Paradigma Konstruktivisme Paradigma Kajian

Universitas Sumatera Utara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Paradigma Kajian

Paradigma adalah salah satu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya. Paradigma menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisi apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial dan epistimologis yang panjang Mulyana, 2003: 9. Menurut Guba dan Lincoln, paradigma adalah seperangkat kepercayaan dasar yang menjadi prinsip utama dalam menentukan pandangan tentang dunia dan menjelaskannya pada penganutnya tentang alam dunia. Sudut pandang ataupun cara pandang tidak pernah bersifat netral dan objektif. Oleh karena itu menurut Thomas Samuel Kuhn 1970 paradigma menentukan apa yang hanya ingin kita ketahui, yang ingin kita inginkan, hanya yang ingin kita lihat dan kita ketahui. Paradigma inilah yang sangat mempengaruhi pandangan seseorang dalam mengambil suatu tindakan atau sesuatu hal apapun. Misalnya ada dua orang yang dihadapkan pada suatu fenomena yang sama, kemungkinan kedua orang tersebut akan memberikan respon yang berbeda terhadap fenomena tersebut. Kedua orang tersebut juga akan menghasilkan penilaian, sikap, tindakan, bahkan pandangan yang berbeda pula. Perbedaan ini bisa terjadi karena kedua orang tersebut memiliki paradigma yang berbeda, yang secara otomatis mempengaruhi persepsi dan tindakan komunikasinya Bungin, 2008: 237.

2.1.1 Paradigma Konstruktivisme

Paradigma konstruktivisme ialah paradigma dimana kebenaran suatu realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial dan kebenaran suatu realitas sosial bersifat relatif. Konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk 8 Universitas Sumatera Utara komunikasi yang dikembangkan oleh Jesse Delia dan rekan sejawatnya pada tahun 1970-an. Konstruktivisme ini lebih berkaitan dengan program penelitian dalam komunikasi antarpersona. Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu melakukan interpretasi dan bertindak menurut berbagai kategori konseptual yang ada dalam pikirannya. Realitas tidak menunjukkan diri dalam bentuk yang kasar tetapi harus disaring dulu melalui bagaimana seseorang itu melihat sesuatu Morissan, 2009: 107. Von Glasersfled dalam Bettencourt 1989 mengatakan bahwa konstruktivisme merupakan pengetahuan yang tidak terlepas dari subjek yang sedang belajar mengerti. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi atau bentukan kita sendiri. Pengetahuan merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif. Subjek pengamat tidaklah kosong dan tidak mungkin tidak terlibat dalam tindakan pengamatan. Keberadaan realitas tidak hadir begitu saja pada benak subjek pengamat, realitas ada karena pada diri manusia terdapat skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang berkaitan dengan objek yang diamati. Pada proses komunikasi pesan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang kepada orang lain. Penerima pesan sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman mereka. Kontruktivisme menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta dalam hubungan-hubungan sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Komunikasi dipahami diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri sang pembicara. Konstruktivisme berpendapat bahwa pengetahuan manusia adalah konstruksi yang dibangun dari proses kognitif dengan interaksinya dengan dunia objek material. Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap kenyataan dan bukan reproduksi kenyataan. Dengan demikian dunia muncul dalam pengalaman manusia secara terorganisisasi dan bermakna Ardianto Q- annes, 2007: 151. Universitas Sumatera Utara Teori konstruktivisme dibangun berdasarkan teori yang ada sebelumnya yaitu konstruksi pribadi atau konstruksi personal oleh George Kelly. Ia menyatakan bahwa orang memahami pengalamannya dengan cara mengelompokkan berbagai peristiwa menurut kesamaannya dan membedakan berbagai hal melalui perbedaannya. Sistem kognitif terdiri atas sejumlah perbedaan. Perbedaan ini menjadi dasar penilaian ihwal sistem kognitif individual yang bersifat pribadi. Individu yang cerdas secara kognitif dapat membuat banyak perbedaan dalam satu situasi dibandingkan dengan orang yang lemah secara kognitif. Inilah yang disebut dengan diferensiasi kognitif dan diferensiasi ini mempengaruhi bagaimana pesan menjadi kompleks Morissan, 2009: 107. Delia dan koleganya kemudian menegaskan hubungan antara kompleksitas kognitif dengan tujuan dari pesan. Pesan sederhana hanya memiliki satu tujuan sementara pesan kompleks memiliki banyak tujuan. Dalam komunikasi antar persona pesan-pesan sederhana berupaya mencapai keinginan satu pihak saja tanpa mempertimbangkan keinginan dari pihak lain. Sementara pesan kompleks dirancang untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Prinsip dasar konstruktivisme adalah bahwa tindakan ditentukan oleh konstruk diri sekaligus juga konstruk dari luar diri Ardianto Q-annes, 2007: 159. Paradigma konstruktivisme dipengaruhi oleh perspektif interaksionisme simbolik dan perspektif struktural fungsional. Perspektif interaksionalisme simbolik mengatakan bahwa manusia secara aktif dan kreatif mengembangkan respon terhadap stimulus dalam dunia kognitifnya. Individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya. Realitas sosial itu memiliki makna manakala realitas sosial tersebut dikonstruksikan dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain.

2.1.2 Interaksionisme Simbolik