Ergonomika Ergonomi Makro Perancangan Model Faktor Ergonomi Makro Terhadap Produktivitas Sistem Kerja pada Pabrik Gula

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ergonomika

Ergonomi berasal dari bahasa Yunani yang tersusun dari dua kata, yaitu ergos yang berarti kerja dan nomos yang berarti aturan atau hukum. Ergonomi didefinisikan oleh Sutalaksana 1979 sebagai suat cabang ilmu yang sitematis untuk memanfaatkan informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia dalam merancang suatu sitem kerja yang baik, efektif, aman nyaman. Menurut International Ergonomics Association IEA ergonomika dapat diartikan sebagai disiplin ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara manusia dan elemen lainnya dalam sistem yang berhubungan dengan perancangan, operatoran, produk dan lingkungan untuk mendapatkan kesesuaian antara kebutuhan, kemampuan dan keterbatasan manusia Syuaib 2003. Human factors disebut juga human engineering adalah nama lain dari ergonomika yang biasa digunakan di Amerika Utara dan sebagian Amerika Serikat. Pada dasarnya ergonomika memiliki dua tujuan penting, yaitu pertama adalah untuk menaikkan efektifitas dan efisiensi pakerjaan dan aktivias lain yang dilakukan, termasuk menaikkan kemampuan penggunaan, mengurangi kesalahan dan meningkatkan produktifitas dan yang kedua adalah untuk menaikkan keinginan tertentu manusia seperti keselamatan, kenyamanan, penerimaan pengguna, kepuasan kerja dan kualitas kehidupan, sama halnya dengan mengurangi kelelahan dan stres Fitriyani 2003. Sampai saat ini ada dua pendekatan perancangan secara ergonomi yaitu pendekatan ergonomi mikro dan ergonomi makro.

2.2 Ergonomi Mikro

Pada awal perkembangan ergonomi, para ergonom lebih memfokuskan pada perancangan sistem kerja yang menitikberatkan pada kaitan kesesuaian kemampuan manusia dengan operatorantugas yang harus diselesaikan. Pendekatan seperti ini menurut pulat 1991 adalah ciri khas dari ergonomi mikro. Tahapan proses dari pendekatan ergonomi mikro adalah sebagai berikut: 1 Identifikasi masalah. 2 Pembandingan operatorantugas dengan kemampuan manusia. Kemudian memverifikasi apakah benar-benar ada masalah dengan persoalan yang dimaksud. 3 Pengembangan solusi alternatif, mencakup solusi teknis dan administratif. 4 Memilih solusi terbaik. 5 Mengimplementasi solusi. 6 Melakukan tindak lanjut follow up. Dari tahapan di atas terlihat bahwa interaksi di luar lingkungan fisik hanya diperhatikan pada saat implementasi dan tindak lanjut. Pendekatan ini yang nantinya diubah dalam ergonomi makro. Pengukuran mikro ergonomik meliputi pencahyaan, suhu udara, kelembaban udara, kebisingan dan getaran.

2.2.1 Kebisingan

Bunyi atau suara didefinisiakan sebagai serangkaian gelombang yang merambat dari suatu sumber getar sebagai akibat perubahan kerapatan dan juga tekanan udara. Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki termasuk bunyi yang tidak beraturan dan bunyi yang dikeluarkan oleh transportasi dan industri sehingga mengganggu dan membahayakan kesehatan Wilson 1989. Bunyi dikatakan bising apabila menggangu pembicaraan, membahayakan pendengaran dan mengurangi efektifitas kerja. Woodson 1981, telah meneliti pengaruh kebisingan terhadap prestasi manusia, meskipun kebisingan dibawah 90 dB tidak menimbulkan ancaman terhadap telinga manusia, tetapi kebisingan dapat menurunkan prestasi kerja dan ganguan. Tabel 1 memperlihatkan dampak dari kebisingan tersebut. Tabel 1 Effek kebisingan dibawah 85 dB Tingkat Kebisingan dB Effek atau akibat 80 Kesulitan untuk berkomunikasi 75 Berbicara dengan keras bila saling berkomunikasi 70 Level tertinggi untuk berkomunikasi 65 Level tertinggi yang dapat diterima untuk lingkungan bising 60 Level yang diterima untuk kondisi siang hari 55 Level tertinggi untuk lingkungan tenang 50 Level yang diterima orang-orang yang menginginkan ketenagan 40 Sangat baik untuk berkonsentrasi 30 Level kebisingan terendah Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan di lingkungan kerja menurut Sumamur 1988 adalah: 1 Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas steady state, wide band noise misalnya, mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar dan lain-lain. 2 Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit steasy state, narrow band noise misalnya, gergaji sirkuler, katup gas,dan lain-lain. 3 Kebisingan terputus-putus intermitten misalnya, lalu lintas, pesawat terbang di lapangan udara, dan lain-lain. 4 Kebisingan impulsif impact atau impulsif noise misalnya, pukulan tukul, tembakan bedil atau meriam, ledakan dan lain-lain. 5 Kebisingan impulsif berulang misalnya, mesin tempa di perusahan. Kebisingan yang terjadi dalam pabrik dapat mengganggu kinerja operator dan pada taraf yang buruk dapat menyebabkan ketulian. Pada lingkungan kerja, kebisingan yang terjadi tidak boleh menimbulkan kerugian bagi operator yang ada. Untuk menghindari hal tersebut, maka perlu dilakukan perancangan lingkungan kerja yang nyaman. Ada dua hal yang menentukan kualitas bunyi, yaitu: a Frekuensi Frekuensi adalah jumlah gelombang lengkap yang merambat persatuan waktu cps = cycle per second, yang disebut Hertz. Bunyi yang dapat diterima oleh telinga manusia biasanya mempunyai batas frekuensi antara 20-20000 Hz. Apabila kurang dari 20 Hz maka disebut infrasound dan bila lebih dari 20000 Hz disebut ultrasound dan tidak dapat didengar oleh telinga manusia. b Intensitas bunyi diartikan sebagai daya fisik penerapan bunyi. Kuantitas intensitas bunyi tergantung jarak dari kekuatan sumber bunyi yang menyebabkan getaran, semakin besar daya intensitas maka intensitas bunyi semakin tinggi. Lama mendengar ditentukan oleh beban bising, yaitu jumlah perbandingan antara waktu mendengar pada tingkat bising bersangkutan, seperti pada Tabel 2. Tabel 2 Beberapa standar nilai ambang batas kebisingan dan lama kerja kontinyu yang diperkenankan Intensitas dB Waktu kerja jam ISO OSHA Indonesia MENAKER 85 90 85 8 ... 92 87.5 6 88 95 90 4 ... 97 92.5 3 91 100 95 2 94 105 100 1 97 110 105 0.5 100 115 110 0.25 Sumber Sudirman 1992 dalam Wijaya A 2005 Perhitungan lama mendengar yang diizinkan dapat dihitung dengan menggunakan beberapa standar, diantaranya adalah The U.S. Department of Defense standard standar DOD dan Occuptional Safety and Health Administration standard standar OSHA. Rumus yang digunakan pada pada kedua standar adalah: DOD jam Waktu L 4 84 2 8 − = ............................................. 1 OSHA jam Waktu L 5 90 2 8 − = .............................................. 2 Dimana : L = intensitas kebisingan dB Untuk meminimalisasi efek kebisingan yang ditimbulkan terhadap kesehatan manusia, upaya pengendalian kebisingan diantaranya sebagai berikut: Pengendalian keteknikan, yaitu memodifikasi peralatan penyebab kebisingan, modifikasi proses dan modifikasi lingkungan dimana peralatan dan proses tersebut berjalan. Pengendalian sumber kebisingan, yang dilakukan dengan subtitusi antar mesin, proses dan material terutama penambahan penggunaan spesifikasi kebisingan pada peralatan baru. Perlindungan diri, yaitu dengan menggunakan sumbat telinga Alat-alat tersebut dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar 20 - 30 dB.

2.2.2 Suhu dan Kelembaban

Sudah merupakan suatu kondisi umum bahwa di area pabrik dimana aktivitas mesin berjalan sepanjang hari akan menghasilkan panas yang cukup tinggi di lingkungan sekitar. Suhu kerja adalah suhu lingkungan tempat kerja yang merupakan kombinasi suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerak dan suhu radiasi. Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara dinyatakan dalam dan sangat dipengaruhi oleh temperatur udara Dalam bekerja diperlukan suhu lingkungan yang baik, misalnya ditempat kita bekerja ditanami pohon-pohonan agar memberikan rasa sejuk bagi operator. Seorang operator dalam melakukan kegiatannya sebaiknya dalam keadaan suhu badan yang normal agar konsentrasi operatorannya tidak tergangganggu. Berdasarkan penelitian suhu optimum kerja daerah tropis di Indonesia antara 24 - 26 °C. Suhu konstan den gan sedikit fluktuasi di sekitar 37 °C terdapat di bagian dalam otak, jantung, dan o rgan bagian dalam suhu inti. Suhu inti yang konstan diperlukan agar alat-alat itu dapat berfungsi normal, sedang perubahan yang menyolok tidak baik karena tidak akan sesuai dengan kehidupan makhluk yang berdarah panas Sulistyadi dan Susanty 2003. Menurut Sulistyadi 2003 kelembaban relative normal pada saat bekerja antara 50-70.

2.2.3 Pencahayaan

Menurut Susanty 2003, ada tiga aspek penting tentang pencahayaan yaitu kekuatan, arah datang dan jenis cahaya. Kesalahan sering dilakukan karena pemahaman yang tidak benar yaitu semakin terang berarti semakin baik. Pada kenyataannya kekuatan cahaya yang berlebihan akan cepat melelahkan mata sebagaimana halnya pencahayaan yang kurang: mata akan silau akibat pantulan cahaya yang terlampau kuat, dan bekerja berat bila cahaya tak mencukupi. Jumlah pencahayaan yang dibutuhkan pada berbagai aktivitas terdapat pada Tabel 3. Tabel 3 Pemandu untuk illuminasi Kebutuhan illuminasi Hasil operatoran Jenis operatoran 80- 170 170 – 350 350 – 700 1000 - 10 000 Tidak cermat Agak cermat CermatTeliti Amat Teliti Melihat Memasang Mambaca, menggambar Mencocokkan Illuminasi didefinsikan sebagai “kepadatan density sinar yang mengalir dari sebuah sumber cahaya sumber energi radian”. Satuan internasional yang dipakai adalah ‘lux” ialah banyaknya cahaya yang menerpa sebuah bidang 1 lux = 1 lm m -2 . Selain itu sering dipakai satuan lumen lm dan candel Cd. Kecerahan luminance merupakan ukuran dari sebuah permukaan yang memancarkan sinar atau yang memantulkan sinar dan surnber cahaya. Pencahayaan sangat mempengaruhi kemampuan manusia untuk melihat obyek secara jelas, cepat, tanpa menimbulkan kesalahan. Kebutuhan akan pencahayaan yang baik akan makin diperlukan pada saat mengerjakan suatu operatoran yang memerlukan ketelitian pada penglihatan. Kemampuan mata untuk dapat melihat obyek dengan jelas ditentukan oleh ukuran obyek, derajat kontras diantara obyek dan sekelilingnya, luminensi brigntness dan lama kegiatan melihat. Arah yang salah dari datangnya cahaya dapat menyebabkan silau sehingga menimbulkan bayangan pada permukaan pandang. Keadaan bayangan dapat ditentukan oleh jenis cahaya. Cahaya lampu pijar menimbulkan bayangan yang tajam, berbeda dengan lampu neon, sementara itu jenis lampu dapat berperan dalam mencitrakan warna.

2.2.4 Getaran

Getaran mekanis merupaka getaran yang ditimbulkan oleh alat mekanis. Besarnya getaran sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1 Intensitas 2 Frekuensi, dan 3 Lamanya getaran Getaran tersebut dapat menyebabkan tergangunya konsentrasi kerja, mempercepat proses kelelahan dan menyebabkan gangguan pada anggota tubuh seperti: mata, telinga, syaraf, otot dan lain-lain Sulistyadi 2003. Menurut Bridger 2003, getaran dengan frekwensi antara 4-8 Hz sangat berbahaya. Menurut ISO ISO 2631-1 1985, getaran dengan percepatan lebih besar dari 0.32 ms 2 dapat menimbulkan efek yang sangat serius bagi kesehatan seperti kesulitan dalam menulis atau minum, sulit bicara dan pandangan mata kabur.

2.3 Ergonomi Makro

Hendrick 1987, 2002 menyampaikan suatu pendekatan perancangan sistem kerja yang dikaitkan dengan struktur organisasi, interaksi manusia dan organisasi serta aspek motivasi dalam operatoran. Pendekatan ini dikenal dengan Macro Ergonomics. Di dalam sistem industri, pendekatan ini disebut juga dengan Organizational Design OD dan digunakan dalam perancangan struktur organisasi dan hubungan antar komponen struktur tersebut. Dalam paper yang berjudul “Macro Ergonomics : A Concep Whose Time Has Come”, Hendrick menyampaikan bahwa ada 3 urutan generasi pengembangan. Generasi pertama adalah ergonomi yang memfokuskan pada perancangan tugas secara spesifik, kelompok kerja, hubungan manusia-mesin, termasuk display, pengaturan ruang kerja, lingkungan fisik kerja. Penelitian ergonomi dalam tahap ini diarahkan pada antropometri dan karakteristik fisik manusia dan implikasinya dalam perancangan alat. Menurut IEA, definisi ergonomi generasi pertama ini disebut Physical Ergonomics. Generasi kedua menitikberatkan pada peningkatan perhatian faktor kognitif kerja yang direfleksikan dalam perancangan sistem. Model pengembangan yang ditekankan adalah user-system interface technology. Pengembangan egonomi di era kedua ini menjadi dasar pada pengembangan selanjutnya karena sudah mulai banyak menyentuh masalah sistem teknologi. Pendekatan yang serupa ini di Amerika Serikat disebut juga Human Faktor Engineering. Menurut IEA, hal ini disebut dengan Cognitive Ergonomics. Generasi ketiga yang menurut IEA disebut dengan Organizational Ergonomics, lebih menitikberatkan pada perancangan sistem secara makro, optimisasi sistem kerja dalam kaitannya dengan perilaku organisasi dan psikologi organisasi. Model pengembangan yang ditekankan adalah organization-machine interface technology. Pendekatan ini disebut dengan ergonomi makro, dimana dalam proses perancangan dilakukan penilaian terhadap organisasi dari atas ke bawah menggunakan pendekatan sistem sosio-teknik. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa perancangan level komponen atomistik spesifik tidak dapat dilakukan secara efektif tanpa diawali dengan membuat keputusan ilmiah tentang keseluruhan organisasi , termasuk bagaimana hal tersebut nantinya akan diatur. 2.4 Beban Kerja, Kelelahan dan Kecelakaan Kerja 2.4.1 Kelelahan