Performance of Repong Damar Management based on Ecological, Social and Economic Aspects

(1)

KINERJA PENGELOLAAN REPONG DAMAR

DITINJAU DARI ASPEK EKOLOGI, SOSIAL DAN EKONOMI

DELFY LENSARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kinerja Pengelolaan Repong Damar Ditinjau dari Aspek Ekologi, Ekonomi dan Sosial adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2011

Delfy Lensari NRP. P052090091


(3)

ABSTRACT

DELFY LENSARI. Performance of Repong Damar Management based on Ecological, Social and Economic Aspects. Under direction of HARIYADI and NURHENI WIJAYANTO

During economic crisis, various products obtained from the agroforestry by people community, have very important significance. One example of agroforestry practice is repong damar in the coastal areas of Krui (Lampung) which produces damar (Shorea javanica K & V). This research studied the level of performance of repong damar management by the people community, ecological, social and economic aspects. This research used descriptive method, with quantitative and qualitative approach. Results of this research on the ecological aspects showed that repong damar vegetation resembled natural forest ecosystem with indicator of plant species diversity which was considerably high, for fruit and resin producers. Social aspect showed that repong damar possessed land with status of ownership right, possessed by one family. Labor system in repong damar utilized work force mostly from family members, so that the management system of repong damar tended to be traditional system itspect which contained values of local wisdom which constitutes the characteristic features of repong damar management by the community. Economic aspect showed that contribution by repong damar to community income was considerably large, namely 65% on the average, with income per capita as large as Rp 5.169.200/year, per person. This showed that contribution of repong damar toward total income of the community was considerably high.


(4)

RINGKASAN

DELFY LENSARI. Kinerja pengelolaan Repong Damar ditinjau dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Dibimbing oleh HARIYADI dan NURHENI WIJAYANTO

Sumberdaya hutan mempunyai fungsi terhadap kehidupan manusia, baik secara langsung, maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu, keberadaannya perlu dipertahankan. Namun dengan semakin padatnya jumlah penduduk, semakin meningkat pula tekanan terhadap sumberdaya hutan. Kerusakan hutan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu akibat penebangan liar, kebakaran hutan dan penyerobotan kawasan hutan oleh masyarakat. Hal ini dimungkinkan karena masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan belum diikutsertakan dalam pengamanan kawasan hutan. Salah satu cara untuk mengurangi kerusakan hutan adalah diikutsertakan masyarakat dalam memelihara hutan misalnya dengan sistem agroforestri. Sistem agroforestri selalu ada interaksi ekologi, sosial dan ekonomi. Salah satu contoh agroforestri tersebut adalah Repong Damar di Pesisir Krui Lampung yang menghasilkan produk getah damar (S. javanica). Dengan demikian dalam penelitian ini akan dikaji sejauh mana kinerja pengelolaan Repong Damar bagi masyarakat dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi.

Penelitian dilakukan di Desa Penengahan, Kecamatan Pesisir Tengah Krui, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung selama 2 bulan. Populasi penelitian adalah masyarakat (petani damar) dengan jumlah responden sebesar 35 KK. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Parameter aspek ekologi yang diukur adalah kerapatan jenis, kerapatan relatif jenis, frekuensi jenis, frekuensi relatif jenis, dominansi jenis, dominansi relatif jenis, dan Indeks Nilai Penting (INP). Analisis vegetasi dilakukan dengan kegiatan inventarisasi dengan menggunakan metode jalur berpetak. Parameter aspek sosial yang diukur adalah persepsi masyarakat terhadap pengembangan pengelolaan Repong Damar, status kepemilikan, luas lahan, ketenagakerjaan, kelembagaan, dan manajemen pengelolaan Repong Damar. Pengukuran data aspek sosial dengan menggunakan Skala Likert. Parameter aspek ekonomi yang diukur adalah pendapatan dari usaha mengelola Repong Damar (dalam Rp. per tahun), pendapatan di luar usaha mengelola Repong Damar (dalam Rp. per tahun), dan pendapatan per kapita (dalam Rp. per tahun).

Dari aspek ekologi menunjukan bahwa INP damar (S. javanica) menunjukkan kecenderungan menurun dari tingkat pohon ke tingkat semai, namun permudaan alami damar di Pesisir Tengah Krui cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh Kerapatan Relatif (KR) jenis damar yang cenderung meningkat dari tingkat pohon (20,83%) ke tingkat semai (30%). Penurunan INP damar dari tingkat pohon ke tingkat semai berkaitan dengan keberadaan jenis campuran.

Aspek sosial bahwa sebagian besar masyarakat Desa Penengahan memiliki persepsi yang sama yaitu setuju tentang pengembangan Repong Damar. Persepsi ini dapat disebabkan oleh masyarakat masih memiliki anggapan bahwa Repong Damar merupakan warisan nenek moyang yang harus dipertahankan. Akan tetapi perlu adanya keterlibatan dari pemerintah dalam membantu masyarakat mengelola Repong Damar. Repong Damar Desa Penengahan merupakan tanah warisan dalam bentuk penguasaan hak milik perorangan yang memiliki luas lahan 0,5-1,75 ha dengan ketenagakerjaan dari anggota keluarga dan tenaga upahan. Kelembagaan petani Repong


(5)

Damar sudah terbentuk yakni bergabung dengan kelompok tani tanaman pertanian dibawah bimbingan Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Barat.

Manajemen pengelolaan Repong Damar yang terbagi oleh permudaan/penanaman (Permudaan/penanaman bibit untuk mengganti tanaman yang mati/tumbang), pemeliharaan dengan cara menyeleksi tanaman keras yang tumbuh liar diganti dengan tanaman yang bernilai ekonomis tinggi, dan menghilangkan tanaman parasit yang biasa mengganggu tanaman kebun, pemanenan dengan cara mengambil getah damar (menyadap) pohon damar yang sudah berumur 20 tahun, pemilihan kualitas getah damar dilakukan dengan cara penapian dan pengayakan serta mensortasi getah damar sehingga didapatkan kualitas getah damar yaitu kualitas A (2-4 cm) berwarna kuning bening, kualitas B (1-2 cm) berwarna kuning bening, kualitas C (0,5 -1 cm) berwarna agak kotor, kualitas KK/DE (sisa sortasi berupa damar kecil-kecil atau debu).

Jalur pemasaran getah damar di daerah Pesisir Krui dimulai dari petani Repong Damar yang baru menyadap getah damar, kemudian getah damar tersebut dijual kepada pedagang penghadang (tengkulak) yang sudah menanti di daerah perbatasan antara desa dengan Repong Damar, kemudian tengkulak tersebut menjual getah damar ke pedagang pengumpul yang berada di desa. Petani Repong Damar juga dapat menjual langsung kepada pedagang pengumpul yang berada di desa. Dari pedagang pengumpul, getah damar kemudian dijual ke pedagang besar yang berada di Pasar Krui. Dari pedagang besar yang berada di Pasar Krui getah damar tersebut dijual ke pengusaha-pengusaha besar yang ada di Bandar Lampung, Jakarta, dan kota-kota besar lainnya atau dijual ke eksportir.

Petani Repong Damar di Desa Penengahan memiliki rata-rata pendapatan dari Repong Damar sebesar Rp. 16.120.000/KK/tahun, Pendapatan di luar Repong Damar berkisar antara Rp. 4.200.000/KK/tahun sampai dengan Rp. 24.000.000/KK/tahun dan rata-rata pendapatan per kapita masyarakat di Desa Penengahan adalah sebesar Rp. 5.169.200/orang/tahun atau Rp. 430.800/orang/bulan. Faktor yang mempengaruhi aspek ekonomi tersebut adalah jumlah anggota rumah tangga, luas lahan Repong Damar, dan sumber pendapatan masyarakat yang berbeda-beda.


(6)

@ Hak cipta milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

KINERJA PENGELOLAAN REPONG DAMAR

DITINJAU DARI ASPEK EKOLOGI, SOSIAL DAN EKONOMI

DELFY LENSARI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(8)

(9)

Judul Tesis : Kinerja Pengelolaan Repong Damar Ditinjau dari Aspek Ekologi, Sosial dan Ekonomi

Nama : Delfy Lensari

NRP : P052090091

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hariyadi, MS Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa, atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan, yang merupakan syarat dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Judul penelitian adalah “Kinerja Pengelolaan Repong Damar ditinjau dari Aspek Ekologi, Sosial dan Ekonomi”

Penyusunan karya ilmiah ini berhasil diselesaikan, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu baik moril maupun spirituil.

Semoga karya ilmiah bermanfaat. Amin

Bogor, Agustus 2011


(11)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian dan penyusunan tesis ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Hariyadi, MS dan Prof. Dr. Ir Nurheni Wijayanto, MS. Terima kasih atas bimbingan, bantuannya sehingga tesis ini selesai. Semoga Allah SWT mencatatnya sebagai amal jariyah yang pahalanya akan terus mengalir. Amin 2. Spesial kepersembahkan tesis ini untuk Bapak, Ibu , Defty Ekya Sari, Anggi

Pangestu, Topik Samil, Abdurrahman Royyan Asy-Syamil, dan keluarga semuanya di Liwa dan Banyumas. Semoga bisa menambah kebahagiaan dan kebanggaan, walaupun belum seberapa dibanding apa yang telah berikan. Mohon do’a agar selalu diberi keistiqomahan, untuk selalu bisa memberikan arti bagi kehidupan seperti yang diharapkan. Terus tumbuh walau di tengah keterbatasan. Semoga dengan karya ini, bisa kupersembahkan surga untuk semuanya. Amin

3. Wisma Mardiyah (Ajeng Widayanti, Puji Handayani, Ai Rosah Aisah, Sri Hastuti A, Saftari dan Desi) terima kasih atas semuanya. Semoga Allah SWT akan mengganti kebaikan yang telah diberikan dengan sesuatu yang lebih baik. 4. Teman-teman PSL 2009. Terimakasih atas ukhuwah selama ini. Semoga Allah

SWT mempertemukan kita di surga FirdausNya. Amin

5. Teman-teman AKU 2009. Tanbiyaskur, Riri Ezraneti, dan yang lainnya. Terima kasih telah menjadi episode indah dalam kehidupan Saya. Semoga tetap terjalin ukhuwah dan Allah mempertemukan kita dalam surga firdausnya. Amin

Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Liwa, Lampung Barat pada tanggal 18 Mei 1985, anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sudarman dan Ibu Rosada Mursalin.

Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri I Sukau pada tahun 1992/1997 dan dilanjutkan ke Sekolah Dasar Sebarus pada tahun 1997/1998 dan lulus pada tahun 1998/1999. Pada tahun 1998/1999 penulis masuk ke MTsN I Liwa dan lulus pada tahun 2001/2002. Selanjutnya penulis melanjutkan ke SMUN I Liwa pada tahun 2001/2002 dan berhasil lulus pada tahun 2004/2005. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004/2005 lewat jalur USMI di Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2009/2010 penulis masuk pada Sekolah Pascasarjana IPB, Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

Untuk memperoleh gelar Magister Sains, penulis menyelesaikan tesis dengan judul “Kinerja Pengelolaan Repong Damar Ditinjau Dari Aspek Ekologi, Sosial Dan Ekonomi, Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan,

Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor di bawah bimbingan Dr. Ir. Hariyadi, MS dan Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Kerangka Pemikiran ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Agroforestri ... 9

2.1.1 Definisi agroforestri ... 9

2.1.2 Keuntungan agroforestri ... 10

2.1.3 Klasifikasi sistem agroforestri ... 11

2.1.4 Sistem agroforestri ... 12

2.2 Repong Damar ... 14

2.2.1 Deskripsi Repong Damar ... 14

2.2.2 Sejarah pembentukan ... 15

III. METODE PENELITIAN ... 17

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 17

3.3 Populasi dan Sampel ... 17

3.4 Prosedur Penelitian ... 19

3.4.1 Cara pengambilan data ... 19

3.4.2 Parameter yang diukur ... 23

3.5 Analisis Data ... 23

3.5.1 Analisis data aspek ekologi ... 23

3.5.2 Analisis data aspek sosial ... 23

3.5.3 Analisis data aspek ekonomi ... 25

3.6 Penelitian Sebelumnya ... 27

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 28

4.1 Letak, Batas dan Luas Wilayah Kabupaten Lampung Barat ... 28

4.2 Topografi ... 28

4.3 Iklim ... 29

4.4 Hidrologi ... 30

4.5 Geomorfologi ... 30

4.6 Vegetasi dan Satwa ... 32


(14)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

5.1 Karakteristik Responden ... 34

5.1.1 Umur ... 34

5.1.2 Tingkat pendidikan responden ... 34

5.1.3 Pekerjaan sampingan responden ... 35

5.1.4 Jumlah anggota keluarga responden ... 35

5.2 Sejarah Repong Damar ... 35

5.3 Aspek Ekologi Pengelolaan Repong Damar ... 39

5.3.1 Struktur horizontal ... 39

5.4 Aspek Sosial Pengelolaan Repong Damar ... 44

5.4.1 Perspsi masyarakat tentang pengembangan pengelolaan Repong Damar ... 44

5.4.2 Permasalahan pengelolaan Repong Damar ... 45

5.4.3 Luas dan status kepemilikan lahan ... 47

5.4.4 Ketenagakerjaan pengelolaan Repong Damar ... 47

5.4.5 Kelembagaan pengelolaan Repong Damar ... 47

5.4.6 Manajemen pengeloaan Repong Damar ... 48

5.5 Aspek Ekonomi Pengelolaan Repong Damar ... 56

5.5.1 Kontribusi Repong Damar terhadap pendapatan masyarakat ... 56

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

6.1 Kesimpulan ... 60

6.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bagan alir kerangka pemikiran penelitian ... 8

2. Peta Repong Damar di Pesisir, Kabupaten Lampung Barat, Lampung ... 18

3. Sketsa lokasi petak ukur ... 21

4. Pola budidaya Repong Damar di Wilayah Pesisir, Kabupaten Lampung Barat ... 37

5. Repong Damar tua yang terbangun bersama tanaman pertanian lainnya (sawah) di Wilayah Desa Penengahan ... 38

6. Pepat ( lubang getah damar) ... 50

7. Uring (mengerok sebagian kulit dasar kayu damar pada ujung atas pepat)... 50

8. Peralatan dalam menyadap getah damar (a) Ambon, (b) Kapak patil, (c) Ember, dan (d) Babalang ... 51

9. Cara petani damar melilit ambon pada batang damar ... 52

10. Cara pemilahan kualitas getah damar ... 52

11. Kualitas getah damar ... 53


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Klasifikasi pokok sistem agroforestri ... 13

2. Jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data dan keluaran ... 20

3. Bobot jawaban Skala Likert ... 24

4. Kedudukan penelitian ini terhadap penelitian sebelumnya ... 27

5. Keadaan tanah di Kabupaten Lampung Barat ... 31

6. Kepadatan penduduk Krui menurut kecamatan ... 33

7. Sebaran umur responden ... 34

8. Sebaran tingkat pendidikan responden ... 34

9. Tahapan pembentukan Repong Damar ... 36

10. Indeks Nilai Penting (INP) Semai masing-masing jenis di Repong Damar Desa Penengahan (2.000 m3) ... 40

11. Indeks Nilai Penting (INP) Pancang masing-masing jenis di Repong Damar Desa Penengahan (2.000 m3) ... 41

12. Indeks Nilai Penting (INP) Tiang masing-masing jenis di Repong Damar Desa Penengahan (2.000 m3) ... 42

13. Indeks Nilai Penting (INP) pohon masing-masing jenis di Repong Damar Desa Penengahan (2.000 m3) ... 43

14. Rata-rata interpretasi jawaban responden tentang persepsi pengembangan masyarakat terhadap pengembangan pengelolaan Repong Damar berdasarkan aspek ekologi, sosial dan ekonomi ... 45

15. Kriteria dan prasyarat kebijakan yang diharapkan ... 46

16. Biaya pengelolaan Repong Damar ... 47

17. Rata-rata pendapatan masyarakat dari Repong Damar di Desa Penengahan ... 56

18. Rata-rata pendapatan perkapita masyarakat di Desa Penengahan ... 57


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Data umum responden Desa Penengahan ... 65 2. Interpretasi jawaban responden tentang persepsi masyarakat

terhadap pengembangan pengelolaan Repong Damar berdasarkan

aspek ekologi ... 67 3. Interpretasi jawaban responden tentang persepsi masyarakat

terhadap pengembangan pengelolaan Repong Damar berdasarkan

aspek ekologi ... 67 4. Interpretasi jawaban responden tentang persepsi masyarakat

terhadap pengembangan pengelolaan Repong Damar berdasarkan

aspek ekologi ... 69 5. Luas lahan, pendapatan total/tahun, kontribusi Repong Damar, dan

pendapatan per kapita per tahun ... 70 6. Daftar istilah ... 71


(18)

I.

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati yang amat kaya dan khas. Potensi keanekaragaman hayati yang tinggi ini telah menjadi andalan bagi sebagian besar pembangunan di Indonesia.

Sumberdaya hutan mempunyai fungsi terhadap kehidupan manusia, baik secara langsung, maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu, keberadaannya perlu dipertahankan. Namun dengan semakin padatnya jumlah penduduk, semakin meningkat pula tekanan terhadap sumberdaya hutan, terutama disebabkan oleh jumlah tenaga kerja yang tidak seimbang dengan kesempatan kerja yang tersedia, sehingga kerusakan hutan masih terjadi dimana-mana, baik di kawasan hutan lindung, hutan produksi, maupun di kawasan taman nasional.

Kerusakan hutan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu akibat penebangan liar, kebakaran hutan dan penyerobotan kawasan hutan oleh masyarakat. Hal ini dimungkinkan karena masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan belum diikutsertakan dalam pengamanan kawasan hutan.

Sesuai Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, terkandung makna bahwa keberpihakan masyarakat terhadap pembangunan kehutanan sangat dominan, terutama masyarakat setempat. Hal ini tercermin dari program kehutanan bidang sosial dimana salah satu kegiatannya adalah kegiatan agroforestri yang melibatkan peranan masyarakat setempat.

Agroforestri adalah nama kolektif untuk sistem dan teknologi penggunaan lahan, yakni tanaman berkayu (pohon, perdu, palmae, bambu dan sebagainya) ditanam secara sengaja pada unit manajemen lahan yang sama dengan tanaman pertanian dan/atau ternak, baik dalam pengaturan spasial atau dalam urutan temporal. Menurut Lundgren dan Raintree, diacu dalam Nair (1993) di dalam sistem agroforestri senantiasa terjadi interaksi ekologi, sosial maupun ekonomi di antara komponen-komponennya.


(19)

Implikasi pengertian agroforestri di atas (Nair 1993) adalah agroforestri selalu melibatkan dua atau lebih spesies tanaman (atau tanaman dan ternak). Setidaknya salah satu diantara komponen tersebut adalah tanaman berkayu, sistem agroforestriselalu mempunyai dua atau lebih output, siklus agroforestri selalu lebih dari satu tahun, sistem agroforestri yang paling sederhana adalah lebih kompleks baik secara ekologi, ekonomi, dan sosial.

Masyarakat di berbagai daerah di Indonesia telah menciptakan dan melestarikan sistem-sistem yang tepat guna, yang memadukan tradisi pengelolaan hutan dengan perkembangan pertanian. Sistem ini menggunakan struktur-struktur hutan buatan pada lahan-lahan pertanian. Sistem tersebut sering disebut dengan hutan, kebun, Agroforest.Agroforest pada umumnya menghasilkan berbagai produk antara lain kayu, getah, buah-buahan, kayu bakar serta bahan-bahan lain dari tanaman. Pada saat krisis ekonomi beragam produk yang dihasilkan tersebut bagi penduduk desa memiliki arti dan peran ekologi, sosial dan ekonomi yang sangat penting, apalagi produk yang dihasilkan diantaranya merupakan produk ekspor (Wijayanto 2002). Salah satu contoh agroforestri tersebut adalah Repong Damar di Pesisir Krui Lampung yang menghasilkan produk getah damar dari tanaman damar (Shorea javanica K&V).

Agroforestri dapat menjadi model produksi kayu dan non kayu yang menarik. Bagi pembangunan pertanian, sistem-sistem agroforestri menyediakan model pertanian komersil, menguntungkan dan berkesinambungan dan sesuai dengan keadaan petani, seperti halnya Repong Damar di Pesisir Krui dimana menggabungkan antara tanaman kehutanan yaitu damar (S. javanica) dan tanaman pertanian (buah-buahan).

Sistem-sistem agroforestri terjadi interaksi ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Aspek ekologi agroforestri memiliki keuntungan berkurangnya tekanan terhadap hutan, sehingga akan lebih banyak pepohonan hutan yang dimanfatkan sebagai pelindung daerah perbukitan, daur ulang unsur hara yang lebih efisien dengan terdapatnya perakaran pohon yang sangat dalam, perlindungan terhadap lahan berlereng tinggi dengan adanya pengelolaan lahan yang stabil, berkurangnya aliran permukaan, pencucian hara dan erosi tanah karena adanya akar dan batang pepohonan yang menghalangi proses-proses tersebut, perbaikan mikroklimat seperti


(20)

menurunnya suhu permukaan tanah dan berkurangnya evaporasi tanah karena adanya naungan dan humus, meningkatkan jumlah unsur hara karena adanya penambahan dan dekomposisi bahan organik yang jatuh ke atas permukaan tanah, perbaikan struktur tanah karena adanya penambahan senyawa organik dari lapisan terdekomposisi secara konstan.

Aspek sosial agroforestri memiliki keuntungan misalnya perbaikan standar kehidupan masyarakat dengan adanya pekerjaan sepanjang waktu dan pendapatan yang berkesinambungan, perbaikan nilai gizi dan kesehatan karena lebih banyaknya kuantitas dan keanekaragaman bahan pangan yang akan diperoleh, stabilisasi dan perbaikan komunitas di daerah dataran tinggi melalui pengurangan kebutuhan lahan perpindahan untuk usaha tani.

Aspek ekonomi agroforestri memiliki keuntungan, hasil yang beragam berupa pangan, kayu bakar, makanan ternak pupuk dan bahan bangunan sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, mengurangi kemungkinan terjadinya kegagalan panen yang bisa terjadi pada pertanaman monokultur, menaikkan pendapatan petani karena ada penambahan hasil dari jenis tanaman yang berbeda.

Keberhasilan Repong Damar merupakan hasil interaksi positif antara dinamika biologi, pengetahuan, teknik, dan sistem kelembagaan masyarakat setempat. Dengan demikian dalam penelitian ini akan dikaji sejauh mana kinerja pengelolaan Repong Damar bagi masyarakat dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi.

1.2Perumusan Masalah

Repong Damar merupakan salah satu contoh agroforestri yang sering dijumpai di sepanjang daerah Pesisir Krui, Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung. Budidaya getah damar merupakan aktivitas utama bidang kehutanan bagi sebagian besar masyarakat Pesisir Krui termasuk juga di Desa Pengengahan. Damar (S. javanica) adalah pohon hutan yang tergolong meranti-merantian yang menghasilkan getah bernilai ekonomis.

Pengelolaan Repong Damar di Pesisir Krui, Lampung merupakan salah satu contoh nyata dari kemampuan masyarakat dalam mengelola hutan secara berkelanjutan. Aspek ekonomi Repong Damar dalam jangka panjang yang telah mampu menghidupi ribuan orang warga masyarakat Pesisir Krui, aspek ekologi


(21)

Repong Damar menghasilkan keseimbangan lingkungan baik dari sumber air dan keadaan iklim mikro yang bisa dirasakan oleh masyarakat setempat, dan secara aspek sosial Repong Damar merupakan kebun warisan.

Sistem pengelolaan hutan damar yang terbentuk di Pesisir Krui telah memungkinkan kegiatan pemeliharaan sumberdaya hutan. Hutan damar merupakan penopang utama sistem produksi tradisional di desa dan secara tidak langsung telah turut memelihara dan melindungi keanekaragaman hayati asli dataran rendah Krui.

Bentuk, fungsi, dan perkembangan Repong Damar di Pesisir Krui dipengaruhi oleh berbagai kriteria ekologis, sosial dan ekonomi di antaranya sifat dan ketersediaan sumber daya di hutan, arah dan besarnya tekanan manusia terhadap sumberdaya hutan, organisasi dan dinamika usaha tani yang dilaksanakan, sifat dan kekuatan adat istiadat setempat, dan tekanan kependudukan, sifat hubungan antara masyarakat setempat dengan dunia luar, perilaku ekologis dari unsur-unsur pembentuk agroforestri, stabilitas struktur agroforestri dan cara-cara pelestarian yang dilakukan.

Namun menurut Dinas Kehutanan dan PSDA Kabupaten Lampung Barat dan Pusat LITBANG Hutan dan Konservasi (2005) menyatakan bahwa Kecamatan Pesisir Tengah dan Pesisir Selatan dalam kurun waktu 7 tahun terakhir wilayah tersebut telah terjadi perubahan/penurunan dalam luasan dan keadaan penutupannya. Hal ini disebabkan oleh terjadinya penurunan rata-rata luasan Repong Damar tiap desa selama kurun waktu 7 tahun terakhir, dari hasil perhitungan sampai dengan 1998 atas 53 desa terdapat di Wilayah Pesisir (Pesisir Utara, Tengah, dan Selatan) diketahui luasan seluruhnya 50.000 ha (de Foresta et al. 2000). Dibandingkan dengan luasan hasil pengamatan tahun 2005 dari 30 desa yang berada di Pesisir Tengah dan Selatan sekitar 10.298 ha. Hal ini menunjukkan bahwa luasan Repong Damar tiap desa selama kurun waktu tersebut telah mengalami pengurangan rata-rata seluas 533,9 ha (± 60%) atau sekitar 76,3 ha (8,7 %) setiap tahun. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah di dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kondisi vegetasi yang ada di Repong Damar Desa Penengahan saat ini?

2. Bagaimana persepsi masyarakat Desa Penengahan terhadap permasalahan dan pengembangan Repong Damar?


(22)

3. Bagaimana peran Repong Damar memberikan kontribusi pendapatan masyarakat Desa Penengahan saat ini?

1.3Kerangka Pemikiran

Hutan dan manusia sejak awal peradaban ditandai dengan adanya hubungan saling ketergantungan, karena hutan merupakan sumber bahan kehidupan dasar yang diperlukan oleh manusia seperti air, energi, makanan, protein, udara bersih, dan perlindungan. Umumnya hal ini juga terjadi pada penduduk di Desa Penengahan yang menggantungkan kebutuhan hidup berasal dari hasil pekerjaan budidaya pertanian dan hasil hutan dari Repong Damar.

Menurut Sistem Hutan Kerakyatan (1995) menyatakan bahwa pada tahun 1995 atau 15 tahun yang lalu tidak kurang dari 79% penduduk yang tersebar di 66% Wilayah Pesisir Krui memiliki dan menggantungkan kehidupan mereka terhadap Repong Damar. Selain itu juga Repong Damar memiliki arti penting bagi masyarakat misalnya terciptanya kesempatan kerja dari pengusahaan Repong Damar, disamping hasil utama yang berupa getah damar misalnya pada saat memanen damar, membuat lubang sadapan pada pohon damar, pedagang pengumpul yang berdomisili di kebun, pada saat mengangkut damar, pada saat memilah damar berdasarkan kualitasnya, buruh bongkar muat damar truk atau kendaraan pengumpul damar dan sopir truk, dan tenaga pemetik buah ketika musim buah tiba.

Repong Damar memiliki fungsi sebagai lapangan pekerjaan. Dari hasil budidaya damar masyarakat telah mendapat manfaat langsung secara ekonomi yang cukup baik dalam bentuk pendapatan (finansial) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maupun manfaat tidak langsung dengan terbinanya kesinambungan budidaya secara turun temurun. Oleh karena itu, budidaya damar tidak dapat dipisahkan dari nilai kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Pesisir Krui. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa pendapatan rata-rata perkapita masyarakat Pesisir Krui di atas 80% berasal dari produksi getah dengan PDB 14,5 milyar rupiah (Michon 1991, Dupain 1994, de Foresta dan Michon 1995). Dalam hal ini negara juga mendapatkan devisa luar negeri karena getah damar termasuk salah satu komoditi export (Wijayanto 2002). Sedemikian pentingnya arti Repong Damar bagi


(23)

masyarakat, maka muncul suatu peraturan untuk tidak menebang pohon damar baik di kebun milik sendiri atau milik orang lain, kecuali dengan ijin pemerintah yaitu kepala desa. Ijin tersebut harus didapatkan tanpa melihat apakah kayu yang diambil ditujukan untuk kebutuhan sendiri atau dijual. Surat ijin tersebut merupakan aturan yang berawal dari hukum adat.

Sistem Hutan Kerakyatan (1995) menyatakan bahwa selain manfaat-manfaat di atas masyarakat di sekitar mendapatkan manfaat-manfaat lingkungan seperti pemanfaatan tanaman-tanaman sebagai obat, kayu bakar, kayu untuk bahan bangunan, sumber buah-buahan dan persediaan air sepanjang tahun. Kebun damar dengan susunan vegetasi yang bertingkat mampu mempertahankan fungsi hidrologinya. Di dalam Repong Damar juga hidup bermacam-macam jenis satwa mulai dari jenis burung, binatang buas dan lain sebagainya. Selain itu juga masyarakat di sekitar Repong Damar walaupun musim kemarau panjang masih merasa hidup nyaman dengan udaranya yang bersih terhindar dari berbagai polusi.

Namun pada saat ini tingkat perkembangan penduduk di Indonesia yang terus meningkat selalu dihadapkan pada berbagai masalah yang diantaranya adalah tingkat pendapatan yang rendah, serta masalah dalam hal pemanfaatan lahan. Selain itu persepsi yang positif dari masyarakat dalam keberhasilan kegiatan agroforestri sangat diperlukan agar dapat terjaga kelestarian fungsi dan kemampuan sumberdaya hutan dan ekosistemnya dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam kenyataan di lapangan petani damar tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat dan sistem sosialnya. Oleh karena itu, persepsi petani damar selain dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti umur, ekonomi, tingkat pendidikan formal, status sosial, pengalaman, pemahaman tentang Repong Damar, keaktifan, kelembagaan, tokoh masyarakat, dan kebijakan pemerintah.

Pemerintah Kabupaten Lampung Barat (2011) menyatakan bahwa ancaman terbesar terhadap keberadaan Repong Damar di Kecamatan Pesisir Krui, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung adalah konversi menjadi peruntukan lain, sehingga membuat kawasan ini rentan terhadap tekanan dari luar seperti keinginan membangun perkebunan kelapa sawit. Selain itu juga Repong Damar belum diakuinya status kepemilikan tanah masyarakat setempat selaku pemilik kebun damar oleh pemerintah, karena pada dasarnya untuk mengembangkan agroforest


(24)

sebagai sebuah pengelolaan sumberdaya alam secara berkesinambungan maka dibutuhkan jaminan kepastian hak petani dan penggarapnya dalam jangka panjang. Hancurnya sistem agroforestri di Indonesia terjadi pada saat negara mengembangkan inisiatif menolak dan mengabaikan penguasaan dan hak-hak masyarakat setempat atas lahan dan sumberdaya agroforestri. Pengakuan secara hukum atas hak masyarakat terhadap lahan agroforestri merupakan hal yang sangat penting. Agroforestri tidak hanya melindungi sumberdaya yang ada pada saat ini tetapi juga pengembangan agroforestri sebagai alternatif yang dapat diterima dalam rangka pengelolaan sumberdaya hutan secara terpadu oleh masyarakat setempat.

Disamping itu mulai pudar nilai akan kebanggaan memiliki kebun damar sebagai warisan nenek moyang yang harus dijaga, dan keberadaan tanaman damar di pesisir Kabupaten Lampung Barat terancam punah sehubungan penebangan pohon yang terus berlangsung. Hal ini disebabkan oleh rendahnya harga damar di pasaran. Dengan demikian dalam penelitian ini akan dikaji sejauh mana kinerja pengelolaan Repong Damar dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi.

1.4Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1. Menganalisis kinerja pengelolaan Repong Damar ditinjau dari aspek ekologi

2. Menganalisis kinerja pengelolaan Repong Damar ditinjau dari aspek sosial 3. Menganalisis kinerja pengelolaan Repong Damar ditinjau dari aspek

ekonomi

1.5Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi instansi kehutanan dalam upaya meningkatkan pengelolaan Repong Damar di Kecamatan Pesisir Tengah umumnya, di Desa Penengahan khususnya, Provinsi Lampung.


(25)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Repong Damar

Ekologi Sosial Ekonomi

- Persepsi masyarakat terhadap pengelolaan Repong Damar

- Pendapatan masyarakat - Kontribusi Repong Damar - Kondisi Vegetasi di

Repong Damar

Ancaman

- Konversi menjadi peruntukan lain (kelapa sawit) - Status kepemilikan lahan

- Pudarnya nilai kebanggaan memiliki repong damar - Penebangan pohon damar

Solusi

Berkembangnya pengelolaan Repong Damar Kebijakan

1. Peraturan pemerintah 2. Peraturan adat

Kelembagaan (organisasi)

Modalitas 1. Tingkat kesejahteraan 2. Tingkat pendidikan


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agroforestri

2.1.1 Definisi agroforestri

Dalam Bahasa Indonesia, kata agroforestry dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri yang arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian. Menurut de Foresta et al. (2000) menyatakan bahwa agroforestri menggabungkan ilmu kehutanan dan agronomi, serta memadukan usaha kehutanan dengan pembangunan pedesaan untuk menciptakan keselarasan antara intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan. Agroforestri merupakan ciptaan manusia yang dikembangkan dalam rangka pengembangan dan pelestarian sumber daya hutan, dan bukan merupakan upaya pengelolaan hutan alam.

Menurut de Foresta et al. (2000) menyatakan bahwa agroforestri memiliki struktur yang serupa dengan hutan alam, umumnya agroforestri memiliki penampilan seperti hutan alam primer atau sekunder karena dominasi pepohonan dan keanekaragaman tetumbuhan yang pada tahap awalnya berasal dari hutan alam, agroforestri dapat secara keliru dianggap sebagai hutan alam. Agroforestri merupakan satu persekutuan hidup satuan-satuan biologi dan proses-proses yang dapat direproduksi dalam jangka panjang.

Menurut Vergara (1982) agroforestri meskipun tidak selalu merupakan paket teknologi yang penting dalam program-program social forestry. Social forestry pada dasarnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia di pedesaan dari hutan yaitu fuel, fodder, food, timber, income, environtment. Social forestry pada prinsipnya mempunyai tiga tujuan yaitu:

a. Tujuan produksi yaitu berusaha memberikan hasil maksimal produk dan jasa hutan yang didefinisikan secara tradisional oleh masyarakat setempat

b. Tujuan ekuiti yakni distribusi faedah produk dan jasa hutan

c. Tujuan partisipasi yaitu menghubungkan alokasi hak dan tanggung jawab dalam pengelolaan hutan.


(27)

Sasaran pokok dari ketiga prinsip di atas adalah untuk mencapai kemakmuran masyarakat atas kekayaan yang ada dilingkungan sekitar. Ada empat tujuan dari agroforestri yaitu:

a. Untuk menciptakan keseimbangan yang harmonis antara konservasi sumberdaya alam dengan produksi

b. Untuk mengurangi kesenjangan antara pasokan (supply) dan permintaan

c. Untuk pelaksanaan program tata guna lahan yang berdasarkan pertimbangan ekologi, sosial, ekonomi, dan demografi

d. Untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Agroforestri diharapkan berguna bagi daerah tropika, sebagai usaha mencegah perluasan tanah tandus, dan kerusakan kesuburan tanah, dan mendorong pelestarian sumberdaya hutan. Agroforestri juga diharapkan berguna bagi peningkatan mutu pertanian serta intensifikasi dan diversifikasi silvikultur.

2.1.2 Keuntungan agroforestri

Vergara (1982) mengatakan bahwa keuntungan-keuntungan dari sistem pertanaman agroforestri adalah:

a. Aspek ekologi:

1. Berkurangnya tekanan terhadap hutan, sehingga akan lebih banyak pepohonan hutan yang dimanfatkan sebagai pelindung daerah perbukitan 2. Daur ulang unsur hara yang lebih efisien dengan terdapatnya perakaran

pohon yang sangat dalam

3. Perlindungan terhadap lahan berlereng tinggi dengan adanya pengelolaan lahan yang stabil

4. Berkurangnya aliran permukaan, pencucian hara dan erosi tanah karena adanya akar dan batang pepohonan yang menghalangi proses-proses tersebut 5. Perbaikan mikroklimat seperti menurunnya suhu permukaan tanah dan

berkurangnya evaporasi tanah karena adanya naungan dan humus

6. Meningkatkan jumlah unsur hara karena adanya penambahan dan dekomposisi bahan organik yang jatuh ke atas permukaan tanah


(28)

b. Aspek sosial

1. Perbaikan standar kehidupan masyarakat dengan adanya pekerjaan sepanjang waktu dan pendapatan yang berkesinambungan

2. Perbaikan nilai gizi dan kesehatan karena lebih banyaknya kuantitas dan keanekaragaman bahan pangan yang akan diperoleh

3. Stabilisasi dan perbaikan komunitas di daerah dataran tinggi melalui pengurangan kebutuhan lahan perpindahan untuk usaha tani.

c. Aspek ekonomi

1. Hasil yang beragam berupa pangan, kayu bakar, makanan ternak pupuk dan bahan bangunan

2. Mengurangi kemungkinan terjadinya kegagalan panen yang bisa terjadi pada pertanaman monokultur

3. Menaikkan pendapatan petani karena ada penambahan hasil dari jenis tanaman yang berbeda

2.1.3 Klasifikasi sistem agroforestri

Tipe sistem agroforestri sangat beragam dan kompleks dalam sifat dan fungsinya. Oleh karena itu, pengklasifikasian sistem-sistem agroforestri dalam berbagai kategori sangat diperlukan untuk mengevaluasi, memahami dan memperbaiki sistem-sistem yang telah ada.

Menurut Nair (1993) menyatakan bahwa istilah sistem agroforestri berbeda dengan teknologi agroforestri. Sistem agroforestri mencakup bentuk-bentuk agroforestri yang banyak dilaksanakan di suatu daerah atau merupakan suatu pemanfaatan lahan yang sudah umum dilakukan di suatu daerah. Sedangkan istilah teknologi agroforestri digunakan untuk menunjukkan adanya perbaikan atau inovasi yang biasanya berasal dari hasil penelitian dan digunakan untuk mengembangkan hasil-hasil yang baik dalam mengelola sistem-sistem agroforestri yang telah ada. Dengan demikian, sistem agroforestri meliputi bentuk-bentuk asli praktek agroforestri (indigenous agroforestry). Sedangkan teknologi agroforestri menghasilkan bentuk agroforestri yang telah diperbaiki (improved agroforestry) misalnya: improved fallow, alley cropping, multi purpose trees on farm lands, dan sebagainya.


(29)

Kriteria yang paling jelas dan mudah dipakai dalam pengklasifikasian sistem Agroforestri adalah sebagai berikut (Nair 1993):

1) Pengaturan komponen-komponennya menurut waktu dan tempat Þ struktur,

2) Kepentingan dan peran komponen Þ fungsi, 3) Tujuan produksi atau hasil sistem Þ output,

4) Karakter sosial ekonominya Þ dasar sosial ekonomi, 5) Basis ekologinya Þ dasar ekologi.

Klasifikasi pokok sistem agroforestri disajikan pada Tabel 1.

2.1.4 Sistem agroforestri

Menurut de Foresta et al. (2000) mengatakan bahwa agroforestri di Indonesia dapat digolongkan menjadi 2 sistem agroforestri yaitu:

2.1.4.1Sistem agroforestri sederhana

Sistem agroforestri sederhana adalah perpaduan-perpaduan konvensional yang terdiri atas sejumlah kecil unsur atau sering juga dikenal sebagai skema agroforestri klasik. Contoh tanaman yang bisa ditanam di sistem ini adalah tanaman yang memiliki peran ekonomi (kelapa, karet, jati, kopi, pisang, coklat dan lain sebagainya), peran ekologi (dadap dan petai cina) serta tanaman musiman (padi, jagung, sayur mayur, rerumputan).

Bentuk agroforestri sederhana yang paling banyak dibahas adalah tumpang sari yang merupakan sistem taungnya. Sistem-sistem agroforestri sederhana juga menjadi ciri umum pada pertanian komersil misalnya kopi diselingi dengan tanaman dadap, yang menyediakan naungan bagi kopi dan kayu bakar bagi petani.


(30)

Tabel 1. Klasifikasi pokok sistem agroforestri.

Pengelompokan berdasarkan struktur dan fungsi komponen agroforestri Pengelompokan berdasarkan penyebaran dan pengelolaan agroforestri Struktur

(asal dan susunan komponen kayu)

Fungsi (output dari komponen kayu) Kesesuaian lingkungan agro-ekologis Level sosial-ekonomi dan manajemen

Asal komponen Susunan komponen

- Agrisilvikultur

(tanaman pertanian dan tanaman kayu, termasuk shrub).

- Silvopastoral (ternak dan tanaman kayu).

- Agrosilvopastoral

(tanaman pertanian, ternak dan tanaman kayu).

- Lainnya

(multipurpose tree lots, apiculture, aquaculture, dll.)

1.Spasial/ruang

- Campuran tanaman yang padat, misal: pekarangan.

- Campuran terpisah, misal: pada kebanyakan tanaman HMT.

- Strip

- Lebar strip lebih dari satu pohon.

- Tanaman batas - Pada sudut-sudut

ladang. 2.Temporal/waktu - Coincident - Concomitant - Overlapping - Sequential (separate) - Interpolated Fungsi produksi - Pangan - HMT

- Kayu bakar - Produksi lain

Fungsi lindung - Windbreak - Sabuk hijau - Konservasi

tanah

- Konservasi air tanah - Kesuburan tanah - Peneduh (tanaman pertanian, ternak, manusia).

- Dataran rendah tropika.

- Dataran tinggi tropika ( > 1.200 m dpl, Malaysia).

- Dataran rendah subtropis (misal: daerah savana di Afrika, Cerrado di Amerika Selatan).

- Dataran tinggi subtropis (misal: di

Kenya dan

Ethiopia).

Berdasarkan tingkat input teknologi:

- Input rendah (marginal)

- Input sedang - Input tinggi

Berdasarkan hubungan cost/benefit: - Komersial - Peralihan - Subsisten


(31)

2.1.4.2 Sistem agroforestri kompleks (agroforest)

Sistem agroforestri kompleks atau agroforest adalah sistem-sistem yang terdiri dari sejumlah besar unsur pepohonan, perdu, tanaman musiman dan atau rumput. Penampakan fisik dan dinamika di dalamnya mirip dengan ekosistem hutan alam primer maupun sekunder. Sistem agroforestri kompleks bukanlah hutan-hutan yang ditata lambat laun melalui transformasi ekosistem secara alami, melainkan kebun-kebun yang ditanam melalui proses perladangan.

Berdasarkan sudut pandang pelestarian lingkungan kemiripan struktur dan penampilan fisik agroforest dengan hutan alam merupakan suatu keunggulan. Seperti halnya pada sistem-sistem agroforestri sederhana, sumberdaya air dan tanah dilindungi dan dimanfaatkan, tetapi lebih dari itu pada agroforest sejumlah besar keanekaragaman flora dan fauna asal hutan alam tetap berkembang.

Contoh agroforest di Indonesia adalah di Provinsi Kalimantan Barat yang mana masyarakat Dayak membangun agroforest dengan pohon Dipterokarpa (Dipterocarpaceae) penghasil buah tengkawang sebagai jenis utama, desa-desa di Provinsi Maluku dikelilingi oleh kebun-kebun yang memadukan pohon-pohon rempah tradisional yang berasal dari hutan seperti pala dan cengkeh dengan pohon kenari yang juga asal hutan, penduduk Krui di Lampung Barat mendomestifikasi jenis pohon Dipetrocarpa penghasil damar.

2.2 Repong Damar

2.2.1 Deskripsi Repong Damar

Menurut Lubis (1997) menyatakan bahwa Repong menurut orang Krui adalah sebidang lahan yang diatasnya tumbuh beranekaragam jenis tanaman produktif, umumnya tanaman tua (perennial crops), seperti damar, duku, durian, petai, jengkol, tangkil, manggis, kandis, dan lain sebagainya yang dipelihara karena memiliki nilai ekonomis. Disebut Repong Damar karena pohon damar merupakan tegakan yang dominan jumlahnya pada setiap bidang Repong.


(32)

2.2.2 Sejarah Pembentukan

Orang Krui menyebut hutan alam dengan istilah Pulan dan wanatani damar dengan istilah Repong. Struktur vertikal dan ekosistem Pulan dan Repong tidak jauh berbeda. Keduanya ditandai oleh tingginya keanekaragaman biota alam yang menjadi komponennya. Komposisi mosaik Pulan dan Repong yang menghampar hijau kini telah menutupi gugusan perbukitan di sepanjang pantai barat Provinsi Lampung hingga ke batas Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di sebelah utara dan timur laut (Lubis 1997).

Dari aspek teknis budidaya, tahap-tahap penanaman tanaman produktif (mulai dari tanaman subsisten sampai tanaman tua) berikut perawatannya, di sengaja atau tidak disengaja oleh petani, ternyata berlangsung dalam kondisi ekologis yang sesuai dan saling mendukung satu sama lain. Sehingga proses-proses produksi yang terkait dalam seluruh tahapan pengembangan Repong bisa membuahkan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Pada gilirannya, kegiatan produktif yang berlangsung secara bertahap itu akan memberikan kontribusi ekonomi bagi petani secara terus-menerus dalam jangka panjang. Getah damar yang dipanen secara berkala memberi pendapatan tunai secara rutin untuk nafkah keluarga. Dari tanaman Repong juga bisa diperoleh hasil lainnya seperti kayu bakar, bahan bangunan dan juga beragam jenis tumbuhan obat (Lubis 1997).

Menurut Michon et al. (1998) menjelaskan bahwa secara ekologis fase perkembangan Repong Damar menyerupai tahapan suksesi hutan alam dengan segala keuntungan ekologisnya, seperti perlindungan tanah, evolusi iklim mikro, dan lain sebagainya. Dari segi teknis budidaya, tahap-tahap penanaman tanaman produktif, mulai dari tanaman subsisten sampai tanaman tua yang mana perawatannya disengaja atau tidak oleh petani yang berlangsung dalam kondisi ekologis yang sesuai dan saling mendukung satu sama lain. Sehingga proses-proses produksi yang terkait dalam seluruh tahapan pengembangan Repong Damar bisa membuahkan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi.

Menurut Lubis (1997) menyatakan bahwa tradisi pembukaan lahan hutan yang dilakukan oleh masyarakat Krui secara garis besar dapat dibedakan atas tiga fase produktif yang ketiganya berlangsung di ruang fisik yang sama, namun berada


(33)

pada ruang yang berbeda dalam perspektif kognitif masyarakat Krui. Ketiga fase tersebut adalah:

1. Fase Dakhak (ladang) adalah fase ketika lahan siap tanam mulai ditanami dengan tanaman-tanaman subsistensi, seperti padi dan palawija.

2. Fase Kebun adalah fase bagi tanaman muda (annual crop) yang mana berkebun merupakan alasan utama dalam pengambilan keputusan untuk membuka lahan hutan.

3. Fase Repong dimana masyarakat Krui mulai menanamkan lahan pertaniannya dengan Repong apabila keragaman jenis tanaman yang tumbuh di dalamnya sudah terpenuhi, yang pada umumnya mulai didominasi oleh tanaman keras. Proses penanaman tersebut berlangsung secara simultan semasa pemeliharaan tanaman kebun.


(34)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Penengahan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung (Gambar 2). Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Februari 2011.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Alat dan bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah, phiband atau pita diameter, haga hypsometer, kompas, patok, tali rafia atau tambang, buku pengenal vegetasi, golok, tally sheet, alat tulis, dandaftar kuisioner.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah masyarakat (petani damar) yang terlibat dalam kegiatan agroforestri di Desa Penengahan, Kecamatan Pesisir Krui Tengah, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung. Responden ditentukan secara purposive sampling yaitu penentuan sampel mempertimbangkan kriteria-kriteria yang telah dibuat terhadap obyek yang sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam hal ini penelitian dilakukan pada petani damar dengan kriteria petani damar yang berpengalaman dan belum berpengalaman, umur dan tingkat pendidikan.

Menurut Arikunto (1996), apabila jumlah populasi lebih dari 100, maka jumlah contoh yang dapat diambil adalah 10-15% dari populasi tersebut. Pada lokasi penelitian yaitu Desa Penengahan responden yang memenuhi kriteria adalah sebanyak 348 kepala keluarga, maka jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebesar 10% dari keseluruhan jumlah petani damar pada Desa Penengahan sehingga jumlah responden yang diambil sebanyak 35 Kepala Keluarga.


(35)

(36)

3.4. Prosedur Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Hal ini dimaksudkan agar penelitian ini dapat menggambarkan status, data, kondisi tertentu dari Repong Damar di lokasi penelitian dan masyarakat Desa Penengahan yang telah mengembangkan sistem agroforestri di lokasi penelitian secara sistematis, faktual dan akurat sesuai fakta yang ada di lapangan.

Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode kuisioner, pengamatan dan pengukuran data lapangan. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan mengunakan studi pustaka.

3.4.1 Cara pengambilan data

Data yang diambil terbagi atas tiga aspek yaitu aspek ekologi, aspek sosial dan aspek ekonomi (Tabel 2). Selain ketiga aspek tersebut data penunjang lainnya yang diambil seperti data sejarah perkembangan Repong Damar dan data manajemen pengelolaan Repong Damar.


(37)

Tabel 2. Jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data dan keluaran

No Jenis Data Sumber

Data Teknik Pengumpulan Data Keluaran Aspek Ekologi 1 Analisis Vegetasi Primer Analisis

Vegetasi (metode jalur berpetak)

Analisis vegetasi, Informasi Indeks Nilai Penting (INP)

Apek Sosial 2 Persepsi masyarakat

terhadap pengembangan pengelolaan Repong Damar

Primer Kuisioner Informasi masyarakat tentang

pengembangan pengelolaan Repong Damar

3 Status Kepemilikan, Primer dan Sekunder Wawancara, Dokumen, Laporan Penelitian. Informasi tentang Repong Damar Luas Lahan, Ketenagakerjaan, Kelembagaan, dan Manajemen pengelolaan Repong Damar Aspek Ekonomi 4 Pendapatan yang

diperoleh masyarakat dalam mengelola Repong Damar, pendapatan yang diperoleh masyarakat di luar usaha

mengelola Repong Damar, dan

pendapatan per kapita masyarakat

Primer Kuisioner dan Wawancara

Informasi pendapatan masyarakat

a. Data aspek ekologi

Pada aspek ekologi data yang diambil adalah data analisis vegetasi, data yang diperlukan berupa data komposisi jenis (kerapatan jenis, frekuensi jenis, dominansi jenis, dan INP). Analisis vegetasi dilakukan kegiatan inventarisasi

dengan membuat Petak Ukur (PU) dengan menggunakan metode jalur berpetak (Gambar 3) dengan luas petak ukur adalah 2.000 m3 karena dilokasi penelitian


(38)

memiliki vegetasi yang homogen. Pada masing-masing petak pengamatan tersebut dibuat petak contoh dan sub petak contoh dengan ukuran:

1. Tingkat pohon yang memiliki diameter > 20 cm di petak ukuran 20 x 20 m 2. Tingkat tiang yang memiliki diameter 10-20 cm di petak ukuran 10 x 10 m 3. Tingkat pancang yang memiliki tinggi >1,5 m dengan berdiameter 2-10 cm di

petak ukuran 5 x 5 m

4. Tingkat semai yang memiliki tinggi maksimal 1,5 m di petak ukuran 2 x 2 m

Sumber : Indriyanto 2008

Gambar 3. Sketsa lokasi petak ukur

b. Data aspek sosial

Pada aspek sosial, data yang diambil berasal dari petani damar Desa Penengahan sebagai responden. Data aspek sosial pengelolaan Repong Damar yang dikumpulkan adalah persepsi masyarakat sekarang terhadap pengembangan pengelolaan Repong Damar, status kepemilikan, luas lahan, ketenagakerjaan, kelembagaan, dan manajemen pengelolaan Repong Damar.

c. Data aspek ekonomi

Pada aspek ekonomi data yang diambil berasal dari petani damar sebagai responden. Data aspek ekonomi yang dikumpulkan adalah data mengenai kegiatan perekonomian di lingkungan Repong Damar yang meliputi: kegiatan pemanfaatan Repong Damar berupa nilai guna dan fungsi dari Repong Damar sebagai kontribusi pendapatan masyarakat Desa Penengahan dari Repong Damar.


(39)

3.4.2 Parameter yang diukur

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah: 1. Aspek ekologi.

a) Kerapatan jenis b) Kerapatan relatif jenis c) Frekuensi jenis d) Frekuensi relatif jenis e) Dominansi jenis f) Dominansi relatif jenis g) Indeks Nilai Penting (INP) 2. Aspek sosial

a) Persepsi masyarakat terhadap pengembangan pengelolaan Repong Damar b) Status kepemilikan

c) Luas lahan d) Ketenagakerjaan e) Kelembagaan

f) Manajemen pengelolaan Repong Damar 3. Aspek ekonomi.

a) Pendapatan usaha mengelola Repong Damar di Desa Penengahan (dalam Rp/tahun).

b) Pendapatan di luar usaha mengelola Repong Damar di Desa Penengahan (dalam Rp/tahun).


(40)

3.5 Analisis Data

3.5.1 Analisis data aspek ekologi

Analisis data aspek ekologi dianalisis berdasarkan kondisi vegetasi. Kondisi vegetasi Repong Damar yang dianalisis adalah komposisi dan struktur jenisnya didasarkan pada perhitungan besaran kuantitatif, yaitu :

a. Kerapatan jenis b. Kerapatan relatif jenis c. Frekuensi jenis d. Frekuensi relatif jenis e. Dominansi jenis f. Dominansi relatif jenis g. Indeks Nilai Penting (INP)

Perhitungan nilai-nilai kuantitatif di atas dihitung dengan rumus Indriyanto (2008):

-

Kerapatan j eni s =

- Kerapatan Relat if ( KR) = x 100%

- Frekuensi jenis =

- Frekuensi Relat i f = x 100%

- Dominansi jenis =

- Dominansi Relat if = x 100%

- Indeks Nilai Penting = KR + FR + DR

3.5.2 Analisis data aspek sosial

Data aspek sosial pengelolaan Repong Damar yang dikumpulkan adalah persepsi masyarakat terhadap pengembangan pengelolaan Repong Damar, status kepemilikan, luas lahan, ketenagakerjaan, kelembagaan, dan manajemen pengelolaan Repong Damar. Persepsi masyarakat terhadap pengembangan


(41)

pengelolaan Repong Damar yang akan di lakukan pengukuran data dengan cara penilaian kuisioner yaitu dengan memberikan bobot nilai pada masing-masing jawaban pertanyaan (Tabel 3). Sedangkan data status kepemilikan, luas lahan, ketenagakerjaan, kelembagaan, dan manajemen Repong Damar di analisis secara deskriptif.

Tabel 3. Bobot jawaban Skala Likert

Skala Likert Bobot nilai

Sangat setuju Setuju Tidak tahu Tidak setuju Sangat tidak setuju

5 4 3 2 1

Cara mengukur skor dan persentase penggolongan skor penilaian adalah sebagai berikut:

a. Cara menghitung skor Skor = frekuensi x bobot nilai

Jumlah skor = Jumlah skor skala penilaian 1 sampai dengan 5 b. Cara penghitungan persentase penggolongan skor penilaian

Penggolongan skor penilaian dilakukan berdasarkan skor ideal, dimana nilainya tergantung pada jumlah responden yang ingin dilihat. Misalnya jika dibandingkan dengan jumlah keseluruhan responden pada penelitian ini adalah berjumlah 35 maka,

Skor ideal (skor tertinggi) = 35 x bobot tertinggi = 35 x 5

= 175 (sangat setuju) Skor terendah = 35 x bobot terendah

= 35 x 1

= 35 (sangat tidak setuju) Sehingga persentase penggolongan skor penilaian adalah:

Jumlah skor

Skor ideal x 100% =

j uml ah skor


(42)

Sedangkan kriteria interpretasi skor berdasarkan persentase kelompok responden:

1. 0%-20% : sangat tidak setuju 2. 21%-40% : tidak setuju 3. 41%-60% : ragu-ragu 4. 61%-80% : setuju 5. 81%-100% : sangat setuju

3.5.3Analisis data aspek ekonomi

Data aspek ekonomi pengelolaan Repong Damar yang dikumpulkan adalah data mengenai kegiatan perekonomian yang meliputi: kegiatan pemanfaatan Repong Damar berupa nilai guna dan fungsi Repong Damar sebagai kontribusi pendapatan dari Repong Damar akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan rumus pendapatan dari usaha mengelola sistem agroforestri menurut Hadisapoetra (1973) sebagai berikut:

å

å

= =

-=

j

l I

j

l i

Ci

PixYi

Lu

(

)

Keterangan:

Lu = Pendapatan usaha mengelola sistem agroforestri. Pi = Harga komoditi ke-i.

Yi = Hasil produksi komoditi ke-i

Ci = Biaya yang dikeluarkan dalam mengelola sistem agroforestri ke-i. i = 1, 2, 3... j

Dengan mengetahui jumlah penerimaan bersih (Inu) dari usaha di luar mengelola Repong Damar dapat diketahui kontribusi hasil pengelolaan agroforestri terhadap masyarakat yang diasumsikan dengan rumus Hadisapoetra (1973):


(43)

%

100

)

(

Lu

Inu

x

Lu

K

+

=

Keterangan:

K = Kontribusi usaha pengelolaan agroforestri. Lu = Pendapatan usaha pengelolaan agroforestri. Inu = Pendapatan di luar usaha pengelolaan agroforestri.

Selain itu akan dianalisis mengenai pendapatan perkapita masyarakat dengan membandingkan pendapatan total keseluruhan dalam satu tahun terhadap jumlah anggota keluarga (jiwa) yang masih menjadi tanggungan (Hadisapoetra 1973).


(44)

3.6 Penelitian Sebelumnya

Penelitian mengenai Repong Damar di Pesisir Krui, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Pada Tabel 4 disajikan kedudukan penelitian ini terhadap penelitian-penelitian sebelumnya. Tabel 4. Kedudukan penelitian ini terhadap penelitian sebelumnya

Peneliti Tahun Topik Hasil

Bagja Hidayat Herry Pramono Soni Trison Tjahjo Tri Hartono Nurheni Wijayanto M. Rizon Duryat Jimmy Manesa 2000 2000 2001 2001 2001 2005 2006 2009

Dampak pengelolaan Repong Damar di Pesisir Krui terhadap ekonomi wilayah kabupaten Dati II Lampung Barat

Ketergantungan masyarakat terhadap Repong Damar di Pesisir Krui Lampung Barat

Kajian Kelayakan usaha sistem Pengelolaan Repong Damar mata kucing (Shorea javanica

K&V) di Krui Lampung Kajian Metodologi Mengenai Identifikasi Ekologis Tingkat Kebutuhan Cahaya berbagai Jenis tumbuhan di tingkat anakan dan pohon dewasa di damar Agroforest (studi kasus di Krui, Lampung Barat) Faktor dominan dalam sistem pengelolaan hutan

kemasyarakatan : studi kasus di Repong Damar, pesisir Krui Lampung

Profil Kandungan karbon pada setiap fase pengelolaan lahan hutan oleh masyarakat menjadi Repong Damar

Dimensi tegakan dan pengaruh peubah tempat tumbuh terhadap produksi damar mata kucing (Shorea javanica K&V) di Krui Lampung Barat

Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Desa Penghasil damar Kabupaten Lampung Barat

Pengelolaan Repong Damar (Shorea javanica K&V) mempunyai dampak yang positif terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Lampung Barat

Repong Damar memiliki peranan yang cukup dalam menambah pendapatan rumah tangga (56%)

Berdasarkan analisis kelayakan usaha, usaha Repong Damar layak diusahakan.

Komposisi jenis anakan pohon ditingkat komunitas terbukti dipengaruhi oleh tingkat intensitas cahaya lingkungan.

Keberhasilan sistem pengelolaan Repong Damar sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor ekologi, ekonomi bisnis dan sosial budaya.

Kandungan karbon tegakan Repong Damar adalah 236.273,98 Kg C/ha

Beberapa peubah dimensi tegakan dan peubah tempat tumbuh berkorelasi nyata dengan produksi damar di Pesisir Krui Lampung Barat Hanya 33,33% rumah tangga pemilik Repong, dan 23,33% rumah tangga bukan pemilik repong yang tergolong tahan pangan.


(45)

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak, Batas, Dan Luas Wilayah Kabupaten Lampung Barat

Menurut Pemerintah Kabupaten Lampung Barat (2011) bahwa Kabupaten Lampung Barat dengan ibukota Liwa merupakan pemekaran dari Kabupaten Lampung Utara yang ditetapkan dengan Undang-Undang no 6 tahun 1991 tanggal 16 Juli 1991. Letak Kabupaten Lampung Barat pada koordinat :

Lintang Selatan : 40 47’ 16”- 50 56’ 42” Bujur Timur : 1030 35’ 08” – 1040 33’ 51”

Batas Wilayah Kabupaten Lampung Barat adalah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara, berbatasan dengan Propinsi Bengkulu

2. Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten Tenggamus, dan Kabupaten Lampung Tengah

3. Sebelah Selatan, berbatasan dengan Samudera Hindia dan Selat Sunda 4. Sebelah Barat, bebatasan dengan Samudera Hindia

Kabupaten Lampung Barat secara administratif meliputi 25 kecamatan, 7 kelurahan dan 250 desa.

4.2Topografi

Menurut Pemerintah Kabupaten Lampung Barat (2011) bahwa berdasarkan bentuk Wilayah Kabupaten Lampung Barat dibagi menjadi 3 wilayah topografi sebagai berikut:

1. Daerah dataran rendah, yaitu daerah berketinggian 0-600 meter dari permukaan laut

2. Daerah berbukit, yaitu daerah berketinggian diatas 600-1.000 meter dari permukaan laut

3. Daerah pengunungan, yaitu daerah berketinggian di atas 1.000-2.000 meter dari permukaan laut

Pesisir Selatan, sebagaimana keadaan topografi Wilayah Pesisir umumnya sebagian besar merupakan wilayah dataran dengan ketinggian kurang dari 600 m dpl. Keadaan tersebut sangat jelas pada areal Repong Damar di Kecamatan Pesisir Selatan, hampir seluruhnya (92,3%) merupakan wilayah dataran dan hanya


(46)

sebagian kecil saja (3,8%) merupakan lahan miring dan curam, keadaan sangat berbeda dengan areal Repong yang berada di Wilayah Kecamatan Pesisir Tengah yang mana antara repong yang datar dan miring relatif sama.

Keadaan wilayah sepanjang pantai pesisir barat umumnya datar sampai berombak dengan kemiringan 3% sampai 5%. Bagian barat laut Kabupaten Lampung Barat terdapat gunung-gunung dan bukit, yaitu Gunung Panggung (1.808 m), Bukit Palawan (1.735 m), dan Gunung Talabjan (1.413 m), Bagian Selatan terdapat beberapa gunung dan bukit, yaitu Bukit Penetoh (1.166 m) Bukit Bawanggutung (1.042 m), Gunung Sekincau (1.718 m). Pegunungan Labuhan Balak (1.313 m), dan Bukit Sipulang (1.315 m). Bagian Timur dan Utara terdapat Gunung Pesagih (2.127 m), Gunung Sabhallah (1.623 m), Gunung Ulumajus (1.789 m), Gunung Siguguk (1.779 m), dan Bukit Penetaan (1.688 m).

Topografi Pesisir Krui bervariasi antara daratan pantai sampai daratan tinggi (pegunungan). Komposisi lekukan bumi di Wilayah Pesisir Krui sekitar 25% terdiri dari daratan pantai Samudera Hindia, dan menaik sekitar 75% menuju pegunungan Bukit Barisan Selatan. Topografi Pesisir Krui diperkaya dengan banyaknya aliran sungai seperti Way Jambu, Way Olor, Way Hanuan, Way Palembang, Way Karwi, Way Tebakak, Way Pemancar dan lain-lain.

4.3Iklim

Menurut Pemerintah Kabupaten Lampung Barat (2011) bahwa iklim disuatu tempat sangat ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain curah hujan, hari hujan, evaporasi, temperatur, transpirasi dan kecepatan angin. Hal tersebut erat kaitannya dengan keadaan topografi, vegetasi, maupun ketinggian suatu tempat. Menurut Oldeman dan Las Devies, daerah Lampung Barat memiliki dua tipe iklim yaitu:

1. Tipe Iklim A : Terdapat di sebelah Barat Taman Nasional Bukit Barisan Selatan

2. Tipe Iklim B : Terdapat di sebelah Timur Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

Kelembaban udara di daerah ini tergolong basah (udic). Kelembaban berkisar antara 50-80 % dengan curah hujan tahunan yang tinggi, yaitu >2.000 mm. Regim suhu berkisar dari panas (isohypothermic) pada dataran pantai (di bagian


(47)

barat) sampai dingin (isimesic) di daerah perbukitan. Sedangkan curah hujan dibagi menjadi 3 (tiga) kriteria yaitu :

1. Curah Hujan antara 1.500 s/d 2.000 mm/tahun. 2. Curah Hujan antara 2.000 s/d 2.500 mm/tahun. 3. Curah Hujan antara 2.500 s/d 3.000 mm/tahun.

4.4Hidrologi

Menurut Pemerintah Kabupaten Lampung Barat (2011) bahwa Wilayah Lampung Barat di bagian barat kaya akan sungai-sungai yang mengalir dan berjalur pendek, dengan pola aliran dendritik yang menyebabkan daerah ini ditandai dengan jarangnya banjir, Delta marine ditandai dengan agregat kasar hasil endapan aluvial vulkanik. Hal ini menyebabkan bila air membesar, maka muara sungai sering berlimpah (meander). Sungai-sungai yang berukuran pendek dan mengalir di lereng terjal sangat potensial dikembangkan untuk irigasi, kecuali yang sudah mengalir di daerah delta pantai walau masih terkena pengaruh pasang surut.

Bagian Timur Lampung Barat merupakan daerah tangkapan air (catcment area), sungai-sungai yang mengalir ke arah laut, antara lain Way Besai, Way Seputih dan lain-lain. Proses erosi yang sudah lanjut, besarnya material yang terangkut sedimen menyebabkan makin cepatnya pemiskinan hara di wilayah ini.

4.5Geomorfologi

Menurut Pemerintah Kabupaten Lampung Barat (2011) bahwa formasi geologi yang menyusun Wilayah Lampung Barat meliputi formasi alluvium, gamping koral, batuan gunung api kuartier, Batuan Gunung Api, Bintuhan, Ranau, Semung, Lemau, Hulusimpang, Bal, Batuan Terobosan, Lakitan, Simpang Aur dan Formasi Seblat. Untuk fisiografis Wilayah Pesisir Kabupaten Lampung Barat didominasi oleh Teras Marin seluas 56.312 ha (54,1%), Aluvial seluas 21.862 ha (21%) dan Marin seluas 12.500 ha (12%). Sebagian besar tanah di Kabupaten Lampung barat didominasi oleh jenis Entisol, Enceptisol dan Ultisol.

Daerah pesisir ditempati oleh endapan alluvial sungai dan pantai, endapan vulkanik dari beberapa formasi, dan batuan gamping (Tabel 5). Daerah ini berada pada ketinggian 0-50 m dpl. Daerah ini relatif sempit, memanjang sepanjang pantai. Daerah yang berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia ini, seperti


(48)

umumnya pantai Barat Sumatera dan Pantai Selatan Jawa, dipengaruhi oleh gempa bawah laut yang dapat mengakibatkan gelombang tsunami. Daerah pegunungan yang merupakan punggung Bukit Barisan, ditempati oleh vulkanik quarter dari beberapa formasi. Daerah ini berada pada ketinggian 50 sampai > 1.000 m dpl. Daerah ini dilalui oleh sesar Semangka, dengan lebar zona sebesar ± 20 km. Pada beberapa tempat dijumpai beberapa aktifitas vulkanik dan pemunculan panas bumi.

Tabel 5. Keadaan tanah di Kabupaten Lampung Barat Sistem

Tanah

Ketinggian (m dpl)

Terdapat Bahan

Pembentuk Alluvial 0 - 100 Sepanjang jalur Daerah

Aliran Sungai Pesisir Selatan, Pesisir Tengah dan Pesisir Utara dan sebelah Selatan Gunung Sekincau (Suoh)

Endapan sungai dan hasil alluvial atau koliviasi

Marine 0 - 20 Daerah yang terkena pasang surut berlumpur, beting pantai, dan cekungan antar pantai

Dari bahan endapan laut yang tersusun halus sampai kasar Teras Marine 0 - 20 Sepanjang pesisir pantai

barat dengan variasi lereng 3-5 %

Tufa masam dan batuan sediment

Vulkan 25 - 200 Lereng pegunungan/ perbukitan dengan kelerengan curam (lebih dari 30 %)

Bahan induk andesitis dan basal

Perbukitan 5 – 1.000 Lereng pegunungan vulkan

Bahan vulkan, sedimen, plutonik masam, batuan

metamorf yang ditutupi oleh bahan tufa masam ranau

Pegunungan dan Plato

25 – 1.350 Lereng pegunungan vulkan dengan kelerengan curam (lebih dari 30 %).

Bahan vulkan tersier, plutonik masam, metamorf dan tufa masam.

Sumber : Pemerintah Kabupaten Lampung Barat, 2011

Susunan batuan dan sifat-sifat fisiknya, struktur geologi, dan bentuk topografik yang membentuk daerah ini menyebabkan daerah ini cukup rentan terhadap berbagai jenis bencana alam, seperti gempa bumi, tanah longsor, dan erosi kuat. Daerah bergelombang berada pada ketinggian 500 – 1.000 m dpl, ditempati


(49)

oleh endapan vulkanik quarter. Daerah ini relatif aman terhadap gempa, namun pada bagian yang berlereng terjal masih dijumpai longsor. Berdasarkan kondisi fisik demikian, dalam konteks kerentanan terhadap bencana alam Wilayah Kabupaten Lampung Barat dapat dibagi menjadi 3 (tiga) zona utama yaitu :

1. Zona I, daerah pesisir, dengan ancaman bencana alam gempa bawah laut dan tsunami, namun relatif aman terhadap gerakan tanah (tanah longsor).

2. Zona II, daerah pegunungan, yang relatif paling rentan terhadap bencana seperti tanah longsor, erosi kuat, dan gempa bumi yang juga berperan memicu longsor. 3. Zona III, daerah bergelombang, relatif paling aman meskipun tingkat erodibilitas tanahnya kurang lebih sama dengan Zona II, dan pada beberapa tempat masih dimungkinkan terkena longsor.

4.6Vegetasi dan Satwa

Menurut Dinas Kehutanan dan PSDA Kabupaten Lampung Barat dan Pusat LITBANG Hutan dan Konservasi (2005) menyatakan bahwa vegetasi yang menutupi kawasan Repong Damar di Pesisir Krui Lampung Barat didominasi oleh spesies damar mata kucing (S. javanica). Jenis tumbuhan lain yang memperkaya keanekaragaman tumbuhan adalah jenis-jenis tanaman buah-buahan tanaman seperti duku, durian, petai, jengkol, jambu bol, dan lain sebagainya. Sementara pada kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan vegetasi yang mendominasi adalah Famili Dipterocarpaceae, Lauraceae, Myrtaceae, dan Fegaceae antara lain Quercus sp.

Sebagaian besar satwa liar yang hidup di Repong Damar Krui adalah dari jenis mamalia. Beberapa diantaranya merupakan satwa yang keberadaannya dilindungi karena terancam punah. Jenis satwa tersebut antara lain kubung (Cynocephalus variegatus), tupai tanah (Tupaia glis), lalangga (Ratuta bicolor), landak (Hystrix brachyura), beruang (Helarctos malayanus), harimau (Panthera tigris sumatrae), alimawung hitam (Panthera pardus melas), tenuk (Tapirus indicus), badak (Dicerorhinus sumatraensis) dan lain-lain.

4.7Kependudukan

Pesisir Krui meliputi tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Pesisir Selatan, Pesisir Tengah, dan Pesisir Utara. Luas wilayah dan kepadatan penduduk ketiga


(50)

kecamatan tersebut berbeda-beda. Diantara ketiga kecamatan tersebut Pesisir Selatan merupakan kecamatan dengan wilayah paling luas dengan kepadatan penduduk terendah. Sedangkan Pesisir Tengah memiliki wilayah paling kecil dengan kepadatan tertinggi, secara lengkap disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Kepadatan penduduk Krui menurut kecamatan Kecamatan Luas (km2) Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Kepadatan (Jiwa/km2) Pesisir Selatan 2.100,33 52.004 25 Pesisir Tengah 172,48 41.676 242 Pesisir Utara 634,43 21.974 35 Sumber: Biro Pusat Statistik Lampung Barat, 2005

Penduduk Wilayah Pesisir Krui Lampung Barat terdiri dari penduduk asli (Lampung) dan penduduk pendatang dari luar daerah seperti Sunda, Jawa, Bali, Madura, Palembang dan Bengkulu. Sebagian besar penduduk (99,6%) beragama Islam, dan 0,4% sisanya menyebar merata sebagai pemeluk agama Kristen, Budha, Hindu, dan penganut aliran kepercayaan. Berdasarkan mata pencaharian, sebagian besar penduduk desa di Pesisir Krui adalah petani, terutama petani damar. Selain itu juga bekerja sebagai buruh tani, penyadap (pengunduh damar), pegawai negeri, pertukangan dan wiraswasta (Biro Pusat Statistik Lampung Barat 2005).


(51)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur

Umur responden dalam penelitian ini bervariasi, dari umur termuda hingga yang berumur tua. Umur termuda yang menjadi responden adalah 35 tahun, sedangkan yang tertua adalah 60 tahun. Pada Tabel 7 disajikan persentase sebaran umur responden.

Tabel 7. Sebaran umur responden

Umur Jumlah Persentase (%)

35-40 10 29 41-45 9 26 46-50 9 26 51-55 4 11 56-60 3 9 Jumlah 35 100

Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa umur responden yang terbanyak pada kelompok umur rata-rata 35-40 tahun sebanyak 29%, sedangkan umur responden yang sedikit pada kelompok umur rata-rata 56-60 tahun sebanyak 9%. Hal ini diduga karena Repong Damar diwariskan kepada anak tertua laki-laki, sehingga orang tua tidak lagi merawat Repong Damar.

5.1.2 Tingkat pendidikan responden

Sebagaimana umumnya masyarakat di daerah yang jauh dari pusat kota atau pusat pendidikan, maka tingkat pendidikan masyarakat di Desa Penengahan juga masih tergolong rendah. Masyarakat yang pernah menempuh pendidikan bervariasi antara yang terendah yaitu tamat pendidikan SD hingga yang tertinggi tingkat Sarjana. Tabel 8 disajikan persentase sebaran tingkat pendidikan responden.

Tabel 8. Sebaran tingkat pendidikan responden.

Pendidikan Jumlah Persentase (%)

SD 20 57 SLTP 9 26 SLTA 4 11 S1 2 6 Jumlah 35 100


(1)

Lampiran 4. Interpretasi jawaban responden tentang persepsi masyarakat terhadap pengembangan pengelolaan Repong Damar berdasarkan aspek ekonomi

No Persepsi Perngembangan Repong Damar Skor Persentase Interpretasi

1 Hasil dari Damar dan tanaman pertanian lainnya bisa dipakai untuk keperluan masa depan (misalnya sebagai tabungan)

150 86 Sangat setuju

2 Dari tanaman yang ada di Repong Damar baik damar sendiri maupun tanaman pertanian lainnya yaitu berupa ranting-ranting dahan dapat diambil untuk kebutuhan kayu bakar.

165 94 Sangat setuju

3 Jenis tanaman yang ditanam di Repong Damar merupakan tanaman yang diminati di pasaran baik damar maupun tanaman pertanian.

141 81 Sangat setuju


(2)

Lampiran 5. Luas lahan, pendapatan total/tahun, kontribusi Repong Damar, dan pendapatan/kapita/tahun

No Luas lahan milik (Ha) Jumlah

Tanggungan (orang) Biaya Usaha Repong Damar (Ci)/thn (Rp) Hasil usaha Repong Damar (PixYi)/tahun (Rp) Pendapatan Luar Repong Damar (lnu)/ tahun (Rp) Pendapatan usaha Repong Damar (Lu) (Rp) Pendapatan total / tahun

(Rp) Kontribusi Repong Damar (%) Pendapatan per kapita / tahun

(Rp)

kebun Damar Sawah

1 0.75 0.5 5 330.000 15.600.000 7.200.000 15.300.000 22.500.000 68 4.500.000

2 1 0 5 355.000 16.800.000 8.400.000 16.475.000 24.875.000 66 4.975.000

3 1 0.5 7 355.000 18.000.000 6.000.000 17.700.000 23.700.000 75 3.385.800

4 0.5 0.75 5 300.000 15.000.000 9.000.000 14.750.000 23.750.000 62 4.750.000

5 0.5 0.5 4 300.000 13.200.000 6.000.000 12.930.000 18.930.000 68 4.732.500

6 0.5 0.25 6 300.000 12.000.000 6.000.000 11.775.000 17.775.000 66 2.962.500

7 0.75 0.25 5 330.000 15.000.000 6.000.000 14.720.000 20.720.000 71 4.144.000

8 0.5 0 5 300.000 12.000.000 6.000.000 11.750.000 17.750.000 66 3.550.000

9 0.5 0 4 300.000 13.200.000 4.800.000 12.950.000 17.750.000 74 4.437.500

10 0.5 0 5 300.000 12.000.000 4.200.000 11.750.000 15.950.000 75 3.190.000

11 1.25 0.5 5 375.000 18.000.000 6.000.000 17.625.000 23.625.000 66 4.725.000

12 0.5 0.25 4 300.000 12.000.000 6.000.000 11.730.000 17.730.000 42 4.432.500

13 1.75 0 4 400.000 18.000.000 24.000.000 17.620.000 41.620.000 66 10.405.000

14 1.75 0.75 5 400.000 18.000.000 9.000.000 17.625.000 26.625.000 66 5.325.000

15 0.5 0.25 3 300.000 12.000.000 6.000.000 11.750.000 17.750.000 70 5.916.700

16 0.75 0.25 5 330.000 14.400.000 6.000.000 14.125.000 20.125.000 68 4.025.000

17 1.75 0.5 6 400.000 18.000.000 8.400.000 17.650.000 26.050.000 37 4.341.700

18 0.75 0 6 330.000 14.400.000 24.000.000 14.100.000 38.100.000 62 6.350.000

19 0.5 0.25 4 300.000 12.000.000 7.200.000 11.750.000 18.950.000 62 4.737.500


(3)

Lampiran 5. Lanjutan

No Luas lahan milik (Ha) Jumlah

Tanggungan (orang)

Biaya Usaha Repong

Damar (Ci)/thn

(Rp)

Hasil usaha Repong Damar

(PixYi)/tahun (Rp)

Pendapatan Luar Repong Damar (lnu)/

tahun (Rp)

Pendapatan usaha Repong

Damar (Lu) (Rp)

Pendapatan total / tahun

(Rp)

Kontribusi Repong

Damar (%)

Pendapatan per kapita / tahun

(Rp) Kebun

Danar

Sawah

21 0.5 0.25 4 300.000 12.000.000 9.000.000 11.750.000 20.750.000 64 5.187.500

22 0.5 0.25 4 300.000 13.200.000 7.200.000 12.950.000 20.150.000 71 5.037.500

23 0.75 0.25 6 330.000 15.000.000 6.000.000 14.725.000 20.725.000 66 3.454.200

24 0.5 0.25 5 300.000 12.000.000 6.000.000 11.750.000 17.750.000 57 3.550.000

25 0.5 0.25 4 300.000 12.000.000 9.000.000 11.750.000 20.750.000 59 5.187.500

26 1.75 0.75 6 400.000 18.000.000 12.000.000 17.625.000 29.625.000 75 4.937.500

27 1.75 0.5 7 400.000 18.000.000 7.200.000 17.620.000 24.820.000 83 3.545.800

28 1.75 0.5 6 400.000 28.800.000 6.000.000 28.420.000 34.420.000 58 5.736.700

29 1.25 0.25 6 375.000 19.200.000 12.000.000 18.850.000 30.850.000 33 5.141.700

30 1.25 0 6 375.000 19.200.000 24.000.000 18.875.000 42.875.000 56 7.145.900

31 1.75 0.5 4 400.000 15.600.000 12.000.000 15.250.000 27.250.000 60 6.812.500

32 1.75 0.5 3 400.000 18.000.000 12.000.000 17.640.000 29.640.000 59 9.880.000

33 1.75 0.75 6 400.000 18.000.000 12.000.000 17.620.000 29.620.000 66 4.936.700

34 0.5 0.5 7 300.000 12.000.000 6.000.000 11.780.000 17.780.000 66 2.540.000

35 1.75 0.75 6 400.000 18.000.000 9.000.000 17.700.000 26.700.000 66 4.450.000


(4)

Lampiran 6. Daftar istilah

Ambon : Sabuk pengaman yang terbuat dari rotan yang dianyam

Babalang : Wadah yang digunakan untuk tempat mengumpulkan getah damar dari tembilung

Bayit : Tanaman parasit yang biasa mengganggu pertumbuhan tanaman kebun

Damar asalan : Getah damar yang baru dipanen dan belum mengalami pemilahan kualitas getah damar

Kapak patil : Kapak kecil yang digunakan untu membuat lubang sadap (pepat) maupun mengambil getah damar.

Memepat : Suatu kegiatan yang dilakukan untuk melubangi pohon damar Parang : Suatu jenis penyakut yang menyerang batang, ranting dan daun

tanaman

Pepat : Lubang sadap getah pohon damar

Repong : Kebun

Tembilung : Wadah yang digunakan untuk menempatkan getah damar yang baru diambil dari pohon.

Uring : Suatu kegiatan mengerok sebagian kulit dasar kayu damar pada ujung atas pepat


(5)

RINGKASAN

DELFY LENSARI. Kinerja pengelolaan Repong Damar ditinjau dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Dibimbing oleh HARIYADI dan NURHENI WIJAYANTO

Sumberdaya hutan mempunyai fungsi terhadap kehidupan manusia, baik secara langsung, maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu, keberadaannya perlu dipertahankan. Namun dengan semakin padatnya jumlah penduduk, semakin meningkat pula tekanan terhadap sumberdaya hutan. Kerusakan hutan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu akibat penebangan liar, kebakaran hutan dan penyerobotan kawasan hutan oleh masyarakat. Hal ini dimungkinkan karena masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan belum diikutsertakan dalam pengamanan kawasan hutan. Salah satu cara untuk mengurangi kerusakan hutan adalah diikutsertakan masyarakat dalam memelihara hutan misalnya dengan sistem agroforestri. Sistem agroforestri selalu ada interaksi ekologi, sosial dan ekonomi. Salah satu contoh agroforestri tersebut adalah Repong Damar di Pesisir Krui Lampung yang menghasilkan produk getah damar (S. javanica). Dengan demikian dalam penelitian ini akan dikaji sejauh mana kinerja pengelolaan Repong Damar bagi masyarakat dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi.

Penelitian dilakukan di Desa Penengahan, Kecamatan Pesisir Tengah Krui, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung selama 2 bulan. Populasi penelitian adalah masyarakat (petani damar) dengan jumlah responden sebesar 35 KK. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Parameter aspek ekologi yang diukur adalah kerapatan jenis, kerapatan relatif jenis, frekuensi jenis, frekuensi relatif jenis, dominansi jenis, dominansi relatif jenis, dan Indeks Nilai Penting (INP). Analisis vegetasi dilakukan dengan kegiatan inventarisasi dengan menggunakan metode jalur berpetak. Parameter aspek sosial yang diukur adalah persepsi masyarakat terhadap pengembangan pengelolaan Repong Damar, status kepemilikan, luas lahan, ketenagakerjaan, kelembagaan, dan manajemen pengelolaan Repong Damar. Pengukuran data aspek sosial dengan menggunakan Skala Likert. Parameter aspek ekonomi yang diukur adalah pendapatan dari usaha mengelola Repong Damar (dalam Rp. per tahun), pendapatan di luar usaha mengelola Repong Damar (dalam Rp. per tahun), dan pendapatan per kapita (dalam Rp. per tahun).

Dari aspek ekologi menunjukan bahwa INP damar (S. javanica) menunjukkan kecenderungan menurun dari tingkat pohon ke tingkat semai, namun permudaan alami damar di Pesisir Tengah Krui cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh Kerapatan Relatif (KR) jenis damar yang cenderung meningkat dari tingkat pohon (20,83%) ke tingkat semai (30%). Penurunan INP damar dari tingkat pohon ke tingkat semai berkaitan dengan keberadaan jenis campuran.

Aspek sosial bahwa sebagian besar masyarakat Desa Penengahan memiliki persepsi yang sama yaitu setuju tentang pengembangan Repong Damar. Persepsi ini dapat disebabkan oleh masyarakat masih memiliki anggapan bahwa Repong Damar merupakan warisan nenek moyang yang harus dipertahankan. Akan tetapi perlu adanya keterlibatan dari pemerintah dalam membantu masyarakat mengelola Repong Damar. Repong Damar Desa Penengahan merupakan tanah warisan dalam bentuk penguasaan hak milik perorangan yang memiliki luas lahan 0,5-1,75 ha dengan ketenagakerjaan dari anggota keluarga dan tenaga upahan. Kelembagaan petani Repong


(6)

Damar sudah terbentuk yakni bergabung dengan kelompok tani tanaman pertanian dibawah bimbingan Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Barat.

Manajemen pengelolaan Repong Damar yang terbagi oleh permudaan/penanaman (Permudaan/penanaman bibit untuk mengganti tanaman yang mati/tumbang), pemeliharaan dengan cara menyeleksi tanaman keras yang tumbuh liar diganti dengan tanaman yang bernilai ekonomis tinggi, dan menghilangkan tanaman parasit yang biasa mengganggu tanaman kebun, pemanenan dengan cara mengambil getah damar (menyadap) pohon damar yang sudah berumur 20 tahun, pemilihan kualitas getah damar dilakukan dengan cara penapian dan pengayakan serta mensortasi getah damar sehingga didapatkan kualitas getah damar yaitu kualitas A (2-4 cm) berwarna kuning bening, kualitas B (1-2 cm) berwarna kuning bening, kualitas C (0,5 -1 cm) berwarna agak kotor, kualitas KK/DE (sisa sortasi berupa damar kecil-kecil atau debu).

Jalur pemasaran getah damar di daerah Pesisir Krui dimulai dari petani Repong Damar yang baru menyadap getah damar, kemudian getah damar tersebut dijual kepada pedagang penghadang (tengkulak) yang sudah menanti di daerah perbatasan antara desa dengan Repong Damar, kemudian tengkulak tersebut menjual getah damar ke pedagang pengumpul yang berada di desa. Petani Repong Damar juga dapat menjual langsung kepada pedagang pengumpul yang berada di desa. Dari pedagang pengumpul, getah damar kemudian dijual ke pedagang besar yang berada di Pasar Krui. Dari pedagang besar yang berada di Pasar Krui getah damar tersebut dijual ke pengusaha-pengusaha besar yang ada di Bandar Lampung, Jakarta, dan kota-kota besar lainnya atau dijual ke eksportir.

Petani Repong Damar di Desa Penengahan memiliki rata-rata pendapatan dari Repong Damar sebesar Rp. 16.120.000/KK/tahun, Pendapatan di luar Repong Damar berkisar antara Rp. 4.200.000/KK/tahun sampai dengan Rp. 24.000.000/KK/tahun dan rata-rata pendapatan per kapita masyarakat di Desa Penengahan adalah sebesar Rp. 5.169.200/orang/tahun atau Rp. 430.800/orang/bulan. Faktor yang mempengaruhi aspek ekonomi tersebut adalah jumlah anggota rumah tangga, luas lahan Repong Damar, dan sumber pendapatan masyarakat yang berbeda-beda.