Analisis Framing Uraian Teoritis

27 Universitas Sumatera Utara 3. Pesan bersifat umum Pesan dalam komunikasi massa tidak ditujukan kepada satu orang, melainkan kepada banyak orang. Hal ini mengartikan bahwa pesan yang disampaikan harus bersifat umum. 4. Komunikasi berlangsung satu arah Proses pertukaran pesan dalam komunikasi massa berlangsung secara satu arah, yakni dari media massa kepada komunikan. Komunikan atau penerima pesan tidak bisa memberikan tanggapan spontan saat proses komunikasi langsung. 5. Komunikasi massa menimbulkan keserempakan Keserempakan dalam proses komunikasi massa terdapat pada saat penyebaran pesan-pesannya. Serempak maksudnya adalah bahwa khalayak bisa menikmati media massa hampir bersamaan, sehingga komunikator berupaya menyebarkan informasinya secara serentak. 6. Komunikasi massa mengandalkan peralatan teknis Media massa sebagai alat utama dalam menyampaikan pesan kepada khalayaknya sangat membutuhkan bantuan peralatan teknis. Peralatan teknis yang dimaksud misalnya pemancar untuk media elektronik mekanik atau elektronik. Peralatan teknis dalam prosesnya sangat dibutuhkan media massa. Tak lain agar proses penyebaran pesannya bisa lebih cepat dan serentak kepada khalayak yang tersebar. 7. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper Gatekeeper adalah orang yang berperan dalam penyebaran informasi melalui media massa. Gatekeeper di sini berfungsi sebagai orang yang ikut menambah atau mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami.

2.2.4 Analisis Framing

Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955. Mulanya frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Tetapi Universitas Sumatera Utara 28 Universitas Sumatera Utara akhir-akhir ini konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penyeleksian dan penyorotan aspek- aspek khusus sebuah realita oleh media Sobur, 2004: 161. Lebih jauh, Eriyanto 2001 mengemukakan bahwa menurutnya dalam sebuah analisis framing, yang diperlukan oleh seorang analis adalah melihat cara media mengkonstruksi realitas. Peristiwa dipahami bukan sebagai sesuatu yang taken for granted lumrah. Seorang analis dalam analisis framing harus mampu bersikap kritis dan mempertanyakan segala sesuatu yang tampak sebagai kenyataan semu bagi masyarakat luas. Melalui analisis framing, yang kita lihat adalah cara media memaknai, memahami, dan membingkai kasus peristiwa yang diberitakan. Cara perilaku media dalam menyajikan informasi sebaik mungkin pada khalayak adalah pertanyaan yang berhubungan dengan masalah perubahan level teks isi media tersebut. Contoh kasus pada pemberitaan tertentu, media yang satu menonjolkan sisi atau aspek tertentu, sedangkan media lain meminimalisir, bahkan menutup isi atau aspek tersebut. Perbedaan tendensi setiap media dalam pemberitaan atas peristiwa yang sama lazim disebut dengan frame atau bingkai media Eriyanto, 2001: 5. Pemilihan judul berita, struktur berita, atau keberpihakan adalah implikasi dari seperangkat asumsi tertentu sebagai kecenderungan wartawan media massa. Melalui penggunaan bahasa sebagai sistem simbol yang utama, para wartawan mampu menciptakan, memelihara, mengembangkan, dan bahkan meruntuhkan suatu realitas. Implikasinya adalah aksen tertentu seperti penekanan, penajaman, pelembutan, pengagungan, pelecehan, pembelokan, pengaburan, dan lainnya. Persepsi kewartawanan erat kaitannya dengan asumsi persepsi setiap orang atau kelompok yang aktif dan selektif dalam memahami lingkungannya. Masing- masing memiliki persepsi yang berbeda atas suatu masalah, seberapa kecil pun perbedaan tersebut. Hal tersebut dilakukan dengan cara melewati proses seleksi dan reproduksi, berita sebenarnya merupakan laporan peristiwa yang artificial, tetapi dapat diklaim objektif oleh pers untuk mencapai tujuan ideologis dan bisnis. Berita tidak hanya menyampaikan tetapi juga menciptakan makna Sobur, 2004: 89. Universitas Sumatera Utara 29 Universitas Sumatera Utara Ada beberapa ahli yang turut menyumbangkan pandangannya mengenai framing, seperti diantaranya: 1. Murray Edelman Edelman menyejajarkan framing sebagai kategorisasi, pemakaian perspektif tertentu dengan pemakaian kata-kata yang tertentu pula yang menandakan seperti apa fakta ataupun realitas dipahami. Kategorisasi menurutnya sebagai abstraksi dan fungsi dari pikiran. Kategorisasi dalam mendefinisikan peristiwa tersebut menentukan seperti apa masalah didefinisikan, apa efek yang direncanakan, ruang lingkup masalah, dan penyelesaian efektif yang direkomendasikan Eriyanto, 2001: 186. 2. Robert N. Entman Entman melihat framing dalam dua dimensi besar, seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitasisu. Proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa lebih menonjol dibandingkan yang lain. Disamping itu, mempunyai kemungkinan lebih besar untuk diperhatikan dan memengaruhi khalayak dalam memahami suatu realitas Eriyanto, 2001: 221. 3. William A. Gamson William A. Gamson merupakan peneliti yang paling konsisten dalam mendiskusikan konsep framing. Gamson terkenal dengan pendekatan konstruksionisnya yang melihat proses framing sebagai suatu proses konstruksi sosial untuk memaknai realitas. Proses ini bukan hanya terjadi dalam wacana media, melainkan juga dalam struktur kognisi individu. Jika dilihat dari konteks tersebut, Gamson melihat terdapat hubungan antara wacana media dengan opini publik yang terbentuk di masyarakat. Frame dipandang sebagai cara bercerita story line atau gugusan ide yang tersusun sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna Universitas Sumatera Utara 30 Universitas Sumatera Utara dari peristiwa yang berkaitan dengan suatu wacana. Framing menurut Gamson dan Modigliani adalah pendekatan untuk mengetahui perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Gamson dan Modigliani menjelaskan bahwa pekerja media menuangkan gagasannya, menggunakan gaya bahasanya sendiri serta memfrase dan mengutip sumber berita tertentu. Di saat yang sama, mereka membuat retorika- retorika yang menyiratkan keberpihakan dan kecenderungan tertentu Eriyanto, 2001: 260-261. 4. Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki Analisis framing dilihat sebagaimana wacana publik tentang suatu isu atau kebijakan dikonstruksikan atau dinegosiasikan. Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut. Menurut mereka ada dua konsepsi dari framing yang sangat berkaitan, konsepsi psikologis dan sosiologis Eriyanto, 2001: 291. Penelitian ini menggunakan analisis framing model Gamson dan Modigliani. Gamson dan Modigliani menjelaskan konsep bahwa framing merupakan cara bercerita yang menghadirkan konstruksi makna atas peristiwa- peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Gamson mengandaikan wacana media terdiri dari sejumlah package interpretatif yang mengandung konstruksi makna tentang objek wacana. Analisis framing yang dikembangkannya adalah untuk memahami wacana media sebagai suatu gugusan perspektif interpretasi saat mengkonstruksi dan memberi makna pada suatu isu.

2.2.5 Media Online