Gejala Klinik Patofisiologi Kecemasan 1. Definisi

2.2.5. Gejala Klinik

Menurut Stuart 2006, gejala dan gambaran klinis cemas adalah : 1. Secara Fisiologis: a. Kardiovaskuler : palpitasi, jantung “berdebar”, tekanan darahmeningkat, rasa ingin pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun. b. Pernapasan : napas cepat, sesak napas, tekanan pada dada, napas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik dan terengah-engah. c. Neuromuskular : refleks meningkat, reaksi terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah dan mondar-mandir, wajah tegang, kelemahan umum, sertatungkai lemah dan gerakan yang janggal. d. Gastrointestinal : kehilangan nafsu makan,menolak makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, mual, diare dan nyeri pada ulu hati. e. Saluran perkemihan : tidak dapat menahan kencing, sering berkemih. f. Kulit : wajah kemerahan, berkeringat setempat telapak tangan, gatal, rasa panas dandingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh. 2. Secara Psikologis; a. Perilaku : gelisah, ketegangan fisik, tremor, reaksi terkejut, bicaracepat, kurang koordinasi, cenderung mengalami cedera, menarik diri dari hubunganinterpersonal, melarikan diri dari masalah, hiperventilasi serta sangat waspada; b. Kognitif : perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, preokupasi, hambatan berpikir, lapang persepsi menurun, kreativitas menurun, produktivitas menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran diri meningkat, kehilangan objektivitas, takut kehilangan kendali, takut pada gambaran visual, takut cedera kematian, dan mimpi buruk; Afektif: mudah terganggu, tidaksabar, gelisah, tegang, gugup, ketakutan, waspada, kengerian dan kekhawatiran ,kecemasan, rasa bersalah dan malu.

2.2.6. Patofisiologi

Tubuh manusia berusaha untuk mempertahankan homeostasis setiap saat.Apa pun yang di lingkungan mengganggu homeostasis didefinisikan sebagai stressor.Keseimbangan homeostatis kemudian dibangun kembali oleh adaptasi fisiologis yang terjadi dalam menanggapi respon stres. Respon stres pada manusia melibatkan kaskade kejadian hormonal, termasuk pelepasan corticotropin-releasing factor CRF, yang pada gilirannya, merangsang pelepasan kortikotropin, yang menyebabkan pelepasan hormon stres glukokortikoid dan epinefrin dari adrenal korteks. Glukokortikoid biasanya mengerahkan umpan balik negatif ke hipotalamus, sehingga mengurangi pelepasan CRF. Amigdala adalah modulator utama dari respon takut ataupun kecemasan, yang merangsang stimulus.Ketika diaktifkan, amigdala merangsang daerah otak tengah dan batang otak, menyebabkan hiperaktivitas otonom, yang dapat dikorelasikan dengan gejala fisik kecemasan.Dengan demikian, respon stres melibatkan aktivasi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal.Sumbu ini adalah hiperaktif dalam depresi dan kecemasan. Glukokortikoid mengaktifkan lokus caeroleus, yang dimana mengirimkan sebuah pengaktifan kembali proyeksi yang kuat ke amigdala dengan menggunakan norepinefrin neurotransmitter.Amigdala kemudian mengirimkan CRF lebih, yang mengarah ke sekresi glukokortikoid berlebihan, dan menghasilkan siklus buruk dari umpan balik antara pikiran dan tubuh. Kontak yang terlalu lama system saraf pusa tdengan hormone glukokortikoid akan menghabiskannya tingkat norepinefrin dalam lokus caeruleus. Dimana norepinefrin adalah neurotransmitter penting yang terlibat dalam perhatian, kewaspadaan, motivasi, aktivitas, dan mungkin selanjutnya yang terjadi ialah timbulnya depresi Shelton, 2004.

2.2.7. Hammilton Anxiety Rating Scale