dominansi dari suatu spesies menggambarkan survival suatu jenis dalam suatu komunitas. Jenis-jenis yang selalu dominan pada tiap tingkatan vegetasi relatif dapat
dikatakan memiliki daya survival yang tinggi. INP damar menunjukkan kecendrungan menurun dari fase pohon ke semai,
namun permudaan alami damar di Pesisir Krui Tengah cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh kerapatan jenis damar yang cendrung meningkat dari fase pohon
20,83 ke fase semai 30. Penurunan INP damar dari fase pohon ke fase semai berkaitan dengan keberadaan jenis campuran. Semakin rendah fase pertumbuhan,
maka akan semakin beragam dan semakin banyak jumlah dan jenis tumbuhan campurannya. Semakin tinggi nilai INP suatu jenis, berarti semakin besar dominansi
jenis tersebut pada tempat tumbuhnya. Berdasarkan Tabel 10-13 beberapa jenis tanaman Jengkol P. jiringa,
Jambu air E. aquea, Jambu bol E. mallacensis, Salam E. polyantha, Duku L. domesticum, Manggis G. Mangostana mengalami persaingan sehingga
permudaan alaminya terganggu. Hal ini disebabkan oleh terjadinya persaingan antara individu jenis tanaman baik antarspesies yang sama maupun antarspesies
berbeda yang disebabkan kebutuhan yang sama misalnya dalam hal hara mineral, tanah, air, cahaya dan ruang tumbuh Indriyanto, 2008.
Jenis tanaman Pulai A. scholaris, Damar S. javanica, Laban V. pubescens, Petai P. speciosa, Sungkai P. canescens, Mangga M. indica,
Rambutan N. lappaceum, Durian D. zibethinus mampu hidup bersaing dengan jenis tanaman-tanaman lain. Hal ini disebabkan karena jenis tanaman tersebut
memiliki pertumbuhan yang kuat, dan menjadi spesies yang dominan atau lebih berkuasa dibandingkan jenis lainnya. Menurut Indriyanto 2008 bahwa pohon-
pohon yang tinggi akan menjadi pohon pemenang dan menguasai pohon-pohon lain yang lebih rendah.
5.4 Aspek Sosial Pengelolaan Repong Damar
5.4.1 Persepsi masyarakat tentang pengembangan pengelolaan Repong Damar
Persepsi merupakan suatu pendapat, sikap dan perilaku yang bersifat pribadi dan subyektif namun mempunyai arti penting dan kedudukan yang kuat
dalam diri setiap manusia Adiputro, 1999. Hasil interpretasi jawaban responden
tentang persepsi masyarakat dalam pengembangan pengelolaan Repong Damar berdasarkan aspek ekologi, sosial dan ekonomi Lampiran 2, 3, dan 4. Rata-rata
interpretasi jawaban
responden tentang
persepsi masyarakat
terhadap pengembangan pengelolaan Repong Damar berdasarkan aspek ekologi, sosial dan
ekonomi disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Rata-rata interpretasi jawaban responden tentang persepsi masyarakat
terhadap pengembangan pengelolaan Repong Damar berdasarkan aspek ekologi, sosial dan ekonomi.
No Aspek
Skor Persentase
Interpretasi 1
Ekologi 145,25
83,25 Sangat setuju
2 Sosial
118,31 67,56
Setuju 3
Ekonomi 152
87 Sangat setuju
Rata-rata 138,52
79,27 Setuju
Berdasarkan Tabel 14 di atas menunjukkan sebagian besar masyarakat memiliki persepsi yang sama yaitu setuju tentang pengembangan Repong Damar.
Persepsi ini dapat disebabkan masyarakat masih memiliki anggapan bahwa Repong kebun Damar merupakan warisan nenek moyang yang harus dipertahankan. Akan
tetapi perlu adanya keterlibatan dari pemerintah dalam membantu masyarakat mengelola Repong Damar. Keterlibatan pemerintah dalam membantu masyarakat
dalam mengelola Repong Damar masih kurang yang dapat dilihat dari masyarakat menjawab pertanyaan frekuensi penyuluhan yang diadakan pemerintah masih sangat
jarang. Selain itu beberapa masyarakat beranggapan bahwa Repong Damar akan punah yang disebabkan oleh harga getah damar yang relatif rendah jika dibandingkan
dengan harga bahan pangan pokok beras.
5.4.2 Permasalahan pengelolaan Repong Damar
Repong Damar merupakan bentuk pemanfaatan lahan pedesaan di Pesisir Krui, Lampung Barat yang relatif mapan. Repong Damar ini tetap dipertahankan
sejak dahulu sampai sekarang. Pada saat ini keberadaan Repong Damar memang masih survive karena masyarakat sangat menyadari arti penting Repong Damar
sebagai investasi masa depan, tetapi ketika terjadi pertambahan penduduk pada masa yang akan datang keberadaan Repong Damar menjadi terancam. Selain itu
harga getah damar yang mengalami penurunan terus dibandingkan dengan harga
bahan pangan pokok beras. Hal ini disebabkan karena masyarakat beranggapan bahwa getah damar merupakan hasil perkebunan bukan hasil hutan non kayu.
Masyarakat Desa Penengahan beranggapan bahwa tanaman damar S. javanica merupakan tanaman perkebunan yang ditanam oleh masyarakat bukan tanaman
yang tumbuh sendiri seperti halnya tanaman-tanaman hutan. Keberadaan dan keberlanjutan kawasan hutan damar di Desa Penengahan,
Kecamatan Pesisir Krui Tengah sangat bergantung pada upaya-upaya penduduk setempat dalam memelihara dan mempertahankan Repong Damar mereka. Relatif
rendahnya penghasilan yang diperoleh dari Repong Damar yang bisa mendorong para petani damar akan meninggalkan Repong Damar mereka pada masa yang akan
datang. Bila ini berlangsung terus, maka masyarakat dalam mempertahankan Repong Damar tentunya akan berkurang, apalagi periode menunggu panen cukup
lama sekitar 20 tahun, masyarakat generasi muda Desa Penengahan akan memilih konversi lahan menjadi perkebunan sawit, kopi ataupun karet.
Dukungan dan kebijakan pemerintah daerah untuk membantu pengembangan Repong Damar sudah ada namun belum optimal. Dukungan dan kebijakan
pemerintah hendaknya berorientasi pada upaya untuk memperkuat keberadaan Repong Damar dan mengurangi segala bentuk intervensi terutama dalam hal-hal
teknis yang sebenarnya menjadi domain dari masyarakat. Selain itu, proses penyusunan kebijakan yang dibuat harus transparan, partisipatif melalui mekanisme
yang bottom-up untuk menampung aspirasi masyarakat. Tabel 15 menyajikan kriteria dan prasyarat kebijakan yang diharapkan.
Tabel 15. Kriteria dan prasyarat kebijakan yang diharapkan Aspek
Kriteria dan Prasyarat Substansi
- Akomodatif terhadap aspirasi dari bawah - Memperjelas status pelaku subyek lain yang diatur
- Memberikan bentuk insentif ekonomi sehingga tercipta self interest untuk berlangsungnya learning process
- Mengurangi bahkan
menghilangkan unsur-unsur
ketidakpastian - Tidak diskriminatif
- Tidak multi interpretatif - Tidak mengandung unsur-unsur single perception yang
sempit Proses penyusunan
- Menggunakan pendekatan bottom up process - Memperhatikan perbedaan dan keragaman kondisi
lapangan yang ada
- Menerapkan azas demokrasi - Menerapkan azas transparansi, partisipasi
Sumber: Suharjito et al. 2000
5.4.3 Luas dan status kepemilikan lahan