gangguan perilaku dan performance kerja seperti, terjadinya kelelahan, sering melakukan istirahat curian.
2.4.1.5 Mekanisme Terjadinya Kelelahan
Sumamur 1989 mengatakan bahwa kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan saraf pusat, terdapat sistem aktivasi dan sistem imbibisi.
Kedua sistem ini saling mengimbangi tetapi kadang-kadang salah satu dari padanya lebih dominan sesuai dengan keperluan. Sistem aktivasi bersifat
simpatis, sedangkan sistem imbibisi bersifat parasimpatis. Agar tenaga kerja berada dalam keserasian dan keseimbangan, kedua sistem tersebut harus
berada pada kondisi yang memberikan stabilitas kepada tubuh. Kelelahan adalah reaksi fungsionil dari pusat kesadaran yaitu cortex
cerebri, yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonistik yaitu: sistem penghambat inhibisi dan sistem penggerak aktivasi. Sistem penghambat terdapat dalam
thalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur. Adapun sistem penggerak terdapat
dalam formatio retikularis yang dapat merangsang pusat-pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari peralatan, dalam tubuh ke arah bekerja, berkelahi, dan
melarikan diri. Apabila sistem penghambat yang kuat, seseorang berada dalam kelelahan, sebaliknya manakala sistem aktivasi yang kuat, seseorang dalam
keadaan segar untuk bekerja.
2.4.2 Beban Kerja
Menurut Mc.Cormick dan Sanders 1993, metabolisme merupakan proses kimia yang mengubah bahan makanan menjadi dua bentuk, yaitu energi
panas dan energi mekanik. Energi panas terjadi akibat kita melakukan suatu operatoran, dan energi mekanik digunakan untuk kegiatan internal tubuh proses
pernafasan maupun pencernaan dan kegiatan eksternal seperti bekerja, berjalan maupun kegiatan lainnya.
Energi yang tersedia dalam tubuh dihasilkan melalui proses metabolisme yang terjadi di dalam sel-sel otot tubuh. Metabolisme ini berkaitan dengan
kelancaran transportasi bahan-bahan metabolik ke seluruh tubuh yang diedarkan oleh sistem transportasi tubuh. Kelancaran sistem peredaran darah ini dapat
dipantau melalui jumlah denyut jantung dan nadi per satuan waktu yang berperan layaknya pompa darah. Semakin besar kebutuhan tenaga dalam
melakukan suatu aktifitas maka akan semakin cepat pula jantung dan nadi itu berdenyut.
Beban kerja merupakan beban seseorang ketika melakukan suatu operatoran. Beban ini akan diketahui pada saat operator menanggapi kerja
dengan memberikan respon seperti denyut jantung yang tinggi atau keringat yang keluar. Kapasitas kerja manusia dibatasi dan terutama ditentukan oleh
kemampuan untuk menyediakan oksigen dan makanan yang cukup. Konsumsi energi sebesar 20 kJ per menit, termasuk energi untuk metabolisme basal
sebesar 4.2 kJ adalah nilai tetap maksimum yang dapat dihasilkan seorang pria dewasa. Pengukuran beban kerja fisik dapat dilakukan dengan memperhatikan
empat parameter fisiologis sebagai berikut Zanders 1972:
1 Suhu Tubuh
Peningkatan beban kerja akan menaikkan suhu tubuh, sehingga suhu tubuh dapat dijadikan parameter pengukuran beban kerja fisik. Pada operator
yang bekerja pada suhu udara tinggi, peningkatan suhu tubuh tidak proporsional dengan laju konsumsi O
2
, sifat ini dapat dijadikan indikasi pengukuran heat stress.
2 Konsumsi Oksigen O
2
Perubahan karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi memerlukan O
2
, dengan demikian konsumsi O
2
dapat dijadikan parameter untuk pengukuran benda kerja, dengan mengequivalenkan antara kebutuhan energi dan kebutuhan
O
2
diperoleh hubungan yang nyata antara keduanya. Konsumsi energi bersih per kegiatan dapat diukur dengan cara menguranginya dengan energi yang
diperlukan untuk metabolisme basal.
3 Laju Paru-Paru dan Frekuensi Pernafasan
Laju paru-paru dan frekuensi pernafasan seimbang dengan konsumsi O
2
, sehingga dengan mengetahui laju paru-paru dan frekuensi pernafasan dapat
dihitung besarnya konsumsi O
2
dan dapat diketahui besarnya beban kerja.
4 Denyut Jantung
Kerja jantung akan meningkat jika tubuh melakukan tenaga mekanis. Laju denyut jantung yang tinggi akan diikuti oleh konsumsi O
2
yang rendah, biasanya menunjukkan kelelahan otot, terutama untuk operatoran statis Zander 1972 dan
Sanders 1987.
Berdasarkan pengujian dengan menggunakan parameter-parameter di atas, tingkat beban kerja fisik dapat digolongkan dalam beberapa tingkat, seperti
terdapat dalam Tabel 4. Tabel 4 Tingkat beban kerja fisik yang diukur berdasarkan parameter fisiologis
Tingkat kerja Konsumsi
energi dalam 8 jam kkal
Konsumsi energi
kkalmenit Konsumsi
oksigen litermenit
Denyut jantungmenit
Isirahat 720
1.5 0.3
60-70 Sangat Ringan
768-1200 1.6-2.5
0.32-0.5 65-75
Ringan 1200-2400
2.5-5.0 0.5-1.0
75-100 Sedang
2400-3600 5.0-7.5
1.0-1.5 100-125
Berat 3600-4800
7.5-10.0 1.5-2.0
125-150 Sangat Berat
4800-6000 10.0-12.5
2.0-2.5 150-180
Luar Biasa Berat 6000
12.5 2.5
180 Sumber: American Industrial Hygiene Association dalam Mc. Cormick 1970.
Pengukuran beban kerja fisik yang termudah untuk dilakukan pada kondisi lapang adalah dengan mempergunakan pengukuran denyut jantung.
Tetapi, pengukuran ini memiliki kelemahan, karena hasil pengukuran tidak hanya dipengaruhi oleh usaha-usaha fisik, melainkan juga oleh kondisi dan tekanan
mental. Kelemahan lainnya adalah bervariasinya karakter denyut jantung pada setiap orang, dan dapat pula terjadi penyimpangan Hayashi. et al 1997.
Salah satu metode yang dipergunakan untuk kalibrasi pengukuran denyut jantung ini adalah dengan mempergunakan metode step test atau metode
langkah, selain dari sepeda ergometer. Dengan metode step test dapat diusahakan suatu selang yang pasti dari beban kerja dengan hanya mengubah
tinggi bangku step test dan intensitas langkah. Metode ini juga lebih mudah, karena dapat dilakukan dimana-mana, terutama di lapang, dibandingkan dengan
mengguanakan sepeda ergometer Hayashi. et al 1997. Menurut Hayashi. et al 1997, denyut jantung sebanding dengan
konsumsi oksigen. Beban kerja yang pasti dapat diketahui dengan mengkalibrasi antara kurva denyut jantung saat bekerja dengan beban kerja denyut jantung
yang ditetapkan sebelum bekerja metode step test. Step test mempunyai komponen pengukuran yang mudah, selalu tersedia
dimana saja dan kapan saja, sehingga dengan demikian dengan metode ini ketidakstabilan denyut jantung seseorang dapat dengan mudah dianalisa
Hayashi. et al 1997. Dengan metode ini beberapa faktor individual seperti umur, jenis kelamin, berat dan tinggi badan, harus diperhatikan sebagai faktor penting
untuk menentukan karakteristik individu yang diukur Herodian 1998.
2.4.3 Kecelakaan Kerja