Pengaruh Sanitasi Dan Manajemen Kapal Terhadap Kepemilikan Sertifikat Sanitasi Kapal Pada Pelabuhan Lhokseumawe
PENGARUH SANITASI DAN MANAJEMEN KAPAL TERHADAP KEPEMILIKAN SERTIFIKAT SANITASI KAPAL
PADA PELABUHAN LHOKSEUMAWE
T E S I S
Oleh S A I F U L L A H
087031012/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
PENGARUH SANITASI DAN MANAJEMEN KAPAL TERHADAP KEPEMILIKAN SERTIFIKAT SANITASI KAPAL
PADA PELABUHAN LHOKSEUMAWE
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
S A I F U L L A H 087031012/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
Judul Tesis : PENGARUH SANITASI DAN MANAJEMEN KAPAL TERHADAP KEPEMILIKAN SERTIFIKAT SANITASI KAPAL PADA PELABUHAN LHOKSEUMAWE Nama Mahasiswa : S a i f u l l a h
Nomor Induk Mahasiswa : 087031012
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Manajemem Kesehatan Lingkungan Industri
Menyetujui Komisi Pembimbing :
( Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc ) Ketua
( Masdar Ginting, S.K.M., M.Kes ) Anggota
Ketua Program Studi
( Dr. Drs. Surya Utama, M.S )
Dekan
( Dr. Drs. Surya Utama, M.S )
(4)
Telah diuji
Pada Tanggal : 23 Agustus 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc Anggota : 1. Masdar Ginting, S.K.M., M.Kes
2. Ir. Evi Naria Naria, M.Kes 3. dr. Taufik Ashar, M.K.M
(5)
PERNYATAAN
PENGARUH SANITASI DAN MANAJEMEN KAPAL TERHADAP KEPEMILIKAN SERTIFIKAT SANITASI KAPAL
PADA PELABUHAN LHOKSEUMAWE
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, September 2010
(6)
ABSTRAK
Sanitasi kapal merupakan usaha untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit bersumber dari lingkungan kapal. Sanitasi kapal tahun 2009 di Pelabuhan Lhokseumawe 56,1 % berisiko tinggi bersertifikat Ship Sanitation Control Certificate (SSCC) dan Ship Sanitation Control Exemtion Certificate (SSCEC)
Penelitian ini merupakan penelitian survai analitik dengan pendekatan cross
sectional study. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh sanitasi dan
manajemen kapal terhadap kepemilikan sertifikat sanitasi kapal yang berlabuh di Pelabuhan Lhokseumawe. Populasi dalam penelitian ini adalah kapal yang bersandar di Pelabuhan Lhokseumawe dan seluruh ABK. Sampel terpilih sebanyak 53 Kapal dan 53 ABK. Pengumpulan data meliputi data primer melalui wawancara dan pemeriksaan sanitasi kapal, dan data sekunder diperoleh dengan pencatatan dari dokumen Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Lhokseumawe. Analisis data menggunakan uji Exact Fisher’s Test dan regresi logistik ganda pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan 84,9% kapal mempunyai sertifikat SSCEC dan 15,1% kapal memiliki sertifikat SSCC. Hasil uji dengan uji Exact Fisher’s Test menunjukkan sanitasi kapal (p=0,014), penerapan SOP (p=0,019) mempunyai pengaruh signifikan terhadap kepemilikan sertifikasi sanitasi kapal. Hasil uji regresi logistik ganda menunjukkan sanitasi kapal adalah variabel paling dominan berpengaruh terhadap kepemilikan sertifikat sanitasi kapal ; p=0,017
Disarankan kepada Kantor Kesehatan Pelabuhan Lhokseumawe, agar meningkatkan pengawasan secara rutin, terencana dan tegas serta memperketat evaluasi terhadap kepemilikan sertifikat sanitasi kapal pada seluruh kapal yang bersandar di Pelabuhan Lhokseumawe. Kepada Pemilik Kapal agar menyediakan SOP sanitasi kapal dan pengawasan penerapan SOP serta memberikan sanksi bagi ABK yang tidak menerapkan SOP sanitasi kapal.
(7)
ABSTRACT
Ship sanitation is an attempt to break the link of contagious diseases which came from the ship environment. Ship sanitation at Lhokseumawe harbor was highly affected up to 56.1 percent in 2009 although the harbor management got Ship Sanitation Control Certificate (SSCC) and Ship Sanitation Control Exemption Certificate (SSCEC)
This research was an analytic survey with cross sectional approach which was aimed to analyze the influence of ship sanitation and management on the ownership of sanitation certificates of the ships which anchored at Lhokseumawe harbor. The population was the ships which anchored at Lhokseumawe harbor and the crews of the ships. There Were 53 ships and 53 crews chosen as the samples. The data consisted of the primary data which were obtained from interviews and checking of ship sanitation, and the secondary data ware obtained by recording the documents in the Harbor Health Office, Lhokseumawe. The data were analyzed by using Exact Fisher’s Test and multiple logistic regression test with the reliability of 95 percent.
The result of the research showed that 84.9 percent of the ships owned Ship Sanitation Control Exemption Certificates (SSCEC) and 15.1 percent of them owned Ship Sanitation Control Certificates (SSCC). The result of Exact Fisher’s Test showed that ship sanitation (p=0.014) and the application of SOP (P=0.019) had significant influence on the ownership of ship sanitation certification. The result of the multiple logistic regression test showed that ship sanitation was the most dominant variable which influenced the ownership of ship sanitation certificates p=0.017.
It is recommended that the Harbor Health Office at Lhokseumawe should increase the routine, planned, and firm control and tighten the evaluation of the ownership of ship sanitation certificates for all ships which anchored at Lhokseumawe harbor. It was also recommended that the owners of the ships should provide and evaluate the application of ship sanitation SOP and give sanction to the crews of the ships who did not carry out ship sanitation SOP.
(8)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, sehingga penulis telah menyelesaikan tesis
dengan judul Pengaruh Sanitasi dan Manajemen Kapal terhadap Kepemilikan
Sertifikat Sanitasi Kapal pada Pelabuhan Lhokseumawe Tahun 2010.
Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, arahan
dan bantuan maupun doa dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas
Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM),
Sp.A(K).
Selanjutnya kepada Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai Ketua
Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S,
sebagai sekretaris Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Program
Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
Selanjutnya terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Hamonangan
Nainggolan, M.Sc, selaku ketua Komisi pembimbing dan Masdar Ginting, S.K.M.,
(9)
kesabaran, membimbing, mengarahkan penilis mulai dari proposal sampai penulisan
tesis selesai.
Terima kasih tak terhingga kepada ibunda tercinta dan isteri yang telah,
memberi motivasi serta doa kepada penulis untuk melanjutkan dan meneyelesaikan
pendidikan pasca sarjana.
Terima kasih kepada Kantor Kesehatan Pelabuhan Lhokseumawe, memberi
izin untuk melanjutkan pendidikan sudi S2.
Selanjutnya terima kasih penulis kepada rekan-rekan studi Manajemen
Kesehatan Lingkungan Industri khususnya stambuk 2008 yang tidak dapat disebutkan
satu-persatu yang telah membantu.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan,
untuk itu kritik dan saran yang sifat membangun sangat diharapkan demi
kesempurnaan tesis ini.
Medan, September 2010
(10)
RIWAYAT HIDUP
Saifullah dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 1 September 1967
merupakan putra keenam dari delapan bersaudara dari pasangan Muhammad Yusuf
Abbas dengan Zainab Daud.
Pendidikan formal penulis dimulai dari Sekolah Dasar Negeri No 30 Banda
Aceh di tamatkan Tahun 1980, pada tahun 1983 menamatkan Sekolah Menengah
Pertama Negeri No. 2 di Banda Aceh, dan Pada Tahun 1986 Menyelesaikan Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas No 2 Banda Aceh. Sekolah Pembantu Penilik Hygiene (SPPH)
Banda Aceh Penulis selesaikan pada tahun 1987.
Pada tahun 1996 menyelesaikan Tugas Belajar pada Akademi Kesehatan
Lingkungan Kaban Jahe, selanjutnya tahun 2004 menyelesaikan Tugas Belajar pada
Fakultas Kesehatan Masyararakat Universitas Sumatera Utara.
Karir pekerja tahun di mulai staf Pukesmas Montasik Kabupaten Aceh Besar
tahun 1987-1989, selanjutnya 1990 – sekarang staf Kantor Kesehatan Pelabuhan
(11)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR LAMPIRAN... ix
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Hipotesis ... 8
1.5 Manfaat Penelitian ... 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal ... 9
2.2 Sanitasi Kapal... 12
2.3 Anak Buah Kapal ... 18
2.4 Perilaku Anak Buah Kapal... 19
2.5 Manajemen Kapal ... 21
2.6 Sertifikat Sanitasi Kapal... 26
2.7 Landasan Teori... 27
2.8 Kerangka Konsep ... 28
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian 30 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 30 3.3. Populasi dan Sampel 31 3.4. Metode Pengumpulan Data 31 3.5. Variabel dan Definisi Operasional 35 3.6. Metode Pengukuran 36 3.7. Metode Analisis Data 37 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 39
4.2. Karakteristik Responden dan Kapal... 40
4.3. Analisis Univariat... 41
4.4. Analisis Bivariat... 48
(12)
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Sertifikat Sanitasi Kapal... 51
5.2. Pengaruh Sanitasi Kapal terhadap Kepemilikan Sertifikat Sanitasi Kapal ... 53
5.3. Pengaruh Manajemen Kapal terhadap Kepemilikan Sertifikat Sanitasi Kapal... 56
5.4. Keterbatasan Penelitian ... 59
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan... 60
6.2. Saran... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 62
(13)
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
3.1. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 33
4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Kapal ... 40
4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ... 41
4.3. Distribusi Frekuensi Hasil Penilaian Sanitasi Kapal ... 42
4.4. Distribusi Frekuensi Tingkat Sanitasi Kapal ... 42
4.5. Distribusi Frekuensi Indikator Penilaian Variabel Penerapan SOP ... 44
4.6. Distribusi Frekuensi Variabel Penerapan SOP ... 45
4.7. Distribusi Frekuensi Indikator Penilaian Variabel Kepemimpinan ... 46
4.8. Distribusi Frekuensi Variabel Kepemimpinan ... 47
4.9. Distribusi Frekuensi Variabel Kepemilikan Sertifikasi Sanitasi Kapal ... 48
4.10. Tabulasi Silang Sanitasi Kapal dengan Kepemilikan Sertifikat Sanitasi Kapal... 48
4.11. Tabulasi Silang Manajemen Kapal dengan Kepemilikan Sertifikat Sanitasi Kapal ... 49
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 65
(15)
ABSTRAK
Sanitasi kapal merupakan usaha untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit bersumber dari lingkungan kapal. Sanitasi kapal tahun 2009 di Pelabuhan Lhokseumawe 56,1 % berisiko tinggi bersertifikat Ship Sanitation Control Certificate (SSCC) dan Ship Sanitation Control Exemtion Certificate (SSCEC)
Penelitian ini merupakan penelitian survai analitik dengan pendekatan cross
sectional study. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh sanitasi dan
manajemen kapal terhadap kepemilikan sertifikat sanitasi kapal yang berlabuh di Pelabuhan Lhokseumawe. Populasi dalam penelitian ini adalah kapal yang bersandar di Pelabuhan Lhokseumawe dan seluruh ABK. Sampel terpilih sebanyak 53 Kapal dan 53 ABK. Pengumpulan data meliputi data primer melalui wawancara dan pemeriksaan sanitasi kapal, dan data sekunder diperoleh dengan pencatatan dari dokumen Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Lhokseumawe. Analisis data menggunakan uji Exact Fisher’s Test dan regresi logistik ganda pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan 84,9% kapal mempunyai sertifikat SSCEC dan 15,1% kapal memiliki sertifikat SSCC. Hasil uji dengan uji Exact Fisher’s Test menunjukkan sanitasi kapal (p=0,014), penerapan SOP (p=0,019) mempunyai pengaruh signifikan terhadap kepemilikan sertifikasi sanitasi kapal. Hasil uji regresi logistik ganda menunjukkan sanitasi kapal adalah variabel paling dominan berpengaruh terhadap kepemilikan sertifikat sanitasi kapal ; p=0,017
Disarankan kepada Kantor Kesehatan Pelabuhan Lhokseumawe, agar meningkatkan pengawasan secara rutin, terencana dan tegas serta memperketat evaluasi terhadap kepemilikan sertifikat sanitasi kapal pada seluruh kapal yang bersandar di Pelabuhan Lhokseumawe. Kepada Pemilik Kapal agar menyediakan SOP sanitasi kapal dan pengawasan penerapan SOP serta memberikan sanksi bagi ABK yang tidak menerapkan SOP sanitasi kapal.
(16)
ABSTRACT
Ship sanitation is an attempt to break the link of contagious diseases which came from the ship environment. Ship sanitation at Lhokseumawe harbor was highly affected up to 56.1 percent in 2009 although the harbor management got Ship Sanitation Control Certificate (SSCC) and Ship Sanitation Control Exemption Certificate (SSCEC)
This research was an analytic survey with cross sectional approach which was aimed to analyze the influence of ship sanitation and management on the ownership of sanitation certificates of the ships which anchored at Lhokseumawe harbor. The population was the ships which anchored at Lhokseumawe harbor and the crews of the ships. There Were 53 ships and 53 crews chosen as the samples. The data consisted of the primary data which were obtained from interviews and checking of ship sanitation, and the secondary data ware obtained by recording the documents in the Harbor Health Office, Lhokseumawe. The data were analyzed by using Exact Fisher’s Test and multiple logistic regression test with the reliability of 95 percent.
The result of the research showed that 84.9 percent of the ships owned Ship Sanitation Control Exemption Certificates (SSCEC) and 15.1 percent of them owned Ship Sanitation Control Certificates (SSCC). The result of Exact Fisher’s Test showed that ship sanitation (p=0.014) and the application of SOP (P=0.019) had significant influence on the ownership of ship sanitation certification. The result of the multiple logistic regression test showed that ship sanitation was the most dominant variable which influenced the ownership of ship sanitation certificates p=0.017.
It is recommended that the Harbor Health Office at Lhokseumawe should increase the routine, planned, and firm control and tighten the evaluation of the ownership of ship sanitation certificates for all ships which anchored at Lhokseumawe harbor. It was also recommended that the owners of the ships should provide and evaluate the application of ship sanitation SOP and give sanction to the crews of the ships who did not carry out ship sanitation SOP.
(17)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pelabuhan merupakan salah satu aset penting suatu daerah yang berfungsi
sebagai tempat berlabuhnya kapal sekaligus sebagai tempat untuk melakukan
kegiatan bongkar muat barang, kebutuhan masyarakat dan industri serta sebagai
tempat pelayanan penyeberangan penumpang baik domestik maupun internasional.
Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit dengan melenyapkan atau
mengendalikan faktor – faktor risiko lingkungan yang merupakan mata rantai
penularan penyakit (Ehler, 1986).
Kapal adalah semua alat pengangkut, termasuk milik angkatan bersenjata dan
yang dapat berlayar. Dengan demikian kapal harus terbebas dari faktor risiko
lingkungan dengan cara mempertahankan kondisi kesehatan kapal sehingga tidak
dijadikan tempat berkembang penyakit dan vector penular penyakit.
Sanitasi kapal merupakan salah satu usaha yang ditujukan terhadap faktor
risiko lingkungan di kapal untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit guna
memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan. Sanitasi kapal mencakup seluruh
aspek penilaian kompartemen kapal antara lain dapur, ruang penyediaan makanan,
palka, gudang, kamar anak buah kapal, penyediaan air bersih, dan penyajian makanan
(18)
Sanitasi kapal berlaku untuk semua jenis kapal baik kapal penumpang,
maupun kapal barang. Pemeriksaan sanitasi kapal dimaksudkan untuk pengeluaran
sertifikat sanitasi guna memperoleh Surat Izin Kesehatan Berlayar (SIKB). Hasil
pemeriksaan dinyatakan berisiko tinggi atau risiko rendah, jika kapal yang diperiksa
dinyatakan risiko tinggi maka diterbitkan Ship Sanitation Control Certificate (SSCC)
setelah dilakukan tindakan sanitasi dan apabila faktor risiko rendah diterbitkan Ship
Sanitation Exemption Control Certificate (SSCEC), dan pemeriksaan dilakukan
dalam masa waktu enam bulan sekali (WHO, 2007).
Adapun institusi yang memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan
adalah Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). Menurut Permenkes No.
356/Menkes/IV/2008, bahwa KKP mempunyai tugas melaksanakan pencegahan
masuk dan keluarnya penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah,
kekarantinaan, pelayanan kesehatan terbatas di wilayah kerja Pelabuhan/ Bandara dan
Lintas Batas, serta pengendalian dampak kesehatan lingkungan. Selain itu salah satu
fungsi penting KKP adalah pelaksanaan pengamatan penyakit karantina dan penyakit
menular potensial wabah nasional sesuai penyakit yang berkaitan dengan lalulintas
internasional, pelaksanaan pengawasan kesehatan alat angkut dan pelaksanaan
pengendalian risiko lingkungan Pelabuhan / Bandara dan Lintas Batas Darat (Depkes
RI, 2008)
Tujuan pemeriksaan sanitasi kapal dimaksudkan agar kapal bebas dari
(19)
menular, serta menciptakan suasana nyaman dan aman bagi penumpang, ABK
maupun nakhoda kapal (WHO, 2007).
Upaya sanitasi kapal merupakan tanggung jawab pemilik kapal melalui
nakhoda kapal dan anak buah kapal. ABK bertanggung jawab terhadap kebersihan
kapal dan sarana lainnya yang mendukung sanitasi kapal. Sedangkan fungsi Nahkoda
kapal adalah sebagai pemimpin dan pengendali keseluruhan dari pelaksanaan sanitasi
kapal. Pemilik kapal wajib menyertakan Standart Operational Prosedure (SOP)
sanitasi kapal yang mengacu pada IHR dan ketentuan lainnya (WHO, 2005).
Menurut WHO (2007) nahkoda kapal bertanggung jawab terhadap keamanan
kapal dari sumber panyakit dan melaporkan dalam bentuk form MDH (Maritime
Declaration of Health) kepada otoritas kesehatan pelabuhan setiap masuk wilayah
suatu negara.
Sanitasi kapal merupakan salah satu bagian integral dari perilaku kesehatan
terhadap sanitasi. Mengacu pada dasar tersebut determinan perilaku sanitasi kapal
dapat mengacu pada konsep determinan perilaku kesehatan yang dikemukan oleh
Green (1980) dan Blum (1979), bahwa derajat kesehatan masyarakat salah satunya
dipengaruhi oleh faktor perilaku dan lingkungan selain pelayanan kesehatan dan
keturunan. Sedangkan konsep Green (1980) mengemukakan bahwa perilaku
kesehatan dipengaruhi oleh faktor predisposisi, enabling dan reinforcing. Faktor
predisposisi atau faktor pendukung dalam sanitasi ini adalah berhubungan dengan
(20)
Faktor enabling mencakup biaya, waktu, dan sarana, sedangkan faktor reinforcing
mencakup dukungan petugas kesehatan, dan implementasi kebijakan sanitasi kapal.
Berdasarkan data Dirjen Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
selama kurun waktu 2005-2008 jumlah kapal yang sudah mendapatkan SSCEC
cenderung meningkat. Tahun 2005 terdapat 2.756 unit kapal (70,6%) dari 3.906
kapal yang diperiksa menjadi 2903 (73,3%) dari 3961 kapal yang diperiksa pada
tahun 2006. Tahun 2007 menurun menjadi 949 kapal (23,3%) dari 4071 kapal yang
diperiksa dan tahun 2008 meningkat menjadi 2.846 (69,6%) dari 4092 kapal yang
diperiksa (Depkes RI, 2008). Keadaan ini menunjukkan bahwa pemeriksaan sanitasi
kapal menjadi agenda rutin dan tugas penting bagi KKP, sehingga kapal-kapal yang
berlabuh di seluruh pelabuhan di Indonesia terjamin sanitasi kapalnya dan bebas dari
sumber penularan penyakit khususnya penyakit yang berpotensi wabah.
Adapun faktor-faktor yang dinilai berkaitan dengan sanitasi kapal antara lain
adalah faktor internal seperti perilaku ABK, kepemimpinan Nakhoda, kejelasan SOP
sanitasi kapal. Faktor eksternal seperti kebijakan dan pengawasan dari KKP.
Beberapa penelitian mengemukakan faktor-faktor tersebut mempunyai kaitan dengan
tingkat sanitasi kapal.
Hasil penelitian Supriyadi (2006) mengemukakan bahwa determinan sanitasi
kapal di pelabuhan Pangkalbalam antara lain kepemimpinan nahkoda, perilaku anak
buah kapal mencakup pemahaman standar operasional prosedur (SOP). Pemahaman
SOP yang baik cenderung mempunyai sanitasi kapal yang baik dibandingkan dengan
(21)
Penelitian Soejoedi (2005), bahwa tindakan hapus tikus di kapal merupakan
salah satu bentuk tindakan sanitasi kapal, bahkan merupakan item penting dalam
MDH. Salah satu pertanyaan dalam MDH adalah tentang adanya indikasi penyakit
pes baik yang timbul diantara ABK maupun diantara tikus. Kepemilikan SSCEC juga
sangat memperhatikan Surat Keterangan Hapus Tikus (SKHT), artinya bahwa
kepemilikan SSCEC mutlak harus memperhatikan sanitasi kapal secara keseluruhan.
Penelitian Adriyani (2005) di pelabuhan Domestik Gresik menemukan bahwa
persoalan sanitasi pelabuhan mencakup sanitasi kapal masih sangat rendah.
Kontribusi sanitasi kapal sangat besar terhadap perwujudan sanitasi pelabuhan secara
keseluruhan. Cakupan sanitasi kapal hanya 32,6% dari 3091 kapal yang bersandar.
Rendahnya sanitasi kapal tersebut mengindikasikan minimnya penyediaan air bersih
dan sanitasi dok kapal, serta masih ditemukannya vektor atau rodent dalam kapal
meskipun dalam jumlah yang relatif kecil.
Salah satu upaya untuk meningkatkan sanitasi kapal adalah melakukan
pengelolaan sampah kapal dengan menetapkan SOP pengelolaan sampah. Pada kapal
penumpang perlu diciptakan sanitasi kapal yang benar, selain itu perlu pemenuhan
indikator sanitasi lainnya seperti penyediaan air bersih, dan pengendalian vektor atau
rodent.
Pelabuhan Lhokseumawe merupakan salah satu pelabuhan yang padat
melayani pelayaran domestik dan internasional, khususnya pelayanan kargo.
Berdasarkan data KKP (2008) jumlah kapal yang bersandar di pelabuhan
(22)
atas kapal penumpang, kapal kargo, kapal tangki dan kapal-kapal penangkap ikan.
Berdasarkan data tersebut masing-masing mempunyai perbedaan sanitasi baik
sanitasi berisiko tinggi maupun sanitasi berisiko rendah.
Hasil pemeriksaan sanitasi kapal tahun 2009, menunjukkan jumlah kapal yang
sudah memiliki sertifikat SSCEC (risiko rendah) sebanyak 329 kapal (43,9%), dan
420 kapal (56,1%) memperoleh sertifikat SSCC (risiko tinggi) dari 749 kapal yang
diperiksa. Hal ini menunjukkan bahwa kapal yang berlabuh di pelabuhan
Lhokseumawe masih berisiko tinggi, sehingga perlu dilakukan upaya strategis untuk
meningkatkan cakupan sanitasi kapal. Berdasarkan hasil pemeriksaan sanitasi kapal
tahun 2009 yang dilakukan oleh petugas KKP Lhokseumawe, diketahui sanitasi
berisoko tinggi pada kapal diindikasikan dari keadaan sanitasi kamar ABK,
ketersediaan tempat pembuangan sampah, dan sanitasi dapur. Keadaan tersebut
dipengaruhi oleh faktor perilaku ABK yang tidak menjaga kebersihan ruangan kamar
atau dapur.
Berdasarkan wawancara dengan 2 (dua) nakhoda kapal kargo yang berlabuh
di Pelabuhan Lhokseumawe tanggal 22 April 2009, menjelaskan bahwa upaya
mewujudkan sanitasi kapal yang saniter atau tidak termasuk kapal berisiko tinggi
melibatkan seluruh komponen dalam kapal, termasuk komitmen ABK, ketersediaan
sarana sanitasi yang memadai seperti perlengkapan penyediaan makanan ABK,
ketersediaan air bersih, serta adanya SOP dari pemilik kapal tentang sanitasi kapal,
seperti SOP penyediaan makanan yang hygiene, pengelolaan sampah dalam kapal
(23)
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh
sanitasi kapal dan manajemen kapal terhadap kepemilikan Sertifikat Sanitasi Kapal di
Pelabuhan Lhokseumawe untuk memberikan kontribusi data dan telaah secara analitis
dalam merumuskan kebijakan pengelolaan sanitasi pelabuhan khususnya sanitasi
kapal.
1.2 Permasalahan
Sanitasi kapal merupakan salah satu faktor paling penting diperhatikan
terhadap kelayakan berlayar sebuah kapal khususnya kapal kargo. Sanitasi kapal
penting guna mencegah terjadinya penularan penyakit antar daerah, khususnya
penyakit berpotensi wabah. Keadaan sanitasi kapal dipengaruhi oleh berbagai faktor
baik dari internal kapal seperti perilaku ABK, Nakhoda, kejelasan SOP sanitasi
maupun ekternal seperti pengawasan KKP. Permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimana pengaruh sanitasi kapal dan manajemen kapal (penerapan SOP dan
kepemimpinan) terhadap kepemilikan sertifikat sanitasi Kapal di Pelabuhan
Lhokseumawe
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan menganalisis pengaruh
sanitasi kapal dan manajemen kapal (penerapan SOP dan kepemimpinan) terhadap
(24)
1.4Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sanitasi kapal, penerapan SOP dan
kepemimpinan Nakhoda Kapal berpengaruh terhadap kepemilikan Sertifikat Sanitasi
Kapal di Pelabuhan Lhokseumawe.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Lhokseumawe
dalam merumuskan kebijakan pengelolaan sanitasi kapal dan pengendalian
permasalahan kesehatan yang dihadapi ABK dan penumpang kapal.
2. Menjadi masukan pemilik kapal agar dapat membenahi dan melakukan
pengawasan terhadap upaya sanitasi kapal sesuai dengan petunjuk dari IHR.
(25)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal
Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk jenis apapun, yang digerakkan
dengan tenaga mekanik, tenaga angin atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya
apung dinamis, kendaraan di permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung
yang tidak berpindah-pindah (Dep.Hub. 2008)
Sedangkan pengertian alat apung dan bangunan terapung yang tidak
berpindah-pindah adalah alat apung dan bangunan terapung yang tidak mempunyai
alat penggerak sendiri, serta ditempatkan di suatu lokasi perairan tertentu dan tidak
berpindah-pindah untuk waktu yang lama, misalnya hotel terapung, tongkang
akomudasi (accommodation barge) untuk menunjang kegiatan lepas pantai dan
tongkang menampung minyak (oil store barge), serta unit pemboran lepas pantai
berpindah ( mobile offshore drilling unit/MODU).
Jenis kapal menurut fungsinya adalah (Dep.Dik.Nas, 2003) :
a. Kapal Pesiar, adalah kapal yang dipakai untuk pelayaran pesiar.
Penumpang menaiki kapal pesiar untuk menikmati waktu yang dihabiskan
diatas kapal yang dilengkapi fasilitas penginapan dan perlengkapan
bagaikan hotel berbintang. Lama pelayaran pesiar bisa berbeda-beda,
mulai dari beberapa hari sampai sekitar tiga bulan tidak kembali
(26)
b. Kapal Penumpang. Kapal penumpang adalah kapal yang digunakan untuk
angkutan penumpang. Untuk meningkatkan effisiensi atau melayani
keperluan yang lebih luas, kenyamanan dan kemewahan kadang kapal
diperlukan demi memuaskan para penumpang. Lain dari itu kapal
penumpang harus memiliki kemampuan bartahan hidup pada situasi
darurat.
c. Kapal Ro-Ro adalah kapal yang bisa memuat orang dan kendaraan yang
berjalan masuk sendiri ke dalam kapal dengan penggeraknya sendiri dan
bias keluar dengan sendiri juga sehingga di sebagai kapal roll on – roll off
disingkat Ro-Ro, untuk itu kapal dilengkapi dengan pintu rampa yang
menghubungkan kapal dengan dermaga.
d. Kapal barang atau kapal kapal kargo adalah segala jenis kapal yang
membawa barang-barang dan kargo dari suatu pelabuhan ke palabuhan
lainnya. Ribuan kapal jenis ini menyusuri laut dan samudera dunia setiap
tahunnya memuat barang-barang perdagangan internasional dan nasional.
Kapal kargo pada umumnya di desain khusus untuk tugasnya.
e. Kapal tanker ialah kapal dirancang untuk mengangkut minyak atau produk
turunannya. Jenis utama kapal tanker termasuk mengangkut minyak,
LNG, LPG. Diantara berbagi jenis kapal tenker menurut kapasitas : ULCC
(Ultra large Crude Carrier) berkapasitas 500.000 Ton. VLCC (Very
(27)
f. Kapal Tunda adalah kapal yang dapat digunakan untuk melakukan
maneuver/pergerakan, uatamanya menarik atau mendorong kapal lainnya
di pelabuhan, laut lepas atau melalui sungai atau terusan. Kapal Tunda
memiliki tenaga yang besar bila dibandingkan dengan ukurannya. Mesin
induk kapal tunda biasanya berkekuatan antara 750 sampai dengan 300
tenaga kuda ( 500 s/d 2000 kW), tetapi kapal yang lebih besar (digunakan
di laut lepas) dapat berkekuatan 25.000 Tenaga kuda (20.000 kW) kapal
tunda memiliki kemampuan manever yang tinggi, tergantung dari unit
penggerak. Kapal tunda dengan penggerak konvensional memiliki
baling-baling di belakang, efisien untuk menarik kapal dari pelabuhan ke
pelabuhan lainnya. Jenis penggerak lain sering disebut Schottel propulsion
system (azimuth thruster/Z-peller) dimana baling-baling di bawah kapal
dapt bergerak 3600 atau sistem propulsion Vioth-Schneider yang
menggunakan semacam pisau di bawah kapal yang dapat membuat kapal
berputar 3600.
g. Kapal peti kemas (countainer ship) adalah kapal yang khusus digunakan
untuk mengangkut peti kemas. Selanjutnya PP 51 tahun 2002 tentang
perkapalan, yang dimaksud dengan peti kemas adalah bagian dari alat
yang berbentuk kotak serta terbuat dari bahan yang memenuhi syarat
bersifat permanen dan dapat di pakai berulang-ulang, yang memiliki
pasangan sudut serta dirancang khusus untuk memudahkan angkutan
(28)
peuatan kembali. Termasuk jenis ini adalah kapal semi peti kemas, yaitu
perpaduan antara kapal kargo dan peti kemas.
2.2 Sanitasi Kapal
Setiap orang yang berada di kapal harus menjaga sanitasi dan kesehatan kapal
seperti sarana sanitasi, suplai makanan dan kebersihan lingkunagn di kapal. Sanitasi
kapal tidak mungkin terwujud tanpa kerja sama setiap Anak Buah Kapal (ABK).
Nahkoda berkewajiban menjaga kondisi sanitasi setiap saat dan secara berkala
memeriksa kondisi sanitasi di atas kapal (CDC, 2003)
Peningkatan sanitasi kapal adalah usaha merubah keadaan lingkungan alat
angkut yang dapat berlayar menjadi lebih baik sebagai usaha pencegahan penyakit
dengan memutuskan mata rantai penularan penyakit. Tujuan peningkatan sanitasi
kapal, menurut permenkes no. 530/Menkes/per/VII/1987 adalah :
a. Meniadakan/menghilangkan sumber penularan penyakit di dalam kapal.
b. Agar kapal tetap bersih sewaktu mau berangkat maupun sedang berlayar.
c. Supaya penumpang maupun ABK senang berada didalamnya, bagi penumpang.
Berdasarkan International Health Regulation Gaide to Ship Sanitation (WHO,
2007), maka sasaran peningkatan sanitasi kapal adalah dapur, ruang rakit makanan,
ruang penyimpanan makanan, kamar tidur ABK dan penumpang, pengelolaan
(29)
2.2.1. Dapur.
Dapur kapal harus dilengkapi dengan fasilitas untuk menyimpan sampah
makanan yang aman. Semua sisa makanan harus disimpan wadah kedap air, wadah
non-absorben dan mudah dibersihkan, harus ditutup selama persipan makanan dan
penyajian makanan makanan. Wadah ini harus ditempatkan di ruang penyimpanan
limbah atau pada dek terbuka bila diperlukan. Setelah mengosongkan masing-masing
setiap wadah harus benar-benar digosok, di cuci dan dibilas dengan diinfektan, jika
perlu untuk mencegah bau dan gangguan dan minimalkan daya tarik dari tukus dan
kutu.
Keadaan dapur kapal dilihat tingkat kebersihan dapur, ada tidaknya sirkulasi
udara, pencahayaan yang cukup, adanya tempat pencucian piring dan peralatan dapur
lain yang saniter, dan tidak ada tanda-tanda kehidupan vektor atau rodent, bobot nilai
10.
Penilaian sanitasi dapur kapal dikatakan baik jika memperoleh skor lebih dari
80, dengan penilaian, sebagai berikut:
(1)Keadaan dapur yang bersih diberi skor 8-10
(2)Pertukaran udara yang memenuhi syarat kesehatan diberi skor 8-10
(3)Pencahayaan yang baik yaitu lebih 10-5 Fc diberi skor 8-10
(4)Pencucian yang menggunakan mesin cuci diberi skor 8-10
(30)
2.2.2. Gudang
Tempat penyimpanan makanan yang tidak mudah membusuk harus memiliki
ventilasi harus cukup. Barang-barang harus diatur sedemikian rupa tidak menjadi
sarang serangga dan tikus dengan temperatur 100 C – 150 C, bersih, pencahayaan
yang cukup dan sebaiknya :
(1)Ratproof, flayproop, dan self closing door.
(2)Tidak menjadi tempat menyimpan insektisida, alat hapus serangga dan racun
lainnya.
(3)Tidak dimasuki anjing, kucing dan binatang lainnya.
Bila kapal akan mengadakan hapus serangga, diusahakan agar
makannan/minuman, alat-alat makan/minum dan bahan makanan yang permukaan
kontak langsung tidak tercemar oleh insectisida.
Kamar pendingin, temperature harus ditempatkan pada bagian terdingin.
Temperatur yang dianjurkan untuk beberapa makanan yang mudah membusuk .
(1) Frozen Food : -120 C atau kurang
(2) Daging dan ikan : 00 C – 30 C
(3) Susu dan produk dari susu : 50 C – 70 C
(4) Buah dan sayur : 70 C – 100 C
2.2.3. Kamar Awak kapal
Ruang tidur merupakan salah satu akomudasi bagi anak buah kapal, Peraturan
Pemerintah no 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan mensyaratkan kamar tidur harus :
(31)
(2) Tidak memiliki pintu langsung ke ruang muatan
(3) Pencegahan masuknya serangga melalui pintu.
(4) Harus tetap terawat dan dijaga dalam keadaan bersih dan tidak boleh diisi dan
digunakan menyimpan barang lainnya.
(5) Luas lantai kamar tidur tiap anak buah kapal adalah
a. Paling sedikit 2,00 M2 untuk kapal lebih kecil dari 500 GT
b. Paling sedikit 2,35 M2 untuk kapal dengan ukuran ≥ 500 GT
c. Paling sedikit 2,78 M2 untuk kapal dengan ukuran ≥ 3000 GT
d. Untuk kamar tidur penumpang, satu kamar tidur terdapat 4 tempat tidur,
maka luas lantai per orang minimal 2,22 M2
(6) Setip perwira harus mempunyai satu kamar tidur sendiri.
2.2.4. Air Bersih
Nahkoda atau mualim yang ditugaskan, harus memastikan dengan benar
bahwa air yang di suplay dari pelabuhan memenuhi standar kualitas air bersih dengan
meminta pernyataan dari keagenen kapal, jika dibutuhkan pengelolaan atau
penyaringan di kapal harus dilaksanakan dengan metode memenuhi syarat. Untuk itu
dikapal harus ada peralatan pengujian dasar (Turbiditas, pH dan sisa Chlor) air bersih
menjaga tingkat keamanan air bersih.
Air bersih untuk persediaan di kapal minimal tersedia untuk dua hari dengan
asumsi kebutuhan 120 liter per orang per hari untuk maksimal kapasitas anak buah
kapal dan penumpang, selanjutnya air di kapal minimal mengandung 0,2 ppm sisa
(32)
Pencatatan rencana managemen dibuat dalam bentuk Standar Operasional
Prosedore (SOP) untuk menyakinkan keamanan sistem penyediaan air bersih dikapal.
Apabila pengolahan air diperlukan, metode yang dipilih harus sesuai denagn bahan
baku dan menurut standar yang berlaku dan dapat dilakukan dan dilakukan oleh
ABK.
2.2.5. Sampah
Setiap kapal dilarang melakukan pembuangan limbah, air ballas, kotoran,
sampah serta bahan kimia berbahaya dan beracun ke perairan (Ps 29 UU no 17 Tahun
2008 tentang Pelayaran). Pencegahan pencemaran dari kapal adalah upaya yang
diambil nahkoda dan/atau Anak buah Kapal sedini mungkin untuk menghindari atau
mengurangi pencemaran tumpahan minyak, bahan cair beracun, muatan berbahaya
dan kemasan, limbah kotoran (sewage) sampah (Garbage) dan gas dari kapal ke
perairan.
International Maritime Organozation (IMO) mengharuskan semua kapal dari
≥ 400 GT dan membawa ≥ 15 orang, platform tetap atau mengambang bergarak
dalam bidang eksploitasi dasar laut, harus menyediakan “Buku Rekam Sampah”
untuk mencatat semua timbulan sampah dan oparasi Insenerator. Tanggal, Waktu,
posisi kapal deskripsi sampah perkiraan jumlah habis dibakar harus dicatat dan
ditanda tangani. Buku harus disimpan untuk jangka waktu dua tahun setelah tanggal
pencatatan terakhir.
Nahkoda membuat Garbage Management Plant(GMP)/Rencana pengelolaan
(33)
pengolahan dan pembuangan sampah termasuk penggunaan peralatan di atas kapal.
Nahkoda harus menunjuk orang yang bertanggung jawab untuk melaksanakan
rencana GMP dan harus dalam bahasa kerja ABK.
Marine Environment Committee (MPEC) dalam sidang ke 55 Oktober 2006
dan telah diadopsi oleh IMO tentang spesifikasi standar untuk insenerator kapal.
Spesifikasi mencakup desain, manufaktur, kinerja, operasi dan pengujian insenerator
yang dirancang untuk membakar sampah dan limbah yang di timbul kapal.
Sampah dari kapal berupa minyak, bahan kimia dan plastik yang dapat
mengapung selama bertahun-tahun dan kemudian terdampar ke pantai. Di beberapa
daerah sebagian besar sampah berasal dari buangan kapal yang lewat dan mereka
nyaman membuang ke perairan dari pada mengumpulkan di kapal dan membuangnya
di pelabuhan tujuan.
2.2.6 Fasilitas Medis
Sebagai akomodasi untuk ABK dan Penumpang, fasilitas ini dibutuhkan
untuk menangani apabila ada yang menderita sakit maupun kecelakaan kerja, untuk
itu fasilitas medis harus memenuhi syarat :
(1) Setiap kapal dengan jumlah Anak Buah Kapal 15 (lima belas) orang atau lebih
dilengkapi dengan ruangan perawatan kesehatan yang layak dan memiliki
kamar mandi dan jamban tersendiri.
(2) Fasilitas ruang perawatan kesehatan tidak boleh di pergunakan untuk
(34)
(3) Pada setiap kapal harus tersedia obat-obatan dan bahan-bahan pembalut dalam
jumlah yang cukup.
(4) Untuk pemberian pelayanan kesehatan di kapal, Nahkoda dalam keadaan
tertentu dapat meminta bantuan nasehat dari tenaga medis di darat.
2.3 Anak Buah Kapal
Anak Buah Kapal (ABK) adalah semua orang yang berada dan bekerja di
kapal kecuali nakhoda, baik sebagai perwira, bawahan (kelasi) atau super cargo yang
tercantum dalam manifest anak buah kapal dan telah menandatangani perjanjian kerja
laut dengan perusahaan pelayaran. Tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di kapal
sebagai anak buah kapal dapat menduduki posisi atau pekerjaan sebagai perwira
umum, perwira dinas geladak, perwira dinas mesin, dina radio dan lain sebagainya.
Adapun syarat-syarat wajib harus dipenuhi untuk dapat bekerja sebagai Anak
Buah Kapal (ABK) sesuai dengan pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun
2000 antara lain :
(1) Memiliki sertifikat keahlian kelautan dan atau sertifikat ketrampilan pelaut.
(2) Berumur sekurang-kurangnya 18 tahun
(3) Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan yang
khusus dilakukan untuk itu.
(4) Tercantum dalam manifest (di sijil)
(35)
Menurut Morgan (1986) dalam Sarwono (2004), arti perilaku adalah sebagai
suatu yang dilakukan manusia atau binatang dalam bentuk yang dapat diamati dengan
berbagai cara. Perilaku sendiri berbeda dengan pikiran atau perasaan karena perilaku
dapat diamati dan dipelajari. Tak seorang pun dapat melihat isi hati dan pikiran
seseorang, akan tetapi dapat melihat perilaku orang tersebut.
Perilaku kesehatan tersebut didasarkan pada tiga domain perilaku yaitu pengetahuan,
sikap dan tindakan. Menurut Subchan (2001) bahwa perilaku manusia terhadap sakit
dan penyakit yaitu menyangkut dengan reaksinya baik secara pasif (mengetahui,
bersikap, dan mempersepsi penyakit yang ada pada dirinya atau diluar dirinya)
maupun aktif (tindakan atau praktik) yang dilakukan sehubungan dengan sakit
maupun penyakit skabies. Terbentuknya perilaku baru dimulai dari pengetahuan yang
kemudian menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap yang akhirnya
menimbulkan respon yang lebih jauh yaitu tindakan.
Domain dari perilaku lainnya adalah sikap. Sikap adalah reaksi atau respon
yang masih tertutup dari seorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi
sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari
Perilaku yang tertutup. Dengan kata lain sikap merupakan reaksi atau respon yang
masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Newcomb
yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu.
Menurut Ahmadi (2004) sikap dibedakan menjadi : (1) sikap positif, yaitu :
(36)
norma–norma yang berlaku dimana individu itu beda, dan (2) sikap negatif, yaitu :
menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku
dimana individu itu berbeda.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.
Secara langsung dapat dinyatakan pendapat atau pernyataan respon terhadap suatu
objek, secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan–pertanyaan
hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.
Domain terakhir dari perilaku kesehatan adalah tindakan. Tindakan tersebut
didasari pada penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahuinya, kemudian
disikapi dan akhirnya mengambil keputusan untuk melakukannya. Tindakan dalam
penelitian ini adalah segala sesuatu bentuk nyata yang dilakukan dalam manjaga dan
melakukan upaya sanitasi kapal yang mencakup sanitasi dapur, kamar ABK, geladak
kapal dan pembuangan sampah.
Tingkat sanitasi kapal merupakan suatu hal yang disebabkan oleh banyak
faktor antara lain karakteristik anak buah kapal, sarana dan prasarana, ketersediaan
alat untuk tetap menjaga dan mempertahankan kebersihan kapal berupa alat pel,
lampu penerangan serta adanya prosedur kerja sanitasi kapal.
Pengetahuan, sikap dan perilaku anak buah kapal mempengaruhi tingkat
sanitasi kapal. Dengan pengetahuan yang memadai perlu ditunjang dengan
pendidikan formal yang memadai. ABK akan lebih cepat menerima informasi dari
(37)
2.5. Kepemimpinan Nakhkoda Kapal
Kepemimpinan di kapal dilaksanakan oleh Nahkoda yaitu salah seorang dari
Anaka Buah Kapal yang menjadi pemimpin tertinggi di kapal dan mempunyai
wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan (Dep.Hub, 2008)
Nahkoda mempunyai kekuasan mutlak di atas kapal dan mempunyai
wewenang penuh pada semua tahap pengoperasian di laut, di pelabuhan maupun di
darat dan mempunyai wewenang yang sah menurut undang-undang terhadap semua
orang di kapal.
Nahkoda mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk mengambil
keputusan yang mendesak di atas kapal yang dipandang perlu demi keselamatan
kapal, awak kapal, perlindungan lingkungan hidup. Secara garis besar Nakhoda kapal
mempunyai tanggung jawab:
1) Terhadap kelaikan laut dan keselamatan, efesien dalam pengoperasian serta
keselamatan semua awak kapal, muatan dan perlengkapan di atas kapal serta
pencegahan pencemaran laut.
2) Harus mengetahui/menguasai keadaan keseluruhan kapal, keadaan/masa
berlakunya sertifikat dan surat-surat serta dokumen pelaut awak kapal yang
dipersyaratkan.
3) Dalam melaksanakan tanggung jawab, nakhoda kapal harus menjamin bahwa
kapal yang dioperasikan sesuai dengan persyaratan yang berkaitan dengan
(38)
4) Mempersiapkan perencanaan pelayaran dan menarik garis haluan di peta
berdasarkan petunjuk dan rencana pelayaran.
5) Memeriksa tersedianya peta-peta dengan koreksi terakhir dan buku-buku
navigasi untuk keperluan pelayanan yang direncanakan dan melakukan koreksi
sesuai dengan informasi terakhir yang ada di kapal.
6) Menentukan posisi kapal tengah hari dan menyiapkan laporan posisi tengah
hari. Merawat dan memelihara semua peralatan dan perlengkapan navigasi serta
menyiapkan semua laporan dan pencatatan yang terkait, antara lain
a) Gyro compass dan perlengkapannya
b) Radar perlengkapannya termasuk anti tabrakannya
c) Global Positioning System (GPS),
d) Barometer dan semua peralatan meteorologi
e) Speed Log, Lampu navigasi dan Perlengkapan Facsimile cuaca
f) Perlengkapan pemeriksaan kesehatan
7) Melaksanakan perawatan dan pemeliharaan sosok benda termasuk bendera dan
alat isyarat.
8) Melaksanakan pengamanan ruang kemudi, ruang peta dan navigasi serta
isntrumen termasuk teropong, teleskop, lampu aldis, handy talky, selama kapal
berada di pelabuhan.
9) Bekerja sama dengan kepala kamar mesin untuk mempersiapkan voyage report
secara teliti dan tepat waktu.
(39)
11)Melaksanakan tugas sebagai perwira kesehatan, mempersiapkan dan menjamin
bahwa persediaan peralatan kesehatan dan obat-obatan cukup untuk pelayaran
yang dimaksud.
Setiap nakhoda kapal harus memberikan perhatian khusus kepada hal-hal
yang dapat mempengaruhi kesehatan kesejahteraan awak kapal dan harus sesuai
dengan prosedur dan standar peraturan pemerintah dan perusahaan, menggunakan
pertimbangan sesuai dengan kelayakan pelayaran dunia internasional.
Selain itu paling penting adalah menjamin agar kasus penyakit dan luka
mendapatkan pengobatan yang tepat dan meminta nasehat kepada instansi terkait
melalui sarana komunikasi yang ada. Nakhoda kapal juga harus menjamin kapal
selalu bersih dan kondisi sanitasi setiap saat sesuai dengan standar perusahaan dan
peaturan yang berlaku.
Pasal 128 ayat 1 UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran menyatakan Nahkoda
dan/atau Anak Buah Kapal harus memberitahukan kepada pejabat pemeriksa
Keselamatan Kapal apabila mengetahui bahwa kondisi kapal atau bagian dari
kapalnya dinilai tidak memenuhi persyaratan keselamatan kapal.
2.6. SOP Sanitasi Kapal
Standar operational prosedure (SOP) adalah prosedur tetap yang harus
dijadikan sebagai dasar atau landasan untuk melakukan suatu pekerjaan dan sebagai
(40)
1) Jelas, artinya dapat diukur dengan akurat, termasuk mengukur berbagai
penyimpangan yang mungkin terjadi.
2) Masuk akal, artinya ditetapkan wajar, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah.
3) Mudah dimengerti, artinya suatu standar tidak berbelit-belit, sehingga mudah
dimengerti dan dilaksanakan.
4) Derajat dicapai, artinya suatu standar disesuaikan dengan kemampuan, agar dapat
dicapai.
5) Meyakinkan, artinya mewakili persayaratan yang ditetapkan
Perumusan SOP sanitasi Kapal mencakup seluruh aspek sanitasi kapal yang
dirumuskan dan dibuat oleh pemilik kapal sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Standar kompetensi kerja Nasional, sektor maritime sub sektor perkapalan
bidang juru masak mansyaratkan pelaksanan kerja di dapur agar melaksanakan
kesehatan dan keselamatan kerja di dapur kapal niaga dan kapal perikanan yang
berlayar di perairan nasional dan internasional dengan memperhatikan
iformasi/dokuman melipiti : (1) Standar Operational Precedures (SOP) perusahaan.
(2) Karakteristik peralatan dapur, (3) Jenis dan sifat bahan pembersih, (4) Jenis
ruangan simpan, (5) Jenis bahan makanan, (6) Tata letak peralatan dapur.
2.7. Sertifikat Sanitasi Kapal.
Sertifikat sanitasi kapal adalah alat bantu untuk membantu suatu negara dalam
mengurangi faktor risiko penyebaran penyakit akibat dari pelayaran kapal
(41)
enam bulan sejak tanggal diterbitkan, selanjutnya dapat diperpanjang selama satu
bulan oleh Port Health Authority.
Jenis Sertifikat sanitasi terdiri dari 1) Ship Sanitation Control Exemption
Certificate (SSCEC) yaitu sertifikat diberikan kepada kapal yang hasil pemeriksaan
sanitasi dengan faktor risiko rendah dan 2). Ship Sanitation Control Certificate
(SSCC) diberikan kepada kapal dengan hasil pemeriksaan sanitasi dengan faktor
risiko tinggi atau ditemukan tanta-tanda keberadaan vector (IHR 2005)
Pasal 39 ayat 2 IHR 2005 menyakan, jika sertifikat sanitasi tidak dapat
ditunjukkan atau ditemukan bukti adanya risiko kesehatan masyarakat, sumber
penyakit menular (vektor) dan kontaminasi dikapal, Authorities Port Healh harus
menganggap kapal tersebut terjangkit dan dapat melakukan tindakan sanitasi berupa :
Hapus hama, dekontaminasi, hapus serangga atau hapus tikus pada kapal.
Apabila proses tidakan sanitasi yang diperlukan sudah dilaksankan secara
lengkap, otoritas kesehatan pelabuhan wajib menerbitkan SSCC, dengan menuliskan
catatan tentang bukti yang ditemukan dan pemeriksaan yang dilakukan. KKP boleh
menerbitkan SSCC di setiap pelabuahan sesuai Pasal 20 IHR 2005 menjelaskan jika
dinyakini bahwa kapal bebas dari infeksi dan kontaminasi, termasuk vektor dan
reservoir.
Sertifikat sanitasi biasanya di keluarkan jika pemeriksaan telah dilaksanakan
pada kapal dalam keadaan kosong atau isinya hanya penyeimbang (ballast) atau
material lain seperti bahan alam yang ditimbun atau dibuang sehingga membuat kapal
(42)
dan pendapat dari kesehatan pelabuhan bahwa hasilnya tidak memuaskan, maka
kesehatan pelabuhan harus membuat catatan di dalam sertifikat sanitasi (IHR, 2005).
2.8. Landasan Teori
Menurut Permenkes No.530/Menkes/Per/VII/1987, sanitasi kapal adalah
segala usaha yang ditujukan terhadap faktor lingkungan di kapal untuk memutuskan
mata rantai penularan penyakit guna memelihara dan mempertinggi derajat
kesehatan.
IHR 1969 yang menekankan pengendalian kemungkinan penyebaran suatu
penyakit melalui perbatasan sedangkan IHR 2005 berubah menjadi pengendalian
kemungkinan penyebaran suatu penyakit di sumber penyakit atau masalah kesehatan
masyarakat. Selanjutnya IHR 2005 lebih menekankan pengawasan di pintu keluar
masuk suatu negara melalui pelabuhan maupun lintas batas. Untuk itu Sertifikat
Sanitasi kapal (SSCC dan SSCEC) diperlukan sebagai alat bantu suatu negara dalam
mengurangi faktor risiko penyebaran penyakit akibat dari pelayaran kapal Nasional
dan Internasional.
Menurut IHR tahun 2005, kapal yang sudah dinyatakan laik sanitasi akan
diberikan sertifikat sanitasi sesuai dengan IHR tahun 2005, sertifikat Ship Sanitation
Control Exemption Certificate (SSCEC) berlaku maksimal selama 6 bulan. Masa
berlaku ini dapat diperpanjang satu bulan jika pemeriksaan atau pengawasan yang
(43)
2.9. Kerangka Konsep Penelitian
Adapun kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. berikut:
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan Gambar 2.1 di atas diketahui bahwa variabel independen dalam
penelitian ini adalah (1) sanitasi kapal yang mencakup dapur, ruang rakit makanan,
gudang, palka, ruangan tidur, air bersih, limbah padat dan medis, air persediaan,
ruang mesin, fasilitas medis, makanan, sampah serta kolam renang dan (2)
manajemen meliputi penerapan SOP dan kepemimpinan Nahkoda. Sedangkan
variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepemilikan sertifikat sanitasi kapal,
jika hasil pemeriksaan sanitasi digolongkan risiko rendah, maka diberikan Sertifikat
Ship Sanitation Control Exemption Certificates (SSCEC), dan jika risiko tinggi dan di
temukan vektor kapal diberikan tindakan sanitasi selanjutnya di terbitkan sertifikat
Ship Sanitation Control Certificates (SSCC).
Sanitasi Kapal
Manajemen
1) Penerapan Standard Operational Prosedure (SOP)
2) Kepemimpinan Nakhoda
Sertifikat SSCEC Sertifikat
(44)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1.Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survai analitik dengan desain cross sectional study
yang bertujuan menganalisis pengaruh sanitasi dan manajemen kapal terhadap
kepemilikan sertifikat sanitasi kapal pada kapal yang berlabuh di Pelabuhan
Lhokseumawe.
3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pelabuhan Lhokseumawe, dengan pertimbangan:
(1) Pelabuhan Lhokseumawe merupakan salah satu pelabuhan yang dapat
menerbitkan SSCEC atau SSCC sesuai IHR tahun 2005 dan (2) masih ada
kapal-kapal yang berlabuh di pelabuhan Lhokseumawe baik kapal-kapal domestik maupun
international yang tingkat sanitasi risiko tinggi.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini diawali dengan penelusuran pustaka, konsultasi, persetujuan
pembimbing, kolokium, penelitian lapangan, seminar hasil dan komprehensif
membutuhkan waktu enam bulan terhitung bulan Januari sampai dengan Agustus
(45)
3.3.Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kapal kargo/barang dengan
Tonase Kotor ≥ 35 Gros Ton (GT) beserta Anak Buah Kapal (ABK) yang melayari
pelabuhan Nasional dan Internasional yang singgah dan bersandar di pelabuhan
Lhokseumawe, rata-rata kunjungan kapal per bulan tahun 2009 sebanyak 53 kapal.
3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Sampel kapal
Sampel kapal adalah seluruh populasi sebanyak 53 kapal yang diambil selama
penelitian pada bulan Juni 2010.
2. Anak Buah Kapal
Sampel anak buah kapal dalam penelitian ini adalah sebanyak 53 ABK yaitu
chief officer dengan pertimbangan chief officer merupakan ABK yang bertanggung
jawab dan berwewenang secara penuh terhadap sanitasi kapal.
3.4.Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari kapal yang menjadi
(46)
(pemeriksaan sanitasi kapal), dan wawancara dengan ABK kapal tentang
kepemimpinan dan penerapan SOP.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari profil Kantor Kesehatan
Pelabuhan Lhoksumawe tentang jumlah kapal, dan karakteristik pelabuhan
Lhokseumawe.
3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas
Kuesioner penelitian agar dapat menjadi instrumen penelitian yang valid dan
reliabel sebagai alat pengumpul data, maka dilakukan pengujian validitas dan
reliabilitas terhadap kuesioner. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu
mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang
diteliti secara tepat (Arikunto, 2006). Variabel yang dilakukan pengujian validitas dan
reliabilitas adalah variabel kepemimpinan dan penerapan SOP, karena kedua variabel
ini adalah jenis pertanyaan yang dirancang oleh penelitian berdasarkan kebutuhan
penelitian dan tinjauan pustaka.
Uji validitas dan reliabilitas akan dilakukan kepada ABK pada kapal selain
sebagai sampel penelitian.. Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauhmana
suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu
alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total
variabel pada analisis reability dengan melihat nilai correlation corrected item,
(47)
Pertanyaan dikatakan reliabel, jika jawaban responden terhadap pertanyaan
(kuesioner) adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Reliabilitas
menunjukkan pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya,
untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik.
Instrumen yang sudah dapat dipercaya atau reliabel akan menghasilkan data yang
dapat dipercaya juga. Apabila datanya memang benar dan sesuai dengan kenyataan,
maka berapa kalipun diambil tetap akan sama (Arikunto, 2006).
Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauhmana suatu alat
pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan
metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali
pengukuran, dengan ketentuan, jika nilai r Alpha > r tabel, maka dinyatakan relialibel
(Arikunto, 2006).
Hasil pengujian validitas dan reliabilitas setiap variabel yang diteliti dapat
dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
No Pertanyaan Nilai r-Tabel Keputusan
Variabel Penerapan SOP
1 Pertanyaan SOP 1 0,943 Valid
2 Pertanyaan SOP 2 0,943 Valid
3 Pertanyaan SOP 3 0,883 Valid
4 Pertanyaan SOP 4 0,758 Valid
5 Pertanyaan SOP 5 0,694 Valid
6 Pertanyaan SOP 6 0,775 Valid
7 Pertanyaan SOP 7 0,545 Valid
8 Pertanyaan SOP 8 0,627 Valid
(48)
Tabel 3.1. (Lanjutan)
No Pertanyaan Nilai r-Tabel Keputusan
Variabel Kepemimpinan
1 Pertanyaan Kempimpinan 1 0,837 Valid
2 Pertanyaan Kempimpinan 2 0,843 Valid
3 Pertanyaan Kempimpinan 3 0,729 Valid
4 Pertanyaan Kempimpinan 4 0,669 Valid
5 Pertanyaan Kempimpinan 5 0,601 Valid
6 Pertanyaan Kempimpinan 6 0,675 Valid
7 Pertanyaan Kempimpinan 7 0,725 Valid
8 Pertanyaan Kempimpinan 8 0,843 Valid
Nilai Cronbac’h Alpha 0,922 Relialibel
Uji validitas dan reliabilitas akan dilakukan kepada 20 orang ABK pada kapal
yang bersandar di Pelabuhan Kota Lhokseumawe. Nilai t.Tabel (t-tabel) dalam
penelitian ini pada 20 sampel dengan taraf signifikan 95% adalah sebesar 0,423, dan
nilai r-Tabel sebesar 0,60.
Berdasarkan Tabel 3.1. di atas menunjukkan secara keseluruhan variabel yang
diuji coba dinyatakan valid dan relialibel, yaitu:
1. Variabel penerapan SOP mempunyai nilai t-Hitung antara 0,545 – 0,943, dan
ternyata nilai t-Hitung> t-Tabel sehingga dinyatakan valid dan nilai
Cronbac’h Alpha sebesar 0, 935 berarti nilai r-Hitung> r-Tabel sehingga
dinyatakan relialibel.
2. Variabel kepemimpinan mempunyai nilai t-Hitung antara 0,601– 0,843, dan
ternyata nilai t-Hitung> t-Tabel sehingga dinyatakan valid dan nilai
Cronbac’h Alpha sebesar 0,922 berarti nilai r-Hitung> r-Tabel sehingga
(49)
3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Penelitian
Variabel Independen dalam penelitian ini adalah sanitasi kapal dan
manajemen kapal. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepemilikan
sertifikat sanitasi kapal.
3.5.2. Definisi Operasional
1) Sanitasi kapal adalah keadaan kapal yang menunjukkan tingkat kebersihan
dan sanitasi di dalam kapal yang mencakup 16 (enam belas) indikator sanitasi
antara lain dapur, ruang rakit makanan, gudang persediaan makanan, kamar
ABK, ruang mesin, ruang nahkoda, ruang penumpang, air bersih, sampah,
fasilitas medis, limbah cair dan padat, air bersih, dan air persediaan.
2) Penerapan SOP adalah aplikasi panduan atau peraturan yang dilaksanakan
dalam bidang sanitasi kapal oleh nahkoda dan anak buah kapal.
3) Kepemimpinan Nakhoda adalah persepsi ABK terhadap kegiatan pengawasan
dan arahan yang diberikan orang paling bertanggung jawab mengenai
keseluruhan keamanan, kenyamanan dan kebersihan kapal.
4) Sertifikat sanitasi kapal adalah sertifikat sanitasi yang dimiliki oleh
kapal yang menjadi sampel penelitian dan masih berlaku, baik berjenis
(50)
3.6. Metode Pengukuran
Pengukuran variabel dependen yaitu jenis sertifikat sanitasi yang dimiliki
kapal didasarkan pada skala nominal bersumber data primer dari kapal sebagai
sampel penelitian dengan kategori :
1. Memiliki Ship Sanitation Control Exemption Certificate (SSCEC),
2. Memiliki Ship Sanitation Control Certificate (SSCC)
Pengukuran variabel independen yaitu variabel yang diduga sebagai penyebab
timbulnya valiabel dependen, variabel independen teridi dari :
1. Sanitasi Kapal didasarkan pada skala ordinal dengan berpedoman pada
cheklist sanitasi kapal sesuai dengan pedoman pemeriksaan hygiene sanitasi
kapal (IHR, 2005), dan dikategorikan menjadi:
1) Faktor Risiko Rendah, jika kapal yang diperiksa memperoleh skor ≥5175
point
2) Faktor Risiko Tinggi, jika kapal yang diperiksa memperoleh nilai <5175
point
2. Penerapan SOP didasarkan pada skala ordinal dari 8 pertanyaan dengan
alternatif jawaban “ya” dan “tidak” masing-masing jawaban ‘Ya” diberi skor
2, dan “tidak” diberi skor 1, Kemudian hitung batasan nilai untuk
kategorisasi, dan hasil penelitian melaluui uji kolmogorof smirnov
menunjukkan variabel penerapan SOP tidak terdistribusi normal, sehingga
batasan nilai yang digunakan adalah nilai tengah (median) yaitu sebesar 11
(51)
1)Baik, jika responden memperoleh nilai ≥median (skor ≥11)
2)Kurang, jika responden memperoleh nilai <median (skor <11)
3. Kepemimpinan Nakhoda juga didasarkan pada skala ordinal dari 8
pertanyaan dengan alternatif jawaban “ya” dan “tidak” masing-masing
jawaban ‘Ya” diberi skor 2, dan “tidak” diberi skor 1. Kemudian hitung
batasan nilai untuk kategorisasi, dan hasil penelitian melaluui uji kolmogorof
smirnov menunjukkan variabel kepemimpinan terdistribusi normal, sehingga
batasan nilai yang digunakan adalah nilai tengah rerata yaitu sebesar 12,5 dan
dikatagorikan menjadi dua :
1)Baik, jika responden memperoleh nilai ≥mean (skor ≥12,5)
2)Kurang, jika responden memperoleh nilai <mean (skor <12,5)
3.7. Analisis Data
1. Analisis univariat, yaitu menganalisi data dengan mendistribusikan variabel
penelitian yaitu variabel sanitasi kapal, penerapan SOP dan kepemimpinan
nakhoda serta jenis kepemilikan sertifikat sanitasi kapal dalam tabel distribusi
distribusi frekuensi.
2. Analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis hubungan/pengaruh sanitasi dan
manajemen kapal terhadap kepemilikan sertifikat sanitasi kapal menggunakan
uji chi square jika nilai expected countnya ≥ 5 atau > 20%, dan jika expected
countnya kurang dari lima atau < 20% menggunakan Excat Fisher’s Test pada
(52)
3. Analisis multivariat, yaitu analisis lanjutan dari analisis bivariat dimaksudkan
untuk menganalisis faktor paling berpengaruh dari variabel independen (sanitasi
dan manajemen kapal) terhadap variabel dependen (kepemilikan sertifikat
sanitasi kapal) dengan menggunakan uji regresi logistik pada taraf kepercayaan
(53)
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Pelabuhan Lhokseumawe merupakan salah satu pelabuhan nasional kelas II
yang di kelola oleh PT. Pelabuhan Indonesia I (Pelindo I) Cabang Lhokseumawe.
terletak antara 05' 10' 15” Lintang Utara dan 07' 09' 27” Bujur Timur, merupakan
pelabuhan umum dengan kelas II (dua). Pelabuhan ini terletak selat Malaka dipantai
Utara Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh.
Pelabuhan Lhokseumawe memiliki beberapa fasilitas yang dapat menunjang
segala proses kegiatan yang terjadi di pelabuhan tersebut. Fasilitas-fasilitas tersebut
diantaranya adalah Kolam pelabuhan, Dermaga umum, Dermaga Ro-Ro, Dermaga
curah cair, Gudang, Lapangan penumpukan, dan lain-lain. Potensi yang ada di daerah
hinterland, antara lain adalah Kelapa sawit, Karet, dan CPO (Crude Palm Oil)..
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Lhokseumawe mempunyai tugas
melaksanakan pencegahan masuk dan keluarnya penyakit, penyakit potensial wabah,
surveilance epidemiologi, kekarantinaan, pengendalian dampak kesehatan
lingkungan, pelayanan kesehatan, pengawasan serta pengalaman terhadap penyakit
baru dan penyakit yang muncul kembali, bioterorisme, unsur biologi, kimia dan
pengamanan radiasi di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat
(54)
4.2 Karakteristik Responden dan Kapal
Karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah jenis kapal dan bendera
Negara tempat kapal terdaftar menjadi objek penelitan dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Kapal
No Karakteristik kapal Jumlah
( n )
Persentase ( % )
Jenis kapal
1 Bulker 4 7.55
2 Container 3 5.66
3 Kargo 20 37.74
4 Tanker 26 49.06
Total 53 100.00
Bendera kapal
1 Indonesia 23 43.40
2 Non Indonesia 30 56.60
Total 53 100.00
Pada tabel 4.1. menunjukkan sebagian besar jenis kapal yang menjadi objek
penelitian adalah kapal tanker berjumlah 26 kapal ( 49.06 %) sedangkan jenis kapal
kontainer sebanyak 1 kapal (5,66%).
Karakteristik kapal bendera non Indonesia 30 Kapal (56,60%) lebih banyak
dibandingkan kapal berbendera Indonesia 23 kapal ( 43,40%).
Karakteristik responden dalam penelitian ini adalah karakteristik chief officer
yang mencakup umur, pendidikan dan pelatihan. Kategorisasi umur didasarkan pada
rata-rata umur responden dengan batas nilai 38 tahun, sehingga dapat dikategorikan
(55)
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
No Karakteristik Responden Jumlah
(n) Persentase (%)
Umur Responden
1 25 - 38 Tahun 24 45,3
2 39 - 51 Tahun 29 54,7
Total 53 100,0
Pendidikan Responden
1 Tamatan SMU/SPM/Sederajat 41 77,4
2 Tamatan D3/AMI/sederajat 12 22,6
Total 53 100,0
Pelatihan
1 Ada 16 30,2
2 Tidak Ada 37 69,8
Total 53 100,0
Tabel 4.1. di atas menunjukkan berdasarkan umur responden diketahui
mayoritas responden berusia antara 39 – 51 Tahun yaitu sebanyak 29 orang (54,7%),
dengan pendidikan mayoritas tamatan SMU sederajat yaitu sebanyak 41 orang
(77,4%), dan mayoritas tidak pernah mengikuti pelatihan sanitasi yaitu sebanyak 37
orang (69,8%).
4.3 Analisis Univariat 4.3.1. Variabel Independen A. Sanitasi Kapal
Variabel sanitasi kapal didasarkan pada skala rasio dengan menghitung
peroleh skor berdasarkan dari 16 indikator penilaian sanitasi kapal. Hasil penelitian
(56)
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Hasil Penilaian Sanitasi Kapal
No Indikator Penilaian Baik ( % ) Buruk (%) Total (%)
1 Dapur / Galley 38 71.7 15 28.3 53 100
2 Ruang Rakit Makanan / Pantri 43 81.1 10 18.9 53 100
3 Gudang / Stores 37 69.8 16 30.2 53 100
4 Palka / Kalgo 23 43.4 N/A N/A N/A N/A
5 Ruang Officer 50 94.3 3 5.7 53 100
6 Ruang Crew 47 88.7 6 11.3 53 100
7 Air Bersih / Potable Water 18 34.0 35 66.0 53 100
8 Limbah Cair 53 100.0 0 0.0 53 100
9 Limbah Padat 50 94.3 3 5.7 53 100
10 Air Persediaan 53 100.0 0 0.0 53 100
11 Ruang Mesin 52 98.1 1 1.9 53 100
12 Fasilitas Medis 15 28.3 38 71.7 53 100
13 Makanan 34 64.2 19 35.8 53 100
14 Air 44 83.0 9 17.0 53 100
15 Sampah 29 54.7 24 45.3 53 100
16 Kolam Renang 8 15.1 N/A N/A N/A N/A
Tabel 4.3. menunjukkan bahwa terdapat variasi hasil penilaian dari 16
indikator sanitasi kapal, sanitasi kapal yang masuk dalam katagori buruk terbesar
pada sebesar pada item air bersih/Potable Waeter 66% masuk katagori buruk dan
terkecil air persediaan dan limbah cair, secara keseluruhan maka dapat dikategorikan
sanitasi kapal risiko rendah jika skor ≥5175 point, dan risiko tinggi jika skor <5175
(57)
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Tingkat Sanitasi Kapal
Bendera Jumlah Persentase
No Sanitasi Kapal
Indonesia % Asing % ( n ) ( % )
1 High Risk 12 22.6 6 11.3 18 34.0
2 Low Risk 11 20.8 24 45.3 35 66.0
Total 23 43.4 30 56.6 53 100.0
Tabel 4.4. menunjukkan mayoritas kapal mempunyai sanitasi kapal yang
termasuk low risk yaitu sebanyak 35 kapal (66,0%), 11 kapal (20,8%) diantaranya
kapal berbendera Indonesia, sedangkan kapal dengan high risk adalah sebanyak 18
kapal (34,0%), 12 kapal (22,6%) diantaranya kapal berbendera Indonesia.
B. Manajemen Kapal
Variabel manajemen kapal dalam penelitian ini mencakup kepemimpinan
nakhoda kapal, dan penerapan SOP sanitasi kapal. Anak Buah Kapal (ABK)
merupakan sasaran penelitian tentang variabel kepemimpinan dan penerapan SOP
kapal.
a) Penerapan SOP
Veriabel Penerapan SOP didasarkan pada skala ordinal dari 8 (delapan)
pertanyaan dengan alternatif jawaban ya dan tidak. Hasil penelitian dapat
(58)
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Indikator Penilaian Variabel Penerapan SOP
Ya Tidak Total
No Pernyataan Standar Operational
Prosedur n % n % n %
1 Tersedia SOP untuk Sanitasi Kapal 21 39,6 32 60,4 53 100,0
2 SOP sesuai IHR 21 39,6 32 60,4 53 100,0
3 Melakukan Tugas Sesuai SOP 27 50,9 26 49,1 53 100,0
4 Upaya Sanitasi Dapur Kapal 26 49,1 27 50,9 53 100,0
5 Upaya Sanitasi Kamar ABK 20 37,7 33 62,3 53 100,0
6 Upaya Sanitasi Kamar Mandi 24 45,3 29 54,7 53 100,0
7 Upaya Sanitasi di Tempat Penyimpanan
Makanan 13 24,5 40 75,5 53 100,0
8 Mendapatkan Sanksi Jika Tidak Menerapkan
SOP 14 26,4 39 73,6 53 100,0
Tabel 4.5 menunjukkan mayoritas responden menyatakan tidak tersedia SOP
untuk sanitasi kapal yaitu sebanyak 32 orang (60,4%), dan mayoritas juga
menyatakan SOP tidak sesuai dengan IHR yaitu sebanyak 32 orang (60,4%),
mayoritas responden sudah melakukan tugas sesuai SOP yaitu sebanyak 27 orang
(50,9%), mayoritas respnden juga sudah melakukan upaya sanitasi dapur kapal yaitu
sebanyak 26 orang (49,1%).
Namun mayoritas responden tidak melakukan upaya sanitasi kamar ABK
yaitu sebanyak 33 orang (62,3%), mayoritas juga tidak melakukan upaya sanitasi
kamar mandi yaitu sebanyak 29 orang (54,7%), mayoritas responden juga belum
melakukan upaya sanitasi penyimpanan makanan yaitu sebanyak 40 (75,5%), dan
mayoritas responden juga menyatakan bahwa manajemen tidak memberikan sanksi
(59)
Berdasarkan keseluruhan hasil skoring variabel penerapan SOP, maka terlebih
dahulu dilakukan pengujian normalitas data dengan uji kolmogorov smirnov untuk
menentukan distribusi data variabel penerapan SOP. Hasil uji normalitas data
menunjukkan data variabel penerapan SOP terdistribusi normal karena nilai
probabilitas lebih dari 0,05, maka batas nilai kategorisasi menggunakan mean. Hasil
analisa statistik menunjukkan nilai median sebesar 11, maka kategori baik jika nilai
median >12 dan kategori kurang jika nilai median <12. Hasil penelitian dapat dilihat
pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Variabel Penerapan SOP
No Penerapan SOP Jumlah
(n) Persentase (%)
1 Baik 20 37,7
2 Kurang 33 62,3
Total 53 100,0
Tabel 4.6 menunjukkan mayorita sresponden menilai penerapan SOP
termasukkurang yaitu sebanyak 33 orang (62,3%) sedangkan responden yang menilai
penerapan SOP yang baik hanya 20 orang (37,7%).
b) Kepemimpinan
Variabel Kepemimpinan nahkoda kapal didasarkan pada skala ordinal dari 8
(delapan) pertanyaan dengan alternatif jawaban ya dan tidak. Hasil penelitian dapat
(1)
PENILAIAN SANITASI KAPAL
StatisticsSkor_Sanitasi
53 0 5244,7583 42,16181 5285,8667 306,94261 94213,769 4232,93 5780,53 Valid
Missing N
Mean
Std. Error of Mean Median
Std. Deviation Variance Minimum Maximum
Descriptive Statistics
53 37,00 100,00 89,3208 11,33540 53 42,00 100,00 89,3019 9,96838 53 16,00 50,00 45,3019 5,66903 53 ,00 68,00 28,7170 33,12527 53 5,00 40,00 35,9245 7,67325 53 5,00 40,00 33,7170 10,32990 53 5,00 60,00 32,9623 12,42355 53 59,00 100,00 83,8679 8,63588 53 61,00 70,00 64,9623 1,74270 53 10,00 50,00 45,8868 7,33186 53 40,00 50,00 44,9811 2,87891 53 25,00 40,00 35,3208 3,19118 53 15,00 30,00 22,9434 4,13900 53 74,00 98,00 82,6792 7,82445 53 50,00 68,00 60,2642 6,36139 53 56,00 70,00 62,1509 5,09674 53 ,00 16,00 2,3962 5,73900 53
Dapur Pantri Stores Cargo RT_Officer RT_Crew RT_Penumpang Air_Bersih Limbah_Cair Limbah_Padat Air_persediaan Ruang_Mesin Fas.Medis Makanan Air Sampah S.Pool
Valid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Sanitasi
35 66,0 66,0 66,0
18 34,0 34,0 100,0
53 100,0 100,0 Low Risk
High Risk Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Kepemilikan Sertifikat
8 15,1 15,1 15,1
45 84,9 84,9 100,0
53 100,0 100,0
SSCC SSCEC Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
(2)
Crosstabs
SOP * Kepemilikan Sertifikat
Crosstab8 25 33
5,0 28,0 33,0
24,2% 75,8% 100,0%
100,0% 55,6% 62,3%
15,1% 47,2% 62,3%
0 20 20
3,0 17,0 20,0
,0% 100,0% 100,0%
,0% 44,4% 37,7%
,0% 37,7% 37,7%
8 45 53
8,0 45,0 53,0
15,1% 84,9% 100,0%
100,0% 100,0% 100,0%
15,1% 84,9% 100,0%
Count
Expected Count % within SOP % within Kepemilikan Sertifikat
% of Total Count
Expected Count % within SOP % within Kepemilikan Sertifikat
% of Total Count
Expected Count % within SOP % within Kepemilikan Sertifikat
% of Total Kurang
Baik SOP
Total
SSCC SSCEC
Kepemilikan Sertifikat
Total
Chi-Square Tests
5,710b 1 ,017
3,976 1 ,046
8,426 1 ,004
,019 ,016
5,603 1 ,018
53 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Computed only for a 2x2 table a.
2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is b.
(3)
Sanitasi * Kepemilikan Sertifikat
Crosstab2 33 35
5,3 29,7 35,0 5,7% 94,3% 100,0%
25,0% 73,3% 66,0%
3,8% 62,3% 66,0%
6 12 18
2,7 15,3 18,0 33,3% 66,7% 100,0%
75,0% 26,7% 34,0%
11,3% 22,6% 34,0%
8 45 53
8,0 45,0 53,0 15,1% 84,9% 100,0%
100,0% 100,0% 100,0%
15,1% 84,9% 100,0% Count
Expected Count % within Sanitasi % within Kepemilikan Sertifikat
% of Total Count
Expected Count % within Sanitasi % within Kepemilikan Sertifikat
% of Total Count
Expected Count % within Sanitasi % within Kepemilikan Sertifikat
% of Total Low Risk
High Risk Sanitasi
Total
SSCC SSCEC Kepemilikan Sertifikat
Total
Chi-Square Tests
7,075b 1 ,008
5,084 1 ,024
6,733 1 ,009
,014 ,014
6,942 1 ,008
53 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Computed only for a 2x2 table a.
1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,72.
(4)
Kepemimpinan * Kepemilikan Sertifikat
Crosstab3 23 26
3,9 22,1 26,0 11,5% 88,5% 100,0%
37,5% 51,1% 49,1%
5,7% 43,4% 49,1%
5 22 27
4,1 22,9 27,0 18,5% 81,5% 100,0%
62,5% 48,9% 50,9%
9,4% 41,5% 50,9%
8 45 53
8,0 45,0 53,0 15,1% 84,9% 100,0%
100,0% 100,0% 100,0%
15,1% 84,9% 100,0% Count
Expected Count % within Kepemimpinan % within Kepemilikan Sertifikat
% of Total Count
Expected Count % within Kepemimpinan % within Kepemilikan Sertifikat
% of Total Count
Expected Count % within Kepemimpinan % within Kepemilikan Sertifikat
% of Total Kurang
Baik Kepemimpinan
Total
SSCC SSCEC Kepemilikan Sertifikat
Total
Chi-Square Tests
,504b 1 ,478
,106 1 ,745
,509 1 ,476
,704 ,374
,494 1 ,482
53 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Computed only for a 2x2 table a.
2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,92.
(5)
Logistic Regression
Case Processing Summary
53 100,0
0 ,0
53 100,0
0 ,0
53 100,0 Unweighted Casesa
Included in Analysis Missing Cases Total
Selected Cases
Unselected Cases Total
N Percent
If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
a.
Dependent Variable Encoding
0 1 Original Value
SSCC SSCEC
Internal Value
Block 0: Beginning Block
Classification Tablea,b
0 8 ,0
0 45 100,0
84,9 Observed
SSCC SSCEC Kepemilikan
Sertifikat
Overall Percentage Step 0
SSCC SSCEC
Kepemilikan Sertifikat Percentage Correct Predicted
Constant is included in the model. a.
The cut value is ,500 b.
Variables in the Equation
1,727 ,384 20,264 1 ,000 5,625
Constant Step 0
(6)
Variables not in the Equation
5,710 1 ,017
7,075 1 ,008
12,008 2 ,002
SOP Sanitasi Variables
Overall Statistics Step
0
Score df Sig.
Block 1: Method = Backward Stepwise (Conditional)
Omnibus Tests of Model Coefficients15,136 2 ,001
15,136 2 ,001
15,136 2 ,001
Step Block Model Step 1
Chi-square df Sig.
Model Summary
29,844a ,248 ,434
Step 1
-2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached. Final solution cannot be found. a.
Classification Tablea
0 8 ,0
0 45 100,0
84,9 Observed
SSCC SSCEC Kepemilikan
Sertifikat
Overall Percentage Step 1
SSCC SSCEC
Kepemilikan Sertifikat Percentage Correct Predicted
The cut value is ,500 a.
Variables in the Equation
20,079 8383,168 ,000 1 ,998 5E+008 ,000 .
-2,251 ,941 5,721 1 ,017 ,105 ,017 ,666
-15,577 8383,168 ,000 1 ,999 ,000
SOP Sanitasi Constant Step
1a
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
95,0% C.I.for EXP(B)
Variable(s) entered on step 1: SOP, Sanitasi. a.