Kesiimpulan KESIMPULAN DAN SARAN

98

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesiimpulan

1. Keadilan sosial berwawasan ekologis merupakan keadilan yang ditentukan oleh struktur-struktur proses baik ekonomi, politik, ideologi maupun budaya. Dalam konteks kehidupan sosial seseorang akan merasa memperoleh perlakuan adil apabila diberi akses, partisipasi, kontrol dan manfaat setara terhadap perolehan hasil-hasil pembangunan maupun pengelolaan sumber daya alam. Dalam konteks relasi dengan lingkungan fisik semua mahkluk hendaknya diberi kesempatan untuk berkembang dan mengembangkan diri secara alamiah. Pertimbangan moral hendaknya tidak hanya diberlakukan ke sesama manusia, tetapi ke semua mahkluk. Kepentingan manusia hendaknya tidak dijadikan satu-satunya yang harus dipenuhi, tetapi perlu diselaraskan dengan kelestarian semua mahkluk. Keadilan sosial berwawasan ekologis tidak akan tercipta apabila masyarakat maupun negara masih mengembangkan pola pikir ataupun kebijakan kapitalisme- patrirakhi. Kapitalisme-patriarkhi merupakan ideologi yang menindas perempuan dan bersikap ekploitatif terhadap alam. Sistem nilai yang terdapat pada ideologi kapitalisme-patriarkhi sering terinternalisasi dalam aspek ekonomi, politik maupun budaya, sehingga upaya untuk mewujudkan keadilan sosial berwawasan ekologis hendaknya dilakukan dengan cara membongkar asumsi-asumsi pemikiran yang mendasarinya, mengungkap sisi-sisi ketidakadilan terhadap perempuan dan alam, serta menawarkan solusi alternatif berupa pengembangan sistem nilai yang lebih memberikan rasa keadilan bagi semua pihak. Usaha untuk mewujudkan keadilan sosial dan kelestarian lingkungan akan berakhir dengan sia-sia, jika tidak diikuti dengan langkah-langkah konkrit menghentikan cara pandang maupun pola pikir kapitalisme-patriarkhi. Shiva mengusulkan nilai-nilai feminitas hendaknya dijadikan landasan visioner serta diintegrasikan kedalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun di berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara. 99 2. Keadilan sosial berwawasan ekologis perlu berfondasikan demokrasi alam supaya kesejahteraan benar-benar dapat dirasakan oleh semua makhluk yang ada di alam. Subjek moral yang perlu memperleh pertimbangan dan perlakuan adil tidak sebatas pada manusia, tetapi meluas ke semua makhluk yang menjadi penghuni alam. Kesejahteraan semua pihak merupakan salah satu indikasi telah terwujudkannya nilai keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat. 3. Konsep keadilan sosial berwasan ekologis mengatur tentang bagaimana manusia mengembangkan relasi yang baik kepada sesama manusia maupun mahkluk non- manusia. Untuk mengembangkan relasi yang baik dengan semua penghuni alam manusia perlu membatinkan: prinsip hormat terhadap alam beserta dengan kehidupan yang ada di dalamnya, menghargai keanekaragaman yang ada, bersikap sederhana, demokratis, terbuka untuk bekerjasama, peduli, dan berusaha untuk tidak merugikan pihak manapun. 3. Dimensi keadilan sosial berwawasan ekologis berlaku secara lintas gender dan lintas generasi. Perempuan dan laki-laki berhak memperoleh akses, partisipasi, kontrol dan manfaat yang setara atas hasil-hasil pembangunan maupun usahanya. Parametar keadilan tidak harus menggunakan standar persamaan kwantitatif dikalkulasi secara matematis, tetapi dalam wujud equality in diversity yaitu laki-laki dan perempuan memiliki peran yang berbeda namun sama pentingnya dan sama bernilainya. Keadilan sosial berdimensi lintas generasi dalam artian semua pihak yang telah berjasa maupun yang akan mengalami kerugian dari kegiatan pembangunan yang dilakukan pada saat ini perlu mendapat pertimbangan dan kontraprestasi secara adil. Setiap pemanfaatan potensi sumber daya alam perlu diikuti dengan langkah-langkah konkrit untuk melakukan pemeliharaan dan penghematan supaya generasi mandatang dapat menikmati manfaat yang setara dengan generasi yang terlahir sebelumnya. 4. Konsep keadilan sosial berwasan ekologis padangan Vandana Shiva memiliki pengertian yang komprehensif karena dibangun berlandaskan pada demokrasi bumi dan nilai-nilai spiritual. Shiva berusaha mempromosikan kesucian tubuh perempuan dan keagungan alam untuk mengimbangi cara pandang masyarakat modern yang 100 sangat didonminasi oleh pertimbangan materialistik. Tubuh perempuan, relasi antar mahkluk maupun keberadaan alam diabstraksikan ke dalam dimensi spiritual supaya semakin menumbuhkan rasa hormat. Namun, hal ini perlu selalu dikritisi supaya proses simbolisasi tidak berakhir kedalam logika penindasan. Simbolisasi yang menyamakan alam dengan perempuan ataupun sebaliknya dapat menggiring ke arah logika penindasan. Simbol dapat dipergunakan sebagai alat menyanjung sekaligus menindas, oleh sebab itu perlu selalu diinterpretasikan secara kritis agar kehidupan yang ada semakin manusiawi dan lestari.

b. Saran