan inilah yang berlaku dalam undang-undang perkawinan sejalan dengan undang-undang sipil yang
berlaku, yang samasekali bertentangan dengan ajaran agama dan hampir tidak dijumpai selain bangsa Barat yang
beragama Kristen. Seluruh aliran dan kepercayaan, termasuk di dalamnya kaum Brahma, Buddhis, Polytheis
dan Majusi, semuanya melaksanakan undang-undang perkawinannya menurut tuntunan agamanya masing-
masing. Sekalipun kadang-kadang kita dapati di antara mereka ada yang membuat undang-undang sipil dalam
beberapa hal yang bertentangan dengan ajaran agamanya. Tetapi tidak kita jumpai di kalangan mereka yang membuat
undang-undang sipil dalam bidang perkawinan yakni dalam urusan perkawinan, talaq dan sebagainya bertentangan
dengan ajaran agamanya. Sebab aliran dan kepercayaan- kepercayaan ini memungkinkan untuk menjalankan praktik
hidup dan menyalurkan naluri manusia dalam persoalan ini
132
baca perkawinan. Hanya orang-orang Kristen saja yang mengingkari agamanya dari segi praktik perkawinan pada
umumnya dan dalam persoalan talaq pada khususnya. Karena mereka sendiri sudah mengetahui, bahwa ajaran
agamanya dalam persoalan ini bertentangan dengan realita dan bersikap masa bodoh terhadap naluri manusia dan tidak
mungkin dapat diterapkan dalam kehidupan.
6. Agama Kristen Hanya Obat Sementara, Bukan Syariat yang Universal
Kalau benar apa yang terdapat dalam Injil tentang persoalan talaq, bukan mengalami perubahan sebagaimana yang
terjadi pada abad-abad pertama, maka tidak diragukan lagi, bahwa orang yang mau berfikir tentang Injil --sampai pun
yang ada sekarang ini-- akan mengetahui dengan jelas, bahwa al-Masih tidak bermaksud menetapkan agama ini
sebagai hukum yang universal dan abadi. Tetapi dia hanya bermaksud akan melawan kesewenang-wenangan orang
Yahudi terhadap hal-hal yang oleh Allah telah diberikan rukhshah, sebagaimana apa yang mereka perbuat dalam
masalah talaq ini.
Injil Matius fasal 19 menerangkan: `Tatkala Jesus telah menyudahkan segala ucapan itu, berangkatlah Ia dari tanah
Galilea, lalu sampai ke tanah Judea yang di seberang sungai Jordan. Maka amatlah banyak orang mengikuti dia, lalu
disembuhkannya mereka itu di sana. Maka datanglah orang Parisi kepadanya hendak mencobai dia, serta bertanya
kepadanya: Halalkah orang mencerai bininya karena tiap- tiap sebab? Maka jawab Jesus, katanya: Tidakkah kamu
membaca, bahwa Ia yang menjadikan manusia pada mulanya menjadikan laki-laki dan perempuan, lalu
133
berfirman: `Karena sebab itu orang hendaklah meninggalkan ibu-bapanya, dan berdamping dengan
bininya; lalu keduanya itu menjadi saudara-daging?` Sehingga mereka itu bukannya lagi dua orang, melainkan
sedarah-daging adanya. Sebab itu yang telah dijodohkan oleh Allah, janganlah diceraikan oleh manusia. Maka kata
mereka itu kepadanya: Kalau begitu, apakah sebabnya Musa menyuruh memberi surat talaq serta menceraikan dia?
Maka kata Jesus kepada mereka itu: Oleh sebab keras hatimu, Musa meluluskan kamu menceraikan binimu; tetapi
pada mulanya bukan demikian adanya. Aku berkata kepadamu: Barangsiapa yang menceraikan bininya kecuali
sebab hal zina, lalu berbinikan orang lain, ialah berzina. Dan barangsiapa berbinikan perempuan yang sudah
diceraikan demikian, iapun berzina juga. Maka kata murid- murid itu kepadanya: Jikalau demikian ini perihal laki-laki
dengan bini, tiada berfaedah kawin.` Matius 19: 1 - 1025
Dari percakapan ini jelas, bahwa Jesus Isa hanya bermaksud membatasi kesewenang-wenangan orang
Yahudi dalam mempergunakan izin talaq yang telah diberikan Musa kepadanya, kemudian ia menghukumi
mereka ini dengan larangan bercerai kecuali sebab si perempuan itu berbuat zina. Dengan demikian, apa yang
diperbuatnya itu adalah obat sementara untuk waktu tertentu, sehingga datanglah agama yang universal dan
abadi; yaitu dengan diutusnya Nabi Muhammad s.a.w.
Tidak rasional kalau al-Masih menghendaki hukumnya ini bersifat abadi dan berlaku untuk segenap ummat manusia.
Sebab murid-muridnya sendiri telah menyatakan keberatannya terhadap hukum yang sangat berat ini. Mereka
berkata: `Jikalau demikian ini perihal laki dengan bini, tiada
134
berfaedah kawin.` Sebab semata-mata kawin dengan seorang perempuan, berarti dia menjadikan perempuan itu
sebagai belenggu di lehernya yang tidak mungkin dapat dilepaskan dengan apapun, kendatipun hatinya penuh
kebencian, kesempitan dan kemurkaan; dan betapapun watak dan pembawaan kedua belah pihak itu berbeda.
135
Pertemuan Keenambelas
Islam Membatasi Persoalan Talaq
Meski ada peluang untuk melakukan thalaq, namun pada hakikatnya syariat Islam telah meletakkan beberapa ikatan
yang membendung jalan yang akan membawa kepada perceraian, sehingga terbatas dalam lingkaran yang sangat
sempit.
Thalaq bukanlah perbuatan yang boleh dikerjakan begitu saja. Sebab perbuatan itu adalah perkara halal namun
dibenci Allah. Seolah ada kesan ingin mengharamkannya, namun masih tetap dibolehkan dengan catatan ada tingkat
keperluan yang sulit dihindari.
Di antara hal-hal yang mempersempit kesempatan untuk melakukan thalaq adalah sebagai berikut :
1. Diharamkan Thalaq Yang Tanpa Alasan Kuat