31
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang teori-teori dan konsep yang berkaitan dengan penelitian analisis keunggulan komparatif dan kompetitif
usahatani padi semiorganik. Kerangka teoritis terdiri dari konsep daya saing, keunggulan komparatif dan kompetitif, Policy Analysis Matrix, dan analisis
sensitivitas.
3.1.1. Konsep Daya Saing
Perdagangan internasional pada dasarnya merupakan perdagangan yang terjadi antara suatu negara tertentu dengan negara lainnya. Perdagangan
internasional berlangsung atas dasar saling percaya dan saling menguntungkan, mulai dari barter hingga transaksi jual beli antara para pedagang dari negara
lainnya. Terdapat beberapa hal yang menyebabkan suatu negara melakukan perdagangan internasional. Pertama, yakni adanya keragamaan sumberdaya alam
yang dimiliki oleh suatu negara. Hal ini berhubungan dengan faktor-faktor secara alamiah dimiliki oleh suatu negara tertentu. Kedua, yakni adanya keragaman
sumberdaya modal yang dimiliki oleh suatu negara. Hal ini berhubungan dengan input suatu produksi. Ketiga, yakni adanya keragaman tenaga kerja yang dimiliki
oleh suatu negara. Hal ini terkait dengan kemampuan skill yang dimiliki tenaga kerja disuatu negara. Keempat, yakni perbedaan teknologi yang dimiliki oleh
suatu negara Halwani, 2002. Daya saing adalah konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen
untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu yang cukup baik dan biaya produksi yang cukup rendah, sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar
32
internasional, komoditi tersebut diproduksi dan dipasarkan oleh produsen dengan perolehan laba yang mencukupi, sehingga hal ini dapat mempertahankan
kelanjutan biaya produksinya Simanjuntak, 1992. Menurut Kuraisin dalam Dewanata 2011, menyebutkan bahwa pendekatan yang sering digunakan untuk
mengukur daya saing suatu komoditi adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi dalam pengusahaan komoditas tersebut. Keuntungan dapat dilihat
dari dua sisi, yaitu keuntungan privat dan keuntungan sosial. Sementara itu, efisiensi pengusahaan suatu komoditas dapat dilihat dari dua indikator yaitu
keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.
3.1.2. Keunggulan Komparatif
Konsep keunggulan komparatif pertama kali diperkenalkan oleh David Ricardo pada awal abad ke 19. Ricardo mengungkapkan hukum keunggulan
komparatif, yaitu bahwa setiap negara memiliki keunggulan komparatif dalam sesuatu dan memperoleh manfaat dengan memperdagangkannya untuk ditukar
dengan barang yang lain. Kelemahan pada teori keunggulan komparatif yaitu keunggulan komparatif hanya didasarkan pada perbedaan produktivitas setiap
tenaga kerja saja, padahal masih banyak faktor yang mempengaruhi seperti teknologi, modal, tanah, dan sumberdaya lainnya Lindert dan Kindleberger,
1995. Pada tahun 1936, hukum keunggulan komparatif disempurnakan dengan
teori biaya imbangan Opportunity Cost Theory yang dikemukakan oleh Haberler. Menurut teori biaya imbangan, biaya sebuah komoditi adalah jumlah
komoditi kedua yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumberdaya yang cukup untuk memproduksi satu unit tambahan komoditi pertama, artinya negara
33
memiliki biaya imbangan lebih rendah dalam memproduksi sebuah komoditi akan memiliki keunggulan komparatif dalam komoditi tersebut dan memiliki kerugian
komparatif dalam komoditi kedua Salvatore, 1997. Teori keunggulan komparatif yang lebih modern dikemukakan oleh
Hecksler dan Ohlin yang diberi nama dengan teori Hecksler-Ohlin. Teori tersebut menyatakan bahwa setiap negara akan melakukan spesialisasi produksi dan
mengekspor komoditi yang banyak menyerap faktor produksi yang tersedia di negara itu dalam jumlah dan berharga relatif murah, serta mengimpor komoditi
yang banyak menyerap faktor produksi yang di negara itu relatif langka dan mahal Salvatore, 1997
Menurut Soekartawi et. al 1985 ada beberapa faktor yang dapat mengubah keunggulan komparatif, yang penting diantaranya adalah:
1. Pengembangan pola usahatani baru atau perbaikan teknologi. 2. Perubahan biaya produksi dan harga relatif berbagai komoditi usahatani.
3. Perubahan biaya angkutan seperti yang terjadi bila jalan diperbaiki atau rusak. 4. Perbaikan kualitas lahan karena drainase, irigasi, dan sebagainya.
5. Pengembangan produk substitusi yang lebih murah. Keunggulan komparatif akan menjadi ukuran daya saing, apabila
perekonomian tidak mengalami gangguan atau distorsi. Seperti yang telah disebutkan, bahwa keunggulan komparatif akan menjadi tolak ukur daya saing
komoditas tertentu dari segi efisiensi. Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dapat dikatakan komoditas tersebut telah mencapai efisiensi secara
ekonomi. Oleh karena itu keunggulan komparatif terkait dengan kelayakan secara ekonomi. Artinya kelayakan ekonomi menilai aktivitas ekonomi bagi masyarakat
34
secara general atau menyeluruh, tanpa melihat siapa yang terlibat dalam aktivitas tersebut Dewanata, 2011.
3.1.3. Keunggulan Kompetitif
Keunggulan komparatif disebutkan akan menjadi ukuran daya saing suatu komoditas dimana jika diasumsikan perekonomian tidak mengalami gangguan
atau distorsi sama sekali, namun tidak ada yang menemukan kondisi perekonomian yang tidak mengalami gangguan atau distorsi, contohnya
Indonesia sebagai negara berkembang. Oleh karena itu, dalam perkembangannya konsep yang sesuai dengan untuk mengukur kelayakan finansial menggunakan
konsep keunggulan kompetitif. Konsep keunggulan kompetitif dapat mengukur manfaat yang diterima oleh pihak-pihak yang terlibat langsung dalam kegiatan
ekonomi Dewanata, 2011. Michael E. Porter dalam bukunya yang terkenal, The Competitive
Advantage of Nation, 1990 mengemukakan tentang tidak adanya korelasi
langsung antara dua faktor produksi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dimiliki oleh suatu negara, yang dimanfaatkan menjadi keunggulan daya
saing dalam perdagangan internasional. Hasil akhir Porter menyebutkan bahwa peran pemerintah sangat mendukung dalam peningkatan daya saing selain faktor
produksi yang tersedia Halwani, 2002. Porter lalu mengungkapkan ada empat atribut yang menentukan dalam
suatu negara apabila ingin sukses dalam perdagangan internasional. Keempat atribut tersebut adalah Halwani, 2002 :
1. Keadaan faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja terampil atau prasarana.
35
2. Keadaan permintaan dan tuntutan mutu di dalam negeri untuk hasil industri tertentu.
3. Eksistensi industri terkait dan pendukung yang kompetitif secara internasional.
4. Strategi perusahaan itu sendiri, dan struktur serta sistem persaingan antar perusahaan.
Selain itu menurut Porter, salah satu esensi dari keunggulan kompetitif adalah bagaimana menciptakan produk atau layanan serta seluruh proses yang
menyertainya sedemikian sehingga sulit ditiru oleh pesaing. Untuk itu diperlukan dua jenis strategi, yakni diferensiasi dan produksi biaya rendah low cost
production .
3.1.4. Policy Analysis Matrix PAM
Metode Policy Analysis Matrix merupakan suatu alat analisis yang digunakan untuk menganalisis pengaruh intervensi pemerintah dan dampaknya
pada sistem komoditas. Empat aktivitas yang terdapat dalam sistem komoditi yang dapat dipengaruhi terdiri dari tingkat usahatani, distribusi dari usahatani ke
pengolah, pengolahan, dan pemasaran secara keseluruhan dan sistematis. Isu-isu yang sering dibahas dalam PAM adalah 1 apakah sistem usahatani memiliki
daya saing pada tingkat harga dan teknologi yang ada; 2 dampak investasi publik dalam bentuk pembangunan infrastruktur baru, serta terhadap tingkat
efisiensi sistem usahatani; 3 dampak investasi baru dalam bentuk riset atau teknologi pertanian.
Tiga tujuan utama dari metode PAM adalah 1 menghitung tingkat keuntungan privat
– sebuah ukuran daya saing usahatani pada tingkat harga pasar
36
atau harga aktual; 2 menghitung tingkat keuntungan sosial sebuah usahatani –
dihasilkan dengan menilai output dan biaya pada tingkat harga efisiensi social opportunity costs
; 3 menghitung transfer effects, sebagai dampak dari sebuah kebijakan yang dilakukan Pearson, et. al 2005.
Menurut Indriyati 2007, ketika ingin menganalis menggunakan metode PAM terdapat beberapa asumsi-asumsi yang digunakan, anatara lain :
1. Perhitungan berdasarkan harga privat yaitu harga yang benar-benar terjadi dan diterima oleh produsen dan konsumen atau harga yang benar-benar terjadi
setelah adanya kebijakan. 2. Perhitungan berdasarkan harga sosial atau harga bayangan shadow price,
yaitu harga pada kondisi pasar persaingan sempurna atau harga yang terjadi apabila tidak ada kebijakan. Pada komoditas yang dapat diperdagangkan
tradable , harga bayangan adalah harga yang terjadi di pasar internasional.
3. Output bersifat tradable dan input dapat dipisahkan ke dalam komponen asing tradable dan domestik nontradable.
4. Eksternalitas positif dan negatif dianggap saling meniadakan.
3.1.5. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat bagaimana hasil dari suatu kegiatan ekonomi apabila terjadi perubahan-perubahan faktor-faktor dalam
perhitungan biaya atau benefit Gittinger, 1986. Menurut Kadariah, et. al 1978 dalam
Mastuti 2011, analisis sensitivitas dilakukan dengan: 1. Mengubah besarnya variabel-variabel penting, masing-masing terpisah atau
beberapa dalam kombinasi dengan suatu persentase dan menentukan seberapa peka hasil perhitungan terhadap perubahan-perubahan tersebut.
37
2. Menentukan dengan berapa suatu variabel harus berubah sampai ke hasil perhitungan yang membuat proyek tidak diterima.
Menurut Kadariah 1976 dalam Rohman 2008, analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah suatu unsur atau kombinasi unsur kemudian
menentukan pengaruh dari perubahan tersebut terhadap hasil analisis. Kelemahan analisis sensitivitas adalah :
1. Analisis sensitivitas tidak digunakan untuk pemilihan proyek, karena merupakan analisis parsial yang hanya mengubah satu parameter pada suatu
saat tertentu. 2. Analisis sensitivitas hanya mencatatkan apa yang terjadi jika variabel berubah-
ubah dan bukan untuk menentukan layak atau tidaknya suatu proyek.
3.1.6. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah diberlakukan terhadap input dan output yang menyebabkan terjadinya perbedaan antara harga input dan output yang diminta
produsen harga privat dengan harga yang sebenarnya terjadi jika dalam keadaan perdagangan bebas harga sosial. Terdapat dua bentuk kebijakan pemerintah
yang bisa ditetapkan pada suatu komoditas, yaitu kebijakan subsidi dan hambatan perdagangan. Kebijakan subsidi dibedakan menjadi dua, yaitu subsidi positif dan
subsidi negatif pajak, sedangkan hambatan perdagangan berupa tariff dan kuota Astriana, 2011.
Monke dan Pearson 1989 menjelaskan tentang kebijakan harga price policies
dibagi menjadi tiga tipe kriteria, yaitu tipe instrumen subsidi atau kebijakan perdagangan, penerimaan atau keuntungan yang akan diperoleh
38
produsen atau konsumen, dan tipe komoditi impor atau ekspor. Hal tersebut bisa digambarkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Klasifikasi Kebijakan Pemerintah Terhadap Harga Komoditi
Instrumen Dampak Pada Produsen
Dampak Pada Konsumen
Kebijakan Subsidi: a Tidak mengubah harga
pasar dalam negeri b Mengubah harga pasar
dalam negeri. Subsidi pada produsen:
a Pada barang-barang substitusi impor S+PI; S-
PI b Pada barang-barang
orientasi ekspor S+PE; S- PE
Subsidi pada konsumen a Pada barang-barang
substitusi impor S+CI ; S- CI
b Pada barang-barang orientasi ekspor S+CE ;
S-CE Kebijakan perdagangan
mengubah harga pasar dalam negeri
Hambatan pada barang-barang impor TPI
Hambatan pada barang-barang ekspor TCE
Sumber : Monke dan Pearson, 1989 Keterangan :
S + : Subsidi
S - : Pajak
PE : Produsen barang orientasi ekspor
PI : Produsen barang substitusi impor
CE : Konsumen barang orientasi ekspor
CI : Konsumen barang substitusi impor
TCE : Hambatan barang ekspor
TPI : Hambatan barang impor
1 Tipe Instrumen
Di dalam kriteria ini terdapat perbedaan antara kebijakan subsidi dan kebijakan perdagangan. Menurut Salvatore 1997, subsidi adalah pembayaran
dari atau untuk pemerintah. Kebijakan subsidi terdiri dari dua kebijakan, yaitu kebijakan subsidi positif dan subsidi negatif. Kebijakan subsidi positif adalah
subsidi yang dibayarkan oleh pemerintah, sedangkan kebijakan subsidi negatif adalah pembayaran kepada pemerintah. Tujuan dari kebijakan subsidi adalah
untuk melindungi konsumen dan produsen dengan menciptakan harga domestik agar berbeda dengan harga luar negeri.
Menurut Monke dan Pearson 1989 kebijakan perdagangan adalah pembatasan yang diterapkan pada impor atau ekspor komoditi. Kebijakan ini bisa
berbentuk pajak tariff atau pembatasan jumlah komoditi yang diperdagangkan
39
kuota. Tujuan diterapkan kebijakan ini adalah untuk mengurangi jumlah komoditi impor yang diperdagangkan dan menciptakan perbedaan harga di dalam
dan luar negeri sehingga dapat mempertahankan daya saing komoditi di dalam negeri. Kebijakan ini umumnya berfungsi untuk melindungi produsen domestik.
Monke dan Pearson 1989 menjelaskan perbedaan antara kebijakan perdagangan dengan kebijakan subsidi yang dibagi ke dalam beberapa aspek,
yaitu: a Implikasi terhadap anggaran pemerintah
Kebijakan perdagangan tidak mempengaruhi anggaran pemerintah, sedangkan kebijakan subsidi akan berpengaruh pada anggaran pemerintah.
Subsidi negatif akan menambah anggaran pemerintah berupa pajak, sedangkan subsidi positif akan mengurangi anggaran.
b Tipe alternatif kebijakan Terdapat delapan tipe subsidi bagi produsen dan konsumen pada barang
orientasi ekspor dan barang substitusi impor, yaitu: 1. Subsidi positif kepada produsen barang substitusi impor S+PI
2. Subsidi positif kepada produsen barang orientasi ekspor S+PE 3. Subsidi negatif kepada produsen barang substitusi impor S-PI
4. Subsidi negatif kepada produsen barang orientasi ekspor S-PE 5. Subsidi positif kepada konsumen barang substitusi impor S+CI
6. Subsidi positif kepada konsumen barang orientasi ekspor S+CE 7. Subsidi negatif kepada konsumen barang substitusi impor S-CI
8. Subsidi negatif kepada konsumen barang orientasi ekspor S-CE
40
Berbeda dengan kebijakan subsidi, pada kebijakan perdagangan hanya terdapat dua tipe, yaitu hambatan perdagangan pada barang impor TPI dan
hambatan perdagangan pada barang ekspor TPE. Menurut Monke dan Pearson 1989, aliran impor atau ekspor dapat dibatasi oleh pajak perdagangan atau
kebijakan kuota sepanjang pemerintah dapat memiliki mekanisme yang efektif untuk mengontrol penyelundupan.
c Tingkat kemampuan penerapan Kebijakan subsidi bisa diterapkan pada komoditi asing tradable dan
komoditi domestik nontradable, sedangkan kebijakan perdagangan hanya bisa diberlakukan pada komoditi tradable.
2 Kelompok Penerimaan Klasifikasi kelompok penerimaan adalah kebijakan yang dikenakan pada
produsen dan konsumen. Suatu kebijakan subsidi dan perdagangan menyebabkan terjadinya transfer antara produsen, konsumen, dan anggaran pemerintah. Jika
tidak ada kebijakan subsidi dan kebijakan perdagangan, pemerintah melalui anggarannya harus membayar keseluruhan transfer ketika produsen mendapatkan
keuntungan dan konsumen mengalami kerugiam, atau konsumen mengalami keuntungan dan produsen mengalami kerugian.
3 Tipe Komoditi Pada kebijakan perdagangan terdapat komoditi yang akan diekspor dan
komoditi yang diimpor. Apabila pemerintah tidak memberlakukan kebijakan- kebijakan dalam komoditi ekspor-impor, maka harga domestik akan sama dengan
harga internasional. Harga FOB harga di pelabuhan digunakan untuk barang
41
yang akan diekspor, sedangkan harga CIF harga di pelabuhan ekspor berlaku untuk barang impor.
Kebijakan pemerintah dapat dikenakan pada komoditi pertanian baik input ataupun output yang tentu saja dapat mempengaruhi kesejahteraan produsen
petani maupun konsumen. Umumnya kebijakan ini diberlakukan pada harga input dan harga output.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Memasuki abad ke- 21, gaya hidup sehat dengan slogan ”Back to Nature”
telah menjadi trend baru masyarakat dunia. Orang semakin menyadari bahwa penggunaan bahan-bahan kimia seperti pupuk dan pestisida kimia ternyata
berdampak negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Hal ini mengakibatkan banyak permintaan akan produk-produk pertanian yang
mengarah kepada ”Back to Nature” atau dengan kata lain produk organik. Salah satu bentuknya adalah beras organik.
Departemen Pertanian mempunyai program pengembangan pertanian organik yaitu Go Organic 2010. Misi program
ini adalah “meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan kelestarian alam lingkungan alam Indonesia, dengan
mendorong berkembangnya pertanian organik yang berdaya saing dan berkelanjutan”. Salah satu tujuan program ini adalah untuk menghasilkan produk-
produk organik asal Indonesia yang bisa diterima di pasar domestik bahkan internasional untuk diekspor.
Upaya pengembangan usahatani beras semiorganik di Gapoktan Silih Asih Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor masih mengalami beberapa kendala,
yaitu masalah distribusi dan pemasaran, jumlah panen padi semiorganik yang
42
dihasilkan masih berfluktuatif, harga jual padi semiorganik yang masih rendah pada musim tertentu. Hal tersebut disebabkan karena kualitas padi yang dihasilkan
masih rendah. Sarana produksi saprodi mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi, seperti kenaikan harga pupuk anorganik di kondisi lapang. Hal-hal tersebut
dapat menghambat pengembangan usahatani padi semiorganik dan pada akhirnya akan mempengaruhi daya saing usahatani padi semiorganik. Oleh karena itu
dibutuhkan analisis mengenai keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani padi semiorganik.
Policy Analysis Matrix atau PAM digunakan sebagai alat untuk
menganalisis daya saing dan dampak kebijakan pemerintah. Alat analisis PAM akan menganalisis keuntungan privat dan sosial, analisis daya saing keunggulan
komparatif dan kompetitif dan analisis dampak kebijakan yang mempengaruhi sistem komoditas. Metode PAM hanya bisa menganalisis pada kondisi existing
saja. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis sensitivitas untuk mengetahui dampak
apabila terjadi
perubahan keadaan
atau kebijakan
yang dapat mempengaruhi keunggulan komparatif dan kompetitif pada usahatani
beras SAE. Kerangka pemikiran operasional dapat dijelaskan pada gambar 1.
43
Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran
Perubahan preferensi masyarakat terhadap
produk organik Meningkatkannya
permintaan terhadap produk organik beras
organik Program Pemerintah
Go Organic 2010 : beras organik Indonesia
mempunyai daya saing.
Usahatani Padi Semiorganik di Desa Ciburuy
1. Masalah distribusi dan pemasaran 2. Jumlah panen padi semiorganik masih berfluktuatif
3. Harga jual padi semiorganik masih rendah
Analisis Sensitivitas PAM Policy
Analysis Matrix
Dampak Kebijakan 1. Transfer Output
2. Transfer Inpur 3. Transfer Faktor
Keunggulan Komparatif 1. Keuntungan Ekonomi
Keunggulan Kompetitif 1. Keuntungan Finansial
Alternatif Kebijakan Daya Saing Usahatani
Padi Semiorganik
44
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian