Provinsi Jawa Tengah memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi belum tentu mampu menyelesaikan masalah paling mendasar di daerah yaitu
pengangguran dan kemiskinan. Tabel 1.1. PDRB Provinsi Atas Dasar Harga Konstan Juta Rupiah
Provinsi 2004
2005 2006
2007 2008
1. Nanggroe Aceh
Darussalam 40.374.282,31
36.287.915,29 36.853.868,66
35.983.090,79 34.085.478,71
2. Sumatera
Utara 83.328.948,58
87.897.791,21 93.347.404,39
99.792.273,27 106.172.360,10
3. Sumatera
Barat 27.578.136,56
29.159.480,53 30.949.945,10
32.912.968,59 35.007.921,57
4. Riau
75.216.719,28 79.287.586,75
83.370.867,24 86.213.259,46
91.085.381,81 5.
Jambi 11.953.885,48
12.619.972,18 13.363.620,73
14.275.161,32 15.296.726,80
6. Sumatera
Selatan 47.344.396,00
49.633.536,00 52.214.848,00
55.262.114,00 58.080.027,00
7. Bengkulu
5.896.253,00 6.239.361,00
6.610.628,00 7.008.964,58
7.354.468,47 8.
Lampung 28.262.288,65
29.397.248,40 30.861.360,40
32.694.889,35 34.414.653,24
9. Kepulauan
Bangka Belitung
8.414.980,93 8.707.309,00
9.053.553,48 9.464.539,15
9.884.577,83 10.
Kepulauan Riau
28.509.063,10 30.381.500,21
32.441.003,07 34.713.813,64
37.021.427,75
Sumatera 356.878.953,88
369.611.700,57 389.067.099,06
408.321.074,15 428.403.023,28
11. DKI Jakarta
278.524.822,00 295.270.547,00
312.826.712,74 332.971.253,84
353.539.057,43 12.
Jawa Barat 230.003.495,86
242.883.881,74 257.499.445,75
274.180.307,83 290.171.128,80
13. Jawa Tengah
135.789.872,31 143.051.213,88
150.682.654,75 159.110.253,77
167.790.369,85
14. DI. Yogyakarta
16.146.423,77 16.910.876,87
17.535.749,31 18.291.511,71
19.208.937,56 15.
Jawa Timur 242.228.892,17
256.442.606,28 271.249.316,69
287.814.183,92 304.798.966,41
16. Banten
54.880.406,50 58.106.948,22
61.341.658,64 65.046.775,77
68.830.644,80
Jawa 957.573.912,62
1.012.666.073,99 1.071.135.537,8
8 1.137.414.286,8
3 1.204.339.104,8
6
17. Bali
19.963.243,81 21.072.444,79
22.184.679,28 23.497.047,07
24.900.571,98
Jawa Bali 977.537.156,42
1.033.738.518,78 1.093.320.217,1
1.160.911.333,9 1.229.239.676,8
18. Kalimantan
Barat 22.483.015,34
23.538.350,41 24.768.374,85
26.260.647,97 27.682.852,51
19. Kalimantan
Tengah 13.253.081,16
14.034.632,14 14.853.726,14
15.754.508,67 16.725.514,29
20. Kalimantan
Selatan 22.171.332,06
23.292.544,50 24.452.264,79
25.922.287,52 27.538.451,50
21. Kalimantan
Timur 91.050.428,92
93.938.002,00 96.612.842,00
98.428.543,00 103.168.022,00
Kalimantan 148.957.857,48
154.803.529,06 160.687.207,78
166.365.987,16 175.114.840,29
22. Sulawesi Utara
12.149.501,26 12.744.549,77
13.473.113,84 14.344.302,42
15.428.425,31 23.
Sulawesi Tengah
10.925.464,69 11.752.235,68
12.671.548,92 13.683.882,46
14.746.021,73 24.
Sulawesi Selatan
34.345.080,50 36.421.787,37
38.867.679,22 41.332.426,29
44.549.824,55 25.
Sulawesi Tenggara
7.480.180,34 8.026.856,22
8.643.330,06 9.331.719,95
10.010.586,35 26.
Gorontalo 1.891.763,26
2.027.722,84 2.175.815,19
2.339.217,51 2.520.673,36
27 Sulawesi Barat
2.922.477,60 3.120.765,24
3.321.147,32 3.567.816,14
3.872.522,88 .
Sulawesi 69.714.467,66
74.093.917,12 79.152.634,55
84.599.364,77 91.128.054,18
28. Nusa
Tenggara Barat
14.928.174,68 15.183.788,94
15.603.774,90 16.369.220,46
16.799.829,81 29.
Nusa Tenggara
Timur 9.537.095,13
9.867.308,52 10.368.504,89
10.902.404,44 11.426.425,24
30. Maluku
3.101.995,92 3.259.244,35
3.440.114,10 3.633.475,12
3.787.103,94 31.
Maluku Utara 2.128.208,25
2.236.803,64 2.359.483,02
2.501.175,13 2.650.760,09
32. Papua Barat
4.969.210,33 5.307.329,12
5.548.900,50 5.934.315,82
6.369.374,22 Papua
16.282.967,57 22.209.192,69
18.402.197,42 19.200.297,43
18.914.877,30 33.
Nusa Tenggara, Maluku Papua
50.947.651,89 58.063.667,26
55.722.974,84 58.540.888,40
59.948.370,59 Jumlah 33
Provinsi 1.604.036.087,3
1.690.311.332,78 1.777.950.133,3
1.878.738.648,3 1.983.833.965,1
Sumber : BPS, 2004-2008 Diolah.
Kinerja perekonomian Provinsi Jawa Tengah yang diukur dari PDRB secara makro menunjukkan hasil yang baik. Namun, di sisi lain masih ada hal
penting yang perlu diperhatikan dalam mengukur keberhasilan suatu perekonomian yaitu pengangguran dan kemiskinan. Masalah pengangguran dan
kemiskinan penting untuk diteliti dalam kaitannya dengan kebijakan fiskal dan desentralisasi fiskal. Jika peningkatan PDRB tidak dapat mengatasi pengangguran
dan kemiskinan maka pemerintah harus mengkaji ulang kebijakan untuk menciptakan PDRB yang menyentuh langsung kepada masyarakat. Perekonomian
bukan hanya semata-mata untuk meningkatkan PDRB, tetapi juga memberikan dampak nyata bagi masyarakat yaitu keluar dari kemiskinan dan memiliki
penghasilan yang layak untuk dapat hidup sejahtera. Pengangguran dan kemiskinan merupakan masalah mendasar yang harus
diatasi untuk mencegah dampak sosial yang lebih besar. Dampak sosial yang ditimbulkan seperti tingkat kejahatan yang terus meningkat karena orang berusaha
mencari cara untuk memenuhi kebutuhan hidup. Rasa aman masyarakat pun akan terganggu dan pada akhirnya akan menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat
kepada pemerintah. Dampak terbesar yang ditimbulkan adalah krisis politik sehingga berdampak pada kepercayaan dunia terhadap negara. Begitu besarnya
dampak yang akan ditimbulkan apabila masalah pengangguran dan kemiskinan tidak dapat diatasi mengharuskan pemerintah untuk mencari solusi terhadap kedua
masalah ini. Pada Tabel 1.2. dan Gambar 1.1., Provinsi Jawa Tengah yang memiliki
jumlah penduduk terbanyak ketiga di Indonesia setelah Provinsi Jawa Barat dan
Provinsi Jawa Timur memiliki tingkat kemiskinan paling tinggi di Pulau Jawa. Jawa Barat sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia
memiliki jumlah penduduk miskin ketiga setelah Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur. Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah memang memiliki
tren menurun, tetapi masih belum dapat mengubah posisi jumlah penduduk miskin terbanyak di Pulau Jawa.
Tabel 1.2. Perbandingan Jumlah Penduduk, Persentase Kemiskinan dan Penganguran Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur
Provinsi 2005
2006 2007
2008 2009
Jawa Tengah 32.908.850
32.177.730 32.380.279
32.626.390 32.864.563
Jawa Barat 39.960.869
40.737.594 41.483.729
42.194.869 42.693.951
Jawa Timur 36.481.779
36.390.600 36.895.571
37.094.836 37.286.246
Sumber : BPS, 2005-2009.
Sumber : BPS, 2005-2009.
Gambar 1.1. Perbandingan Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur Tahun 2005-2009
Kemiskinan akan berpengaruh pada indeks Pembangunan Manusia IPM yang meliputi pendidikan, kesehatan, dan pendapatan. Menurut penelitian dari
5 10
15 20
25
2005 2006
2007 2008
2009 Jawa Tengah
Jawa Barat Jawa Timur
Blank and Card 1993 pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat di masa kini menjadi tidak sensitif dengan kemiskinan artinya tidak mampu memberikan
dampak yang signifikan terhadap pengurangan kemiskinan. Jika dibandingkan dengan kondisi di tahun 1960an. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia masih belum
berkualitas karena belum mampu menyerap banyak tenaga kerja dan mengurangi kemiskinan. Hal ini dapat dilihat dari kesenjangan pertumbuhan sektoral yang
semakin besar antara sektor perdagangan, komunikasi dan jasa dengan sektor riil pertanian, manufaktur, pertambangan. Sektor non riil tumbuh sangat cepat dan
pertumbuhannya selalu lebih tinggi dari PDB sedangkan sektor riil yang mampu menyerap banyak tenaga kerja malah tumbuh lambat BPS, 2009.
Pengangguran merupakan pangkal persoalan terciptanya kemiskinan. Ketika individu tidak memiliki pendapatan maka tidak akan mampu untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan dari desentralisasi fiskal seharusnya mampu menyerap banyak tenaga kerja. Semakin
besar kegiatan ekonomi maka tenaga kerja yang dibutuhkan juga akan semakin besar. Pada tahun 2001 jumlah pengangguran terbuka di Provinsi Jawa Tengah
sebesar 3,70 persen, jumlahnya menurun pada awal penerapan desentralisasi fiskal. Walaupun di tahun-tahun tertentu mengalami penurunan jumlah
pengangguran, kecenderungan mengarah pada peningkatan. Pada tahun 2009 jumlah pengangguran di Jawa Tengah mencapai 7,33 persen. Tren kenaikan ini
salah satunya diakibatkan karena pertumbuhan penduduk yang tinggi sementara lapangan pekerjaan yang tersedia tidak mampu menyesuaikan dengan cepat
terhadap semakin bertambahnya angkatan kerja.
Pelaksanaan desentralisasi fiskal diharapkan lebih mendekati keinginan masyarakat dan mampu meningkatkan perekonomian daerah. Penyelenggaraan
desentralisasi fiskal diatur dalam Undang-Undang Otonomi Daerah yang terdiri dari Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan
Undang - Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan. Desentralisasi fiskal yang diatur oleh Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang pemerintahan daerah menegaskan bahwa penyerahan wewenang
pelaksanaan pemerintahan ini dilakukan dengan tujuan agar pemerintah dapat melakukan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah
daerah dapat mengembangkan perekonomian daerah sesuai dengan potensi daerah masing-masing. Penyerahan wewenang kepada pemerintah daerah juga merubah
secara fundamental tentang pengelolaan keuangan negara. Pemerintah pusat harus menyalurkan dana kepada pemerintah daerah
sebagai konsekuensi dari penyerahan wewenang tersebut. Transfer dana ke daerah dari tahun ke tahun semakin meningkat yang secara otomatis meningkatkan peran
pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan daerah. Transfer dana sebagai bentuk koordinasi keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
dikenal dengan dana perimbangan yang dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN. Dana perimbangan merupakan pendanaan daerah
yang bersumber dari APBN terdiri dari Dana Alokasi Umum DAU, Dana Alokasi Khusus DAK dan dana bagi hasil.
Pemerintah daerah diharapkan mampu mengalokasikan anggaran yang sangat besar tersebut secara bijaksana
melalui kebijakan fiskal.
Tabel 1.3. Perkembangan Dana Perimbangan Provinsi Jawa Tengah Juta Rupiah
2004 2005
2006 2007
2008 2009
DAU 9.541.771
9.951.345 14.959.952
16.334.593 17.805.526
18.183.827 DAK
208.983 295.970
895.974 1.273.938
1.647.883 1.966.734
DBHPBP 945.548
994.383 824.003
943.705 1.679.241
1.536.385
Sumber : BPS, 2004-2009.
Sumber : BPS, 2004-2009 Diolah.
Gambar 1.2. Perkembangan Dana Perimbangan Jawa Tengah Juta Rupiah,
2004-2009 Pada Tabel 1.3. dan Gambar 1.2. terlihat bahwa setiap tahun dana
perimbangan Provinsi Jawa Tengah selalu mengalami peningkatan sehingga penerimaan daerah pun terus meningkat dan dapat digunakan untuk kegiatan yang
mampu menggerakkan perekonomian daerah terutama melalui kebijakan fiskal yang sudah didesentralisasikan. Kebijakan fiskal daerah diarahkan sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan daerah masing-masing. Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan akhir desentralisasi fiskal.
Dari data-data ekonomi dan sosial yang telah diuraikan di atas, peneliti ingin meneliti hubungan pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan dari desentralisasi
fiskal di Provinsi Jawa Tengah dengan berbagai variabel ekonomi dan sosial serta
5,000,000 10,000,000
15,000,000 20,000,000
2004 2005
2006 2007
2008 2009
DAU DAK
BHPBP
bagaimana kebijakan fiskal diarahkan untuk memacu pertumbuhan sektor riil yaitu sektor pertanian yang dapat menyerap banyak tenaga kerja dan mengurangi
kemiskinan.
1.2. Perumusan Masalah