1
I. PENDAHULUAN
Indonesia mempunyai potensi dan peluang di sektor perikanan dalam usaha meraih devisa yang lebih besar di sektor non migas. Nila merupakan salah
satu komoditas penting budi daya perikanan air tawar di Indonesia. Kementrian Kelautan dan Perikanan 2010 menargetkan produksi ikan nila tahun ini
sebanyak 850.000 ton, jumlah tersebut naik sekitar 329 dari tahun 2009 ke- tahun 2014 yaitu sebanyak 378.300 ton pada tahun 2009 dan 1.242.900 ton pada
tahun 2014. Permintaan ikan nila relatif besar, ditunjukkan dengan hasil panen yang
hampir semuanya terserap oleh pasar. Pemintaan tersebut baik untuk memenuhi pasar domestik maupun pasar ekspor. Pada pasar domestik, permintaan ikan nila
semakin meningkat seiring dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat mengkonsumsi ikan sebagai sumber protein hewani. Berdasarkan KKP 2010,
kebutuhan pasar dalam negeri untuk ikan nila umumnya berukuran dibawah 500 gramekor, dengan harga berkisar antara Rp. 11.000-15.000kg untuk wilayah
Jawa dan Sumatera, sedangkan untuk wilayah timur Indonesia mencapai Rp. 20.000-30.000kg.
Dari banyak strain ikan nila, nila BEST mempunyai ketahanan terhadap penyakit 140 lebih tinggi dibandingkan dengan nila lokal, memiliki daya tahan
dan tumbuh baik pada media salinitas serta memiliki rata-rata pertumbuhan badan yang lebih tinggi Gustiano dan Arifin 2010. Ikan nila BEST merupakan ikan
nila dari varietas ikan nila baru yang dikembangkan dari generasi ke-6 nila GIFT hasil evaluasi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar BRPBAT dalam kurun
waktu 2004-2008 dan dilakukan di instansi penelitian Cijeruk. Menurut Handisoeparjo 1982, transportasi ikan adalah usaha menempatkan ikan pada
lingkungan baru yang berbeda dengan lingkungan asalnya disertai dengan perubahan-perubahan sifat lingkungan yang relatif sangat mendadak dan
mengancam kehidupan ikan. Transportasi ikan hidup terbagi dalam dua cara, yaitu sistem basah dan sistem kering. Transportasi sistem basah menuntut media yang
sama dengan tempat hidup ikan sebelumnya yaitu air dan oksigen. Transportasi
2 ikan dengan jarak yang jauh dan lama waktu lebih dari 24 jam dari daerah
penyebaran produksi ikan nila, baik pemijahan, pendederan, dan pembesaran, membutuhkan transportasi ikan dengan sistem tertutup. Transportasi ikan
terutama untuk benih ikan biasanya dilakukan dengan menggunakan kepadatan yang tinggi untuk mengefisienkan biaya. Dengan melihat latar belakang tersebut,
diperlukan suatu kajian tentang metode transportasi ikan secara tertutup untuk meningkatkan survival rate sebagai upaya memperoleh keuntungan pada
penjualan ke luar pulau. Permasalahan yang sering dihadapi oleh petani Indonesia dalam pengiriman benih ikan nila adalah tingkat kelangsungan hidup yang rendah
akibat perubahan kualitas air selama transportasi, antara lain tingginya kadar CO
2
, akumulasi amoniak dan rendahnya O
2
. Oleh karena itu diperlukan teknologi transportasi yang mampu mengangkut ikan sebanyak mungkin dengan kematian
sedikit mungkin. Untuk itu diperlukan teknologi yang sesuai dan tepat dengan tuntutan komoditi dan kondisi wilayah menggunakan sumberdaya lokal dan
perbaikan teknologi Suparno et al., 1994. Amoniak yang beracun bagi ikan dapat diatasi dengan cara menurunkan
laju metabolisme ikan sehingga laju ekskresi amoniak menurun. Salah satu usaha yang dilakukan untuk menetralisir amoniak adalah dengan cara menambahkan
zeolit dan karbon aktif di dalam media transportasi Ghozali 2007. Zeolit mempunyai kemampuan menyerap ion NH4
+
yaitu penukar ion NH4
+
dengan Ca
+
, Na
+
atau ion-ion lainnya Fishman dan Mumpton 1997 dalam Supendi 2006 sehingga dapat menetralkan racun hasil metabolisme dan berperan sebagai
penyerap CO
2
. Karbon aktif merupakan suatu bentuk karbon yang mempunyai sifat adsorbtif terhadap suatu larutan, gas, atau uap.
Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yaitu penambahan kombinasi zeolit dan karbon aktif yang dilakukan oleh Ghozali 2007 sebanyak
20 gLpada transportasi ikan maanvis dan penggunaan karbon aktif 10 gL pada transportasi ikan coridoras oleh Ardianti 2007. Penelitian lebih lanjut mengenai
penambahan zeolit dan karbon aktif dilakukan kembali oleh Ghozali 2010 yaitu penggunaan zeolit 20 gL, karbon aktif 10 gL, dan garam 4 gLmenghasilkan
kelangsungan hidup ikan SR 89 pada transportasi ikan maanvis ukuran 2 gekor dengan kepadatan 40 ekorL selama 120 jam. Penelitian penambahan kadar
3 garam juga telah dilakukan oleh Mira 2012 pada transportasi benih ikan Gurame
dengan kepadatan 50 ekorL selama 72 jam yang mengandung zeolit 20 gL, karbon aktif 10 gL dan kadar garam sebesar 4 gL menghasilkan SR 86.
Penentuan kepadatan optimum benih ikan nila BEST ukuran 2-3 cm telah dilakukan oleh Handayani 2012 pada kepadatan optimum 700 ekorL
menghasilkan SR 79 dengan lama waktu transportasi 16 jam. Penelitian ini dilakukan untuk memperbaiki teknologi yang sudah
dilakukan dari penelitian Handayani 2012, dengan menambah lama waktu transportasi menjadi 24 jam dan adanya penambahan kadar garam. Dosis garam
yang ditambahkan dalam penelitian ini diharapkan dapat meminimalisir kematian benih ikan nila BEST dengan kepadatan 700 ekorL. Penambahan garam dalam
media transportasi bertujuan untuk menurunkan ketidakseimbangan tekanan osmotik yang disebabkan perbedaan kadar mineral antara air dan cairan tubuh
ikan. Keseimbangan konsentrasi kadar darah dan jaringan tubuh lain akan terjaga karena diduga garam yang ditambahkan dalam media akan membebaskan
kelebihan air di insang, sehingga amoniak dan nitrat dalam darah akan terangsang pelepasannya Mahbub 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan zeolit 20 gL dan karbon aktif 10 gL dalam mempertahankan kelayakan kualitas air pada
transportasi ikan tertutup dengan lama waktu 24 jam dan penambahan kadar garam yang berbeda yaitu 4 gL, 8gL, 12 gL, dan 20 gL sehingga dapat
meminimalisir tingkat kematian ikan nila BEST pada kepadatan 700 ekorL dan kematian ikan pascatransportasi.
4
II. METODOLOGI