PENUTUP Kompetensi Profesional Guru IPA di MTs. Nurul Yaqiin Ciledug-Tangerang
Hanya dengan kualitas SDM yang tinggi persoalan-persoalan bangsa Indonesia setahap demi setahap dapat terselesaikan dengan baik.
1
Menilai kualitas SDM suatu bangsa secara umum dapat dilihat dari mutu pendidikan bangsa tersebut. Sejarah telah membuktikan bahwa
kemajuan dan kejayaan suatu bangsa di dunia ditentukan oleh pembangunan dibidang pendidikan. Mereka menganggap kebodohan
adalah musuh kemajuan dan kejayaan bangsa, oleh karena itu harus diperangi dengan mengadakan revolusi pendidikan.
2
Guru menyadari bahwa untuk mendapatkan hasil pembelajaran yang maksimal, proses harus diselenggarakan sebaik-baiknya. Hal yang
tidak kalah penting adalah kualitas penyelenggara proses tersebut. Kualitas penyelenggara proses pendidikan dan pembelajaran adalah guru.dengan
demikian, dalam hal ini kualitas guru harus secara intens diingkatkan melalui berbagai kegiatan. Kegiatan berkualitas dapat dilakukan diluar
sekolah atau didalam sekolah. Semua bertujuan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan terkait kemampuan proses.
3
Guru pada SMPMTs, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik atau persyaratan pendidikan yang
berhubungan dengan bidang studi yaitu pendidikan minimum diploma empat D-IV atau sarjana S1 program studi yang sesuai dengan mata
pelajaran yang diajarkandiampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi.
4
Profesionalisme guru merupakan suatu keharusan dalam
mewujudkan sekolah berbasis pengetahuan, yaitu pemahaman tentang pembelajaran, kurikulum, dan perkembangan manusia termasuk gaya
belajar. Pada umumnya di sekolah-sekolah yang memiliki guru dengan
1
Kunandar, Guru Profesional Implementasi KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, Jakarta: Rajawali Pers, 2007, h. 8.
2
Ibid.
3
Mohammad Saroni, Personal Branding Guru: Meningkatkan Kualitas dan Profesionalitas Guru, Yogjakarta: Ar-ruzz Media, 2011, Cet.1, h. 102.
4
Sudaryona, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012, h.11.
kompetensi profesional akan menerapkan “pembelajaran dengan melakukan” untuk menggantikan cara mengajar dimana guru hanya
berbicara dan peserta didik hanya mendengarkan.
5
Guru sebagai pelaku otonomi kelas memiliki wewenang untuk melakukan reformasi kelas classroom reform dalam rangka melakukan
perubahan perilaku peserta didik secara berkelanjutan yang sejalan dengan tugas perkembangannya dan tuntutan lingkungan di sekitarnya.
6
Seorang guru profesional harus memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian,
dan kompetensi sosial. Guru diharapkan dapat menjalankan tugasnya secara professional
dengan memiliki dan menguasai keempat kompetensi tersebut. Kompetensi yang harus dimiliki pendidik itu sungguh sangat ideal
sebagaimana tergambar dalam peraturan pemerintah tersebut. Karena itu, guru harus selalu belajar dengan tekun disela-sela menjalankan tugasnya.
Menjadi guru professional bukan pekerjaan yang mudah, untuk tidak mengatakannya sulit, apalagi ditengah kondisi mutu guru yang sangat
buruk dalam setiap aspeknya.
7
Guru profesional merupakan guru yang memiliki keahlian dibidang pendidikan. Sedangkan kompetensi profesional, merupakan kemampuan
yang harus dimiliki oleh guru tersebut. Kualitas pendidikan Indonesia dianggap oleh banyak kalangan
masih rendah. Hal ini bisa dilihat dari beberapa indikator. Pertama, lulusan dari sekolah atau perguruan tinggi yang belum siap memasuki dunia kerja
karena minimnya kompetensi yang dimiliki. Menurut pengamat ekonomi Berry Priyono, bekal kecakapan yang diperoleh dari lembaga pendidikan
tidak memadai untuk dipergunakan secara mandiri, karena yang dipelajari dilembaga pedidikan sering kali hanya terpaku pada teori, sehingga peserta
didik kurang inovatif dan kreatif. Kedua, peringkat Human Development Index HDI Indonesia yang masih rendahtahun 2004 peringkat 111 dari
5
Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, Cet. 1, h. 18.
6
Nanang hanafiah dan cucu suhana, Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama, 2012, Cet. 3, h.103.
7
Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori dan Praktik, Jakarta: Kencana, 2011, Cet. 1, h. 30.
117 negara dan tahun 2005 peringkat 110 dibawah vietnam dengan peringkat 108. Ketiga, laporan Internasional Education Achievment IEA
bahwa kemampuan membaca siswa SD Indonesia berada diurutan 38 dari 39 negara yang disurvei. Keempat, mutu akademik antarbangsa melalui
Programme for Internasional Student Assesment PISA 2003 menunjukkan bahwa dari 41 negara yang disurvei untuk bidang IPA,
Indonesia menempati peringkat ke-38, sementara untuk bidang matematika dan kemampuan membaca menempati peringkat ke-39. Jika
dibandingkan dengan Korea Selatan, peringkatnya sangat jauh, untuk bidang IPA menempati peringkat ke-8, membaca peringkat ke-7 dan
matematika peringkat ke-3. Kelima, laporan World Competitiveness Yearbook tahun 2000, daya saing SDM Indonesia berada pada posisi 46
dari 47 negara yang disurvei. Keenam, posisi perguruan tinggi indonesia yang dianggap favorit, seperti Universitas Indonesia dan Universitas Gajah
Mada hanya berada diposisi ke-61 dan 68 dari 77 perguruan tinggi di Asia. Ketujuh, ketertinggalan bangsa indonesia dalam bidang IPTEK
dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura dan Thailand.
8
Dalam kutipan Doan Pardede, pernyataan mengejutkan dilontarkan DR. Santi Ambarukmi, kepala bidang profesi pendidikan menengah
kementrian pendidikan nasional dalam sebuah symposium yang diadakan KNPI Samarinda di Hotel Grand Sawit belum lama ini. Ternyata, hasil
rata-rata uji kompetensi guru UKG 2013 di seluruh Indonesia hanya 4,25. Materi yang diujikan pada uji kompetensi guru meliputi 30
kompetensi pedagogik dan 70 kompetensi profesional. Aspek profesional yang diujikan adalah kemampuan atau kompetensi yang
dimiliki guru
dalam merencanakan
dan melaksanakan
proses pembelajaran.
9
Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia merupakan cerminan rendahnya kualitas system pendidikan nasional. Rendahnya kualitas dan
kompetensi guru secara umum, semakin membuat laju perkembangan pendidikan belum maksimal. Bila ditinjau dan diamati masih banyak guru
8
Kunandar, op.cit., h. 1-2.
9
Doan Pardede, Hasil Uji Kompetensi Guru UKG Hanya 4,25. 2013, www.tribunnews.com
yang belum memiliki profesionalitas yang baik untuk kemajuan pendidikan secara global.
10
Sekarang ini tidak jarang guru yang hanya mengajar se-instan mungkin. Seperti halnya seorang guru hanya memiliki pengetahuan ilmu
yang masih minim padahal itu merupakan kunci utama seorang guru untuk mengajar, bagaimana mungkin jika seorang murid bertanya kepada guru
akan tetapi guru tersebut tidak mampu menjawab dan menjelaskan secara rinci pertanyaan murid tersebut.
Kompetensi profesional guru pasca sertifikasi masih lemah. Penyebab lemahnya kompetensi tersebut, diantaranya karena kemampuan
penguasaan sains para guru tersebut pada umumnya masih di bawah nilai rata-rata. Pakar pendidikan dan mantan dekan FKIP Universitas
Muhammadiyah Surakarta UMS, Dr. Sofyan Arif, mengungkapkan masalah itu kepada wartawan, dikampus UMS Pabelan. Dia
menambahkan, skor para guru SMA rata-rata hanya 9 dari total skor 600. Nilai itu jauh di bawah standar rata-rata dunia 450 dan yang ideal rata-rata
500.
11
Penguasaan metode pembelajaran yang kurang bervariasi membuat siswa cepat merasa bosan selama kegiatan belajar mengajar. Tidak dapat
dipungkiri seorang siswa akan timbul rasa bosan apabila proses belajar mengajar monotonhanya menggunakan satu metode pembelajaran saja,
rasa bosan dapat membuat siswa tidak fokus dan malas belajar. Guru yang monoton dalam mengajar sehingga cenderung
membosankan hanya akan menyenangkan murid ketika guru tersebut berhalangan atau tidak bisa mengajar. Jika murid bahagia saat guru tidak
dapat mengajar membuktikan bahwa guru ini gagal dalam mengajar.
12
10
Pudjosumedi, AS, Dkk. Profesi Kependidikan. Jakarta: UHAMKA Press. 2013, Cet. 1, h. 97.
11
Tok Suwarto, Kompetensi Profesional Guru Pasca-Sertifikasi Masih Lemah, 2014, www.pikiran-rakyat.com.
12
Masykur Arif Rahman. Kesalahan-kesalahan Fatal Paling Sering Dilakukan Guru Dalam Kegiatan Belajar-Mengajar, Jogjakarta: Diva Press, 2011, Cet. 1, h.57.