Industrialisasi pertanian primer menjadi sektor agribisnis tersebut berimplikasi pada cara melihat, mengevaluasi, mengelola, dan membangun
kegiatan ekonomi berbasis sumberdaya hayati. Dalam agribisnis, ke dalam kegiatan ekonomi tersebut harus dilihat sebagai suatu sektor agribisnis, di mana
subsistem tersebut merupakan suatu kegiatan ekonomi yang terintegrasi. Dalam konteks konsep teori pengembangan wilayah pertanian berbasis
agribisnis dapat dipandang sebagai suatu wilayah homogen yang memperlihatkan satu tingkat keherensi dalam kesatuan keputusan-keputusan ekonomi, yang dapat
dikembangkan bersama-sama dengan wilayah pertanian lainnya dalam kawasan tersebut melalui pengembangan agribisnis. Dalam merencanakan pengembangan
suatu wilayah untuk kegiatan pengembangan agribisnis, ada tiga pertanyaan pokok yang perlu dianalisis lebih lanjut Dicken dan Lloyd, 1999 dalam Syafaat,
2003, yaitu bagaimana rencana bentuk spasial kegiatan agribisnis dan perspektif perubahannya ke depan?; mengapa bentuk spasial kegiatan agribisnis dipilih
demikian?; serta bagaimana bentuk spasial kegiatan agribisnis tersebut membangkitkan atau mendorong perekonomian suatu wilayah?
Dalam pengertian seperti itu, paradigma agribisnis tidak hanya mengandung makna kegiatan produksi pertanian saja, tetapi juga meliputi kegiatan manufaktur,
distribusi input pertanian dan pengolahan serta distribusi hasil-hasil pertanian. Secara sektoral, agribisnis meliputi seluruh sektor pertanian dan sebagian sektor
industri yang menghasilkan agroinput dan mengolah produk pertanian. Kegiatan terakhir ini umumnya disebut agroindustri. Dilihat dari luasnya cakupan sektoral,
maka agribisnis sebagai suatu totalitas kegiatan dari ekonomi suatu negara mempunyai peranan penting baik bagi pertumbuhan maupun pemerataan. Berbeda
dengan paradigma usahatani, paradigma agribisnis memandang bahwa modernisasi teknologi dan pemasaran hasil pertanian telah mengubah sifat usaha
tani budidaya yang semula independen menjadi suatu usaha ekonomi yang sangat tergantung pada kegiatan usaha tani lainnya Syafaat, 2003.
Di sisi lain, pemasaran produk-produk pertanian juga telah mengalami perubahan mendasar. Perkembangan teknologi pengolahan hasil-hasil pertanian
telah mendorong pengembangan produk product development pertanian, sehingga hasil usaha tani secara umum tidak berupa lagi produk akhir yang
langsung dikonsumsi. Kegiatan pasca panen dan agroindustri merupakan kunci utama pemasaran hasil-hasil pertanian. Dengan sendirinya keragaan usaha tani
sangat tergantung pada keragaan bisnis perdagangan, pascapanen dan industri pengolahan produk yang dihasilkan usahatani tersebut.
Agar sistem agribisnis secara keseluruhan mampu berkembang dan berkelanjutan sustainable, semua unit kegiatan agribisnis secara ekonomi harus
mampu hidup economically viable. Untuk itu, unit-unit usaha agribisnis secara vertikal dari mulai hiliur harus salingmendukung dan memperkuat satu sama lain.
Semua unit usaha tersebut tidak boleh bersaing dan saling mematikan. Kegiatan agribisnis dapat dipengaruhi oleh keputusan atau tindakan
koordinator agribisnis, yang terdiri dari pemerintah, manajer agribisnis termasuk asosiasi bisnis, pendidik dan peneliti. Peran utama pemerintah adalah sebagai
regulator, fasilitator dan dinamisator, sehingga koordinasi vertikal kegiatan sistem agribisnis dan unit-unit usaha yang terlibat di dalamnya secara keseluruhan dapat
berjalan secara terpadu dan terkoordinasi secara baik dengan memperhatikan secara seksama lingkungan strategis sumberdaya alam, sosial, ekonomi, politik
yang terus bergerak secara dinamis, sehingga sistem agribisnis secara keseluruhan mampu terus berkembang dna berkelanjutan.
Agribisnis sering diartikan dalam arti sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Padahal konsep agribisnis adalah utuh, mulai dari
proses produksi, pengolahan hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan kegiatan pertanian. Agribisnis dapat berkembang di Indonesia karena
kondisi daerah yang menguntungkan, antara lain : lokasinya di garis khatulistiwa, berada di luar zona angin taifun, tersedianya sarana dan prasarana pendukung
berkembangnya agribisnis dan kemauan politik pemerintah untuk memberikan prioritas Soekartawi, 2005.
Secara konseptual sistem agribisnis dapat diartikan sebagai semua aktivitas, mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi input sampai dengan
pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh usaha tani serta agroindustri yang saling terkait satu dengan yang lainnya. Menurut Baharsjah 1997 di dalam
Hasibuan 1999, sistem agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem yaitu :
1 Subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, teknologi dan
pengembangan sumberdaya manusia 2
Subsistem budidaya dan usaha tani 3
Subsistem pengolahan hasil pertanian atau agroindustri 4
Subsistem pemasaran hasil pertanian Gumbira 2001 juga menjelaskan fungsi-fungsi agribisnis terdiri atas
kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi, kegiatan produksi primer budidaya, pengolahan agroindustri dan pemasaran. Fungsi-fungsi tersebut
kemudian disusun menjadi suatu sistem dari subsistem agribsisnis. Soekartawi 2005 juga menyatakan bahwa hambatan dalam pengembangan
agribisnis di Indonesia terletak pada berbagai aspek, antara lain : 1 pola produksi terletak di lokasi yang terpencar, sarana dan prasaran belum memadai di luar
Jawa, 2 biaya transportasi menjadi lebih tinggi, 3 adanya pemusatan agroindustri di kota-kota besar , dan 4 sistem kelembagaan kurang mendukung
berkembangnya kegiatan agribisnis. Menurut Jaya 2009, agribisnis memerlukan lembaga penunjang termasuk
kebijakan pemerintah seperti aspek pembiayaankeunagan, pendidikan, penelitian, perhubungan dan pertanahan. Lembaga pendidikan dan pelatihan mempersiapkan
para pelaku agribisnis yang profesional, sedangkan lembaga penelitian memberikan sumbangan berupa teknologi dan in formasi. Keberadaan lembaga-
lembaga penunjang kebanyakan berada di luar sektor pertanian. Dengan demikian, dapat diartikanbahwa pengembangan sektor pertanian terkait dengan sektor
lainnya. Dalam pengelolaan agribisnis, keterkaitan antar pelaku dari berbagai pihak
seperti penghasil produk primer, pengolah, pedagang, distributor, importir, eksportir dan lain-lain sangat dibutuhkan. Semakin baik keterkaitan dalam
pengelolaan sistem agribisnis, maka semakin besar pula perannya terhadap pemebentukan perekonomian wilayah, terutama dalam memberikan sumbangan
terhadap Produk Domestik Bruto PDB. Selain itu agribisnis juga berperansebagai penyedia bahan kebutuhan hidup pangan, perumahan dan
pakaian, penghasil devisa, pencipta lapangan kerjadan sumber pendapatan masyarakat.
Agribisnis sebagai suatu sistem merupakan konsep pengelolaan pertanian secara luas dan utuh yang terdiri dari subsistem-subsistem. Oleh karena itu dalam
pengelolaan sistem agribisnis dibutuhkan keterkaitan yang erat dan utuh antar subsistem seperti subsistem input, produksi, pengolahan hasil, pemasaran dan
faktor penunjang atau kinerja sistem agribisnis sangat ditentukan oleh efektivitas masing-masing subsistem.
Menurut Tampubolon 2002, pengembangan agribisnis memeprhatikan strategi kegiatan yang berusaha semaksimal mungkin untuk mengoptimalkan
potensi sumberdaya lokal yang ada sumber daya alam dan sumber daya sosial budaya dan memperhatikan kelestarian lingkungan. Tampubolon2002 juga
menyatakan bahwa rancangan pewilayahan pertanian dengan sistem agribisnis adalah suatu hal yang penting karena hal-hal sebagai berikut :
1 Pembangunan wilayah dan pengembangan agribisnis mengacu pada
pewilayahan pertanian terkait erat dengan penggunaan sumberdaya agribisnis secara efisien dan optimal berdasarkan keunggulan komparatif
dan kompetitif. 2
Setiap daerah dapat memutuskan jenis industri apa yang dapat dikembangkan agar perkembangan ekonomi daerah dapat optimal, baik dari
segi pertumbuhan dan perluasan kesempatan kerja, maupun dalam rangka memaksimalkan PAD dan pelestarian sumberdaya alam. Hal ini mengingat
skala ekonomi sangat penting bagi pengembangan sistem agribisnis dari hulu hingga ke hilir.
3 Berkaitan dengan identifikasi skala ekonomi tersebut,antar pemerintah
daerah dapat ditata kerjasama dalam rangka maksimalisasi PAD yang fair.
2.4. Kelembagaan Sistem Agribisnis
Rangkaian kegiatan dalam sistem agribisnis digerakkan oleh berbagai kelembagaan. Peranan kelembagaan dalam sistem agribisnis sangat menentukan
perkembangan pertanian. Pertanian berwawasan agribisnis memerlukan dukungan rancang bangun kelembagaan, dalam bentuk jaringan kelembagaan agribisnis
yang terpadu, sistematis dan berfungsi secara efisien dalam mendukung kegiatan pertanian Hasibuan, 1999.
Kelembagaan agribisnis terdapat dalam bentuk unit-unit usaha dalam subsistem sarana produksi, usaha taniproduksi, pasca panen dan pengolahan serta
pemasaran hasil. Kelembagaan agribisnis tersebut secara lebih lengkap terdiri dari dari:
1 Kelembagaan Sarana Produksi
Kelembagaan sarana produksi merupakan kelembagaan ekonomi yang bergerak di bidang produksi, penyediaan dan penyaluran sarana produksi
seperti BUMN, Koperasi Unit Desa KUD dan usaha perdagangan swasta. Bentuk- bentuk kelembagaan sarana produksi ini antara lain adalah
produsen saprodi, distributorpenyalur dan asosiasi. 2
Kelembagaan Usaha Tani Produksi Kelembagaan agribisnis yang bergerak di bidang usaha taniproduksi
meliputi rumah tangga petani sebagai unit terkecil, kelembagaan tani dalam bentuk kelompok tani, kelembagaan usaha dalam bentuk perusahaan. Unit-
unit usaha tani dalam bentuk rumah tangga petani meupun kelompok tani merupakan kelembagaanyang melaksanakan fungsi agribisnis di pedesaan.
Kelompok tani merupakan bentuk kelembagaan yang lebih maju dan terorganisasi. Bentuk kelembagaan yang lebih modern adalah kelembagaan
yang berwujud perusahaan budidaya murni atau perusahaan budidaya terpadu dengan pengolahan agroindustri.
3 Kelembagaan Pasca Panen dan Pengolahan Hasil Kelembagaan yang melakukan usaha di bidang pasca panen antara lain
adalah dalam bentuk usaha pengemasan, sortasi, grading, sedangkan kelembagaan usaha di bidang pengolahan agroindustri adalah seperti
industri pengalengan, jus buah-buahan. Berdasarkan skala usaha, unit usaha di bidang pasca panen dan pengolahan hasil meliputi usaha dalam skala
kecil skala rumah tangga, skala menengah dan skala besar yang tersebar baik di pedesaan maupun perkotaan.
4 Kelembagaan Pemasaran Hasil
Kelembagaan pemasaran dalam sistem agribisnis menempati posisi yang sangat penting, karena melalui kelembagaan ini arus komoditi atau barang
berupa hasil pertanian dari produsen disampaikan kepada konsumen.
Kelembagaan tersebut dapat berupa pedagang pengumpul yang ada di daerah produsen kabupatenkecamatan, pedagang grosir baik yang adadi
dalam wilayah maupun di luar wilayah. Selain jaa perdagangan, dalam kelembagaan pemasaran hasil termasuk juga usaha jasa transportasi hasil
pertanian. 5
Kelembagaan Jasa Layanan Pendukung Di dalam sistem agribisnis terdapat pula subsistem jasa layanan pendukung
dengan berbagai kelembagaan yang sangat berbeda fungsinya. Kelembagaan ini sangat menentukan keberhasilan kelembagaan agribisnis dalam
mencapai tujuannya. Beberapa kelembagaan jasa layanan pendukung yang dianggap penting adalah :
a Kelembagaan di bidang permodalan Kelembagaan ini sangat bervariasi mulai dari perbankan, dana dari
penyisihan keuntungan BUMN, maupun bantuan dana bergulir yang disediakan oleh pemerintah. Kelembagaan permodalan ini menyediakan
modal bagi sektor agribisnis baik berbasis komersial murni maupun menyalurkan kredit program yang diskemakan oleh pemerintah.
b Kelembagaan Pendidikan, Pelatihan dan Penyuluhan Kelembagaan aparatur terdiri dari kelembagaan yang melakukan
pelayanan dan penyuluhan, pengaturan dan pembinaan. Jadi kelembagaan aparatur juga termasuk organisasi pemerintah baik di
tingkat pusat maupun daerah.
2.5. Metode Input-Output
Pendekatan sektoral adalah di mana seluruh kegiatan ekonomi di dalam wilayah perencanaan dikelompokkan atas sektor-sektor. Selanjutnya setian sektor
dianalisis satu per satu. Setiap sektor dilihat potensi dan peluangnya, menetapkan apa yang dapat ditingkatkan dan di mana lokasi dari kegiatan peningkatan
tersebut. Caranya adalah masing-masing sektor diuraikan break down, sehingga terdapat kelompok-kelompok yang bersifat homogen. Terhadap kelompok yang
homogen ini dapat digunakan peralatan analisis yang biasa digunakan untuk kelompok tersebut.
Analisis sektoral tidaklah berarti satu sektor dengan sektor yang lain terpisah total dalam analisis. Salah satu pendekatan sektoral yang sekaligus
melihat kaitan pertumbuhan antara satu sektor dengan sektor lainnya dan sebaliknya, dikenal dengan nama analisis input-output. Perubahan pada sektor
secara otomatis akan mendorong perubahan pada sektor lainnya. Semenjak dirintis oleh W.W. Leontif pada tahun 1930-an, input-output telah
berkembang menjadi salah satu metode yang paling luas diterima, tidak hanya untuk mendeskripsikan struktur industri suatu perokonomian saja, tetapi juga
dikaitkan dengan teknik-teknik lainnya, untuk memprediksikan perubahan- perubahan struktur tersebut. Tabel input-output menggambarkan adanya saling
hubungan antara berbagai sektor perekonomian, memusat terutama pada hubungan-hubungan antar industri Glasson, 1977.
Sektor menggambarkan hubungan-hubungan antara sektor-sektor eksternal. Dalam prakteknya, sektor ini tidaklah terlalu penting, terutama berfungsi sebagai
faktor yang menyeimbangkan dalam akun keseluruhan. Akhirnya, dengan menjumlah baris-baris diperoleh output total, dan dengan menjumlahkan kolom-
kolom diperoleh input total harus sama dengan output total dan input dan output dari tiap industri dan sektor-sektor eksternal pun harus saling seimbang.
Kombinasi dari keempat sektor ini menggambarkan metode yang rumit untuk mendeskripsikan sesuatu perekonomian dalam bentuk hubungan-hubungan input
dan output dan telah diperluas hingga mencakup sejumlah sektor industri dan sektor eksternal dalam beberapa studi nasional. Akan tetapi, perkonomian regional
jauh lebih terbuka di mana terdapat banyak sekali transaksi lintas batas dan dengan demikian menimbulkan lebih banyak persoalan.
Model input-output termasuk ke dalam model keseimbangan umum. Dalam kerangka model input-output, produksi suatu sektor mempunyai dua dampak
ekonomi terhadap sektor lain dalam perekonomian; bila sektor Y meningkat outputnya, maka akan terjadi kenaikan permintaan dari sektornya. Hal tersebut
juga mengakibatkan akan terjadi kenaikan permintaan dari sektor akan barang- barang antara yang diproduksi oleh sektor lain. Keterkaitan ini disebut keterkaitan
ke belakang backward linkage dalam model sisi permintaan, yang menunjukkan peran suatu sektor dalam menciptakan permintaan turunan. Sebaliknya, kenaikan
output di sektor Y juga berarti tambahan jumlah produk Y yang tersedia untuk digunakan sebagai input sektor lain dalam produksinya. Hal ini berarti bahwa,
akan terjadi kenaikan penawaran dari sektor Y bagi sektor lain yang menggunakan produk Y dalam produksinya. Keterkaitan ini dalam model sisi penawaran disebut
sebagai kaitan ke depan forward linkage karena menunjukkan derajat pemencaran penggunaan hasil produksi suatu sektor sebagai input bagi sektor lain.
Konsep dasar yang dikembangkan oleh Leontif adalah : 1 struktur perekonomian tersusun dari berbagai sektor industri yang satu sama lain
berinteraksi melalui transaksi jual beli, 2 output suatu sektor dijual kepada sektor-sektor lainnya untuk memenuhi permintaan akhir, 3 input suatu sektor
dibeli dari sektor-sektor lainnya, dan rumah tangga dalam bentuk jasa tenaga kerja, pemerintah misalnya pembayaran pajak tidak langsung, penyusutan,
surplus usaha serta impor, 4 hubungan input dengan output bersyarat linier, 5dalam suatu kurun waktu analisis biasanya satu tahun, total input sama
dengan total output dan 6 suatu sektor terdiri dari satu atau beberapa perusahaan dan output tersebut diproduksikan oleh teknologi Issard, 1975.
Tabel input-output pada dasarnya merupakan sistem penyajian data statistik tentang transaksi barang dan jasa antar sektor ekonomi yang terjadi di suatu
wilayah. Namun demikian, tabel input-output tidak mampu memberikan informasi tentang persediaan serta arus barang dan jasa secara rinci menurut komoditi.
Semua informasi yang dimuat oleh tabel input-output terbatas pada informasi untuk sektor ekonomi, yang merupakan gabungan dari berbagai kegiatan ekonomi
atau komoditi BPS, 2008. Menurut BPS 2008, meskipun memiliki keterbatasan, tabel input-output
tetap merupakan sumber informasi yang komprehensif dalam melakukan berbagai analisis ekonomi. Berdasarkan tabel input-output antar lain dapat dikembangkan
suatu model yang selanjutnya dapat dimanfaatkan dalam melakukan evaluasi, analisis dan perencanaan pembangunan di bidang ekonomi. Tabel input-output
sebagai suatu sistem pencatatan transaksi disusun berdasarkan beberapa asumsi. Asumsi-asumsi tersebut antara lain adalah :