Tujuan dan Manfaat Penelitian

adalah di tingkat kabupatenkota sebagai daerah otonom. Maka daerah sebagai ujung tombak pembangunan nasional dituntut untuk dapat bersaing dalam meningkatkan daya saing wilayahnya agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Dengan mengacu pada tolok ukur kemajuan pembangunan wilayah, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pendapatan perkapita yang merata dan tingkat pengangguran yang rendah. Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berkembang pesat di Indonesia. Selain sebagai komoditas yang esensial bagi manusia yaitu pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam menyediakan vitamin dan mineral, serta memberikan kontribusi PDB sebesar 14,95 pada tahun 2008 terhadap subsektor lainnya. Ditjen Hortikultura,2008. Pembangunan pertanian melalui pengembangan komoditas hortikultura yang potensial di suatu wilayah merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan perekonomian wilayah, yang pada akhirnya akan meningkatkan kegiatan ekonomi yang efektif dan efisien dan berdampak bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Kawasan agribisnis hortikultura merupakan suatu wilayah dengan kesamaan ekosistem dan disatukan oleh fasilitas infrastruktur ekonomi yang sama, sehingga membentuk kawasan yang berisi berbagai kegiatan usaha berbasis hortikultura mulai dari penyediaan sarana produksi, budidaya, penanganan dan pengolahan pasca panen dan pemasaran serta berbagai kegiatan pendukungnya. Tujuan pengembangan kawasan hortikultura adalah : 1meningkatkan produksi dan produktivitas,2 mengembangkan keanekaragaman usaha pertanian untuk menjamin kelestarian fungsi dan manfaat lahan, 3 meningkatkan kesempatan berusaha dan meningkatkan pendapatan masyarakat dan negara, 4 meningkatkan kesejahteraan, kualitas hidup, kapasitas ekonomi dan sosial masyarakat petani,5 meningkatkan kesempatan berusaha dan meningkatkan pendapatan masyarakat dan negara maupun petani 6 meningkatkan ikatan komunitas masyarakat di sekitar kawasan yang memiliki tanggung jawab untuk menjaga kelestarian dan kenyamanannya Ditjen Hortikultura, 2008. Manfaat dari pengembangan kawasan hortikultura diantaranya : 1 pengembangan kawasan hortikultura memungkinkan penanganan berbagai komoditas hortikultura secara terpadu sesuai dengan kesamaan karakteristiknya, 2 membuka kesempatan semua komoditas hortikultura yang penting di suatu kawasan ditangani secara proporsional serta mengurangi keinginan daerah menangani komoditas prioritas nasional yang tidak sesuai untuk daerahnya, 3 pengembangan kawasan hortikultura dapat menjadi wahana bagi pelaksana desentralisasi pembangunan secara nyata dengan pembagian dan keterkaitan fungsi antar tingkatan pemerintah secara lebih proporsional 4 critical mass penggalangan sumberdaya akan lebih tercipta sehingga sinergi dari berbagai sumberdaya tersebut akan terjadi, dan 5 kejelasan karakter dan pengukuran kinerja untuk jenis kegiatan pengembangan dan perbaikan kawasan, sehingga akan tercipta insentif bagi para pelaksana di kabupaten untuk kedua jenis kegiatan tersebut dibandingkan dengan kecenderungan selama ini yang lebih mementingkan kegiatan pengembangan daripada pemantapanperbaikan, serta 6 tumbuhnya kegiatan ekonomi di kawasan dan sekitarnya yang mempercepat pertumbuhan pendapatan, penyerapan tenaga kerja dan tumbuhnya sektor-sektor usaha terkait Backward dan forward linkages. Di dalam pengembangan kawasan, baik yang lama maupun yang baru beberapa hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: 1 penyusunan profil dan peta jalan pengembangan kawasan sebagai acuan perencanaan ke depan, 2 identifikasi status rantai pasok Existing suplly chain sebagai acuan untuk strukturisasi rantai pasok yang lebih efisien, 3 perencanaan pengembangan kawasan secara terpadu dan komprehensif, 4 mensosialisasikan rancangan pengembangan kawasan, dan 5 menggalang dukungan sektor terkait dan para pelaku bisnis dan masyarakat hortikultura dalam pengembangan kawasan. Kriteria yang menjadi dasar penetapan kawasan budidaya hortikultura menurut Peraturan Menteri Pertanian No. 41PermentanOT.14092009 tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian adalah: 1. Mempunyai kesesuaian lahan yang didukung adanya sarana dan prasarana budidaya, panen dan pasca panen 2. Memiliki potensi untuk pengembangan system dan usaha agribisnis hortikultura 3. Mempunyai akses dan prasarana transportasi jalan dan pengangkutan yang mudah, dekat dengan pusat pemasaran dan pengumpulan produksi.

2.3. Konsep Sistem Pengelolaan Agribisnis

Istilah agribisnis pertama kali dilontarkan oleh John H. Davis pada suatu konferensi yang diadakan Badan Perdagangan Eceran Boston pada tahun 1955. Istilah ini kemudian menjadi sangat popular setelah dirumuskan dengan jelas pada suatu buku “A Concept of Agribussiness” yang ditulis oleh John H. Davis dan Ray A. Goldberg 1957. Menurut kedua penulis tersebut, pengertian agribisnis adalah : “Agribussiness is the sum total of all operations involved in the manufacturing and distribution of farm supplies, production activities on the farm and the storage, processing and distribution of farm commodities and items made from them Syafaat, 2003. Menurut Saragih 2001a, agribisnis sebagai bentuk modern pertanian primer, mencakup empat subsistem yaitu : 1 subsistem agribisnis hulu Up stream agribusiness yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi pertanian primer, 2 subsistem usaha tani on farm agribussiness disebut sebagai sektor pertanian primer, 3 subsistem agribisnis hilir down stream agribussiness yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan baik untuk dimasak atau siap dikonsumsi beserta kegiatan perdagangannya di pasar domestik dan internasional serta 4 subsistem jasa layanan pendukung supporting institutions seperti lembaga keuangan dan pembiayaan, transportasi, penyuluhan dan layanan informasi agribisnis, penelitian pengembangan dan kebijakan pemerintah. Dalam kaitannya dengan pengembangan agribisnis berskala kecil, pengembangan agroindustri pedesaan masih menghadapi kendala-kendala, seperti 1 kegiatan pertaniannya belum memberikan dukungan yang optimal karena pada sebagian besar pola produksi komoditi pertanian belum dalam satu areal yang kompak berkelompok, sehingga skala ekonomi daerah belum efisien, 2 sarana dan prasarana ekonomi yang belum memadai untuk daerah produksi tersebut, 3 pola agroindustri sendiri kebanyakan masih terpusat bukan pada sentra produksi pertanian di pedesaan, tetapi di perkotaaan, 4 biaya transportasi yang masih relatif tinggi, 5 sistem kelembagaan yang belum mendukung dengan peranan petani produsen yang lemah dan informasi yaneg belum memadai Saragih, 2001b. Industrialisasi pertanian primer menjadi sektor agribisnis tersebut berimplikasi pada cara melihat, mengevaluasi, mengelola, dan membangun kegiatan ekonomi berbasis sumberdaya hayati. Dalam agribisnis, ke dalam kegiatan ekonomi tersebut harus dilihat sebagai suatu sektor agribisnis, di mana subsistem tersebut merupakan suatu kegiatan ekonomi yang terintegrasi. Dalam konteks konsep teori pengembangan wilayah pertanian berbasis agribisnis dapat dipandang sebagai suatu wilayah homogen yang memperlihatkan satu tingkat keherensi dalam kesatuan keputusan-keputusan ekonomi, yang dapat dikembangkan bersama-sama dengan wilayah pertanian lainnya dalam kawasan tersebut melalui pengembangan agribisnis. Dalam merencanakan pengembangan suatu wilayah untuk kegiatan pengembangan agribisnis, ada tiga pertanyaan pokok yang perlu dianalisis lebih lanjut Dicken dan Lloyd, 1999 dalam Syafaat, 2003, yaitu bagaimana rencana bentuk spasial kegiatan agribisnis dan perspektif perubahannya ke depan?; mengapa bentuk spasial kegiatan agribisnis dipilih demikian?; serta bagaimana bentuk spasial kegiatan agribisnis tersebut membangkitkan atau mendorong perekonomian suatu wilayah? Dalam pengertian seperti itu, paradigma agribisnis tidak hanya mengandung makna kegiatan produksi pertanian saja, tetapi juga meliputi kegiatan manufaktur, distribusi input pertanian dan pengolahan serta distribusi hasil-hasil pertanian. Secara sektoral, agribisnis meliputi seluruh sektor pertanian dan sebagian sektor industri yang menghasilkan agroinput dan mengolah produk pertanian. Kegiatan terakhir ini umumnya disebut agroindustri. Dilihat dari luasnya cakupan sektoral, maka agribisnis sebagai suatu totalitas kegiatan dari ekonomi suatu negara mempunyai peranan penting baik bagi pertumbuhan maupun pemerataan. Berbeda dengan paradigma usahatani, paradigma agribisnis memandang bahwa modernisasi teknologi dan pemasaran hasil pertanian telah mengubah sifat usaha tani budidaya yang semula independen menjadi suatu usaha ekonomi yang sangat tergantung pada kegiatan usaha tani lainnya Syafaat, 2003. Di sisi lain, pemasaran produk-produk pertanian juga telah mengalami perubahan mendasar. Perkembangan teknologi pengolahan hasil-hasil pertanian telah mendorong pengembangan produk product development pertanian, sehingga hasil usaha tani secara umum tidak berupa lagi produk akhir yang