Analisis Input dan Output

Kehutanan dan 7 perikanan. Seluruh sektor tersebut sangat erat kaitannya dengan sektor-sektor primer dalam perekonomian. Agregasi dilakukan untuk menyesuaikan sektor-sektor perekonomian penyusun PDRB dengan sektor-sektor dalam Tabel I-O. Adapun enam sektor lainnya yang memberikan sumbangan paling rendah terhadap PDRB adalah sekor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan, sektor bangunan, sektor industri, sektor pertambangan dan penggalian dan sektor listrik, gas dan air bersih. Tabel 13 Produk Domestik Regional Kabupaten Karo Tahun 2009. Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Jutaan Rupiah No. Lapangan Usaha Tahun 2009 Rata-Rata 1. Pertanian 2.030.151,507 63,887 2. Pertambangan dan Penggalian 7.909,467 0,249 3. Industri 89.941,069 2,830 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 4.444,863 0,140 5. Bangunan 172.274,533 5,421 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 311.507,531 9,803 7. Pengangkutan dan Komunikasi 166.113,542 5,227 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 29.851,784 0,939 9. Jasa-jasa 365.521,707 11,503 PDRB Kabupaten Karo 3.177.716,003 100 Keterangan : = Angka Sementara Sumber : BPS Kabupaten Karo 2009 data diolah Kecenderungan perubahan struktur ekonomi Kabupaten Karo antara tahun 2000 hingga 2009 ditampilkan pada Tabel 14. Berdasarkan tabel tersebut, sektor pertanian memiliki tingkat pertumbuhan PDRB rata-rata sebesar 4,11 tahun peringkat ke-9. Sektor-sektor yang memiliki pertumbuhan PDRB rata-rata di atas 5,00tahun berjumlah 7 sektor dari 9 sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Karo, yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Tabel 14 Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Karo atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha Keterangan: : r = Angka Perbaikan = Angka Sementara Sumber : PDRB Kabupaten Karo menurut lapangan usaha tahun 2009. Sektor pertanian menempati peringkat pertama berdasarkan kontribusinya dalam pembentukan PDRB dan menempati peringkat ke- 9 berdasarkan pertumbuhan PDRB rata-rata tahunan 4,11 tahun. Tren pertumbuhan PDRB sektor pertanian sejak tahun 2005 terus meningkat sampai pada tahun 2009, namun pertumbuhannya tidak melebihi pertumbuhan sektor-sektor lainnya, pertumbuhan PDRB pertanian secara rata-rata tahunan relatif stabil. Berdasarkan analisis struktur output diketahui bahwa dari output total sebesar Rp 4.256.211,599 juta, sebanyak 25,34 Rp 1.078.495,596 juta merupakan permintaan antara dan sisanya 74,66 Rp 3.177.716,003 adalah permintaan akhir Tabel 15. Besarnya permintaan antara dibandingkan permintaan akhir menggambarkan besarnya permintaan yang terjadi antar sektor ekonomi. Semakin besar persentase permintaan antara suatu wilayah, maka semakin besar keterkaitan ekonomi domestik. Dengan demikian semakin kecil kemungkinan kebocoran wilayah yang terjadi. Struktur Tabel I-O dengan nilai output total yang ada lebih banyak dialokasikan sebagai permintaan antara No. Lapangan Usaha Pertumbuhan Rata- rata 2005 2006 2007 2008 r 2009 1. Pertanian 3,14 3,98 4,29 4,48 4,67 4,11 2. Pertambangan dan Penggalian 23,93 3,26 3,23 12,80 10,99 10,84 3. Industri 11,70 8,31 3,55 3,83 1,13 5,70 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 7,17 0,82 6,00 4,33 4,43 4,55 5. Bangunan 6,23 7,92 4,77 5,30 4,86 5,82 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 6,88 6,18 6,15 6,49 6,00 6,34 7. Pengangkutan dan Komunikasi 18,00 5,74 3,04 5,06 2,96 6,96 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 3,69 6,45 15,32 6,29 5,73 7,50 9. Jasa-jasa 8,25 7,08 9,37 7,38 8,78 8,17 Rata-rata 5,35 4,96 5,13 5,12 5,17 6,665 daripada permintaan akhir menunjukkan bahwa output yang ada cenderung ditransaksikan antar sektor dalam proses produksi daripada digunakan untuk konsumsi secara langsung baik masyarakat maupun belanja pemerintah. Nilai Tambah Bruto NTB adalah balas jasa pemakaian faktor-faktor produksi yang terdiri atas komponen upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung. NTB sering juga disebut sebagai input primer yang merupakan selisih antara total input dan input antara. Berdasarkan struktur NTB, sebanyak 53,05 dari NTB merupakan surplus usaha Rp 1.685.910,309 juta, 31,15 merupakan upah dan gaji Rp 989.926,592juta, 11,40 merupakan penyusutan Rp 362.194,714 juta dan 4,40 adalah pajak tak langsung Rp 139.684,390 juta. Komponen surplus usaha yang besar menunjukkan besarnya surplus atau keuntungan yang diperoleh dari investasi di wilayah tersebut. Tabel 15 Struktur perekonomian Kabupaten Karo berdasarkan Tabel I-O tahun 2009 24 x 24 sektor No. Uraian Jumlah Juta Rupiah Persentase 1 Struktur Input Jumlah Input Antara 1.078.495,596 2 Jumlah Input PrimerNilai Tambah Bruto 3.177.716,003 100,00 - Upah dan Gaji 989.926,592 31,15 - Surplus Usaha 1.685.910,309 53,05 - Penyusutan 362.194,714 11,40 - Pajak Tak Langsung 139.684,390 4,40 Struktur Output 3 Jumlah Permintaan Antara 1.078.495,596 25,34 4 Jumlah Permintaan Akhir 3.177.716,003 74,66 5 Total Output 4.256.211,599 100,00 Kondisi ideal bagi pengembangan wilayah berdasarkan struktur NTB, seharusnya menempatkan proporsi komponen upah dan gaji lebih besar dari komponen-komponen lain, karena dapat dinikmati oleh masyarakat secara langsung. Namun demikian, proporsi komponen surplus usaha yang lebih besar dibandingkan komponen upah gaji masih tetap baik apabila keuntungan tersebut diinvestasikan lagi di daerah dimana keuntungan atau surplus usaha diperoleh. Hal ini dimungkinkan terutama apabila pemilik modal atau investor merupakan pengusaha lokal dibandingkan investor dari luar wilayah. Oleh karena itu investasi yang baik selain dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang ada, juga memberikan pengaruh positif bagi wilayah secara keseluruhan, serta mampu mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran wilayah. Besarnya permintaan dari input antara menggambarkan permintaan yang terjadi antar sektor ekonomi. Secara umum komponen permintaan akhir seperti konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok menggambarkan transaksi domestik, sedangkan ekspor menggambarkan kegiatan transaksi antar wilayah. Struktur Tabel I-O Kabupaten Karo tahun 2009 dapat dilihat pada Lampiran 1. Semakin besar nilai persentase permintaan antara suatu wilayah maka semakin besar keterkaitan ekonomi domestik atau dengan kata lain semakin kecil kemungkinan kebocoran wilayah yang terjadi. Berdasarkan tampilan output total setiap sektor pada Tabel I-O, lima sektor yang memiliki kontribusi terbesar berturut-turut adalah: tanaman bahan makanan lainnya, pengangkutan, perdagangan besar dan eceran, pemerintahan umum, dan tanaman perkebunan. Sektor sayur-sayuran memberikan kontribusi sebesar Rp 180.702,023 juta atau sebesar 4,246 dari pembentukan output total seluruh sektor perekonomian sebesar Rp 4.256.211,599 juta. Sektor buah-buahan memberikan kontribusi sebesar Rp 55.715,643 juta atau sebesar 1,309 dari pembentukan output total seluruh sektor perekonomian. Kontribusi paling tinggi diberikan oleh sektor tanaman bahan makanan lainnya lainnya sebesar Rp 1.503.960,453 juta atau 35,336 sedangkan sektor perikanan menempati urutan terakhir dengan output total sebesar 0,098 Tabel 16. Berdasarkan nilai kontribusi terhadap PDRB dan output total yang terbentuk, terlihat bahwa dari 10 sektor penyumbang PDRB tertinggi, 9 diantaranya juga memberikan output total dalam peringkat 10 besar. Hal ini berarti bahwa besarnya sumbangan terhadap PDRB ditentukan oleh besarnya output total. Sektor-sektor dengan peranan yang besar baik dalam PDRB maupun output total dapat dikelompokkan sebagai sektor kunci atau key sectors BPS 2000. Sektor sayur-sayuran menempati peringkat ke delapan dan sektor buah- buahan pada sektor ke sepuluh, baik dalam kontribusi terhadap PDRB maupun output total, oleh karena itu sektor sayur-sayuran dan buah-buahan tergolong sebagai sektor utama dalam perekonomian di Kabupaten Karo. Sektor-sektor yang