Bentuk Perjanjian Kredit dan Kredit Bermasalah 1. Bentuk Perjanjian Kredit

b. Jenis-jenis Perjanjian Kredit

Secara yuridis ada dua jenis perjanjian atau pengikatan kredit yang digunakan bank dalam memberikan kreditnya yaitu : 1. Perjanjianpengikatan kredit di bawah tangan atau akta di bawah tangan, yaitu perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang dibuat hanya di antara mereka kreditur dan debitur tanpa notaris. Dalam akta perjanjian kredit ini, saksi turut serta membubuhkan tanda tangannya, karena saksi merupakan salah satu alat pembuktian dalam perkara perdata. 2. Perjanjianpengikatan kredit yang dibuat oleh dan di hadapan notaris notariil atau akta otentik, yaitu perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang hanya dibuat oleh atau dihadapan notaris. 89

D. Bentuk Perjanjian Kredit dan Kredit Bermasalah 1. Bentuk Perjanjian Kredit

Mengenai bagaimana bentuk perjanjian kredit itu dibuat, tidak diatur dalam KUHPerdata maupun UU Perbankan. Apakah harus dibuat dalam bentuk tertulis atau cukup dengan bentuk lisan saja, maka harus melihat bagaimana perjanjian kredit di dalam praktek. 89 Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi Offset, Yokyakarta, tahun 2000, hal. 31. Universitas Sumatera Utara Bila dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan pada umumnya menggunakan bentuk perjanjian baku standard contract. 90 “yang dimaksud dengan perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh pasal-pasal sudah dibakukan dalam pemakaiannya dan pada dasarnya tidak ada peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Yang belum dibakukan hanyalah beberapa hal saja, misalnya yang menyangkut barang, jenis, harga, jumlah, warna, tempat, waktu dan beberapa hal lain yang spesifik dari objek yang diperjanjikan. Dengan kata lain yang dibakukan bukan formulir perjanjian tersebut tetapi ketentuan pasal”. Artinya, perjanjiannya telah disediakan oleh bank dalam bentuk blanko, sedangkan debiturnya tinggal mempelajari dan memahaminya dengan baik. Kelemahan dari perjanjian ini, jika dilihat dari sudut debitur adalah debitur tinggal memilih salah satu pilihan dari dua pilihan yakni menerima atau menolak, tanpa adanya kemungkinan melakukan negosiasi atau tawar menawar dengan bank. Dalam hal ini debitur tidak dapat berbuat banyak dalam mengahadapi kreditur karena perjanjian baku telah ditentukan oleh bank. Adapun menurut Munir Fuady mengutip pendapat Sutan Remy, mengemukakan bahwa: 91 Berdasarkan ketentuan UU Perbankan tidak menentukan bentuk perjanjian kredit bank, berati pemberian kredir bank dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan. Dalam praktek perbankan, guna mengamankan pemberian kredit atau pembiayaan, umumnya perjanjian kreditnya dituangkan dalam bentuk tertulis dan dalam perjanjian baku Standard Contract. Perjanjian kredit bank bisa dibuat dibawah tangan dan bisa secara notariil. Menurut Rachmadi Usman, mengenai bentuk perjanjian kredit adalah : 92 90 Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, hal 112-113 91 Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, Citra Adytia Bhakti, Bandung Tahun 1999, hal 41 92 Rachmadi Usman,, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hal 263 Universitas Sumatera Utara Sedangkan Menurut Muhammad Djumhana : Dalam praktek, bentuk dan materi perjanjian kredit antara satu pihak dengan bank yang lainnya tidaklah sama, disesuaikan dengan kebutuhannya masing-masing. Dengan demikian perjanjian kredit tersebut tidak mempunyai bentuk tertentu, hanya saja dalam praktek ada banyak hal yang biasanya dipakai dalam perjanjian kredit. Misalnya berupa definisi istilah-istilah yang dipakai dalam perjanjian terutama dalam perjanjian kredit dengan pihak asing atau dikenal dengan loan agreement. 93

2. Kredit Bermasalah

Dari uraian di atas tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa syarat formal dari suatu kontrak baku tersebut harus dibuat secara tertulis dan dengan sendirinya tidak mungkin suatu perjanjian kontrak baku dibuat secara lisan Membahas masalah kredit, tidak lepas dari pembicaraan mengenai kredit bermasalah non performing loan. Kredit bermasalah selalu ada dalam kegiatan perkreditan bank, karena bank tidak mungkin menghindarkan adanya kredit bermasalah. Sepandai apapun para analis kredit dalam menganalisis permohonan kredit, tetap saja ada kemungkinan kredit tersebut bermasalah. Itulah sebabnya adalah hal yang wajar jika setiap bank memiliki kredit bermasalah. Tetapi sungguhpun demikian, tidak semua kredit bermasalah itu adalah kredit macet. Suatu kedit bermasalah yang tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan kemacetan kredit atau umum disebut sebagai kredit macet. 94 Terjadinya kemacetan dalam pengembalian kredit mungkin saja disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian dari pihak bank sendiri atau dari pihak nasabah, ataupun oleh karena keadaan memaksa force majeur. Bank hanya berusaha menekan seminimal 93 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2000, hal 386 94 Reimond F, Penanganan Kredit Bermasalah, Blokspot, 2008, hal 1 Universitas Sumatera Utara mungkin besarnya kredit bermasalah agar tidak melebihi ketentuan Bank Indonesia sebagai pengawas perbankan. Salah satu fungsi kredit yang terpenting adalah fungsi kontrol agar supaya jangan sampai kredit yang diberikan tidak digunakan sesuai dengan peruntukkannya. menurut Surat Edaran Bank Indonesia 1998 2312BPPP, Tanggal 28 Februari 1991, sebagaimana telah dirubah dengan Surat Edaran Bank Indon No. 31147KEPRir Tanggal 2 November 1998 dan telah diubah berdasarkan Praturan Bank Indonesia Nomor 46PBI Tanggal 6 September 2002 dan diubah kembali berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 72PBI 2005, kredit berdasarkan kolektibilitasnya dapat dibedakan menjadi sebagai berikut: a. Kredit Lancar, yaitu suatu kredit yang memenuhi kriteria sebagai berikut : 1 pembayaran angsuran pokok danatau bunga tepat waktu 2 memiliki mutasi rekening yang aktif; atau 3 bagian kredit yang dijamin dengan agunan tunai. b. Kredit kurang lancar, yaitu kredit yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1 terdapat tunggakan angsuran pokok danatau bunga yang telah melampaui 90 hari; dan 2 sering terjadi cerukan; atau 3 frekuensi mutasi relatif rentah; atau 4 terjadi pelanggaran kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari; atau 5 terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur; atau 6 dokumen pinjaman yang lemah. Universitas Sumatera Utara c. Kredit yang diragukan, yaitu kredit yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1 terdapat tunggakan angsuran pokok danatau bunga yang telah melampaui 180 hari; atau 2 sering terjadi cerukan yang bersifat hermanen; atau 3 terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau 4 terjadi kapitalisasi bunga; atau 5 dokumen hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan. d. Kredit macet, yaitu kredit yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1 terdapat tunggakan angsuran pokok danatau bunga yang telah melampuai 270 hari; atau 2 kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau 3 dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar. 95 3. Penanganan Kredit Bermasalah Pada Umumnya Dalam hal terjadinya kredit bermasalah, bank akan melakukan tindakantindakan penyelamatan kredit. Tindakan penyelamatan kredit ini umumnya dilaksanakan dengan tiga treatment, yaitu : Rescheduling, Reconditioning dan Restructuring. 96 95 Thomas Suyatno, Dasar-dasar Perkreditan, edisi keempat, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Tahun 2003, hal 53-55 96 Reimond F, Penanganan Kredit Bermasalah, Blokspot, Op.Cit, 2008, hal 1 Universitas Sumatera Utara Recheduling adalah tindakan penyelamatan terhadap kredit bermasalah dengan jalan merubah jangka waktu kredit, misalnya dengan jalan memperpanjang jangka waktu kredit dan atau memperpanjang jangka waktu angsuran kredit. Reconditioning adalah tindakan penyelamatan kredit dengan jalan memberikan keringanan atas persyaratan-persyaratan kredit, misalnya dengan merekapitalisasi bunga tertunggak, penundaan pembayaran bunga sampai pada waktu tertentu grace period, penurunan suku bunga, pembebasan bunga ataupun pengkonversian kredit dengan jangka waktu pendek menjadi jangka waktu panjang. Sedangkan restructuring adalah tindakan penyelamatan kredit dengan melakukan perubahan struktur kredit setelah lebih dahulu melakukan analisa atas keadaan permodalan debitur. Tindakan-tindakannya dapat berupa penambahan jumlah kredit injection dan atau merubah struktur kredit misalnya dari kredit modal kerja menjadi kredit angsuran. 97 Apabila upaya-upaya penyelamatan kredit seperti telah dikemukakan diatas tidak berhasil, maka penanganan atau upaya penagihan kredit yang terakhir adalah dengan melihat jaminan sebagai second way-out second source of repayment. Dalam hal ini akan dilakukan upaya hukum eksekusi atas jaminan, yang tindakan hukumnya tergantung daripada jenis dan macam jaminan yang diserahkan oleh debitur atau penjaminnya. Prakteknya, eksekusi atas jaminan dijadikan upaya bank yang paling akhir dilakukan, hanya apabila upaya-upaya penyelamatan kredit tidak berhasil. 98 97 Ibid 98 Ibid Universitas Sumatera Utara

E. Deposito Sebagai Jaminan Kredit