Artikel Berita 2 Analisis Framing Berita Pembunuhan Engeline di Viva.co.id

Universitas Sumatera Utara

2. Artikel Berita 2

FOKUS Tragedi Angeline Jangan Sampai Berbuah Misteri Polisi harus tuntas mengusut, apakah pelakunya tunggal atau komplotan. Jumat, 12 Juni 2015 | 00:17 WIB Oleh : Aries Setiawan, Reza Fajri, Bayu Nugraha, Bobby Andalan Bali Angeline semasa hidup. VIVA.co.idfacebook.com VIVA.co.id - Pencarian bocah perempuan di Bali, Angeline, yang dinyatakan hilang sejak Sabtu, 16 Mei 2015, berakhir pilu. Dia ditemukan tak bernyawa, Rabu, 10 Juni 2015, sekitar pukul 11.30 WITA. Tubuhnya dikubur di belakang rumah di Jalan Sedap Malam, Denpasar. Rumah orangtua angkat Angeline, Margareth Magawe. Kondisinya mengenaskan. Jasad bocah kelas 3 SD itu sudah membusuk. Berdasarkan hasil autopsi tim forensik RSUP Sanglah, di tubuh gadis cilik itu terdapat banyak luka. Di antaranya memar di paha kanan samping luar, memar di bokong kanan, pinggang kanan dan perut kanan bawah. Luka memar juga terdapat pada tungkai kaki kanan samping luar, tungkai bawah kaki kanan, punggung kaki kanan, paha kiri samping dalam, punggung kaki kiri samping, dada samping kanan. Selain itu, terdapat luka di leher samping kanan, dahi samping kanan, pelipis kanan, dahi samping kiri, batang hidung, pipi kiri atas, pipi kiri bawah telinga, leher samping kanan dan leher kanan atas bahu. Pada lengan tangan kanan terdapat bekas luka lecet, punggung kanan luka bakar berbentuk bulat, punggung kanan bawah bahu terdapat luka bakar akibat disundut rokok dan pada bagian depan bawah lutut kanan terdapat luka lecet. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Kepolisian Resor Kota Denpasar, Bali, dalam kasus ini sudah menetapkan satu tersangka yang diduga sebagai pelaku pembunuhan. Dia adalah Agus Andamai 25 tahun, seorang petugas keamanan di rumah Margareth. Saat ini, Agus ditetapkan sebagai pelaku tunggal. Kasus kematian bocah perempuan berparas manis itu semakin menyayat hati. Sebab, tak hanya mendapat kekerasan fisik, Angeline juga mengalami kekerasan seks. Kepada penyidik, Agus mengaku telah memperkosa Angeline sebelum menghabisi nyawanya. Agus mengakui ia telah memperkosa Angeline. Perbuatan itu dilakukan di lantai dua rumah Angeline, kata Kapolresta Denpasar, Komisaris Besar Anak Agung Made Sudana, di sela rehat penyidikan di Mapolresta Denpasar, Rabu malam, 10 Juni 2015. Menurut Sudana, aksi pemerkosaan dilakukan Agus pada malam hari. Aksi bejat Agus tak sampai di situ, usai memperkosa dan membunuh Angeline, dalam keadaan tak bernyawa Angeline masih sempat diperkosa lagi. Sudah tewas, sudah jadi mayat, Agus masih memperkosa lagi. Jadi, total dua kali dia memperkosa Angeline, ujar Sudana. Kata Sudana, kecurigaan penyidik kepada Agus cukup beralasan. Apalagi, di tempat kejadian perkara, ditemukan palu dan kaos putih dengan bercak darah. Diduga palu dan kaos tersebut digunakan Agus untuk menghabisi korban. [Baca Ini Motif Agus Tega Bunuh Bocah Angeline ] Lalu, banyak yang menduga, ibu angkat Angeline, Margareth, terlibat atas peristiwa ini. Menyoal itu, Sudana menegaskan, Margareth tidak terlibat dalam kasus pembunuhan Angeline. Dia tidak terlibat dalam aksi pembunuhan. Statusnya masih saksi, kata Sudana. Menurut Sudana, saat Angeline dibunuh, Margareth sedang berada di dalam rumah. Angeline dibunuh persis di depan kamar Margareth. Namun, anehnya Margareth mengaku tidak tahu kejadian pembunuhan anak angkatnya tersebut. Soal ini, Sudana menjawab, Dia kan tidak pernah ke luar, di dalam kamar terus. Sementara itu, kakak angkatnya, Ivon dan Christin, tidak tinggal di rumah itu. Selain Margareth, di rumah itu ada penghuni kos saat Angeline dibunuh. Tetapi, penghuni kos-kosan itu tidak pernah di kos. Dia pulang jam 10 malam, mandi lalu kerja lagi, kata Sudana. Meski begitu, Sudana menegaskan, penyidik terus mendalami keterangan semua pihak, termasuk Margareth, dua kakak Angeline, serta beberapa saksi lainnya. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Kendati hasil autopsi forensik menyatakan di sekujur tubuh Angeline terdapat banyak luka bekas siksaan, namun polisi belum menyimpulkan keterlibatan Margareth dalam kasus ini. Kami fokus pada peristiwa pembunuhan Angeline dulu. Ibunya Margareth tidak terkait itu pembunuhan Angeline, kata Sudana. [Baca Fakta Baru, Ibu Angkat Angeline Ternyata Psikopat ] Kapolda Bali, Inspektur Jenderal Ronny F Sompie, mengatakan keluarga Angeline pasti dimintai informasi untuk mencari tahu penyebab dan siapa yang bertanggung jawab atas kematian Angeline. Ada yang jadi saksi, mungkin ada yang kita tingkatkan jadi tersangka di antara mereka, atau siapa saja berdasar hasil pengolahan jenazah dan bukti-bukti lain atas penyelidikan ini, ujar Ronny. Selain itu, lanjut Ronny, kepolisian juga tidak akan melupakan informasi yang diberikan oleh guru-guru Angeline. Sebab, sejauh ini, keterangan mereka yang menjadi petunjuk polisi. Hasil autopsi akan membuktikan keterangan tersebut apakah ada unsur kekerasan. Apakah akan bisa menjadi dasar penempatan pasal pidana yang mentersangkakan terhadap kematian Angeline, tutur dia. [Baca Kebiri Penjahat Seks, Cara Selamatkan Anak Indonesia? ] Korban perdagangan anak? Kasus ini memunculkan banyak dugaan. Selain ibu angkat yang dinilai bertanggung jawab, salah satunya, Angelina disebut-sebut sebagai korban perdagangan manusia dari jaringan paedofil. [Baca Komnas PA: Pembunuh Angeline Bukan Paedofil ] Ditanya soal kemungkinan adanya jaringan paedofil dalam kasus Angeline, Kapolda Bali Inspektur, Jenderal Ronny F Sompie menjawab singkat. Saya kira ini nanti saya bisa jawab ketika hasil penyidikan mendekati maksimal, apakah ada kaitan jaringan fedopil atau tidak. Sementara ini perlu bersabar mendapatkannya, kata Ronny, Kamis 11 Juni 2015. Namun, Ronny memastikan, penyidik masih mendalami kemungkinan adanya tersangka lain yang terlibat. Baik sebagai penyuruh, atau turut serta melakukan, atau membantu melakukan dalam kasus pembunuhan Angeline. Ini masih terus dilakukan pemeriksaan dalam rangkaian penyidikan, kata Ronny. Kepolisian, kata Ronny, meminta kepada masyarakat agar tidak mengembangkan opini negatif mengenai motif kasus ini. Seluruh berkas kasus ini, kata Ronny, Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara pasti akan diuji di pengadilan. [Baca Desak Penuntasan Kasus Angeline, Warga Bikin Petisi ] Mantan Kadiv Humas Polri itu menambahkan, bila ada kecurigaan dari masyarakat dan media massa, sebenarnya tidak ada bedanya dengan polisi. Bahkan kami lebih terlatih lagi. Sebagai penyidik yang selalu mendasari kecurigaan untuk mengungkap tidak pidana, kata Ronny. Ronny menegaskan masih ada asas praduga tidak bersalah. Inilah yang menjadikan penyidik harus tetap profesional, proporsional, sesuai dengan prosedur undang-undang. Sementara itu, General Affair Safe Childhood Foundation, Yuliana, mengatakan dalam kasus Angeline, pihaknya belum melihat ke arah perdagangan anak. Menurut Yuliana, terlalu dini menyebut kasus yang dialami Angeline melibatkan jaringan paedofil. Terlalu dini sekali kalau kita menduga ada indikasi perdagangan anak dalam kasus Angeline. Saya kira terlalu jauh, kata Yuliana kepada VIVA.co.id, Kamis 11 Juni 2015. Yuliana meminta seluruh pihak untuk tidak menduga-duga kasus ini, dan menunggu hasil investigasi pihak kepolisian. Polisi masih bekerja, semuanya masih bekerja. Kita tunggu sampai selesai hasilnya seperti apa, kata dia. Hal senada disampaikan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI, Rita Pranawati. Kepada VIVA.co.id, Rita juga mengatakan belum melihat kasus ini ke perdagangan anak yang melibatkan jaringan paedofil. Saya belum melihat itu. Tapi polisi harus tetap cermat. Pertama, apakah Angeline meninggal karena kekerasan sesaat atau sudah lama. Kedua, apakah kekerasan seksual ini karena ada unsur lain, atau memang ada jaringan paedofil itu. Mudah- mudahan polisi segera membuka kasus ini, ujar Rita. Tapi, Rita mengaku terkejut dengan penetapan Agus sebagai pelaku tunggal dalam kasus pembunuhan disertai pemerkosaan terhadap Angeline. Pasalnya, dalam kasus hilangnya Angeline, pihak yang disebut-sebut bertanggung jawab sebelumnya adalah keluarga angkat Angeline. Saya belum melihat kasus ini ke arah perdagangan anak. Kalau saya melihat dari awal kekerasan itu sudah ada. Tapi kok tiba-tiba ada kekerasan seks, kata Rita. Meski begitu, dia berharap polisi tetap harus mendalami apakah Agus terlibat dalam jaringan paedofil atau tidak. Apakah dia melakukan kekerasan seks terhadap Angeline, atau ada korban lainnya. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Komisioner KPAI, Susanto, berharap kepolisian dapat mengungkap kasus ini hingga tuntas. Jika kasus tidak dituntaskan, maka akan menjadi preseden buruk bagi perlindungan anak. Kita meminta pihak kepolisian mengusut tuntas kasus ini, agar pelaku utama dan pelaku yang ikut terlibat dalam pembunuhan adik kita Angeline mendapatkan balasan sesuai undang-undang, kata Susanto kepada VIVA.co.id. Kepekaan harus dibangun Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002, negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orangtua, wajib dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Tapi, kasus yang dialami Angeline kembali membuka mata kita bahwa anak Indonesia masih terancam. Anak yang seharusnya dilindungi, justru menjadi objek dari kekerasan yang dilakukan orang dewasa. Kasus yang dialami Angeline bukan kali pertama. Sudah banyak anak Indonesia menjadi korban kekerasan. Baik fisik, psikis, maupun kekerasan seksual, yang dilakukan orang dewasa. Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Komnas PA, Arist Merdeka Sirait, melihat kepekaan masyarakat terkait kekerasan terhadap anak masih sangat kurang. Hal inilah yang menyebabkan, peristiwa kekerasan terhadap anak kurang terekspose. Maka itu, kata Arist, sistem kepekaan di tengah masyarakat harus dibangun sedikit demi sedikit untuk mencegah kasus kekerasan terhadap anak. Caranya dengan membuat tim reaksi cepat perlindungan anak di tingkat Desa atau bahkan RT, ujar Arist, Kamis 11 Juni 2015. Menurutnya, tim reaksi cepat perlindungan anak seharusnya dikoordinasikan oleh pemerintah kota atau kabupaten. Sehingga harus diwajibkan pendiriannya oleh Pemerintah Daerah. Apabila sudah terbentuk, maka nanti anggotanya bisa diambil dari pemuda atau pemuda setempat, ujar Arist. Cara seperti itu, menurut Arist, nantinya pemuda atau masyarakat akan terbentuk kepekaannya terhadap anak. Mereka bisa melapor setiap saat kepada koordinator soal adanya dugaan kekerasan atau laporan apapun tentang anak yang dalam bahaya. Pada akhirnya, kata Arist, beban kepolisian pun akan ringan. Sebab informasi sudah tertampung di tim reaksi cepat perlindungan anak tingkat desa atau RT. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Hal ini harus segera dilakukan karena masalah kekerasan anak sudah darurat. Kepekaan masyarakat harus cepat-cepat dibangun, ujar Arist. Komisioner KPAI, Rita Pranawati, juga menyoroti kepekaan dari masyarakat yang masih kurang. Selain masyarakat, pihak keluarga dan korban juga menjadi faktor kasus kekerasan anak kurang terangkat ke publik. Kenapa tidak lapor, karena takut. Ingin disimpan sendiri. Kalau lapor akan merusak harga diri keluarga, kata Rita. Rita memberi contoh kasus kekerasan anak yang terjadi di Cluster Nusa Dua, Blok E Perumahan Citra Gran Cibubur. Kasus itu terbongkar berkat kepekaan warga sekitar melihat adanya indikasi kekerasan di dalam keluarga. [Baca Lima Warga Ini yang Selamatkan Penelantaran DN ] Kata Rita, hal seperti itulah yang patut ditiru seluruh masyarakat. Di Cibubur itu, komunitasnya, warganya inisiatif. Ketika sudah tidak mempan diberitahu, mereka melaporkan kejadian itu ke pihak berwenang, kata Rita. ren Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

3. Artikel Berita 3