Latar Belakang Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Premenstrual Syndrome (PMS) pada Remaja Puteri di SMP Negeri 3 Berastagi
mengalami rasa tidak nyaman. Mereka biasanya merasakan satu atau beberapa gejala yang disebut sebagai gabungan dari gejala fisik atau fisiologis yang biasanya
terjadi mulai beberapa hari sampai satu minggu sebelum haid dan menghilang setelah haid datang atau istilah populernya adalah Premenstrual Syndrome Mitayani, 2009.
Premenstrual Syndrome PMS merupakan masalah kesehatan umum yang paling banyak dilaporkan oleh wanita usia reproduktif. Menurut BKKBN Badan
Kesejahteraan Keluarga Berencana Nasional tahun 2005, Wanita Usia Subur Wanita usia Reproduktif adalah wanita yang berumur 18 – 49 tahun yang berstatus
belum kawin, kawin ataupun janda. Terdapat fakta yang mengungkapkan bahwa sebagian remaja mengalami gejala–gejala yang sama dan kekuatan Premenstrual
Syndrome PMS yang sama sebagaimana yang dialami oleh wanita yang lebih tua Freeman, 2007.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pelayanan Kesehatan Ramah Remaja PKRR di bawah naungan WHO tahun 2005 menyebutkan bahwa
permasalahan wanita di Indonesia adalah seputar permasalahan mengenai gangguan menstruasi 38,45, masalah gizi yang berhubungan dengan anemia 20,3,
gangguan belajar 19,7, gangguan psikologis 0,7, serta masalah kegemukan 0,5 Setiasih, 2007.
Penelitian yang dilakukan oleh Corney dan Stanton tahun 1991 mengatakan bahwa ada perbedaan tingkat prevalensi antara negara Barat dengan negara Asia,
seperti Indonesia kejadian PMS sangat rendah antara 23-24 sedangkan negara Barat seperti Inggris dan Yugoslavia lebih tinggi tingkat prevalensinya yaitu 71-
73. Dilaporkan dari negara-negara Barat, gejala-gejala perubahan emosional telah dialami oleh 88 wanita, sementara gejala fisik ada 69 Wijaya, 2008.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh American College of Obstetricians and Gynecologist bahwa sedikitnya 85 dari wanita menstruasi
mengalami minimal satu dari gejala Premenstrual Syndrome PMS dan umumnya terjadi pada wanita usia 14 – 50 tahun dengan gejala yang bervariasi dan berubah –
ubah pada tiap wanita dari bulan ke bulan Saryono, 2009. Berdasarkan penelitian Setyarini 2010, menemukan adanya hubungan
antara status gizi dengan kejadian Premenstrual Syndrome PMS dengan menggunakan desain penelitian analitik cross sectional dengan menggunakan data
primer. Jumlah sampel 186 responden diambil secara ranom sampling. Hasil analisa menggunakan Uji M
ann Whitney dengan taraf signifikan α = 0,05. Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa sebagian besar Premenstrual Syndrome PMS
dialami oleh responden yang mempunyai status gizi kurang dengan nilai p = 0,011. Tingginya masalah Premenstrual Syndrome PMS pada remaja akan
berdampak pada produktivitasnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Gejala – gejala fisik, psikologis dan emosional yang sering dialami atau dilaporkan adalah
rasa kembung, pembengkakan dan nyeri payudara, ketegangan, depresi, mood yang berubah-ubah dan perasaan lepas kendali Glasier, 2006. Penyebab Premenstrual
Syndrome belum dapat diketahui secara pasti. Namun ada beberapa teori yang menyebutkan bahwa Premenstrual Syndrome PMS disebabkan salah satunya oleh
faktor status gizi wanita. Penyebab lain adalah akibat ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesterone, faktor kejiwaan, masalah sosial, dan gangguan fungsi
serotonin Karyadi, 2008. Banyak persoalan yang dihadapi para remaja berkaitan dengan masalah gizi
yang sehubungan dengan perkembangan untuk mencapai kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Masalah-masalah gizi dan kesehatan yang dihadapi
3
remaja tersebut saling berkaitan dengan satu sama lain dan diperlukan penanganan yang terpadu dan menyeluruh Khomsan, 2003.
Seorang siswi kadang kala mengalami stress dalam menjalani kegiatan proses pembelajaran yang dapat berpengaruh pada kondisi kesehatannya dan konsentrasi
belajarnya Mulyono, 2002. Faktor stress juga dapat memperberat gangguan Premenstrual Syndrome Wikipedia, 2009. Disamping itu, kondisi sosial ekonomi
yang berbeda antara masing-masing individu dapat mencerminkan keteraturan dan jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari yang pada akhirnya akan menunjukkan
asupan zat gizi secara spesifik. Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di SMP Negeri
3 Berastagi tanggal 19 Desember 2011 pada 20 siswi yang sudah menstruasi terdapat 15 siswi 75 mengalami premenstrual syndrome PMS dengan keluhan yang
berbeda - beda. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi Premenstrual
Syndrome PMS non farmakologik yaitu dengan merubah pola nutrisi yang memiliki efek yang bermakna, karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Abraham 2009, dengan penambahan nutrisi tertentu disertai perubahan pola makan 1-2 minggu menjelang menstruasi dapat mengurangi gejala PMS. Nutrisi yang
dianjurkan bagi penderita PMS adalah diet rendah lemak dan garam, mengandung protein, vitamin, mineral, Vitamin B, vitamin C, vitamin E, Ca, Mg, dan Zn yang
seimbang serta perbanyak makan buah, sayur dan serat tinggi. Dengan perubahan pola makan tersebut sehingga gejala Pre-menstrual syndrome PMS bisa berkurang
dan tidak perlu lagi obat-obatan.
4
Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Premenstrual Syndrome PMS
pada Remaja Puteri di SMP Negeri 3 Berastagi.