Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT.Bank Mandiri (Persero), Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe

(1)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN KREDIT

DENGAN JAMINAN DEPOSITO PADA PT. BANK MANDIRI

(PERSERO), Tbk KANTOR CABANG LHOKSEUMAWE

TESIS

Oleh

RINA NIZARDI

067011126/MKn

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNI VERSI TAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

Rina Nizardi : Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT.Bank Mandiri (Persero), Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe, 2009


(2)

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan

Dalam Program Studi Kenotariatan Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH :

RINA NIZARDI

067011126/M.Kn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNI VERSI TAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

Rina Nizardi : Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT.Bank Mandiri (Persero), Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe, 2009


(3)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Sanwani Nasution, SH Anggota :1. Dr. Sunarmi, SH, MHum

2. Dr.T.Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Prof.Dr.Budiman Ginting, SH, Mhum 4. Hj. Chairani Bustami, SH, SpN, M.Kn

Rina Nizardi : Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT.Bank Mandiri (Persero), Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe, 2009


(4)

Nomor Pokok : 067011126 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Sanwani Nasution, SH) Ketua

(Dr. Sunarmi, SH, MHum) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof.Dr. Muhammad Yamin,SH, MS,CN) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B,MSc)

Tanggal lulus : 23 Februari 2009

Rina Nizardi : Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT.Bank Mandiri (Persero), Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe, 2009


(5)

menggunakan prinsip 5’C (Capital, Capacity, Character, Collateral dan Condition

oh Economic). Namun dalam pemberian kredit, prinsip Collateral (jaminan)-lah yang

paling penting dalam usaha pengembalian dana kredit tersebut. Salah satu benda yang paling disukai oleh Bank sebagai jaminan kredit adalah Deposito karena merupakan Cash Collateral. Dalam hal pengikatan deposito adapun berdasarkan ketentuan Pasal 1152 dan 1153 KUH Perdata, deposito dapat di jaminkan dengan gadai.

Selanjutnya dalam praktek perbankan juga dikenal dengan cessie, sehingga dalam hal ini depositopun dapat di jaminkan dengan cessie. Dari lembaga-lembaga jaminan tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk menganalisa kualitas dari lembaga jaminan-jaminan tersebut dalam pengikatan deposito tersebut terutama dalam hal perlindungan kreditur, sebagai pihak yang membutuhkan pengembalian dana pinjaman tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut diatas maka peneliti berminat untuk melakukan penelitian sesuai dengan latar belakang tersebut, dengan judul penelitian ini adalah Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT. BANK MANDIRI (Persero) Tbk, Kantor Cabang Lhokseumawe. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian hukum normatif (yuridis-normatif) atau disebut juga penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.

Adapun lembaga jaminan kebendaan yang paling effektif/effisien dalam pengikatan Deposito tersebut, yaitu dengan jaminan Gadai karena deposito termasuk benda bergerak yang tak berwujud sehingga dengan jaminan gadai dan kuasa mencairkan sudah cukup kekuatan hukumnya bagi kreditur (Bank) karena deposito tersebut berada dalam kekuasaan kreditur, sehingga mudah untuk dicairkan apabila debitur ingkar janji. Untuk pengikatan kredit dengan jaminan deposito dilakukan dengan membuka deposito dan rekening tabungan untuk pembebanan bunganya, debitur harus membuat Surat Permohonan Kredit dan memberitahukan jaminannya adalah deposito, kemudian bagian Unit Pemasaran Kredit menyiapkan Perjanjian Kredit (PK), Perjanjian Gadai Deposito, dan Surat Kuasa mencairkan Deposito, dan dalam jangka waktu 1 (satu) atau 2 (dua) hari kredit dengan jaminan deposito akan segera cair. Terhadap kredit yang bermasalah PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe tetap akan mencairkan deposito jaminan untuk melunasi kredit yang bermasalah, dengan ketentuan jika kredit tertunggak selama 14 hari dan untuk pencairan tersebut debitur telah diberikan Surat Peringatan 1 sampai dengan 3 terlebih dahulu untuk melunasi tunggakannya.

Kata Kunci : Deposito, Jaminan Gadai.

Rina Nizardi : Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT.Bank Mandiri (Persero), Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe, 2009


(6)

Collateral and Condition oh Economic). But in [gift/ giving] of credit, principal Collateral ( guarantee) most importantly in effort the credit retunr of fund. One of object which very taken a fancy by Bank as credit guarantee is Deposito by is Cash Collateral. In the case of cordage of deposit as for based on rule of Section of 1152 and 1153 KUH, Perdata, deposit earn in vouching for pawn.

Hereinafter in practice banking also recognized with cessie, so that in this case depositopun earn in vouching for cessie. From above mentioned guarantees institutes, hence researcher interest for analysing quality from the guarantees institute in the cordage of deposits especially in the case of protection of creditors, as the side of requiring the loan retunr of fund. Relate to the mentioned superior hence researcher hanker to do research as according to reasoning of the, with this research title is Analysis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT. SELF-SUPPORTING BANK ( Persero) Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe.

This research done with method of research of law normatif ( yuridis-normatif) or called as also research of bibliography law, that is research of law which done by the way of checking secondary data or book material.

As for materialism guarantee institute which most effektif/effisien in cordage of Deposito, that is with Pawn guarantee because deposit cum movable goods which do not form so that with pawn guarantee and have the power to liquefy have been is enough of the legal force for creditor ( Bank) because the deposit stay in power of creditor, so that easy to be liquefied if debitor break a promise. For cordage of credit with deposit guarantee done with opening saving account and deposit for encumbering of the flower, debitor have to make Credit letter of intention and advise the guarantee is deposit, then part of Unit Pemasaran Kredit prepare Credit Agreement ( PK), Deposit pledge agreement, and Letter Of Attorney liquefy Deposito, and within 1 ( one) or 2 ( two) day credit with deposit guarantee would soon melted. To credit having problem PT. Bank Mandiri ( Persero) Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe will remain liquefy guarantee deposit for paying credit having problem, with rule if credit was delayed payment during 14 day and the liquefaction of debitor have been given by Memoranda of 1 up to 3 beforehand to pay the arrears. Keyword : Deposit, Guarantee Mortaged.

Rina Nizardi : Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT.Bank Mandiri (Persero), Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe, 2009


(7)

terpanjat puja dan puji, dan tak lupa pula junjungan besar kepada Nabi besar Muhammad SAW, disampaikan shalawat & salam, mudah-mudahan selalu diberikan rahmat & ridhanya serta kekuatan kepada kita semua karena dengan rahmat dan berkatnya jualah saya dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul : Analisis Yuridis

Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero) Cabang Lhokseumawe.

Tesis ini disusun guna memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-2 pada Program Study Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara. Peneliti menyadari bahwa masih terdapat kekurangan-kekurangan dalam tesis ini, baik dalam substansi maupun sistematis penyajiannya. Untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaannya lebih lanjut.

Dalam proses perkuliahan hingga pada penyusunan tesisn ini, peneliti telah banyak menerima dukungan moriil maupun materiil dari berbagai pihak, untuk itu melalui kesempatan ini perkenankanlah peneliti mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah mendukung peneliti dalam studi selama ini. Teristimewa, ucapan terima kasih dan penghargaan ini peneliti sampaikan secara khusus kepada, yang terhormat Bapak Prof. Sanwani Nasution, S.H, selaku Ketua Tim Pembimbing, Ibu Dr. Sunarmi, S.H, M.Hum dan

Rina Nizardi : Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT.Bank Mandiri (Persero), Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe, 2009


(8)

Dr. Budiman Ginting, S.H, MHum, selaku Panitia Penguji Tesis.

Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga peneliti sampaikan kepada :

1. Bapak Prof.dr.Chairuddin P. Lubis, DTM&H,Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan Program Magister Kenotarian pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof.Dr.Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof.Dr.Muhammad Yamin, S.H, MS,CN, dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, S.H, CN, MHum, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak-bapak dan Ibu-ibu guru besar dan staf pengajar di antaranya Bapak Prof.Dr.M.Solly Lubis,S.H, Prof. Dr. Runtung Sitepu,S.H,MHum, Drs. Bastari,MM, Notaris Safnil Gani,S.H, M.Hum, Notaris Syahril Sofyan, S.H, MKn dll, serta para karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara di antaranya Ibu Fatimah, S.H, Mbak Sari, Mbak Lisa, Mbak Afni, Mbak Winda, Mas Aldi dan Mas Rizal dll, yang telah banyak membantu dalam penulisan ini dari awal hingga selesai.

Rina Nizardi : Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT.Bank Mandiri (Persero), Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe, 2009


(9)

pikiran serta mengikatkan dikala lupa kepada peneliti untuk menyelesaikan penulisan Tesis ini dalam rangka untuk menyesaikan studi.

Secara khusus peneliti menghanturkan sembah dan sujud dan ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Suami tercinta H. Dody Rahmatsyach, Amd, bersama anak kami yang tersayang : Clara Audiva Balqisyach, yang telah setia dan penuh pengertian atas keterpisahannya selama studi, tekun berdoa dan selalu memotivasi peneliti untuk menyelesaikan studi.

2. Ayahanda H. Nizardi Mahmud, dan Ibunda Hj. Raimah Abdurrahman yang telah bersusah payah melahirkan, membesarkan dengan penuh pengorbanan, kesabaran, ketulusan dan kasih sayang serta Adik-adikku tersayang Hj.Dessy Nizardi,S.H beserta suami Drh.H.Zulfitriadi, Hendra Dody,ST beserta istri Putriana SP, dr. Zulfahmi, dan Tria Diana Lestari, Ayah dan Ibu Mertua yang telah banyak mengsupport dan memotivasi sehingga peneliti dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Dengan kerendahan hati, peneliti berharap kiranya tesis ini dapat menjadi masukkan yang bermanfaat bagi PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk dan atau kepada siapa saja yang membutuhkan informasi sehubungan dengan materi tesis ini.

Rina Nizardi : Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT.Bank Mandiri (Persero), Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe, 2009


(10)

Hormat Saya, Peneliti,

Hj. RINA NIZARDI,S.H

NIM : 067011126

Rina Nizardi : Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT.Bank Mandiri (Persero), Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe, 2009


(11)

Nama : Rina Nizardi, SH Tempat Tanggal Lahir : Lhokseumawe, 30 Juni 1977

II. ORANG TUA/SUAMI DAN ANAK

Nama Ayah : H. Nizardi Mahmud

Nama Ibu : Hj. Raimah Abdurrahman

Nama Suami : H. Dody Rachmatsyach, Amd

Nama Anak : Clara Audiva Balqisyach

III. PEKERJAAN

Wiraswasta

IV. PENDIDIKAN

1. SD : SD Negeri Kampung Jawa Lama Lhokseumawe 2. SMP : SMP Negeri 1 Lhokseumawe

3. SMA : SMA Negeri 1 Lhokseumawe

4. S – 1 : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 5. S – 2 : SPs USU Program Magister Kenotariatan (M.Kn)

Rina Nizardi : Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT.Bank Mandiri (Persero), Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe, 2009


(12)

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... vii

DAFTAR ISI... viii

BAB I PENDAHULUAN………. 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan... 13

C. Tujuan Penelitian... 14

D. Manfaat Penelitian... 14

E. Keaslian Penelitian ... 15

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 16

1. Kerangka Teori... 16

2. Konsepsi... ... . 45

G. Metodologi Penelitian ... 47

BAB II DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT……… . 53

A. Tinjauan Tentang Jaminan ... 53

B. Tinjauan Tentang Deposito ... 59

C. Lembaga Jaminan Kredit Deposito... 67

Rina Nizardi : Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT.Bank Mandiri (Persero), Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe, 2009


(13)

DENGAN JAMINAN DEPOSITO PADA PT. BANK

MANDIRI (Persero) Tbk………..… 84

A. Gambaran Umum PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk.... 84

B. Tinjauan Kredit dan Perjanjian Kredit Bank...………… 87

C. Jaminan Kredit dengan deposito...….. 106

D. Pelaksanaan Pengikatan Kredit dengan Jaminan Deposito.... 107

BAB IV PENYELESAIAN PENCAIRAN KREDIT DENGAN JAMINAN DEPOSITO………... 111

A. Kelebihan Dan Kelemahan Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito ... 111

B. Permasalahan Yang Terjadi Dalam Penggunaan Deposito Sebagai Jaminan Kredit... 115

C Penyelesaian Pencairan Kredit Dengan Jaminan Deposito... 119

D Upaya-Upaya Yang Dilakukan Oleh Bank Dalam Pencairan Kredit... ... 120

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 128

A. Kesimpulan ... 128

B. Saran... 129

DAFTAR PUSTAKA... 130

Rina Nizardi : Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT.Bank Mandiri (Persero), Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe, 2009


(14)

terpanjat puja dan puji, dan tak lupa pula junjungan besar kepada Nabi besar Muhammad SAW, disampaikan shalawat & salam, mudah-mudahan selalu diberikan rahmat & ridhanya serta kekuatan kepada kita semua karena dengan rahmat dan berkatnya jualah saya dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul : Analisis Yuridis

Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero) Cabang Lhokseumawe.

Tesis ini disusun guna memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-2 pada Program Study Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara. Peneliti menyadari bahwa masih terdapat kekurangan-kekurangan dalam tesis ini, baik dalam substansi maupun sistematis penyajiannya. Untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaannya lebih lanjut.

Dalam proses perkuliahan hingga pada penyusunan tesisn ini, peneliti telah banyak menerima dukungan moriil maupun materiil dari berbagai pihak, untuk itu melalui kesempatan ini perkenankanlah peneliti mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah mendukung peneliti dalam studi selama ini. Teristimewa, ucapan terima kasih dan penghargaan ini peneliti sampaikan secara khusus kepada, yang terhormat Bapak Prof. Sanwani Nasution, S.H, selaku Ketua Tim Pembimbing, Ibu Dr. Sunarmi, S.H, M.Hum dan

Rina Nizardi : Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT.Bank Mandiri (Persero), Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe, 2009


(15)

DR. Budiman Ginting, S.H, MHum, selaku Panitia Penguji Tesis.

Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga peneliti sampaikan kepada :

6. Bapak Prof.dr.Chairuddin P. Lubis, DTM&H,Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan Program Magister Kenotarian pada Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Prof.DR.Ir. Chairunnisa B, MSc, selaku Direktris Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Prof.DR.Muhammad Yamin, S.H, MS,CN, dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, S.H, CN, MHum, selaku Ketua dan ekretaris Program Study Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

9. Bapak-bapak dan Ibu-ibu guru besar dan staf pengajar di antaranya Bapak Prof.DR.M.Solly Lubis,S.H, Prof. Dr. Runtung Sitepu,S.H,MHum, Drs. Bastari,MM, Notaris Safnil Gani,S.H, M.Hum, Notaris Syahril Sofyan, S.H, MKn dll, serta para karyawan pada Program Study Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara di antaranya Ibu Fatimah, S.H, Mbak Sari, Mbak Lisa, Mbak Afni, Mbak Winda, Mas Aldi dan Mas Rizal dll, yang telah banyak membantu dalam penulisan ini dari awal hingga selesai.

Rina Nizardi : Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT.Bank Mandiri (Persero), Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe, 2009


(16)

pikiran serta mengikatkan dikala lupa kepada peneliti untuk menyelesaikan penulisan Tesis ini dalam rangka untuk menyesaikan studi.

Secara khusus peneliti menghanturkan sembah dan sujud dan ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

11.Suami tercinta H. Dody Rahmatsyach, Amd, bersama anak kami yang tersayang : Clara Audiva Balqisyach, yang telah setia dan penuh pengertian atas keterpisahannya selama studi, tekun berdoa dan selalu memotivasi peneliti untuk menyelesaikan studi.

12.Ayahanda H. Nizardi Mahmud, dan Ibunda Hj. Raimah Abdurrahman yang telah bersusah payah melahirkan, membesarkan dengan penuh pengorbanan, kesabaran, ketulusan dan kasih sayang serta Adik-adikku tersayang Hj.Dessy Nizardi,S.H beserta suami Drh.H.Zulfitriadi, Hendra Dody,ST beserta istri Putriana SP, dr. Zulfahmi, dan Tria Diana Lestari, Ayah dan Ibu Mertua yang telah banyak mengsupport dan memotivasi sehingga peneliti dapat menyelesaikan pendidikan di Program Study Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

Dengan kerendahan hati, peneliti berharap kiranya tesis ini dapat menjadi masukkan yang bermanfaat bagi PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk dan atau kepada siapa saja yang membutuhkan informasi sehubungan dengan materi tesis ini.

Rina Nizardi : Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT.Bank Mandiri (Persero), Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe, 2009


(17)

Hormat Saya, Peneliti,

Hj. RINA NIZARDI,S.H

NIM : 067011126

Rina Nizardi : Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT.Bank Mandiri (Persero), Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe, 2009


(18)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... vii

DAFTAR ISI... viii

BAB I PENDAHULUAN………. 1

H. Latar Belakang ... 1

I. Permasalahan... 13

J. Tujuan Penelitian... 14

K. Manfaat Penelitian... 14

L. Keaslian Penelitian ... 15

M. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 15

1. Kerangka Teori... 15

2. Konsepsi... ... . 45

N. Metodologi Penelitian ... 46

BAB II DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT……… . 53

D. Tinjauan Tentang Jaminan ... 53

E. Tinjauan Tentang Deposito ... 59

F. Lembaga Jaminan Kredit Deposito... 67

Rina Nizardi : Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT.Bank Mandiri (Persero), Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe, 2009


(19)

DENGAN JAMINAN DEPOSITO PADA PT. BANK

MANDIRI (Persero) Tbk………..… 84

B. Gambaran Umum PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk.... 84

B. Tinjauan Kredit dan Perjanjian Kredit Bank...………… 87

C. Jaminan Kredit dengan deposito...….. 105

D. Pelaksanaan Pengikatan Kredit dengan Jaminan Deposito.... 106

BAB IV PENYELESAIAN PENCAIRAN KREDIT DENGAN JAMINAN DEPOSITO………... 111

B. Kelebihan Dan Kelemahan Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito ... 111

B. Permasalahan Yang Terjadi Dalam Penggunaan Deposito Sebagai Jaminan Kredit... 115

C Penyelesaian Pencairan Kredit Dengan Jaminan Deposito... 119

D Upaya-Upaya Yang Dilakukan Oleh Bank Dalam Pencairan Kredit... ... 120

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 127

C. Kesimpulan ... 127

D. Saran... 129

DAFTAR PUSTAKA... 130 LAMPIRAN

Rina Nizardi : Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT.Bank Mandiri (Persero), Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe, 2009


(20)

Rina Nizardi : Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT.Bank Mandiri (Persero), Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe, 2009

USU Repository © 2008

A. Latar Belakang

Tujuan Nasional sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang diwujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaraan Negara dilaksanakan dalam pembangunan nasional dalam segala aspek kehidupan bangsa.1 Karakter pembangunan baik arah dan langkah maupun cara manusia memanfaatkannya terutama ditentukan oleh bagaimana suatu Negara mengelola investasi sumber dayanya.2 Artinya keberhasilan negara dalam melaksanakan pembangunan terutama tergantung pada keberhasilan mengelola sumber dayanya secara optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh umat manusia.

Walaupun pembangunan dilaksanakan di segala aspek kehidupan, namun pembangunan ekonomi merupakan pendorong yang sangat besar untuk kemajuan dalam bidang-bidang lain dalam keseluruhan hidup bangsa dan negara. Pembangunan ekonomi adalah usaha mentransformasikan kehidupan jutaan manusia di seluruh dunia yang sedang berkembang.3

Pembangunan ekonomi berkaitan erat dengan dana, artinya setiap melaksanakan pembangunan diperlukan dana bagi kelangsungan pembangunan

1

Indonesia, Ketetapan Majelis Permusyawatan Rakyat, 1999 - 2004 2

Warren C. Baum & Staokes M. Tolbert, Investasi Dalam Pembangunan Pelajaran Dari Pengalaman Bank Dunia, Grafindo Persada, Jakarta, 1988, hal 5

3


(21)

tersebut. Begitu pula bagi pelaku usaha, baik perseorangan ataupun badan usaha, dalam melaksanakan pembangunan, atau kegiatan usaha akan memerlukan dana yang tidak sedikit, dalam arti jumlahnya melebihi dana yang dimilikinya.

Menurut Remy Sjahdeini, dana merupakan ‘darah’ bagi pelaku usaha dalam melakukan kegiatan usahanya. Ibarat manusia yang tidak mungkin hidup tanpa darah, pelaku usaha juga akan ‘mati’ tanpa dana.4 Dana untuk usaha mula-mula berasal dari modal (equity) perusahaan/ perseorangan pelaku usaha itu sendiri, dan karena tidak mencukupi maka perlu dicarikan penambahan dana, antara lain dengan cara memperoleh pinjaman atau utang (loan).

Adapun dalam hal ini yang dimaksud dengan pihak yang meminjam dana adalah debitur dan yang memberikan pinjaman dana disebut kreditur, sedangkan fasilitas pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh Bank atau badan lain disebut kredit.5

Bagi masyarakat, perorangan atau badan usaha yang berusaha meningkatkan kebutuhan komsumtif atau produktif sangat membutuhkan pendanaan dari Bank sebagai salah satu sumber dana yang di antaranya dalam bentuk perkreditan, agar mampu mencukupi dalam mendukung peningkatan usahanya. Mengingat pentingnya kedudukan dana perkreditan dalam proses pembangunan, sudah semestinya jika

4

Sutan Remy Sjahdeini, “Hak Jaminan dan Kepailitan,” dalam Transaksi Berjamin (Secured Transaction) Hak Tanggungan dan Jaminan Fiducia dikumpulkan oleh Arie S.Hutagalung, UI, Jakarta 2006, hal 641

5

Hermansyah, “Hukum Perbankan Nasional Indonesia”, Ed.Rev. Cetakan 3, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2007, hal57


(22)

pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat agar dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan sebagai upaya mengantisipasi timbulnya resiko bagi kreditur pada masa yang akan datang. Untuk usaha tersebut dapat menggunakan jasa Perbankan.

Jasa perbankan pada umumnya terbagi atas dua tujuan. Pertama, sebagai penyedia mekanisme dan alat pembayaran yang efesien bagi nasabah. Untuk ini, bank menyediakan uang tunai, tabungan, dan kartu kredit. Ini adalah peran bank yang paling penting dalam kehidupan ekonomi. Tanpa adanya penyediaan alat pembayaran yang efesien ini, maka barang hanya dapat di perdagangkan dengan cara

barter yang memakan waktu. Kedua, dengan menerima tabungan dari nasabah dan

meminjamkannya kepada pihak yang membutuhkan dana, berarti bank meningkatkan arus dana untuk investasi dan pemanfaatan yang lebih produktif. Bila peran ini berjalan dengan baik, ekonomi suatu negara akan meningkat. Tanpa adanya arus dana ini, uang hanya berdiam di saku seseorang, orang tidak dapat memperoleh pinjaman dan bisnis tidak dapat dibangun karena mereka tidak memiliki dana pinjaman.6

Peranan lembaga perbankan yang sangat strategis ini terus ditata dan diperbaiki dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, yang kemudian direvisi dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998

6

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, 6th Ed, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal 20


(23)

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (untuk selanjutnya disebut UU Perbankan). Undang-Undang ini memberikan landasan yuridis yang lebih luas dan jelas mempertegas jangkauan pelayanan Bank terhadap segala lapisan masyarakat.

Pengertian Bank, menurut Pasal 1 angka (2) UU Perbankan mendefinisikan bahwa bank merupakan “Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannnya pada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.7 Dari pengertian tersebut maka sebagai lembaga kepercayaan masyarakat, pada umumnya Bank berfungsi, sebagai berikut :

1. menerima berbagai bentuk simpanan dari masyarakat;

2. memberikan kredit, baik bersumber dari dana yang diterima dari masyarakat maupun berdasarkan atas kemampuannya untuk menciptakan tenaga beli baru; 3. memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.8

Fungsi Bank sebagaimana disebutkan di atas dapat dikatagorikan menjadi 2 (dua), yaitu sebagai fungsi perantara (intermediation role) adalah penyediaan kemudahan untuk aliran dana dari mereka yang mempunyai dana nganggur atau kelebihan dana selaku penabung (saver) atau pemberi pinjaman (lender) kepada mereka yang memerlukan atau kekurangan dana untuk memenuhi berbagai kepentingan selaku peminjam (borrower), dan sebagai fungsi transmisi (transmission

7

Ketut Rindjin, Pengantar Dan Lembaga Keuangan Bukan Bank,Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hal 14

8


(24)

role) adalah berkaitan dengan peranan Bank dalam lalu lintas pembayaran dan

peredaran uang dengan menciptakan intrumen keuangan, seperti penciptaan uang kartal oleh Bank Central, uang giral yang dapat diambil atau dipindahtangankan dengan menggunakan cek atau bilyet giro.9

Dalam menjalankan kegiatan usahanya di bidang penyaluran kredit, Bank di hadapkan pada permasalahan resiko yaitu : resiko pengembalian kredit sehubungan dengan adanya jangka waktu antara pencairan kredit dengan pembayaran kembali. Ini berarti bahwa semakin lama jangka waktu kredit semakin tinggi pula resiko kredit tersebut. Oleh karena itu dalam menghadapi resiko tersebut, Pasal 2 UU Perbankan mengamanatkan suatu prinsip agar pihak perbankan dalam melakukan kegiatan usahanya harus berazaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip ekonomi kehati-hatian ( Frudential Banking Principle).

Prinsip tersebut merupakan salah satu perwujudan dari prinsip kepercayaan dalam suatu pemberian kredit. Sebelum memberikan pinjaman kepada debitur, pihak kreditur melakukan beberapa langkah atau disebut juga sebagai prosedur pemberian kredit yaitu dengan melakukan pengumpulan informasi, penilaian (analisis) kredit, keputusan kredit, pelaksanaan (pencairan kredit).10

Lebih lanjut dalam Pasal 8 ayat (1) UU Perbankan menyebutkan bahwa : “Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur

9

Ibid, hal 15-16 10


(25)

untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan di maksud sesuai dengan yang diperjanjikan.”11

Jelas ketentuan Pasal tersebut mengarahkan bahwa Bank perlu unsur pengamanan dalam pengembalian kredit sebelum kredit diberikan kepada debitur. Adapun unsur pengaman (safety) adalah salah satu prinsip dasar dalam peminjaman kredit selain unsur keserasian (suitability) dan keuntungan (profitability).12

Pemberian pinjaman (kredit) merupakan salah satu layanan yang sangat banyak menarik minat masyarakat dan menjadi andalan suatu Bank. Karena itu tidak heran jika ada yang mengatakan kredit usaha merupakan jantung Bank. Saat ini masyarakat, baik individu maupun badan/kelompok usaha sudah tidak ragu lagi untuk meminjam uang ke Bank, untuk memenuhi segala kebutuhan hidup atau memperlancar usaha. Mereka menganggap Bank lebih aman bila dibandingkan harus pergi ke rentenir misalnya, seperti yang dulu umum terjadi pada masyarakat kita. Melihat respon yang terjadi Bank-Bank pun tidak tinggal diam, mereka memberikan dan menambahkan fasilitas-fasilitas dan janji-janji yang menarik agar banyak mayarakat meminjam (kredit) ke mereka.

Sebelum memberikan kredit Bank juga harus memperoleh keyakinan dan melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, jaminan, dan prospek usaha dari calon debitur. Menurut UU Perbankan bahwa dalam memberikan kredit Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis

11

Direktorat Hukum Bank Indonesia, Undang-Undang Perbankan, Jakarta, 1998, hal 14 12

Muchdarsyah Sinungan, Dasar-dasar dan Teknik Management Kredit, Jakarta, Bina Aksara, 1989, hal 4


(26)

yang mendalam atas itikad baik dan kemampuan debitur serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan hutang dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.13

Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh R. Tjiptoadinugroho bahwa “Inti sari dari kredit sebenarnya adalah kepercayaan, suatu unsur yang harus dipegang sebagai benang merah melintasi falsafah perkreditan dalam arti sebenarnya, bagaimanapun bentuk, macam dan ragamnya dan dari manapun asalnya serta kepada siapapun diberikannya”.14 Falsafah kredit yang berlandaskan pada kepercayaan dapat dilihat pada contoh kredit-kredit antara negara dan bangsa yang dilaksanakan dalam jumlah yang besar dan jangka waktu yang panjang.15

Banyak Bank pada umumnya mengalami kesulitan dengan adanya tunggakan kredit, artinya uang yang dipinjamkan mengalami kemacetan dalam penagihan, atau lazim disebut orang sebagai kredit bermasalah. Walaupun hal ini bukan barang baru di dunia bisnis perbankan, namun apabila tidak ditangani secara professional, kredit tersebut (terutama yang berjumlah besar) akan membawa dampak yang merugikan, baik bagi Bank yang sedang menghadapinya maupun kehidupan ekonomi bangsa. Oleh karena kredit adalah bagian terbesar dari aktiva produktif setiap Bank Umum, maka sebuah Bank yang dirongrong oleh kredit bermasalah dalam jumlah besar pasti akan mengalami berbagai kesulitan operasional. Kesehatan Bank yang

13

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, 2003, hal 141 14

R. Tjiptoadinugroho, Perbankan Masalah Perkreditan Penghayatan, Analisis dan penuntutan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1994, hal 14

15


(27)

bersangkutan di mata Bank Sentral juga akan bernilai rendah. Apabila jumlah Bank bermasalah di suatu negara cukup besar dan pemerintah tidak mampu mengatasi problem itu dengan baik, para nasabah Bank di negara itu dapat kejangkitan penyakit kurang percaya kepada Bank. Mereka dapat berbondong-bondong menarik kembali dana yang mereka titipkan. Akibat selanjutnya kelancaran usaha bisnis perbankan dan perkembangan ekonomi negara tersebut akan terganggu. Oleh sebab itu debitur harus memberikan jaminan guna kelancaran terhadap proses pemberian kredit,walaupun pada kenyataannya kadang tidak sesuai dengan harapan.

Dalam praktek, Bank di dalam memberikan kredit selalu meminta barang jaminan, apakah jaminan tersebut barang bergerak ataupun barang tidak bergerak. Hal ini sangat tergantung dari nilai kredit yang diminta, dan biasanya Bank hanya akan memberikan kredit sebesar 60 % sampai 70 % dari nilai jaminan yang diberikan.16

Ada dua pertimbangan yang setidaknya menjadi prasyarat utama untuk sesuatu benda dapat diterima sebagai jaminan, yaitu :

1. Secured, artinya benda jaminan kredit dapat diadakan pengikatan secara yuridis

formal, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan. Jika di kemudian hari terjadi wanprestasi dari debitur, maka bank memiliki kekuatan yuridis untuk melakukan tindakan eksekusi.

2. Marketable, artinya benda jaminan tersebut bila hendak dieksekusi dapat segera

16


(28)

dijual dan diuangkan untuk melunasi seluruh kewajiban debitur. 17

Dalam praktek, dimintanya jaminan oleh Bank karena bank memperhitungkan kemungkinan kegagalan kredit yang bisa saja disebabkan oleh faktor di luar dugaan itu sendiri, adapun gunanya jaminan tersebut adalah untuk menghindarkan kerugian bagi Bank atas kemungkinan kegagalan-kegagalan kredit. Dan jaminan yang sering diterima oleh kreditur (Bank) bukan hanya milik debitur itu sendiri tetapi juga bisa milik pihak ke tiga yang atas kemauannya sendiri menyerahkan secara tegas harta kekayaannya untuk menjamin kredit dari debitur.

Oleh karena itu jaminan merupakan benteng terakhir bagi keselamatan kredit, maka atas semua barang-barang yang diajukan dalam permohonan kredit sebagai jaminan harus diteliti terlebih dahulu oleh Bank baik dari segi yuridis maupun fisiknya, sehingga akan terjaminnya kegiatan hukum pengikatan dan taksirannya yang tepat dan cukup atas hasil terjualnya untuk melunasi jumlah kewajibannya apabila penerima fasilitas kredit tersebut ingkar janji dan tidak menyelesaikan kewajibannya sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan.

Mengingat bahwa agunan atau jaminan merupakan salah satu unsur dalam pemberian kredit yang sangat penting dan sebagai sarana perlindungan bagi keamanan kreditur untuk adanya kepastian atas pelunasan utang debitur, atau untuk pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur, maka meskipun berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur untuk

17

Johanes Ibrahim, Cros Default dan cross collateral sebagai upaya penyelesian kredit bermasalah, Refika Aditama, Bandung, 2004, hal 71


(29)

mengembalikan utangnya, akan tetapi jaminan tambahan masih tetap diminta oleh pihak Bank.18

Untuk memberi landasan yuridis bagi kreditur dalam melaksanakan hak dan kekuasaan atas barang jaminan yang diserahkan oleh debitur atau penjamin debitur, maka atas barang jaminan tersebut terlebih dahulu dilakukan pengikatan menurut hukum yang berlaku, misalnya dengan pengikatan Hipotik, Hak Tanggungan, Fidusia, Gadai atau dengan Jaminan Perorangan (Personal Guarantee) dan Jaminan Perusahaan (Coorporate Guarantee).

Adapun salah satu jaminan yang di inginkan oleh Bank adalah deposito, karena dengan kata lain deposito merupakan tabungan yang dapat dicairkan bila telah jatuh tempo. Namun apabila waktu pencairan deposito tersebut belum terjadi, sementara deposan tersebut memerlukan dana dan meminjam kredit kepada Bank, maka deposito dapat di jadikan jaminan untuk pelunasan utang yang timbul dari perjanjian kredit tersebut.

Dari uraian tersebut di atas, maka deposito dapat di golongkan sebagai “benda bergerak”, oleh sebab merupakan “perikatan-perikatan dan tuntutan-tuntutan mengenai jumlah-jumlah uang yang dapat ditagih atau yang mengenai benda-benda bergerak”.19 Oleh karena itu, deposito dapat juga disebut sebagai piutang, yaitu

18

Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah & Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Atas Pemisahan Horizontal ( Suatu Konsep Dalam Menyongsong Lahirnya Lembaga Hak Tanggungan ), Citra Aditya Bakti bandung, Bandung, 1996, hal 233

19

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet.25, Pradnya Paramita, Jakarta , 1992, Ps. 511 angka 3


(30)

merupakan hak untuk menerima pembayaran.20 Dalam hal ini deposan berhak atas pembayaran sejumlah dana yang tertera dalam surat deposito tersebut beserta bunganya.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata di kenal 3 (tiga) jenis piutang, yaitu:

1. Piutang atas bawa yaitu penyerahannya dilakukan dengan menyerahkan surat piutang tersebut

2. Piutang atas tunjuk yaitu penyerahannya dilakukan dengan diserahkannya surat piutang tersebut disertai endosmennya.

3. Piutang atas nama yaitu penyerahannya dilakukan dengan membuat suatu akta otentik atau di bawah tangan.21

dalam hal ini maka deposito merupakan piutang atas nama karena tidak termasuk pada piutang atas bawa dan piutang atas tunjuk.22

Bank mengklasifikasikan deposito sebagai jaminan pokok, karena memiliki tingkat kepastian nominal yang sudah pasti dan likuiditasnyapun paling likuid di bandingkan dengan jaminan-jaminan kredit lainnya, sehingga dapat di katakan bahwa pemberian kredit dengan jaminan deposito memberikan tingkat keamanan yang sangat tinggi dan pasti bagi kreditur. Apalagi jika deposito tersebut keberadaannya (penempatannya) berada di Bank pemberi kredit.

20

Indonesia, Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia, UU 42 tahun 1999, Ps. 1 angka 3 21

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Op.cit., Ps 613 22


(31)

Selain karena sifatnya yang sangat likuid tersebut, dari sudut debitur, faktor pendorong deposito diserahkan sebagai jaminan kredit, adalah pertimbangan proses permohonan dan approval kredit serta biaya bila dibandingkan dengan kredit dalam bentuk jaminan selain deposito yaitu di mana proses permohonan dan approval kreditnya sangat cepat dan tidak berbelit-belit. Demikian juga dengan biaya, dalam kredit dengan jaminan deposito, biaya kredit yang dikeluarkan oleh debitur dapat ditekan sedemikian rupa, sehingga bisa jauh lebih murah dibandingkan dengan kredit umum dengan jaminan lainnya. Hal ini disebabkan karena 2 (dua) hal, yaitu:

a. seluruh pengikatan kredit dan jaminannya cukup dilakukan secara dibawah tangan;

b. karena kepentingan kreditur yang tidak mau kehilangan bisnis dari sisi pendanaan, yaitu dengan penempatan depositonya di Bank yang sama dengan kreditur, maka bagi kreditur, deposito jaminan ini juga membawa keutungan tersendiri sebagai bagian dari pemenuhan target pengumpulan dana-dana pihak ketiga. Oleh karena itu, jika memungkinkan, jaminan inilah yang dimintakan Bank kepada calon debitur untuk diserahkan. 23

Dalam hal pengikatan deposito adapun berdasarkan ketentuan Pasal 1152 dan 1153 KUH Perdata, deposito dapat di jaminkan dengan gadai. Selanjutnya dalam praktek perbankan juga dikenal dengan cessie, yaitu lembaga jaminan bagi piutang

23

Wawacara dengan Bapak Dedy Effendy Aiyub, Jabatan : Relationship Manager (RM), PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe, Tanggal 4 Juli 2008


(32)

atas nama dan benda-benda tidak bertubuh lainnya, sehingga dalam hal ini depositopun dapat di jaminkan dengan cessie.

Dari lembaga-lembaga jaminan tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk menganalisa kualitas dari lembaga jaminan-jaminan tersebut dalam pengikatan deposito tersebut terutama dalam hal perlindungan kreditur, sebagai pihak yang membutuhkan pengembalian dana pinjaman tersebut dan peneliti melihat bahwa dengan mudah dan cepatnya proses persetujuan dan pencairan kredit dengan Jaminan deposito itu, dalam banyak kasus justru menjadi salah satu sumber permasalahan hukum tersendiri bagi bank, karena debitur yang memberikan deposito sebagai jaminan tersebut, umumnya adalah debitur yang secara financial kuat, sehingga memiliki bargaining position di mata perbankan.

Berdasarkan uraian di atas maka Peneliti memilih judul “ ANALISIS

YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN DEPOSITO PADA PT. BANK MANDIRI (PERSERO), Tbk KANTOR CABANG LHOKSEUMAWE”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan fokus kepada permasalahan-permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah lembaga jaminan dalam pengikatan deposito sebagai jaminan kredit?


(33)

2. Bagaimanakah pelaksanaan pengikatan deposito yang dijadikan sebagai jaminan kredit pada PT. Bank Mandiri ?

3. Bagaimanakah upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Mandiri dalam penyelesaian pencairan kredit dengan jaminan deposito?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu kepada judul dan permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui lembaga jaminan dalam pengikatan deposito sebagai jaminan kredit.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan pengikatan deposito yang dijadikan sebagai jaminan kredit pada PT. Bank Mandiri.

3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Mandiri dalam penyelesaian pencairan kredit dengan jaminan deposito.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Hasil Penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya di dalam bidang hukum perbankan dan di bidang hukum


(34)

jaminan yang menyangkut dalam hal proses pemberian kredit dengan jaminan deposito.

2. Secara Praktis

Bahwa penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan dalam bidang hukum perbankan dan bidang hukum jaminan, bagi praktisi hukum, serta profesi hukum lainnya, dan juga untuk menjadi bahan diskusi tentang kredit dengan jaminan deposito, serta sebagai bahan acuan bagi peneliti lain yang tertarik pada tema yang sama.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi yang di dapat dari penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara penelitian dengan judul “ Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe, belum pernah ditemukan judul atau penelitian tentang judul penelitian di atas sebelumnya. Dengan demikian bahwa penelitian ini adalah asli, untuk itu peneliti dapat mempertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.


(35)

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Sebelum peneliti mengetahui kegunaan dari kerangka teori, maka peneliti perlu mengetahui terlebih dahulu mengenai arti teori. Teori merupakan generalisasi yang dicapai setelah mengadakan pengujian dan hasilnya menyangkut ruang lingkup dan fakta yang luas.24

Sedangkan menurut Bintaro Tjokromijoyo dan Mustofa Adidjoyo “teori diartikan sebagai ungkapan mengenai hubungan causal yang logis di antara perubahan (variabel) dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai kerangka fikir (frame of thingking) dalam memahami serta menangani permasalahan yang timbul di dalam bidang tersebut”.25

Adapun teori sistem dari Mariam Darus yang mengemukakan bahwa sistem adalah kumpulan asas-asas hukum yang terpadu yang merupakan landasan di atas mana dibangun tertib hukum.26

Dari beberapa pengertian teori di atas dapat disimpulkan bahwa maksud kerangka teori adalah pengetahuan yang diperoleh dari tulisan dan dokumen serta pengetahuan kita sendiri yang merupakan kerangka dari pemikiran dan sebagai lanjutan dari teori yang bersangkutan, sehingga teori penelitian dapat digunakan untuk proses penyusunan maupun penjelasan serta meramalkan kemungkinan adanya

24

Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986, hal 126

25

Bintaro Tjokroamidjojo dan Mustofa Adidjoyo, Teori dan strategi Pembangunan Nasional, Haji Mas Agung, Jakarta, 1988, hal 12

26

Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Bandung, Alumni, 1983, hal 15


(36)

gejala-gejala yang timbul. Dengan kata lain menurut M. Solly Lubis, Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis.27

Menurut Soejono Soekanto, kerangka teori pada penelitian Hukum sosiologis atau empiris yaitu kerangka teoritis yang berdasarkan pada kerangka acuan hukum, tanpa acuan hukumnya maka penelitian tersebut hanya berguna bagi sosiologi dan kurang relevan bagi ilmu hukum.28

Berkenaan dengan penelitian ini, maka kerangka teori diarahkan secara khusus pada ilmu hukum yang mengacu pada penelitian hukum normatif. Penelitian ini berupaya guna menganalisis secara hukum terhadap pemberian kredit dengan jaminan deposito, artinya memahami asas hukum perjanjian (sebagai subjek) dan asas hukum jaminan (sebagai objek) yang mengacu pada peraturan perundang-undangan.

A. Perjanjian Pada Umumnya

Adapun mengenai pengaturan tentang hukum perjanjian di Indonesia terdapat dalam Buku III Bab Kedua, Bagian Kesatu sampai dengan Bagian Keempat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (untuk selanjutnya disebut KUH Perdata) di bawah titel Tentang Perikatan, mulai dari Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1864. Istilah

27

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal 13 28


(37)

perjanjian atau kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contracts. Sedangkan dalam bahasa Belanda disebut overeenkomst (perjanjian).29 Perjanjian adalah merupakan salah satu sumber perikatan. Hal tersebut landasan hukumnya terdapat dalam Pasal 1233 KUH Perdata yang menyatakan bahwa : “tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena perjanjian, baik karena undang-undang”.

Kata “Perjanjian” dan “Perikatan” merupakan dua istilah yang dikenal dalam KUH Perdata. Pasal 1313 KUH Perdata, memberikan definisi bahwa “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Definisi perjanjian sebagaimana Pasal 1313 KUH Perdata tersebut mendapat tanggapan beragam dari para sarjana hukum kita. Menurut Sofyan, ia menyatakan bahwa definisi itu kurang lengkap lagipula terlalu luas. Kurang lengkap karena yang dirumuskan dalam pasal itu hanya perjanjian sepihak saja, dimana hanya menimbulkan kewajiban-kewajiban bagi salah satu pihak saja, tetapi tidak meliputi perjanjian timbal balik dimana para pihak saling mengikatkan diri untuk timbulnya hak dan kewajiban bagi para pihak. Terlalu luas karena mencakup hal-hal mengenai pelangsungan perkawinan, membuat janji kawin dan perbuatan-perbuatan semacam itu yang diatur dalam lapangan hukum keluarga, sedangkan pengertian perjanjian

29

Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hal 15


(38)

yang dimaksud dalam buku III ini adalah perjanjian di dalam lapangan hukum harta kekayaan antara dua belah pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban.30

Perjanjian pada umumnya bersifat bilateral dan timbal balik, artinya suatu pihak yang memperoleh hak-hak dari perjanjian itu, juga menerima kewajiban-kewajiban yang merupakan kebalikan dari hak-hak yang diperolehnya. Sebaliknya suatu pihak yang memikul kewajiban-kewajiban juga memperoleh hak-hak yang dianggap merupakan kebalikan dari kewajiban yang dibebankan padanya31

Berusaha melengkapi definisi perjanjian yang terdapat pada Pasal 1313 KUH Perdata, Setiawan, mengemukakan pendapatnya, bahwa:

a. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum;

b. Perlu ditambahkan dengan kata-kata “atau saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal 1313 KUH Perdata;

sehingga dengan saran tersebut ia memberi definisi perjanjian adalah “suatu perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.32

Mertokusumo, memberikan perumusan bahwa “perjanjian adalah hubungan hukum antara dua orang yang bersepakat untuk menimbulkan akibat hukum”.33

30

Sofyan, Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Perdata Hukum Perutangan Bangsa B, Liberty, Yogyakarta, 1980, hal 1

31R. Subekti, Hukum Perjanjian, cetakan ke 21, Intermasa, Jakarta 2005, hal. 30 32


(39)

Definisi yang lebih jelas dan tidak menekankan pada subjeknya adalah yang dikemukakan oleh Subekti, dimana Ia memberikan perumusan bahwa, “perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.34

Senada dengan Subekti, lebih jauh beberapa sarjana memberikan penekanan pada ruang lingkupnya yang berada di dalam lapangan hukum harta benda/kekayaan antara lain:

Menurut Abdul Kadir Muhammad perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu dalam lapangan harta kekayaan.35

Prodjodikoro, merumuskan bahwa “perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antar dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”.36 Sedangkan menurut M. Yahya Harahap, perjanjian (verbinteniss) mengandung pengertian sebagai suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk melunasi prestasi.37 Menurut teori hukum baru

33

Sudikno, Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, PT. Liberty, Yogyakarta, 2005, hal 118

34

Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1990, hal 1 35

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal 9 36

Wirjono, Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian , Mandar Maju, Bandung, 2000. hal 4

37


(40)

yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian, adalah : “suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.38

Pendapat yang justru menyamakan pengertian perjanjian dan perikatan adalah Muljadi. Dengan menggunakan istilah perikatan, ia memberikan penjelasan, bahwa perikatan sebagai peraturan yang mengatur mengenai hubungan hukum antara subjek hukum dengan subjek hukum yang melahirkan kewajiban pada salah satu subjek hukum dalam perikatan tersebut. Adanya kewajiban pada salah satu pihak dalam hubungan hukum perikatan tersebut akan melahirkan hak pada pihak lainnya dalam hubungan perikatan tersebut.39

Dari beberapa pengertian-pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perjanjian adalah suatu hubungan hukum yang terjadi akibat adanya kesepakatan dari para pihak untuk melakukan suatu prestasi yang telah mereka sepakati bersama sebelumnya. Sehingga dapat dirumuskan bahwa suatu perjanjian mempunyai beberapa unsur, yaitu :

1. Adanya hubungan hukum

Hubungan hukum antara para pihak tersebut akan menimbulkan akibat hukum, dimana secara hukum menimbulkan hak di satu pihak dan kewajiban dipihak lainnya. Oleh karenanya apabila salah satu pihak melanggar hubungan tersebut maka hukum dapat memaksa agar hubungan tersebut dipenuhi, dengan

38

Salim H.S., Op.Cit, hal 16 39

Muljadi, Kartini & Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya , Raja Grafindo Persada , Jakarta, 2004, hal 10


(41)

demikian hubungan antara para pihak tersebut akan menimbulkan akibat hukum dan dibenarkan oleh undang-undang.

2. Ada para pihak

Para pihak disini paling sedikit terdiri atas dua pihak, dimana satu pihak berperan sebagai orang yang berhak atas prestasi dan pihak lain yang berkewajiban untuk melaksanakan prestasi yang telah mereka sepakati dalam perjanjian yang mereka buat tersebut. Para pihak dalam hal ini berkedudukan sebagai subjek hukum yang dibebani oleh schuld yaitu kewajiban untuk melaksanakan prestasi dan haftung yaitu tanggung jawab secara hukum untuk memenuhi prestasi.

3. Ada Prestasi

Prestasi merupakan sesuatu yang harus dipenuhi dan berhak untuk dituntut. Prestasi ini menurut Pasal 1234 KUHPdt dapat berupa :

1) Menyerahkan suatu barang, 2) Melakukan suatu perbuatan,

3) Tidak melakukan suatu perbuatan.40

Kata sesuatu yang menjadi objek prestasi perjanjian berada pada lapangan hukum kekayaan. Sesuatu itu adalah sesuatu yang abstrak, namun inilah yang akan dijadikan dan disepakati dalam isi perjanjian. Tanpa prestasi hubungan hukum yang dilakukan tidak mempunyai arti apa-apa bagi hukum perjanjian.

40


(42)

Sedangkan dalam KUH Perdata tidak memberikan definisi tentang perikatan. Menurut ilmu pengetahuan hukum perdata, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara dua orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, di mana pihak yang yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lainnya wajib memenuhi prestasi itu.41

H.F. Vollmar, di dalam bukunya “Incluiding tot de studie van het

Nederlands Burgerlijk Recht” (1) mengatakan bahwa : “ Ditinjau dari sisinya ternyata

bahwa perikatan itu ada selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan terhadap kreditur kalau perlu dengan bantuan hakim”.42

Sedangkan menurut Vander Burgh Gr : “Perikatan adalah suatu hubungan hukum serat kekayaan antara dua orang atau lebih yang menurut ketentuan seseorang atau lebih berhak atas sesuatu sedangkan yang seorang lagi atau lebih berkewajiban untuk itu.43

Ketentuan-ketentuan umum tentang perikatan di atur dalam Pasal 1233 dan Pasal 1234 KUH Perdata, yang berbunyi adalah sebagai berikut :

sebagaimana telah diuraikan bunyi Pasal 1233 pada bagian terdahulu maka dalam Pasal 1234 KUH Perdata menyebutkan bahwa : tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu.

41

Mariam Darus Badrulzaman dkk, Kompilasi Hukum Perikatan. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, Op.Cit, hal 1

42 Ibid 43

Van Der Burght Gr, Buku Tentang Perikatan Dalam Teori Dan Yuriprudensi, Mandar Maju, Bandung, 1999, hal 1


(43)

Berdasarkan ketentuan Pasal 1233 KUH Perdata tersebut di atas, secara jelas dapat kita ketahui bahwa sumber dari Perikatan adalah berasal dari persetujuan dan Undang-Undang. Sedangkan dalam ketentuan Pasal 1234 KUH Perdata disebutkan mengenai adanya suatu bentuk prestasi yang terdapat dalam suatu perikatan. Dengan demikian suatu perikatan belum tentu merupakan perjanjian sedangkan suatu perjanjian sudah pasti merupakan suatu perikatan.

Hakekat perjanjian dan perikatan pada dasarnya sama yaitu keduanya merupakan hubungan hukum antara pihak-pihak yang diikat didalamnya, namun pengertian perikatan jauh lebih luas dari perjanjian sebab hubungan hukum yang ada dalam perikatan munculnya tidak hanya dari perjanjian tetapi juga dari Undang-undang. Perbedaan lain keduanya adalah bahwa perjanjian pada hakikatnya mengikat para pihak berdasar pada kesepakatan (kata sepakat) diantara mereka, sedangkan perikatan selain mengikat karena adanya kesepakatan juga mengikat karena diwajibkan oleh Undang-undang.

Dengan demikian keduanya juga berbeda dengan konsekuensi hukumnya. Pada perjanjian, oleh karena dasar perjanjian adalah kesepakatan para pihak maka tidak dipenuhinya prestasi dalam perjanjian akan menimbulkan ingkar janji (wanprestasi), sedangkan tidak dipenuhinya suatu prestasi dalam perikatan menimbulkan konsekuensi hukum sebagai perbuatan melawan hukum.

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, dkk menyatakan dalam hukum perjanjian dikenal asas-asas penting yang melandasi suatu perjanjian yaitu asas konsesualisme, asas kepercayaan, asas kebebasan berkontrak, asas kekuatan


(44)

mengikat, asas persamaan hukum, asas keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moral dan asas kepatutan. 44 Sedangkan menurut Tan Kamelo terdapat 3 asas yang merupakan tonggak hukum perjanjian dalam sistem hukum perbankan yang meliputiasas konsesensualisme, asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat.45

B. Jenis-Jenis Perjanjian

Menurut Abdulkadir Muhammad, membagi perjanjian ke dalam 4 jenis, yaitu:

1) Perjanjian timbal balik dan sepihak 2) Perjanjian bernama dan tidak bernama 3) Perjanjian obligator dan kebendaan 4) Perjanjian konsensual dan real.46

Sedangkan menurut Mariam Darus Badrulzaman membedakan perjanjian menjadi 14 jenis adalah sebagai berikut :

1) Perjanjian timbal balik, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak, misalnya perjanjian jual beli.

2) Perjanjian cuma-cuma ( Pasal 1314 KUH Perdata), adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan pada pihak lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. contoh dari perjanjian ini adalah perjanjian hibah.

3) Perjanjian atas beban, adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontraprestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

44

Mariam Darus Badrulzaman dkk, Op.Cit, hal 83-89 45

Tan Kamelo, Karakter Hukum Perdata Dalam Fungsi Perbankan Melalui Hubungan Antara Bank Dengan Nasabah, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Perdata Fakultas Hukum Universita Sumatera Utara, Medan 2006, hal 10

46


(45)

4) Perjanjian bernama (benoemd overeenkomst), adalah perjanjian yang diatur dan telah mempunyai nama sendiri yang diberikan oleh pembuat undang-undang sebagaimana yang terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUHPerdata.

5) Perjanjian tidak bernama (onbenoemde overeenkomst), yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata tetapi terdapat ditengah-tengah masyarakat. Perjanjian jenis ini lahir didalam praktek disebabkan adanya asas kebebasan berkontrak, mengadakan perjanjian atau partij

otonomi. Contoh perjanjian ini yang paling sering dipergunakan antara lain

asalah perjanjian leasing dan perjanjian beli-sewa.

6) Perjanjian Obligator, yaitu perjanjian dimana para pihak sepakat mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain.

7) Perjanjian Kebendaan (zakelijk overeenkomst), yaitu perjanjian dengan mana seseorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain yang membebankan kewajiban (obligasi) pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain (levering).

8) Perjanjian Konsensual , yaitu perjanjian dimana diantara kedua belah pihak telah mencapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338 KUH Perdata).

9) Perjanjian riil, yaitu perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadinya penyerahan barang. Misalnya perjanjian penitipan barang (Pasal 1694 KUHPdt), pinjam pakai (Pasal 1740 KUH Perdata).

10)Perjanjian Liberatoir, yaitu perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan utang (kwijtschelding) Pasal 1438 KUH Perdata.

11)Perjanjian Pembuktian (bewijs overeenkommst), yaitu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka.

12)Perjanjian Untung-untungan, yaitu perjanjian yang objeknya ditentukan kemudian. Misalnya perjanjian asuransi.

13)Perjanjian Publik, yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah dan pihak lainnya swasta.

14)Perjanjian Campuran (contractus sui generis), yaitu perjanjian yang mengandung bebagai unsur perjanjian. Misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa-menyewa) dan juga menyediakan makanan (jual beli) serta juga memberikan pelayanan.47

47


(46)

C. Syarat sahnya suatu perjanjian

Dalam membuat suatu perjanjian harus meliputi seluruh syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang di dalamnya terdiri dari para subjek dan objek perjanjian. Pasal 1320 KUH Perdata merumuskan 4 syarat untuk sahnya perjanjian, ke empat syarat tersebut adalah :

1. Adanya kata sepakat

2. Pihak – pihak yang membuat perjanjian harus cakap bertindak dalam hukum. 3. Isi perjanjian harus mengenai suatu perbuatan hukum tertentu atau harus memuat

suatu prestasi yang dapat dilaksanakan.

4. Isi perjanjian harus memuat suatu sebab yang halal.

Syarat pertama dan kedua di namakan sebagai syarat-syarat subjektif karena berhubungan dengan subjek perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif karena berhubungan dengan objek perjanjiannya.48

1. Sepakat

Sepakat diartikan sebagai pernyataan kehendak menyetujui, seia-sekata atau persesuaian kehendak dari kedua subjek mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dihendaki oleh pihak yang lain, mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Dalam kata sepakat ini, para pihak harus mempunyai kebebasan kehendak, artinya dalam mencapai atau menentukan kata sepakat tersebut para pihak tidak boleh mendapatkan

48


(47)

sesuatu tekanan, yang mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak tersebut.

Menurut Pasal 1321 KUH Perdata, ada tiga hal yang menyebabkan cacat kehendak dalam suatu perjanjian. Ketiga hal tersebut terlihat dalam rumusan pasalnya sebagai berikut “ tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan”. Selain kekhilafan (dwaling), paksaan (dwang) ataupun penipuan (bedrog), belakangan ini juga berkembang faham cacat kehendak juga bisa terjadi dalam hal penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden).

Penyalahgunaan keadaan berlatarbelakang ketidak seimbangan keadaan mengenai keunggulan pihak yang satu terhadap yang lain. Dalam perkembangannya, penyalahgunaan keadaan ini bisa berwujud dalam hal keunggulan ekonomi, ataupun keunggulan kejiwaan, sehingga dengan keunggulan ini jika disalahgunakan oleh salah satu pihak akan melahirkan penyalahgunaan keadaan.49

Menurut Panggabean, penyalahgunaan keadaan dapat terjadi jika memenuhi empat syarat, sebagai berikut :

1) Keadaan-keadaan istimewa (bijzondere omstandigheden), seperti keadaan darurat, ketergantungan, seroboh, jiwa yang kurang waras dan tidak berpengalaman.

49


(48)

2) Suatu hal yang nyata (kenbaarheid), diisyaratkan bahwa salah satu pihak mengetahui atau semestinya mengetahui bahwa pihak karena keadaan istimewa tergerak hatinya untuk menutup suatu perjanjian.

3) Penyelahgunaan (misbruik), salah satu pihak telah melaksanakan perjanjian itu walaupun dia mengetahui atau seharusnya mengerti bahwa dia seharusnya tidak melakukannya.

4) Hubungan kausal (causaal verband), adalah penting bahwa tanpa menyalahgunakan keadaan itu maka perjanjian itu tidak akan ditutup. Penyalahgunaan keadaan itu berhubungan dengan terjadinya perjanjian, yang menyangkut keadaan-keadaan yang berperan untuk terjadinya suatu perjanjian dimana memanfaatkan keadaan orang lain sedemikian rupa untuk membuat perjanjian itu disepakati.50

2. Cakap

Orang yang membuat perjanjian itu harus cakap menurut hukum. Pada asasnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akil-baliq dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum. Pasal 1330 KUH Perdata disebut sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:

1) Orang-orang yang belum dewasa;

2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;

3) Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

50

Hendry Panggabean, Penyalahgunaan Keadaan Sebagai Alasan (Baru) Untuk Membatalkan Perjanjian, PT. Liberty, Yogyakarta, 2001, hal 40


(49)

KUH Perdata menyatakan bahwa orang-orang yang belum dewasa adalah orang-orang yang belum berumur 21 tahun dan/atau tidak telah menikah. Secara

a contrario, menurut Satrio, menyimpulkan bahwa dewasa adalah mereka yang :

1) telah berumur 21 tahun; dan

2) telah menikah, termasuk mereka yang belum berumur 21 tahun tetapi telah menikah.51

Orang di dalam pengampuan juga termasuk tidak cakap. Tetapi tentang pengampuan atau curatele ini harus diingatkan bahwa curatele tidak pernah terjadi demi hukum, tetapi selalu harus didasarkan atas permohonan (sesuai Pasal 434 sampai dengan Pasal 445 KUH Perdata) dan ia baru mulai berlaku sejak ada ketetapan pengadilan atas permohonan itu (Pasal 446 KUH Perdata). Satrio menegaskan bahwa orang yang ditaruh di bawah pengampuan, disebabkan karena:

1) Gila (sakit otak), dungu (onnoozelheid), mata gelap (rezernij); 2) Lemah akal (zwakheid van vermogens); dan

3) Pemborosan.52

3. Suatu hal tertentu

Hal tertentu artinya adalah objek perjanjian itu sendiri, yaitu apa yang diperjanjikan. Hak-hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian itu harus jelas disebutkan di dalamnya. Pasal 1333 KUH Perdata menyebutkan bahwa:

51

J. Satrio, Op.Cit, 1995, hal 5 52


(50)

“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung”.

4. Sebab yang halal.

Sebab yang halal bukan berarti sesuatu hal yang menyebabkan perjanjian itu dibuat, tetapi menunjuk kepada pokok atau substansi dari apa yang diperjanjikan itu harus halal adanya. Hukum perjanjian tidak mempermasalahkan motivasi apa yang mencetuskan pembuatan perjanjian, tetapi kepada substansi atau isi dari pada perjanjian itu.

Konsekuensi dari tidak dipenuhinya salah satu atau kedua syarat subjektif maka perjanjian dapat dibatalkan (vernietigbaar atau voidable). Dalam hal ini salah satu pihak dapat memohonkan pembatalan perjanjian kepada hakim di pengadilan negeri. Sepanjang perjanjian itu tidak dibatalkan oleh hakim, maka menurut subekti, perjanjian itu tetap mengikat para pihak sepanjang ada kesediaan para pihak. Sedangkan jika salah satu syarat objektif tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum (nietig atau null and void) artinya bahwa demi hukum, perjanjian itu tidak pernah lahir dan tidak pernah ada suatu perikatan apapun.53

Perjanjian dianggap sah dan mengikat secara penuh bagi para pihak yang membuatnya sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku, tidak melanggar kesusilaan dan ketertiban umum. Perjanjian dianggap sah dan

53


(51)

mengikat secara penuh bagi para pihak yang membuatnya sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.54

D. Berakhirnya Perjanjian

Hapusnya perjanjian harus benar-benar dibedakan dengan hapusnya perikatan, karena suatu perikatan dapat saja hapus sedangkan perjanjiannya yang merupakan salah satu sumbernya masih tetap ada. Oleh karena itu jika membicarakan hapusnya suatu perjanjian berarti tidak terlepas dari adanya pembatalan perjanjian, karena hal ini merupakan salah satu unsur dari hapusnya perjanjian.

Perikatan jual beli misalnya, dimana di dalamnya terkandung dua prestasi perikatan yaitu perikatan untuk membayar dan perikatan untuk menyerahkan barang (levering). Dengan dibayarnya harga jual beli, maka perikatan untuk membayar menjadi hapus. Tetapi hal tersebut belum menghapus perjanjian karena masih ada satu perikatan lagi yang belum dilakukan yaitu perikatan untuk menyerahkan barang. Jadi perikatan akan berakhir jika bermacam-macam perikatan yang terdapat dalam perjanjian itu telah dilaksanakan.55

Pasal 1381 KUH Perdata menyebutkan sepuluh macam alasan yang menyebabkan perikatan-perikatan dalam suatu perjanjian berakhir. Ke-sepuluh hal tersebut adalah :

1) Pembayaran;

2) Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; 3) Pembaharuan utang;

4) Perjumpaan utang atau kompensasi;

54 Ibid 55


(52)

5) Percampuran utang; 6) Pembebasan utang;

7) Musnahnya barang yang terutang; 8) Kebatalan/pembatalan;

9) Berlakunya suatu syarat batal, dan 10)Lewatnya waktu. 56

Sedangkan menurut Setiawan, suatu perjanjian dapat berakhir disebabkan karena hal-hal sebagai berikut :

a) Ditentukan dalam perjanjian yang dilakukan oleh para pihak

b) Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian, contohnya ketentuan Pasal 1066 ayat (3) jo ayat (4) KUH Perdata dimana perjanjian untuk tidak mengadakan pemecahan harta oleh ahli waris hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu 5 tahun

c) Para pihak atau Undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka perjanjian akan hapus, contoh perjanjian pemberian kuasa, akan hapus dengan meninggalnya salah satu pihak ( Pasal 1813 KUH Perdata).

d) Pernyataan menghentikan perjanjian. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh kedua belah pihak untuk perjanjian-perjanjian bersifat sementara, seperti perjanjian kerja dan atau perjanjian sewa-menyewa.

e) Perjanjian hapus karena putusan hakim

f) Karena tujuan dari perjanjian itu telah tercapai g) Dengan persetujuan para pihak.57

Khusus di lingkungan perbankan, perjanjian kredit merupakan bagian dari sistem hukum perbankan dan sistem hukum perjanjian (KUH Perdata). Adapun hal yang paling penting dalam suatu perjanjian adalah persoalan kontrak standar dari perjanjian kredit tersebut. Dalam UU Perbankan tidak disebutkan secara jelas dan tegas bahwa dalam bentuk apa perjanjian kredit dibuat.

56

R. Subekti, Hukum Perjanjian, Op.Cit, hal. 115. 57


(53)

Kredit erat kaitannya dengan pengadaan modal suatu badan usaha, dimana dalam menjalankan usahanya pihak manajemen berusaha untuk memperoleh tambahan modal dari berbagai sumber, termasuk di antaranya melalui kredit.

Menurut Simorangkir merumuskan bahwa “kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang dan barang) dengan balas prestasi (kontra prestasi), akan terjadi pada waktu mendatang”.58

Sedangkan menurut A. Abdurahman dalam dunia bisnis pada umumnya, kata “kredit” diartikan sebagai “kesanggupan akan meminjam uang atau kesanggupan akan mengadakan transaksi dagang atau memperoleh penyerahan barang atau jasa dengan perjanjian akan membayar kelak”.59

Menurut UU Perbankan menggunakan dua istilah yang berbeda yaitu “kredit” dan “pembiayaan berdasarkan prinsip syariah”. Penggunaan kedua istilah itu disesuaikan dengan dinamika perkembangan perbankan saat ini dimana selain bank-bank yang menjalankan usaha secara konvensional menyebutkannya sebagai “kredit”, sedangkan bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah menggunakan istilah “pembiayaan berdasarkan prinsip syariah”.

Pasal 1 angka (11) UU Perbankan memberikan definisi tentang kredit, yaitu: “Kredit adalah penyediaan uang atau tangihan yang dapat di persamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam- meminjam antara Bank dan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam

58

O.P. Simorangkir, Seluk Beluk Bank Komersial , Aksara Persada Indonesia, Jakarta, 1988, hal 91

59

A. Abdurrahman, Ensiklopedia Ekonomi, Keuangan, Perdagangan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993, hal 279


(54)

untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga”.

Sedangkan tentang ”pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dirumuskan dalam Pasal 1 angka (12) UU Perbankan, sebagai berikut:

“Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.”

Berdasarkan rumusan pengertian kedua istilah tersebut, perbedaannya terletak pada bentuk kontra prestasi yang akan diberikan oleh nasabah peminjam (debitur)

kepada pihak bank selaku kreditur atas pemberian kredit atau pembiayaan di maksud. Pada Bank dengan prinsip konvensional kontra prestasi yang diberikan

kreditur adalah berupa bunga, sedangkan pada bank dengan prinsip syariah kontra prestasinya berupa imbalan atau bagi hasil sesuai dengan kesepakatan bersama.

Dengan demikian kredit dan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah merupakan perjanjian pinjam meminjam (uang) yang dilakukan antara bank dengan pihak lain dalam hal ini nasabah peminjam dana. Perjanjian mana dibuat atas dasar kepercayaan bahwa peminjam dalam tenggang waktu tertentu akan melunasi atau mengembalikan uang atau tagihan tersebut kepada bank disertai bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan .

Dari pengertian-pengertian diatas jelas bahwa adanya unsur-unsur kredit yaitu sebagai berikut :


(55)

a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. b. Tenggang waktu, yaitu suatu masa memisahkan antara pemberian prestasi dengan

kontra prestasi yang akan diterimanya pada masa yang akan datang.

c. Degree of risk, yaitu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya

jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima dikemudian hari. Semakin lama kredit diberikan berarti semakin tinggi pula resikonya.

d. Prestasi atau objek kredit tidak saja diberikan dalam bentuk uang tetapi juga dalam bentuk uang atau jasa. Namun karena kehidupan ekonomi moderen sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit dalam bentuk uanglah yang lazim dalam praktek perkreditan.60

Tanpa mengenyampingkan unsur-unsur yang lain, unsur terpenting dalam suatu pemberian kredit adalah kepercayaan. Untuk memperoleh kepercayaan tersebut haruslah sampai pada suatu keyakinan sejauh mana konsep penilaian kredit dapat terpenuhi dengan baik.

Mengenai pengertian perjanjian kredit ini tidak diatur secara khusus di dalam KUH Perdata, akan tetapi dalam membuat perjanjian kredit tidak boleh bertentangan dengan asas atau ajaran umum yang terdapat dalam hukum perdata.

60

Thomas , Suyatno, H.A.Chalik, M.Sukada, C.T.Y.Ananda dan D.T. Marala, Dasar-Dasar Perkreditan, Edisi Keempat. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hal 14


(56)

Dengan demikian setiap orang dapat membuat perjanjian kredit dengan syarat-syarat yang ditetapkan sendiri, juga tidak menyimpang dari ketentuan yang tercantum dalam KUH Perdata.61 Semua syarat perjanjian yang diatur dalam Pasal-Pasal KUH Perdata dipandang oleh Undang-undang cukup penting. Sehingga lahirlah hubungan hukum, dan di dalam hubungan hukum itu terdapat hak dan kewajiban untuk kedua belah pihak yang bersangkutan.62

Dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, dalam semuanya itu pada hakekatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana diatur dalam Pasal 1754 s/d 1769 KUH Perdata.63 Hal yang sama juga dikemukan bahwa dari rumusan yang terdapat di dalam Undang-undang Perbankan mengenai perjanjian kredit dapat disimpulkan bahwa dasar perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam-meminjam di dalam KUH Perdata Pasal 1754.64

Melihat bentuk perjanjiannya, maka menurut peneliti perjanjian kredit mempunyai kesamaan dengan perjanjian pinjam-meminjam, sebagaimana pengertian pinjam meminjam diatur di dalam pasal 1754 KUH Perdata yang berbunyi:

“Pinjam meminjam adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang

61

Retno Wulan Sutantio, Upaya Hukum dalam Penagihan Kredit Macet dan Eksekusi Jaminan, Pustaka Peradilan, Jilid 1, Proyek Pembinaan Teknis Yustisial, Mahkamah Agung RI, Jakarta, hal 122

62

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Pembukaan Kredit Berdokumen (documentary credit opening), Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyokarta, 1995, hal 23

63

Subekti , Jaminan – Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indosian, 1991, Op.cit, hal 3.

64

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, Op.cit, hal 110


(57)

belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.

Dalam perjanjian ini, pihak yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali barang yang dipinjamkan sebelum jangka waktu yang diperjanjikan berakhir ( Pasal 1759 KUH Perdata). Sedangkan pihak peminjam berkewajiban mengembalikan barang dalam jumlah dan keadaan yang sama dalam waktu yang ditentukan ( Pasal 1763 KUH Perdata). Selain itu berkewajiban pula membayar bunga atas peminjam uang atau lain barang yang menghabis karena pemakaian (Pasal 1765 KUH Perdata).

Perjanjian pinjam-meminjam ini juga mengandung makna yang luas, yaitu bahwa objeknya adalah benda yang habis pakai. Jika dipakai istilah verbruiklening maka di dalamnya adalah uang.65

Budi Untung menyebutkan bahwa “Perjanjian kredit merupakan penjanjian pendahuluan (pactum de contrahendo). Dengan demikian perjanjian ini mendahului perjanjian hutanghutang (perjanjian pinjam mengganti)”. Sedang perjanjian hutang -piutang merupakan pelaksanaan dari perjanjian pendahuluan atau perjanjian kredit. 66

Perjanjian kredit merupakan perjanjian khusus, karena di dalamnya terdapat kekhususan di mana pihak kreditur selalu bank dan objek perjanjiannya berupa uang. Berdasarkan pergertian di atas menurut Gatot Supramono, bahwa perjanjian

65

Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi Offset, Yogyakarta, hal 31 66


(1)

B. Saran

1. Adanya pengaturan yang jelas mengenai pengikatan piutang sebagai jaminan kredit dalam suatu peraturan perbankan, karena tidak semua benda bergerak dapat diikat dengan jaminan gadai, sehingga lebih adanya kejelasan terhadap jenis dan bentuk piutangnya, cara penyerahannya dan eksekusinya, yang pada akhirnya akan terjadi keseragaman dalam pelaksanaannya yang akan menjamin kepastian hukum.

2. Terhadap pengikatan kredit dengan jaminan deposito sebaiknya pihak perbankan khususnya pada PT. BANK MANDIRI (Persero), Tbk Kantor Cabang Lhokseumawe, tidak cukup hanya dilakukan dengan akta dibawah tangan saja tetapi agar pengikatan kredit tersebut lebih kuat lagi maka perlu dibuat dengan akta otentik (Notariil) yang lebih terjamin kepastian hukumnya bagi kedua belah pihak yang melakukan suatu perjanjian.

3. Di dalam melakukan penjaminan kredit dengan deposito, sebaiknya pihak Bank memerlukan persetujuan dari suami/istri si deposan, atau paling tidak suami/istri dari deposan turut mengetahuinya. Hal ini sebagai antisipasi terhadap debitur yang nakal, bila dikemudian hari ada gugatan kepada Bank mengenai benda jaminannya.


(2)

DAFTAR PUSAKA

A. BUKU

Abdurrahman, A., Ensiklopedia Ekonomi, Keuangan, Perdagangan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993.

Anwari, Ahmad, Praktek perbankan (deposito berjangka ), PT. Balai Aksara , Jakarta, 1979.

Badrulzaman , Mariam Darus, Perjanjian Kredit Bank, PT. Citria aditya bakti, Bandung, 1991.

____________________, Aneka Hukum Bisnis, PT. Alumni, Bandung,1994

____________________, Kompilasi Hukum Jaminan (Serial Hukum Perdata Buku II), Mandar Maju, Bandung, 2004.

Budianto, Agus , Merger Bank Di Indonesia beserta Akibat-Akibat Hukumnya, PT. Ghalia Indonesia, Bogor, 2004

C. Baum, Warren & Staokes M. Tolbert, Investasi Dalam Pembangunan Pelajaran Dari Pengalaman Bank Dunia, Diterjemahkan Oleh Bassilius Bengo Teku, Jakarta, 1988

Djumhana , Muhammad , Hukum Perbankan Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2000,

Fuady Munir, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Buku Kesatu, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 1996.

____________________, Hukum Perbankan Modern, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,1999.

Hadi Soeprapto, Hartono, Pokok-pokok Hukum Perikatan & Hukum Jaminan , PT. Liberty, Yogyakarta, 1984.


(3)

Hasan, Djuhaendah, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah & Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan

Atas Pemisahan Horizontal ( Suatu Konsep Dalam Menyongsong

Lahirnya Lembaga Hak Tanggungan ), PT. Citra Aditya Bakti

bandung,1996.

Hay, Marhainis Abdul, Hukum Perbankan Indonesia, Pradnya Paramita, Bandung, 1975.

Henderson, J.W dan Maness,T.S., The Financial Analisys Desk Book:A Cash Flow Approach to Liquidity, Van Nostrand Reinhold, New York, 1989

Hermansyah, Hukum Perbankan Indonesia, PT. Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006.

Hoey Tiong, Oey, Fiducia Sebagai Jaminan Unsur-unsur Perikatan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985

Ibrahim, Johanes, Cros Default dan cross collateral sebagai upaya

penyelesian kredit bermasalah, PT. Refika Aditama, Bandung, 2004

Karim Adwarman, Bank Islam, Analisa Fiqih dan Keluarga, PT. Raja Grafindo , Persada, Bandung, 2004.

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, 6th Ed, Penerbit : PT Raja, Jakarta, 2002.

Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997

Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, PT. Liberty, Yogyakarta, 2005.

Muljadi, Kartini & Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya , PT.Raja Grafindo Persada , Jakarta, 2004.

____________________, Hak Istimewa, PT. Prenada Media Group , Jakarta, 2005 Panggabean, Hendry, Penyalahgunaan Keadaan Sebagai Alasan (Baru)

Untuk Membatalkan Perjanjian, PT. Liberty, Yogyakarta, 2001.

Patrik, Purwahid, Dasar-Dasar Hukum Perikatan , CV. Mandar Maju, Bandung, 1994.


(4)

Prathama Raharja, Uang dan Perbankan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1997.

Prodjodikoro, Wirjono, Azas-Azas Hukum Perjanjian , Mandar Maju, Bandung, 2000.

Rahman, Hasanuddin, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.

Rimsky K. Jusisuseno, Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002.

Rindjin, Ketut, Pegantar Perbankan Dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003

Satrio , J , Hukum Perikatan , Perikatan Yang Lahir Dari Undang-Undang , PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

__________________, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti , Bandung, 2002

Setiawan, R. Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Putra A, Bardin, Bandung, 1999.

Simorangkir, O.P, Seluk Beluk Bank Komersial , Aksara Persada Indonesia, Jakarta, 1988

Sofyan , Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Perdata Hukum Perutangan Bangsa B, Liberty, Yogyakarta, 1980

___________________, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan & Jaminan Perorangan, PT. Liberty, Yogyakarta, 1980.

Subekti, R, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1990.

___________________, Jaminan – Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut

Hukum Indosian, PT. Citra Aditya Bakti ,Bandung, 1991.

___________________, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. Pradya paramita, Jakarta, 2006.

Supramono, Gatot, Perbankan dan Masalah Kredit, Djambatan, Jakarta, 1997 Suryabrata, Samadi , Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Penerbitan Pada Bank, PT. Alfa Beta, Bandung, 2005


(5)

Suyatno, Thomas, H.A.Chalik, M.Sukada, C.T.Y.Ananda dan D.T. Marala, Dasar- Dasar Perkreditan, Edisi Keempat, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003

Untung, Budi, Kredit Perbankan Di Indonesia, Andi Offset , Yogyakarta, 2000

Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001

Volmar (Diterjemahkan oleh I.S.Adiwirmata), Pengantar Studi Hukum Perdata,

Jilid I, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994

Widyadharma, Ignatius Ridwan, Hukum Perbankan , Ananta, Summary, 1995. Wirjono Prodjo Dikoro, Azaz-azas Hukum Perjanjian,: Penerbit Sumur Bandung,

Bandung, 1979

B. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar 1945

Kitab Undang-Undang Republik Indonesia Tentang hukum Perdata

Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan , Lembaran Negara Nomor 31 Tahun 1992.

Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, Lembaran Negara no.182 Tahun 1998.

C. Internet

http://www.indonesia.sk/PP/Pp197334.htm http://one.indoskripsi.com

http://id. wikipedia.org/wiki PT Bank Mandiri_Tbk


(6)

http://edratna.wordpress.com/2007/09/04/ kebijakan - perkreditan - merupakan - dasar pemberian-pinjaman-yang-sehat/