Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemakaian Alat Kontrasepsi Pada Istri Pus Di Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2008

(1)

Junita Tatarini Purba : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemakaian Alat Kontrasepsi Pada Istri Pus Di Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2008, 2009

USU Repository © 2008

 

TESIS

Oleh

JUNITA TATARINI PURBA 067023009/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 9


(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMAKAIAN

ALAT KONTRASEPSI PADA ISTRI PUS DI KECAMATAN

RAMBAH SAMO KABUPATEN ROKAN HULU

TAHUN 2008

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

JUNITA TATARINI PURBA 067023009/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 9


(3)

Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI PADA ISTRI PUS DI KECAMATAN RAMBAH SAMO

KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2008 Nama Mahasiswa : Junita Tatarini Purba

Nomor Pokok : 067023009

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes) (drh. Rasmaliah, M.Kes)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Dr.Drs.Surya Utama, MS) (Prof. Dr.Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 09 Juni 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes

Anggota : 1. drh. Rasmaliah, M.Kes

2. Dr. Drs. Fikarwin Zuska, M.Si 3. Siti Khadijah, SKM, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI PADA ISTRI PUS DI KECAMATAN RAMBAH SAMO

KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2008

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperolah gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2009


(6)

ABSTRAK

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk adalah melalui program KB. Sejak otonomi daerah program KB banyak mengalami kendala yang mengakibatkan turunnya tingkat pemakaian alat kontrasepsi. Cakupan akseptor KB aktif di Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu masih 42% dibandingkan dengan target nasional yaitu 75%.

Jenis penelitian adalah survei dengan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (umur, pendidikan, jumlah anak, pengetahuan dan sikap), faktor pendukung (ketersediaan alat kontrasepsi dan keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi) dan faktor pendorong (dukungan petugas kesehatan dan pengambil keputusan) terhadap pemakaian alat kontrasepsi. Populasi adalah seluruh istri PUS sebanyak 2.333 orang dengan besar sampel 100 orang yang diambil secara proportional sampling. Data dianalisis dengan menggunakan uji regresi logistik ganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor predisposisi yang berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi adalah jumlah anak (Sig=0,008), pengetahun (Sig=0,014) dan sikap (Sig=0,041) sedangkan faktor pendukung dan pendorong yang berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi adalah variabel ketersediaan alat kontrasepsi (Sig=0,001) dan dukungan petugas kesehatan (Sig=0,005). Variabel yang dominan pengaruhnya adalah ketersediaan alat kontrasepsi (Koefisien B = 3,112).

Kepada Dinas Kesehatan dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Rokan Hulu perlu melakukan kerjasama dan pendekatan kepada penentu kebijakan lainnya dalam pengalokasian dana untuk pelayanan alat kontrasepsi gratis kepada masyarakat khususnya kepada keluarga miskin. Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hulu perlu melakukan peningkatan kemampuan petugas kesehatan sehingga mampu memberikan informasi tentang alat kontrasepsi dan dapat memahami serta menyadari bahwa akseptor memiliki hak reproduksi sehat dan hak konsumen pengguna alat kontrasepsi. Juga perlu melakukan penyuluhan kepada masyarakat agar dapat memahami dan menerima norma keluarga kecil sehingga diharapkan mampu membentuk keluarga bahagia dan sejahtera melalui pengaturan atau pembatasan kelahiran anak.

Kata kunci : Perilaku, Pemakaian Alat Kontrasepsi


(7)

ABSTRACT

One of the efforts done by the government to reduce the rate of population growth is through Family Planning Program (KB). Since the district autonomy had been started, Family Planning Program has faced many constraints that resulted in the decrease of the rate of contraception use. The coverage of current user in Rambah Samo sub-district, district of Rokan Hulu reported is still 42% and this is still lower if compared to the national target of 75%.

The purpose of this survey study with explanatory research type is to analyze the influence of predisposing factors (age, education, number of child, knowledge, and attitude), enabling factors (availability of contraception device and accessibility of contraception device service) and reinforcing factors (support from health providers and decision makers) on the use of contraception device. The population for this study are 2.333 wives of fertile age couple and 100 of them were selected for the samples of this study through proportional sampling technique. The data were analyzed through multiple logistic regression test with the level of confidence of 95%. The result of analysis shows that predisposing factors which have influence on the use of contraception device are number of child (Sig=0.008), knowledge (Sig=0.014), and attitute (Sig=0.041), while enabling and reinforcing factors are variable of availability of contraception device (Sig=0.001) and support from health providers (Sig=0.005). The most dominantly influencing variable is the use of contraception device (Coefficient = 3.112).

It is suggested that the Health Office and the Civil Registration and Population Affairs of Rokan Hulu District need to cooperate and approach the stakeholder in allocating the budget for free contraceptive to the society of Rokan Hulu District especially to the poor families. It needs to improve the capability of the health providers that they are able to provide information about contraceptive and can understand and realize that the acceptors have their right for health reproduction and the right of consumer as the user of contraception device. It is necessary to provide an extension to the society to enable them to understand and accept the norm of family planning that, in the end, they can form a happy and prosperous family by regulating and limiting childbirth.

Key words: Behavior, Use of Contraception Device


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-Nya, penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyusunan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan Pendidikan S2 pada Sekolah Pascasarjana USU, Medan.

Penulis menyadari begitu banyak dukungan, bimbingan, bantuan dan kemudahan yang diberikan oleh berbagai pihak, sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Dengan penuh ketulusan hati, penulis menyampaikan ucapan terimakasih, semoga sukses dan bahagia selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa kepada Ibu Dr.Ir. Erna Mutiara, M.Kes dan Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku pembimbing yang memberi perhatian, dukungan dan pengarahan hingga tesis ini selesai.

Terimakasih tiada terkira juga kami sampaikan dengan tulus kepada Bapak Dr. Drs. Fikarwin Zuska, M.Si dan Ibu Siti Khadijah, SKM, M.Kes, selaku tim penguji yang telah memberi masukan sehingga dapat menyempurnakan tesis ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus dan tak terhingga kepada: 1. Ibu Prof.Dr.Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr.Drs. Surya Utama, MS, selaku Ketua Program Studi Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof.Dr.Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(9)

4. Bapak dr. H. Mursal Amir, selaku Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Riau dan seluruh staf yang telah memberikan bantuan dana pendidikan.

5. Bapak dr. Wildan Asfan Hasibuan, M.Kes, selaku Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten Rokan Hulu yang memberi izin dan dukungan selama pendidikan.

6. Rekan-rekan dan sahabat di Program Studi Administrasi dan Kebijakan

Kesehatan Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi angkatan tahun 2006.

7. Suami tercinta Danni Suparman Rumahorbo, ST buat semua doa, harapan, dan

pengorbanan juga dukungan dan motivasi yang tiada pernah berhenti, ananda tersayang Davita Ephania dan Kezia Morasari, sumber inspirasi dan penghiburan, yang telah banyak berkorban selama pendidikan.

8. Ayahanda S. Purba, ibunda M. Sitompul, ayahanda mertua B. Rumahorbo, ibunda

mertua T. Manik dan seluruh sanak saudara yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penulis mengikuti pendidikan. Semoga TYME membalas semua kebaikan yang telah diberikan dan melimpahkan berkat dan anugerahNya.

Akhirnya penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi kesehatan masyarakat Indonesia, khususnya Kabupaten Rokan Hulu.

Medan, Juni 2009

Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Junita Tatarini Purba

Tempat/Tanggal Lahir : Sarulla, 12 Juni 1977

Agama : Protestan

Alamat : Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hulu

Jl. Diponegoro Komp. Pemda Rokan Hulu Pasirpengaraian-Propinsi Riau

Telp/HP : 081264734544

RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun 1983 – 1989 : SDN 176377 Aeknatolu

Tahun 1989 – 1992 : SMPN Simamora

Tahun 1992 – 1995 : SMA N 3 Balige

Tahun 1995 – 1999 : FKM USU Medan

Tahun 2006 – 2009 : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/ Epidemiologi.

RIWAYAT PEKERJAAN

2000 – Sekarang : Staf Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hulu

Provinsi Riau


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Hipotesis ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Konsep Perilaku Kesehatan ... 10

2.2. Program Keluarga Berencana Nasional ... 17

2.2.1. Pengertian Keluarga Berencana ... 17

2.2.2. Perkembangan Keluarga Berencana di Indonesia... 18

2.3. Kontrasepsi ... 20

2.3.1. Pengertian Kontrasepsi ... 20

2.3.2. Jenis Metode Kontrasepsi ... 20

2.3.3. Determinan Pemakaian Alat Kontrasepsi ... 22

2.4. Landasan Teori... 35

2.5. Kerangka Konsep ... 39

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 40

3.1. Jenis Penelitian... 40

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

3.3. Populasi dan Sampel ... 40

3.4. Metode Pengumpulan Data... 42

3.5. Variabel dan Definisi Operasional... 44


(12)

3.6. Metode Pengukuran ... 46

3.7. Metode Analisis Data ... 50

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 52

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 52

4.1.1. Keadaan Geografis... 52

4.1.2. Kependudukan ... 52

4.1.3. Sarana dan Prasarana Kesehatan... 53

4.2. Analisis Univariat... 54

4.2.1. Karakteristik Responden ... 54

4.2.2. Pengetahuan ... 56

4.2.3. Sikap ... 59

4.2.4. Ketersediaan Alat Kontrasepsi... 60

4.2.5. Keterjangkauan Pelayanan Alat Kontrasepsi... 61

4.2.6. Dukungan Petugas Kesehatan... 62

4.2.7. Pengambil Keputusan Dalam Keluarga ... 64

4.2.8. Faktor Predisposisi... 65

4.2.9. Faktor Pendukung ... 66

4.2.10. Faktor Pendorong... 67

4.3. Analisis Bivariat ... 68

4.3.1. Hubungan Faktor Predisposisi dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi... 68

4.3.2. Hubungan Faktor Pendukung dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi... 70

4.3.3. Hubungan Faktor Pendorong dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi... 72

4.4. Analisis Multivariat ... 73

BAB 5. PEMBAHASAN ... 76

5.1. Faktor Predisposisi ... 76

5.2. Faktor Pendukung... 84

5.3. Faktor Pendorong ... 92

5.4. Faktor Paling Dominan terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi ... 97

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

6.1. Kesimpulan ... 99

6.2. Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 101


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Konsep Pemilihan Alat Kontrasepsi yang Rasional... 27

3.1. Besar Sampel yang Diteliti di Wilayah Kecamatan Rambah

Samo Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2008... 42 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Penelitian Faktor-

faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Alat Kontrasepsi pada

Istri PUS di Kecamatan Rambah Samo Tahun 2008 ... 43

4.1. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Kepala Keluarga dan Jenis

Kelamin di Kecamatan Rambah Samo Tahun 2008 ... 53

4.2. Distribusi Karakteristik Responden di Kecamatan Rambah Samo

Tahun 2008... 55

4.3. Distribusi Responden Menurut Indikator Pengetahuan di Kecamatan

Rambah Samo Tahun 2008 ... 58 4.4. Distribusi Responden Menurut Indikator Sikap di Kecamatan

Rambah Samo Tahun 2008 ... 60 4.5. Distribusi Responden Menurut Indikator Ketersediaan Alat

Kontrasepsi di Kecamatan Rambah Samo Tahun 2008 ... 60

4.6. Tempat Mendapatkan Alat Kontrasepsi di Kecamatan Rambah

Samo Tahun 2008 ... 61

4.7. Tempat Mendapatkan Alat Kontrasepsi Bagi Responden yang Ikut

KB di Kecamatan Rambah Samo Tahun 2008 ... 61 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Keterjangkauan

Pelayanan Alat Kontrasepsi di Kecamatan Rambah Samo

Tahun 2008... 62

4.9. Jenis Alat Transportasi yang Digunakan Untuk Mencapai Puskesmas

di Kecamatan Rambah Samo Tahun 2008 ... 62


(14)

4.10. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Indikator Dukungan

Petugas Kesehatan di Kecamatan Rambah Samo Tahun 2008 ... 63

4.11. Alasan Tidak Puas Terhadap Pelayanan Petugas Kesehatan

di Kecamatan Rambah Samo Tahun 2008 ... 64

4.12. Distribusi Proporsi Responden Menurut Pengambil Keputusan

Dalam Keluarga di Kecamatan Rambah Samo Tahun 2008... 64

4.13. Distribusi Responden yang Ikut KB Menurut Pengambil Keputusan

dalam Keluarga di Kecamatan Rambah Samo Tahun 2008... 64 4.14. Distribusi Responden Menurut Faktor Predisposisi di Kecamatan

Rambah Samo Tahun 2008 ... 66

4.15. Distribusi Responden Menurut Faktor Pendukung di Kecamatan

Rambah Samo Tahun 2008 ... 67

4.16. Distribusi Responden Menurut Faktor Pendorong di Kecamatan

Rambah Samo Tahun 2008 ... 68

4.17. Hubungan Faktor Predisposisi dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi

di Kecamatan Rambah Samo Tahun 2008 ... 70

4.18. Hubungan Faktor Pendukung dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi

di Kecamatan Rambah Samo Tahun 2008 ... 72

4.19. Hubungan Faktor Pendorong dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi

di Kecamatan Rambah Samo Tahun 2008 ... 73

4.20. Hasil Akhir Analisis Regresi Logistik Ganda Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Pemakaian Alat Kontrasepsi di Kecamatan Rambah

Samo Tahun 2008 ... 74


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Kontrasepsi... 24 2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesertaan dalam Program KB ... 30 2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Kontrasepsi... 31

2.4. Kerangka Teori Determinan Perilaku Individu, Kelompok

dan Komunitas ... 38 2.5. Kerangka Konsep Penelitian ... 39


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Alat Kontrasepsi Pada Istri PUS di Kecamatan Rambah Samo

Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2008 ... 106

2. Uji Validitas dan Reliabilitas Data ... 112

3. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov... 115

4. Analisis Univariat (Distribusi Frekuensi)... 117

5. Analisis Bivariat ... 127

6. Analisis Multivariat (Uji Regresi Logistik Ganda) ... 135

7. Surat Izin Penelitian ... 140

8. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 141


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah (Depkes RI, 2004).

Pembangunan bidang kesehatan ini menjadi tujuan pemerintah untuk menuju tercapainya Tujuan Nasional Bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Negara yang kuat didukung oleh masyarakat yang sehat dan sejahtera, dan kesejahteraan akan sulit dicapai tanpa kesehatan rakyat serta tingkat pemerataan penduduk. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang tidak luput dari masalah kependudukan. Secara garis besar masalah pokok di bidang kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar dengan laju pertumbuhan penduduk yang relatif masih tinggi, penyebaran penduduk yang tidak merata, struktur


(18)

umur muda, dan kualitas penduduk yang masih harus ditingkatkan (Wiknjosastro, 1999).

Selama kurun waktu 2000-2005 jumlah penduduk Indonesia cenderung berfluktuasi, tahun 2000 sebanyak 205,1 juta jiwa, tahun 2005 meningkat menjadi 218,9 juta jiwa dan tahun 2006 meningkat lagi menjadi 222,2 juta jiwa dengan

kepadatan penduduk 117,6 jiwa per km2 (BPS, 2007). Penyebaran penduduk sampai

tahun 2005 tidak merata baik antar pulau maupun antar propinsi, dan data menunjukkan 58,7% penduduk berada di Pulau Jawa (Depkes RI, 2007).

Salah satu upaya untuk menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk adalah melalui upaya pengendalian fertilitas yang instrumen utamanya adalah Program Keluarga Berencana (KB) (Hatmadji, 2004). Sejak pertama kali dicanangkan tahun 1970, program KB telah menunjukkan hasil dengan terjadinya penurunan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) dan Total Fertility Rate (TFR), sedangkan tingkat pemakaian kontrasepsi atau Contraceptive Prevalence Rate (CPR) mengalami peningkatan.

Pada periode tahun 1980-1990 LPP adalah 1,97%, tahun 1990-2000 turun menjadi 1,45% dan tahun 2000-2006 turun lagi menjadi 1,34% (BPS, 2007a). TFR tahun 1971 adalah 5,6 per wanita pasangan usia subur (PUS), tahun 1980-1990 turun menjadi 2,34 dan pada tahun 2000-2005 turun lagi menjadi 2,28 (BPS, 2007b). Angka ini menunjukkan penurunan TFR dari waktu ke waktu tetapi belum mencapai target nasional yaitu 2,1 (BKKBN, 2005). Hasil Survei Demografi dan Kesehatan


(19)

Indonesia (SDKI) menunjukkan peningkatan CPR dari 54,7% (tahun 1994) menjadi 57,4% (tahun 1997) dan 60,3% (tahun 2002-2003) (BPS, 2005).

Peran pihak swasta dalam melayani kebutuhan masyarakat dalam ber-KB khususnya dalam pendistribusian alat kontrasepsi modern mengalami peningkatan dari 42% (tahun 1997) menjadi 63% (tahun 2003), sedangkan peran pemerintah menurun dari 43% (tahun 1997) menjadi 28% (tahun 2003). Tempat pelayanan untuk akseptor KB baru di klinik KB pemerintah pada tahun 2005 sebanyak 59,66% sedangkan swasta sebanyak 5,47% (Depkes RI, 2007).

Kurangnya peran pemerintah dalam menggalakkan program KB mengakibatkan tingginya pertambahan penduduk yang akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan pelayanan kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, dan pelayanan lainnya. Ketidakmampuan menciptakan lapangan pekerjaan yang cukup, berdampak pada naiknya angka pengangguran dan kemiskinan (Herlianto, 2008).

Berdasarkan laporan BPS tahun 2007 jumlah penduduk miskin sebesar 16,58% dari total penduduk Indonesia atau sekitar 37,17 juta jiwa (BKKBN, 2009). Hal ini mengakibatkan rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Menurut United Nations Development Program/UNDP (2008), IPM Indonesia masih sangat rendah yaitu 0,728 menduduki peringkat 107 dari 177 negara. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Indonesia belum mampu untuk memanfaatkan jumlah populasinya yang besar menjadi kekuatan ekonomi dan harus segera mengatur laju pertumbuhan penduduknya (Herlianto, 2008).


(20)

Sejak tahun 1997 program KB tidak lagi popular dan mengalami stagnasi, hal ini terlihat dari jumlah peserta KB aktif yang belum mencapai target yang ditetapkan oleh BKKBN yaitu 75%. Menurut SDKI 1997 angka kesertaan KB sebanyak 57,4% dan SDKI 2002-2003 sebanyak 60,3% (BKKBN, 2005). Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2003 persentase KB aktif terhadap PUS adalah 54,5% meningkat menjadi 57,9% pada tahun 2006 (Kasmiyati, 2008).

Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya cakupan program KB tersebut di antaranya adalah pengadaan alat kontrasepsi yang masih kurang, jumlah petugas KB lapangan (PLKB) yang minim, serta kebijakan pemerintah di tiap daerah tidak sama (BKKBN, 2004).

Memasuki era desentralisasi/otonomi daerah, setiap pemerintah daerah tingkat II (kabupaten/kota) memiliki otoritas penuh untuk memilih dan memilah program yang paling penting bagi daerahnya. Hampir 70% kantor BKKBN di daerah menjadi satu dengan dinas-dinas pemerintah lainnya, hanya sedikit lembaga BKKBN yang berdiri sendiri. Umumnya urusan KB digabungkan dengan bidang kesejahteraan sosial atau catatan sipil dan kependudukan. Selain itu, daerah menunjukkan komitmen yang rendah untuk menjamin kelembagaan KB dalam peraturan daerah (BKKBN, 2004).

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia juga diperkirakan ikut menjadi salah satu penyebab, karena berpengaruh terhadap daya beli masyarakat termasuk kontrasepsi. Sementara itu belum semua rakyat miskin mendapatkan akses pelayanan


(21)

KB khususnya alat kontrasepsi gratis, hal ini mengakibatkan minimnya CPR di kalangan PUS (Herlianto, 2008). Fakta lainnya adalah bahwa hingga saat ini ketersediaan alat kontrasepsi, khususnya dengan harga terjangkau bagi PUS keluarga miskin baik di perkotaan maupun di daerah pedesaan, masih sulit direalisasikan (Beni, 2003).

Kabupaten Rokan Hulu sebagai kabupaten yang dimekarkan dari Kabupaten Kampar pada tahun 1998 juga mengalami hal yang sama. Keadaan demografi pada tahun 2007 terdiri dari 79.158 Kepala Keluarga dengan jumlah penduduk 328.306 jiwa, 71.503 jiwa diantaranya adalah masyarakat miskin dengan mata pencaharian sebagian besar penduduk pada sektor pertanian, perkebunan dan perdagangan.

Kabupaten yang terdiri dari 14 kecamatan ini menghadapi berbagai permasalahan yang harus segera diatasi sebagai kabupaten baru. Salah satunya adalah permasalahan bidang KB dan kependudukan yang masih banyak mengalami kendala sehingga mengakibatkan pencapaian akseptor KB aktif tiap tahunnya masih di bawah target nasional. Sedangkan Kecamatan Rambah Samo sebagai salah satu kecamatan di Kabupaten Rokan Hulu merupakan daerah baru yang dibuka pada tahun 1979/1980 khusus untuk tujuan transmigrasi.

Jumlah PUS di Kecamatan Rambah Samo pada tahun 2004 sebanyak 1.594 orang dengan akseptor KB aktif 926 (58,09%), dengan pemakaian kontrasepsi IUD 6,26%, Pil 48,92%, Suntik 37,26%, Implant 6,26%, Kondom 0,43%, dan lain-lain 0,86%. Sedangkan tahun 2007 jumlah PUS sebanyak 2.333 orang dengan akseptor


(22)

KB aktif 982 (42,09%) dengan pemakaian kontrasepsi IUD 8,04%, Pil 35,44%, Suntik 46,44%, Implant 7,94%, Kondom 1,12% dan lain-lain 1,02%. Pencapaian akseptor KB aktif masih rendah dibandingkan dengan target nasional yaitu 75% (Dinas Kesehatan Kab. Rokan Hulu, 2008).

Berdasarkan pengamatan di lapangan, diduga beberapa aspek yang menjadi faktor penyebab masih rendahnya pemakaian alat kontrasepsi adalah kurangnya informasi tentang alat kontrasepsi, kurangnya dukungan dari petugas kesehatan, biaya untuk membeli dan memasang kontrasepsi yang tidak terjangkau, serta alat kontrasepsi yang kurang tersedia di sarana kesehatan.

Informasi yang diperoleh dari Kepala Bidang Kependudukan dan KB Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Rokan Hulu tahun 2007, diketahui bahwa pengadaan alat kontrasepsi untuk masyarakat belum mencukupi dan tidak terdistribusi secara merata. Hal ini disebabkan karena dana yang tersedia untuk pengadaan alat kontrasepsi terbatas, sehingga hanya beberapa jenis alat kontrasepsi saja yang tersedia dan jumlahnya belum mencukupi.

Menurut Green dan Kreuter (2005), determinan perilaku atau tindakan seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor, yakni faktor predisposisi (pengetahuan, keyakinan, sikap, kepercayaan, budaya, nilai-nilai, dan sebagainya); faktor pendukung (tersedia atau tidak tersedianya fasilitas); faktor yang memperkuat atau mendorong (sikap, perilaku, pengetahuan, keahlian dan dukungan petugas) dalam melayani kesehatan di masyarakat.


(23)

Manuaba (1998) mengatakan bahwa faktor-fakor yang mempengaruhi alasan pemilihan metode kontrasepsi diantaranya tingkat ekonomi, pekerjaan dan tersedianya layanan kesehatan yang terjangkau. Hasil penelitian Meutia (1997) menunjukkan bahwa ada pengaruh karakteristik (pekerjaan, pengambil keputusan dalam keluarga) dan pengetahuan akseptor KB terhadap utilitas alat kontrasepsi implant.

Hasil penelitian Sakhnan (2001) melaporkan faktor usia, jumlah anak, nilai anak bagi keluarga, pengetahuan, jarak lokasi ke pelayanan KB, perilaku petugas merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan keikutsertaan ibu PUS dalam program KB. Syamsiah (2002) mengatakan bahwa faktor sosial budaya adalah semua faktor yang ada di masyarakat yang mempengaruhi penerimaan suatu jenis alat kontrasepsi antara lain: sosio-ekonomi, demografi, psiko-sosial, agama, dan pengetahuan.

Masih rendahnya partisipasi pria ber-KB antara lain disebabkan kondisi lingkungan sosial budaya masyarakat yang masih kurang mendukung, pengetahuan dan kesadaran pria dan keluarganya masih rendah, serta keterbatasan penerimaan dan aksesibilitas terhadap pelayanan KB dan kesehatan reproduksi (BKKBN, 2005).

Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh faktor predisposisi (umur, pendidikan, jumlah anak, pengetahuan, sikap), faktor pendukung (ketersediaan alat kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi) dan faktor pendorong (dukungan petugas kesehatan,


(24)

pengambil keputusan) terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada istri PUS di Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu.

1.2. Permasalahan

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah faktor predisposisi (umur, pendidikan, jumlah anak, pengetahuan, sikap), faktor pendukung (ketersediaan alat kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi) dan faktor pendorong (dukungan petugas kesehatan, pengambil keputusan) berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada istri PUS di Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2008.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (umur, pendidikan, jumlah anak, pengetahuan, sikap), faktor pendukung (ketersediaan alat kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi) dan faktor pendorong (dukungan petugas kesehatan, pengambil keputusan) terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada istri PUS di Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu.

1.4. Hipotesis

Faktor predisposisi (umur, pendidikan, jumlah anak, pengetahuan, sikap), faktor pendukung (ketersediaan alat kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi) dan faktor pendorong (dukungan petugas kesehatan, pengambil


(25)

keputusan) berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada istri PUS di Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan informasi bagi penyusunan kebijakan terkait dengan KB dan penggunaan alat kontrasepsi dan kebijakan menyangkut pelayanan publik dalam bidang kesehatan masyarakat.

2. Manfaat Akademis

Untuk menambah wawasan bagi peneliti lain guna pengembangan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat khususnya di bidang administrasi kesehatan komunitas.


(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Konsep Perilaku Kesehatan

Menurut Green dan Kreuter (2005), kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes). Perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yakni faktor predisposisi (predisposing factor), faktor-faktor yang mendukung (enabling factor), dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factor).

a) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor)

Faktor-faktor ini mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah. b) Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta,


(27)

dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung. Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin.

c) Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Di samping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut.

Dalam perkembangannya, teori Green ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni:

1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.


(28)

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior), sebab dari pengalaman dan hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng (long lasting) daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Gerungan, 1986). Contohnya adalah mendapatkan informasi tentang KB, pengertian KB, manfaat KB dan dimana memperoleh pelayanan KB.

Selanjutnya Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan:

a) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya.

b) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat


(29)

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c) Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.


(30)

f) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

2. Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Newcomb, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka.

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Contohnya adalah seperti sikap setuju atau tidaknya terhadap informasi KB, pengertian dan manfaat KB, serta


(31)

kesediaannya mendatangi tempat pelayanan KB, fasilitas dan sarananya, juga kesediaan mereka memenuhi kebutuhan sendiri.

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu: (Notoatmodjo, 2003)

a) Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap KB dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang KB.

b) Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

c) Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya: seorang ibu yang mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudaranya dan sebagainya) untuk pergi ke sarana

kesehatan untuk mendapatkan pelayanan KB adalah suatu bukti bahwa ibu


(32)

d) Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang ibu mau memakai alat kontrasepsi, meskipun mendapat tantangan dari suami atau mertuanya.

3. Praktek atau tindakan (Practice)

Menurut Sarwono (2007), sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk berespon secara positif maupun negatif terhadap orang, objek ataupun situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional (senang, benci, sedih, dan lain-lain) dan memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda.

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior), untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Sikap ibu yang positif terhadap alat kontrasepsi harus mendapat konfirmasi dari suaminya, dan ada fasilitas yang mudah dicapai agar ibu tersebut dapat memakai alat kontrasepsi. Selain fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya dari suami atau istri, orangtua atau mertua, dan lain-lain. Beberapa tingkatan praktek adalah:

a) Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.


(33)

b) Respons terpimpin (Guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.

c) Mekanisme (Mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

d) Adopsi (Adoption)

Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.2.Program Keluarga Berencana Nasional 2.2.1. Pengertian Keluarga Berencana

Menurut WHO (1970), yang dikutip oleh Hartanto (2004), keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objek tertentu, yaitu: (1) Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, (2) Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, (3) Mengatur interval di antara kehamilan, (4) Menentukan jumlah anak dalam keluarga.

Mochtar (1995) mengatakan keluarga berencana adalah suatu usaha menjarangkan atau merencanakan jumlah anak dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi.


(34)

Berdasarkan dua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga berencana adalah usaha-usaha yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun individu untuk mengatur jarak kelahirannya dengan menggunakan alat atau metode kontrasepsi.

Secara umum tujuan keluarga berencana adalah untuk mewujudkan keluarga yang sehat dan sejahtera dalam upaya untuk menjarangkan kehamilan dan membatasi jumlah anak dua orang saja, upaya ini juga dapat menyehatkan kondisi sosial ekonomi keluarga (Saifuddin, 2003).

2.2.2. Perkembangan Keluarga Berencana di Indonesia

Permulaan pemikiran tentang KB di Indonesia tidak mempersoalkan angka kelahiran tetapi tingginya angka kematian ibu akibat terlalu sering melahirkan, berkisar pada 800 per 100.000 kelahiran bahkan tidak jarang ibu meninggal bersama bayinya (Wiknjosastro, 1999). Hal inilah yang menggugah Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia kala itu Sarwono Prawirohardjo untuk mendirikan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada tanggal 23 Desember 1957.

Konsep yang dikembangkan oleh PKBI adalah kesehatan ibu dan anak yang memberi inspirasi bagi pendirian Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang kemudian di kelola oleh Pemerintah Orde Baru. Keputusan pemerintah untuk menjadikan KB sebagai program nasional dan dinyatakan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, disusul dengan keluarnya Keputusan


(35)

Presiden No. 8 Tahun 1970 tentang Pembentukan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Memasuki Pelita V, pemerintah dalam hal ini BKKBN telah memperkenalkan satu program baru yang disebut dengan Gerakan KB Mandiri. Dengan program yang baru ini pemerintah memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi organisasi profesi serta sektor swasta lainnya dalam memberikan pelayanan KB. Proses pembangunan konsep KB mandiri berawal dari diperkenalkannya konsep alih peran kemudian berkembang menjadi alih kelola dan selanjutnya mengkristalkan menjadi KB Mandiri.

Falsafah KB Mandiri pada hakekatnya merupakan keadaan dan sikap mental dari pemerintah maupun pengelola/pelaksana KB baik secara individu maupun kelompok dalam mengelola dan melaksanakan KB atas kemauan sendiri tanpa tergantung dari orang lain dalam memelopori menjadi peserta KB. Dengan demikian ketergantungan program KB terhadap pemerintah semakin berkurang. Agar masyarakat mau membiayai sendiri pelayanan KB, maka beberapa hal yang menyangkut tersedianya pelayanan yang mudah dicapai dan dijangkau masyarakat serta kualitas yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat perlu diusahakan (KBKKBN, 1990).

Untuk menunjang pelaksanaan KB Mandiri pada tahun 1988 telah dicanangkan program KB Lingkaran Biru (LIBI) dan akhirnya dilontarkan suatu kegiatan pemasaran sosial LIBI lengkap dengan logonya guna memperkenalkan


(36)

sederetan pelayanan swasta maupun alat kontrasepsi untuk KB. Untuk memperluas pilihan alat kontrasepsi terhadap kebutuhan ber-KB, maka tanggal 1 Juli 1992 telah diresmikan oleh Presiden Suharto sebuah lambang baru yaitu Lingkaran Emas (LIMAS). Pemasaran KB LIMAS bukan satu pengganti pemasaran kontrasepsi LIBI, tetapi suatu usaha yang bersamaan untuk lebih memberikan banyak pilihan kontrasepsi kepada peserta KB mandiri yang pada akhirnya dapat diharapkan memberikan kepuasan kepada akseptor (BKKBN, 1992).

2.3.Kontrasepsi

2.3.1. Pengertian Kontrasepsi

Kontrasepsi adalah alat atau obat yang digunakan untuk menunda, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan kesuburan. Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (ovum) yang matang dengan sperma yang akan mengakibatkan kehamilan. Maka kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur dengan sperma tersebut.

2.3.2. Jenis Metode Kontrasepsi

Metode/cara kontrasepsi menurut jenisnya dibagi menjadi: (Manuaba, 1998) 1. Metode sederhana tanpa alat/obat

a. Metode Amenorea Laktasi (MAL)


(37)

c. Sanggama terputus (coitus interruptus) 2. Metode sederhana dengan alat/obat (barrier)

a. Kondom

b. Diafragma c. Spermisida 3. Metode efektif

a. Pil KB b. Suntikan KB

c. Susuk KB ( Bawah Kulit/AKBK)

d. IUD ( Dalam Rahim/AKDR)

4. Metode mantap dengan cara operasi

a. Pada wanita: Metode Operasi Wanita (MOW/Tubektomi)

b. Pada pria: Metode Operasi Pria (MOP/Vasektomi)

Cara-cara kontrasepsi tersebut mempunyai tingkat efektifitas yang berbeda-beda dalam memberikan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya kehamilan. Namun perlu diingat adanya aksioma (azas) kontrasepsi, yaitu: (1) cara apapun yang dipakai adalah lebih baik daripada tidak memakai sama sekali, (2) cara yang terbaik hasilnya (efektif) adalah cara yang digunakan oleh pasangan dengan teguh secara terus menerus, (3) penerimaan pasangan terhadap suatu cara adalah unsur yang penting untuk berhasilnya suatu cara kontrasepsi.


(38)

Banyak orang kesulitan untuk menentukan pilihan kontrasepsi yang tepat. Bukan hanya karena terbatasnya jumlah metode yang tersedia, tetapi juga karena metode-metode tersebut mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB, kesehatan individu, dan seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi (Muryani, 2004).

2.3.3. Determinan Pemakaian Alat Kontrasepsi

Menurut Berthrand (1980), faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian kontrasepsi adalah sebagai berikut:

1. Faktor sosio-demografi

Penerimaan KB lebih banyak pada mereka yang memiliki standard hidup yang lebih tinggi. Indikator status sosio-ekonomi termasuk pendidikan yang dicapai, pendapatan keluarga dan status pekerjaan, juga jenis rumah, gizi (di negara-negara sedang berkembang) dan pengukuran pendapatan tidak langsung lainnya.

Beberapa faktor demografi tertentu juga mempengaruhi penerimaan KB di beberapa negara, misalnya di banyak negara-negara sedang bekembang, penggunaan kontrasepsi lebih banyak pada wanita yang berumur akhir 20-30 an yang sudah memiliki anak tiga atau lebih. Faktor sosial lain yang juga mempengaruhi adalah suku dan agama.

2. Faktor sosio-psikologi

Sikap dan keyakinan merupakan kunci penerimaan KB, banyak sikap yang dapat menghalangi KB. Beberapa faktor sosio-psikologi yang penting antara lain


(39)

adalah ukuran keluarga ideal, pentingnya nilai anak laki, sikap terhadap KB, komunikasi suami isteri, persepsi terhadap kematian anak. Sikap dan kepercayaan tersebut perlu untuk mencegah isu yang berhubungan termasuk segi pelayanan dan efek samping alat kontrasepsi.

3. Faktor yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan

Program komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) merupakan salah satu faktor praktis yang dapat diukur bila pelayanan KB tidak tersedia. Beberapa faktor yang berhubungan dengan pelayanan KB antara lain keterlibatan dalam kegiatan yang berhubungan dengan KB, pengetahuan tentang sumber kontrasepsi, jarak ke pusat pelayanan dan keterlibatan dengan media massa.

Secara ringkas faktor-faktor tersebut dapat dilihat seperti pada gambar berikut:


(40)

Faktor sosio-demografi a. Pendidikan

b. Pendapatan c. Status pekerjaan d. Perumahan e. Status gizi f. Umur g. Suku h. Agama

Faktor sosio-psikologi a. Ukuran keluarga ideal b. Pentingnya nilai anak laki c. Sikap terhadap KB d. Komunikasi suami-istri

e. Persepsi terhadap kematian anak Faktor yang berhubungan

dengan pelayanan a. Keterlibatan dalam kegiatan yang

berhubungan dengan KB

b. Pengetahuan tentang kontrasepsi c. Jarak ke pusat pelayanan

d. Paparan dengan media massa Sumber : Bertrand, 1980

Gambar 2.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemakaian Kontrasepsi

Menurut WHO dalam Wiknjosastro (1999), faktor-faktor penting bagi pasangan untuk memilih metode kontrasepsi adalah apakah metode tersebut:

a. permanen atau reversibel b. efektif

c. murah d. aman

e. mudah didapat


(41)

f. mudah digunakan dan tidak putus pakai g. memiliki efek samping yang tidak diinginkan h. dapat digunakan pada saat menyusui

i. melindungi terhadap penyakit hubungan seksual

j. membutuhkan kerjasama pasangan

k. harus digunakan setiap saat pasangan berhubungan seksual

Karakteristik pasangan seperti umur, jumlah dan jenis kelamin anak, dan frekuensi hubungan seksual juga mungkin mempengaruhi. Kepentingan faktor-faktor ini mungkin berubah dari waktu ke waktu karena keinginan pasangan untuk mengganti metode kontrasepsi yang digunakan.

Tidak semua faktor ini sama pentingnya pada tiap pasangan. Sebagai contoh, pasangan yang tidak menginginkan anak lagi mungkin menilai keefektifan metode lebih dari kemudahan penggunaan. Sebaliknya, seorang wanita yang menginginkan menunda kelahiran mungkin lebih menilai kenyamanan dan kemudahan penggunaan daripada keefektifan metode.

Pemilihan metode kontrasepsi mungkin juga dipengaruhi oleh informasi yang diterima dari teman atau kerabat. Kadang-kadang informasi yang diberikan tidak benar sehingga menimbulkan kesalahan pengertian tentang penggunaan kontrasepsi.

Menurut Affandi dalam Mutiara (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian kontrasepsi adalah:


(42)

a. Faktor pola perencanaan keluarga.

Adalah mengenai penentuan besarnya jumlah keluarga yang menyangkut waktu yang tepat untuk mengakhiri kesuburan. Dalam perencanaan keluarga harus diketahui kapan kurun waktu reproduksi sehat, berapa sebaiknya jumlah anak sesuai kondisi, berapa perbedaan jarak umur antara anak. Seorang wanita secara biologik memasuki usia reproduksinya beberapa tahun sebelum mencapai umur dimana kehamilan dan persalinan dapat berlangsung dengan aman dan kesuburan ini akan berlangsung terus menerus sampai 10-15 tahun sesudah kurun waktu dimana kehamilan dan persalinan itu berlangsung dengan aman. Kurun waktu yang paling aman adalah umur 20-35 tahun dengan pengaturan:

1. anak pertama lahir sesudah ibunya berumur 20 tahun 2. anak kedua lahir sebelum ibunya berumur 30 tahun

3. jarak antara anak pertama dan kedua sekurang-kurangnya 2 tahun atau diusahakan jangan ada 2 anak balita dalam kesempatan yang sama. Kemudian menyelesaikan besarnya keluarga sewaktu istri berusia 30-35 tahun dengan kontrasepsi mantap b. Faktor subyektif

Bagaimanapun baiknya suatu alat kontrasepsi baik dipandang dari sudut kesehatan maupun rasionalitasnya namun belumlah tentu dirasakan cocok dan dipilih oleh akseptor/calon akseptor. Pilihan ini sangat pula tergantung pada pengetahuannya tentang kontrasepsi tersebut, baik yang didapat dari keluarga/kerabat maupun yang didapat dari petugas kesehatan atau tokoh masyarakat.


(43)

c. Faktor obyektif

Pemilihan kontrasepsi yang digunakan disesuaikan dengan keadaan wanita (kondisi fisik dan umur) serta disesuaikan dengan fase-fase menurut kurun waktu reproduksinya. Biasanya pemilihan kontrasepsi juga disesuaikan dengan maksud penggunaan kontrasepsi tersebut.

Lebih lanjut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1. Konsep Pemilihan Alat Kontrasepsi yang Rasional

Fase Mencegah Kehamilan

Fase Menjarangkan

Kehamilan Fase Mengakhiri Kehamilan

a. Pil b. Suntikan c. IUD

a. IUD b. Suntikan c. Pil d. Implant

a. Kontap

b. IUD c. Implant d. Suntikan e. Pil Umur 20-21 tahun 30-35 tahun d. Faktor motivasi

Kelangsungan pemakaian kontrasepsi sangat tergantung dari motivasi dan penerimaan pasangan suami istri. Motivasi akseptor KB untuk terus menggunakan kontrasepsi yang lama, akan merubah metode, atau menghentikan sama sekali penggunaan kontraspsi, dipengaruhi oleh berbagai faktor. Mereka yang menggunakan kontrasepsi dengan tujuan untuk membatasi kelahiran mempunyai tingkat kemantapan yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang bertujuan untuk menunda kehamilan.


(44)

Menurut Soeradji, dkk. dalam Mutiara (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi kesertaan dalam program KB adalah:

1. Faktor demografi, meliputi:

a. rata-rata jumlah anak yang masih hidup b. rata-rata jumlah anak yang dilahirkan hidup c. tingkat kematian bayi

d. tingkat harapan hidup saat lahir e. angka fertilitas total

2. Faktor sosial, meliputi:

a. persentase rumah tangga yang memiliki radio b. persentase rumah tangga yang memiliki televisi c. persentase penduduk yang tinggal di daerah kota d. kepadatan penduduk per km2

e. persentase penduduk yang dapat berbahasa Indonesia

f. persentase penduduk wanita berumur 20-24 tahun yang belum pernah kawin g. persentase penduduk wanita berumur 15-24 tahun yang belum pernah kawin h. jumlah guru SD per 10.000 penduduk usia sekolah

i. persentase penduduk umur 10 tahun ke atas yang sakit selama seminggu

j. persentase penduduk umur 10 tahun atau lebih yang mendapatkan perawatan

tenaga medis


(45)

l. persentase wanita yang pernah kawin umur 15-49 tahun 3. Faktor ekonomi, meliputi:

a. rasio ketergantungan antara penduduk umur 0-9 dan 55+ tahun terhadap yang

berumur 10-54 tahun

b. persentase wanita yang bekerja c. partisipasi angkatan kerja wanita

d. persentase wanita yang bekerja pada pekerjaan tradisional e. persentase petani yang tidak memiliki tanah

f. rata-rata luas sawah

4. Faktor infra struktur, meliputi :

a. persentase rumah tangga yang mendapatkan leding b. jumlah gedung SD per 10.000 penduduk usia sekolah

c. jumlah gedung SMTP per 10.000 penduduk usia sekolah

d. persentase sawah dengan irigasi e. persentase tanah sawah

5. Faktor input, meliputi :

a. jumlah dokter per 10.000 wanita umur 20-24 tahun b. jumlah bidan per 10.000 wanita umur 20-24 tahun

c. jumlah pembantu bidan per 10.000 wanita umur 20-24 tahun d. jumlah klinik KB per 10.000 wanita umur 20-24 tahun


(46)

f. jumlah pembantu pembina KB desa per 10.000 wanita umur 20-24 tahun g. rata-rata hari kerja klinik per minggu

Kelima faktor-faktor tersebut dapat digambarkan seperti gambar di bawah ini:

Sumber : Soeradji, dkk. dalam Mutiara (1998)

Gambar 2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesertaan Dalam Program KB Menurut Utomo dalam Mutiara (1998), penggunaan kontrasepsi dipengaruhi oleh umur, jumlah anak hidup, tingkat pendidikan dan frekuensi pemaparan terhadap media massa. Umur mempengaruhi jumlah anak hidup dan tingkat pendidikan, dan tingkat pendidikan mempengaruhi frekuensi pemaparan terhadap media massa.

Konsep tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Faktor Demografi

Faktor Sosial

Faktor Ekonomi

Faktor Infra Struktur

Faktor Input Kesertaan dalam


(47)

Sumber : Utomo dalam Mutiara (1998)

Gambar 2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan klasifikasi beberapa penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemakaian alat kontrasepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:

A. Umur

Masa kehamilan reproduksi wanita pada dasarnya dapat dibagi dalam tiga periode, yakni kurun reproduksi muda (15-19 tahun), kurun reproduksi sehat (20-35 tahun), dan kurun reproduksi tua (36-45 tahun). Pembagian ini didasarkan atas data epidemiologi bahwa risiko kehamilan dan persalinan baik bagi ibu maupun bagi anak lebih tinggi pada usia kurang dari 20 tahun, paling rendah pada usia 20-35 tahun dan meningkat lagi secara tajam setelah lebih dari 35 tahun. Jenis kontrasepsi yang sebaiknya dipakai disesuaikan dengan tahap masa reproduksi tersebut (Siswosudarmo, 2001).

Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (1993) yang mengatakan bahwa umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang termasuk dalam

Jumlah Anak Hidup

Frekuensi Pemaparan Terhadap Media

Massa

Tingkat Pendidikan Umur


(48)

pemakaian alat kontrasepsi. Mereka yang berumur tua mempunyai peluang lebih kecil untuk menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan dengan yang muda.

Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Dang di Vietnam dalam Mutiara (1998) dilaporkan bahwa ada hubungan yang kuat antara umur dengan penggunaan kontrasepsi. Wanita yang berumur < 20 tahun kemungkinan untuk menggunakan kontrasepsi sebesar 0,73 kali dibandingkan dengan yang berumur 40 tahun atau lebih. Sementara wanita yang berumur 30-34 tahun dan 35-39 tahun kemungkinannya untuk menggunakan kontrasepsi hanya sekitar 0,15 dan 0,38. Ini mengisyaratkan bahwa ada penurunan penggunaan kontrasepsi pada kelompok wanita yang lebih tua. B. Pendidikan

Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Orang yang berpendidikan lebih tinggi biasanya akan bertindak lebih rasional. Oleh karena itu orang yang berpendidikan akan lebih mudah menerima gagasan baru. Demikian pula halnya dengan menentukan pola perencanaan keluarga dan pola dasar penggunaan kontrasepsi serta peningkatan kesejahteraan keluarga (Manuaba, 1998).

Pendidikan juga mempengaruhi pola berpikir pragmatis dan rasional terhadap adat kebiasaan, dengan pendidikan yang tinggi seseorang dapat lebih mudah untuk menerima ide atau masalah baru seperti penerimaan, pembatasan jumlah anak, dan keinginan terhadap jenis kelamin tertentu. Pendidikan juga akan meningkatkan kesadaran wanita terhadap manfaat yang dapat dinikmati bila ia mempunyai jumlah


(49)

anak sedikit. Wanita yang berpendidikan lebih tinggi cenderung membatasi jumlah kelahiran dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan atau berpendidikan rendah (Soekanto, 2006).

Penelitian Dang dalam Mutiara (1998) menunjukkan bahwa pendidikan berhubungan bermakna dengan penggunaan kontrasepsi. Wanita yang tidak sekolah kemungkinan untuk menggunakan kontrasepsi sebesar 0,55 kali dibandingkan dengan wanita yang berpendidikan menengah atau tinggi. Sementara wanita yang berpendidikan dasar kemungkinan untuk menggunakan kontrasepsi sebesar 0,88 kali dibandingkan dengan wanita yang berpendidikan menengah atau tinggi. Pola yang sama juga dijumpai dengan pendidikan suami.

C. Jumlah anak

Mantra (2006) mengatakan bahwa kemungkinan seorang istri untuk menambah kelahiran tergantung kepada jumlah anak yang telah dilahirkannya. Seorang istri mungkin menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak tertentu dan juga umur anak yang masih hidup. Semakin sering seorang wanita melahirkan anak, maka akan semakin memiliki risiko kematian dalam persalinan. Hal ini berarti jumlah anak akan sangat mempengaruhi kesehatan ibu dan dapat meningkatkan taraf hidup keluarga secara maksimal.

Hasil penelitian Dang dalam Mutiara (1998) melaporkan ada hubungan yang bermakna antara jumlah anak dengan penggunaan kontrasepsi. Wanita dengan jumlah anak 4 orang atau lebih memiliki kemungkinan untuk menggunakan kontrasepsi


(50)

sebesar 1,73 kali dibandingkan dengan wanita yang memiliki 2 orang anak atau kurang.

Soeradji, dkk. dalam Mutiara (1998) melaporkan bahwa pada awal progam KB, penggunaan alat kontrasepsi adalah mereka yang telah mempunyai anak cukup banyak. Dengan berjalannya waktu dan pelaksanaan program maka lebih banyak wanita dengan paritas yang lebih kecil akan menggunakan alat kontrasepsi. Gejala ini melandasi pengaruh jumlah anak terhadap penggunaan alat kontrasepsi.

D. Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior), sebab dari pengalaman dan hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng (long lasting) daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Gerungan, 1986).

E. Keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi

Menurut Manuaba (1998), faktor-fakor yang mempengaruhi alasan pemilihan metode kontrasepsi diantaranya adalah tingkat ekonomi, pekerjaan dan tersedianya layanan kesehatan yang terjangkau. Adanya keterkaitan antara pendapatan dengan kemampuan membayar jelas berhubungan dengan masalah ekonomi, sedangkan kemampuan membayar bisa tergantung variabel non ekonomi dalam hal selera atau persepsi individu terhadap suatu barang atau jasa.


(51)

Ketersediaan alat kontrasepsi terwujud dalam bentuk fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas atau sarana kesehatan (tempat pelayanan kontrasepsi). Untuk dapat digunakan, pertama kali suatu metode kontrasepsi harus tersedia dan mudah didapat. Promosi metode tersebut – melalui media, melalui kontak langsung oleh petugas program KB, oleh dokter dan sebagainya – dapat meningkatkan secara nyata pemilihan metode kontrasepsi. Memberikan konsultasi medis mungkin dapat dipertimbangkan sebagai salah satu upaya promosi. Disamping itu daya beli individu juga dapat mempengaruhi penggunaan kontrasepsi. Secara tidak langsung daya beli individu ini juga dipengaruhi oleh ada tidaknya subsidi dari pemerintah.

F. Dukungan petugas kesehatan

Untuk mengubah atau mendidik masyarakat seringkali diperlukan pengaruh dari tokoh-tokoh atau pemimpin masyarakat (community leaders), misalnya dalam masyarakat tertentu kata-kata kepala suku selalu diikuti; keberhasilan program KB di Indonesia antara lain karena melibatkan ulama; iklan-iklan obat atau pasta gigi di televisi menampilkan tokoh yang berpakaian dokter atau dokter gigi. Untuk mengubah atau mendidik masyarakat diperlukan tokoh panutan yang dapat merupakan pemimpin masyarakat, tetapi dapat juga tokoh-tokoh lain (professional, pakar, ulama, seniman, ilmuwan, petugas kesehatan, dan sebagainya) tergantung pada jenis masalah atau perubahan yang bersangkutan (Sarwono, 2001).


(52)

G. Pengambil keputusan

Program KB dapat terwujud dengan baik apabila ada dukungan dari pihak-pihak tertentu. Menurut Friedman (1998) dan Sarwono (2007) ikatan suami isteri yang kuat sangat membantu ketika keluarga menghadapi masalah, karena suami/isteri sangat membutuhkan dukungan dari pasangannya. Hal itu disebabkan orang yang paling bertanggung jawab terhadap keluarganya adalah pasangan itu sendiri. Dukungan tersebut akan tercipta apabila hubungan interpersonal keduanya baik. Masyarakat di Indonesia khususnya di daerah pedesaan sebagai peran penentu dalam pengambilan keputusan dalam keluarga adalah suami, sedangkan isteri hanya bersifat memberikan sumbang saran.

Hartanto (2004) mengatakan bahwa metoda kontrasepsi tidak dapat dipakai istri tanpa kerjasama suami dan saling percaya. Keadaan ideal bahwa pasangan suami istri harus bersama memilih metoda kontrasepsi yang terbaik, saling kerjasama dalam pemakaian, membiayai pengeluaran kontrasepsi, dan memperhatikan tanda bahaya pemakaian.

2.4. Landasan Teori

Konsep umum yang dijadikan sebagai landasan teori adalah teori Green dan Kreuter (2005) yang digunakan untuk menilai perilaku individu atau kelompok. Ada 3 faktor yang mempengaruhi individu untuk bertindak yaitu faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai, kebutuhan yang dirasakan, kemampuan


(53)

dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat), faktor pendukung (tersedia sarana dan prasarana) dan faktor pendorong (petugas kesehatan).

Konsep tersebut dikombinasikan dengan teori Kar yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan bertitik tolak dari niat seseorang, dukungan sosial, ada tidaknya informasi dan situasi yang memungkinkan untuk bertindak. Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa determinan perilaku dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal serta menurut Robbins (1994), beberapa karakteristik individu meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, tanggung jawab, dan status masa kerja.


(54)

Sumber: Green dan Kreuter (2005), Notoatmodjo (2007), Robbins (1994). Gambar 2.4. Kerangka Teori Determinan Perilaku Individu, Kelompok dan

Komunitas Faktor Predisposisi: 1. Pengetahuan 2. Sikap

3. Kepercayaan

4. Nilai-nilai 5. Persepsi Faktor Pendukung: 1. Ketersediaan sumber

daya

2. Kemudahan untuk

mencapai sumber daya

3. Peraturan/Hukum

4. Keterampilan 5. Ketersediaan waktu

Faktor Internal:

1. Tingkat kecerdasan

2. Tingkat emosional

3. Jenis kelamin

4. Kebangsaan

5. Usia

6. Masa kerja Faktor Pendorong: 1. Sikap dan perilaku

petugas kesehatan 2. Panutan

3. Pekerja

4. Teman

5. Pembuat keputusan

6. Dukungan sosial

Faktor Eksternal: 1. Lingkungan fisik

2. Lingkungan Biologik

3. Lingkungan Sosial (Budaya, Ekonomi, Politik)

Perilaku dari individu, kelompok, dan komunitas


(55)

2.5. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori tersebut, maka peneliti merumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Variabel Independen

Variabel Dependen

Gambar 2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor predisposisi (umur, pendidikan, jumlah anak, pengetahuan, sikap), faktor pendukung (ketersediaan alat kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi), faktor pendorong (dukungan petugas kesehatan, pengambil keputusan), sedangkan variabel dependen adalah pemakaian alat kontrasepsi.

Faktor Predisposisi : 1. Umur

2. Pendidikan 3. Jumlah anak 4. Pengetahuan 5. Sikap

Faktor Pendukung : 1. Ketersediaan alat

kontrasepsi 2. Keterjangkauan

pelayanan alat kontrasepsi

Pemakaian alat kontrasepsi

Faktor Pendorong : 1. Dukungan petugas

kesehatan 2. Pengambil


(56)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1.Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei dengan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antara faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada istri PUS di Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu.

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu dengan tingkat akseptor KB aktif (current user) 42%, masih di bawah Indikator Indonesia Sehat 2010 yaitu 75%.

Penelitian berlangsung selama 6 (enam) bulan yaitu pada bulan Juli 2008 sampai dengan Desember 2008.

3.3.Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh PUS yang ada di Kecamatan Rambah Samo, dan berdasarkan data di Puskesmas pada tahun 2007 berjumlah 2.333.

Sampel adalah seluruh isteri dari PUS yang tinggal menetap di Kecamatan Rambah Samo dengan kriteria sebagai berikut:

a. Responden berumur 20-35 tahun yang telah memiliki anak ≥2

b. Responden berumur < 20 tahun dan > 35 tahun meskipun tidak memiliki anak


(57)

Kriteria ini dibuat dengan asumsi kelompok umur tersebut merupakan golongan istri yang sebaiknya memakai alat kontrasepsi sesuai dengan tujuan KB, yaitu istri yang berumur < 20 tahun (untuk menunda kehamilan) dan berumur > 35 tahun (untuk mengakhiri kesuburan). Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: (Lemeshow et.al., 1997)

2 2 1 2 / 1 ) ( } ) 1 ( ) 1 ( { Po Pa Pa Pa Z Po Po Z

n

=

−α − + −β − Keterangan:

n : besar sampel

Z1- /2 : nilai deviasi normal pada tingkat kemaknaan = 0,05 å Z1- /2=1,96 Z1- : kekuatan uji (ditetapkan peneliti) bila å10%, maka Z1- = 1,282 Po : proporsi PUS yang menjadi akseptor KB aktif : 42%

Pa : proporsi PUS yang diharapkan menjadi akseptor KB aktif : 59%

2 2 ) 42 , 0 59 , 0 ( } ) 59 , 0 1 ( 59 , 0 282 , 1 ) 42 , 0 1 ( 42 , 0 96 , 1 { − − + −

=

n

35 , 88 =

n 88 (sampel minimal)

Dengan mempertimbangkan faktor non respons sebanyak 10%, maka besar sampel yang diambil adalah 88 + 8,8 = 96,8 dibulatkan menjadi 100 responden. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara sampel berimbang (proportional sampling). Teknik tersebut dilakukan untuk menyempurnakan penggunaan sampel wilayah, sebab banyaknya subjek yang terdapat pada setiap wilayah tidak sama, sehingga sampel yang diteliti adalah seperti tabel berikut:


(58)

Tabel 3.1. Besar Sampel yang Diteliti di Wilayah Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2008

No Nama Desa Jumlah

PUS

Rekapitulasi Perhitungan Sampel

Besar Sampel

1 Rambah Utama 665 665/2333 x 100 = 28,50 29

2 Rambah Baru 568 568/2333 x 100 = 24,35 24

3 Pasir Makmur 409 409/2333 x 100 = 17,53 18

4 Karya Mulya 405 405/2333 x 100 = 17,36 17

5 Masda Makmur 286 286/2333 x 100 = 12,26 12

Jumlah 2.333 100

Setelah ditentukan banyaknya sampel pada setiap wilayah selanjutnya sampel ditentukan dengan cara sampel acak sederhana (Simple Random Sampling) yaitu mengambil sebagian dengan menggunakan tabel random (Pratiknya, 2003).

3.4.Metode Pengumpulan Data

Data primer dikumpulkan dari responden dengan metode wawancara menggunakan kuesioner sebagai panduan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumentasi dan laporan yang tersedia di Puskesmas Rambah Samo, Kantor Camat Rambah Samo, Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hulu, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, dan BPS Kabupaten Rokan Hulu.

Sebelum data dikumpulkan, terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen yang bertujuan untuk memastikan bahwa alat bantu yang akan digunakan (kuesioner) memiliki validitas dan reliabilitas. Uji coba dilakukan pada bulan Juli 2008 terhadap 30 orang istri PUS yang berada di Kecamatan Rambah Samo Barat yang memiliki karakteristik yang sama dengan istri PUS di lokasi penelitian.


(59)

Uji validitas menunjukkan sejauh mana alat ukur benar-benar mengukur apa yang ingin diukur dan dilakukan dengan mengukur korelasi antara masing-masing item pertanyaan dengan skor total menggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment (r), dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel, maka pertanyaan valid dan jika nilai r hitung < r tabel, maka pertanyaan tidak valid (Riduwan, 2002).

Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya/diandalkan. Teknik menghitung indeks reliabilitas dengan metode Cronbach Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur lebih dari satu kali pengukuran dengan ketentuan jika r Cronbach Alpha > r tabel, dinyatakan reliabel dan jika r Cronbach Alpha < r tabel, dinyatakan tidak reliabel (Riduwan, 2002). Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner penelitian dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Penelitian Faktor-faktor

yang Mempengaruhi Pemakaian Alat Kontrasepsi pada Istri PUS di Kecamatan Rambah Samo Tahun 2008

Variabel Butir

Pertanyaan r hitung Status

Cronbach

Alpha Status

Pengetahuan 1 0,4345 Valid Reliabel

2 0,4975 Valid Reliabel

3 0,6752 Valid Reliabel

4 0,7502 Valid Reliabel

5 0,7208 Valid Reliabel

6 0,6752 Valid Reliabel

7 0,8090 Valid Reliabel

8 0,7457 Valid

0,8843

Reliabel

Sikap 1 0,8212 Valid Reliabel

2 0,8655 Valid Reliabel

3 0,5843 Valid Reliabel

4 0,8212 Valid Reliabel

5 0,8655 Valid

0,9105


(60)

Lanjutan Tabel 3.2.

Variabel Butir Pertanyaan

r hitung Status Cronbach

Alpha

Status

Dukungan 1 0,7908 Valid Reliabel

Petugas 2 0,7908 Valid Reliabel

Kesehatan 3 0,7908 Valid Reliabel

4 0,7908 Valid Reliabel

5 0,5818 Valid Reliabel

6 0,4966 Valid

0,8301

Reliabel Berdasarkan Tabel 3.2. di atas dapat dilihat bahwa semua pertanyaan mempunyai r hitung lebih besar dari r tabel pada df = 28; = 5% sebesar 0,361, demikian juga alpha lebih besar dari r tabel (0,361), dengan demikian kuesioner yang digunakan untuk penelitian sudah valid dan reliabel (Triton, 2006).

3.5.Variabel dan Definisi Operasional

Variabel bebas (independent variable) adalah faktor predisposisi (umur,

pendidikan, jumlah anak, pengetahuan, sikap), faktor pendorong (ketersediaan alat kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi), dan faktor pendorong (dukungan petugas kesehatan, pengambil keputusan), sedangkan variabel terikat (dependent variable) adalah pemakaian alat kontrasepsi.

1. Pemakaian alat kontrasepsi adalah realisasi responden untuk memakai atau tidak memakai alat kontrasepsi sebagai suatu cara atau metode untuk mencegah atau menjarangkan kehamilan maupun untuk mengakhiri kesuburan.

2. Umur adalah jumlah tahun hidup responden pada saat wawancara yang dihitung


(61)

3. Pendidikan adalah jenjang sekolah formal tertinggi yang pernah ditempuh dan diselesaikan oleh responden dengan memperoleh tanda tamat belajar.

4. Jumlah anak adalah banyaknya anak hidup yang dimiliki oleh responden pada

saat penelitian.

5. Pengetahuan adalah pengertian/pemahaman responden tentang alat kontrasepsi

yang mencakup arti, tujuan/manfaat, jenis alat kontrasepsi, efek samping, jenis alat kontrasepsi yang cocok untuk ibu menyusui dan jenis alat kontrasepsi untuk laki-laki.

6. Sikap adalah kecenderungan responden untuk memberikan penilaian atau

pendapat tentang setuju atau tidak setuju dalam kaitannya dengan keputusan pemakaian alat kontrasepsi yang menyangkut sikap terhadap NKKBS.

7. Ketersediaan alat kontrasepsi adalah ada atau tidak adanya alat kontrasepsi di puskesmas yang dibutuhkan oleh responden sesuai dengan keinginannya.

8. Keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi adalah kemudahan untuk

mendapatkan akses terhadap pelayanan alat kontrasepsi dilihat dari segi jarak, waktu tempuh dan biaya yang dikeluarkan oleh responden.

9. Dukungan petugas kesehatan adalah pendapat atau persepsi responden terhadap

keterlibatan petugas kesehatan dalam memberikan informasi ataupun penjelasan yang lengkap tentang alat kontrasepsi.


(62)

10. Pengambil keputusan adalah orang yang menentukan responden untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan yaitu pemakaian alat kontrasepsi.

3.6.Metode Pengukuran Variabel dependen

1. Pemakaian alat kontrasepsi adalah responden yang pada saat wawancara memakai

atau tidak memakai alat kontrasepsi, dibagi menjadi 2 kategori: 0. Ya/Pakai alat kontrasepsi

1. Tidak Pakai alat kontrasepsi Skala : Ordinal

Variabel independen

1. Umur, dikategorikan menjadi 2 kelompok berdasarkan konsep tinggi rendahnya

risiko yang dihadapi oleh ibu pada waktu hamil dan bersalin. 0. Risiko rendah : 20-35 tahun

1. Risiko tinggi : < 20 dan > 35 tahun Skala : Ordinal

2. Pendidikan, berdasarkan Program Pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun

dikategorikan menjadi 3 kelompok yaitu:

0. Tinggi, jika ijazah terakhir minimal Diploma tiga (D3) 1. Menengah, jika ijazah terakhir SLTA/sederajat

2. Dasar, jika ijazah terakhir SLTP/sederajat Skala : Ordinal


(63)

3. Jumlah anak, dikelompokkan atas 2 kategori berdasarkan tujuan program KB yaitu:

0. ≤ 2 orang 1. > 2 orang Skala : Ordinal 4. Pengetahuan

Pengetahuan diukur dengan memberikan skor terhadap kuesioner dengan pemberian bobot (Singarimbun dan Efendy, 1989). Jumlah pertanyaan yang diajukan sebanyak 8 buah dan responden bisa menjawab lebih dari satu jawaban sesuai dengan pilihan yang telah tersedia. Masing-masing jawaban yang benar diberi nilai 1 dan jawaban Tidak Tahu diberi nilai 0, sehingga total skor maksimal adalah 31 dan skor minimal 0 (Arikunto, 2006). Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa total skor variabel pengetahuan tidak berdistribusi normal sehingga skor total tersebut dikategorikan menjadi 2 berdasarkan nilai Median (13,5) yaitu:

0. Tinggi, apabila total skor responden > Median 1. Rendah, apabila total skor responden ≤ Median Skala : Ordinal

5. Sikap

Diukur dengan memberikan skor terhadap kuesioner dengan pemberian bobot. Jumlah pertanyaan sebanyak 5 buah, jika responden menjawab Setuju diberi nilai


(64)

1 dan jika menjawab Tidak Setuju diberi nilai 0, sehingga nilai minimal adalah 0 dan nilai maksimal 5. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa total skor variabel sikap tidak berdistribusi normal sehingga skor total tersebut dikategorikan menjadi 2 berdasarkan nilai Median (2) yaitu:

0. Baik, apabila total skor responden > Median 1. Tidak baik, apabila total skor responden ≤ Median Skala : Ordinal

6. Ketersediaan alat kontrasepsi adalah

0. Tersedia, jika responden menjawab alat kontrasepsi selalu tersedia dan sesuai dengan keinginan.

1. Tidak tersedia, jika responden menjawab alat kontrasepsi tidak selalu tersedia dan tidak sesuai dengan keinginan.

Skala : Ordinal

7. Keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi

Jarak : berdasarkan kriteria yang dibuat oleh BPS dalam mengelompokkan rata-rata jarak terdekat (km) dari rumah tangga ke fasilitas umum (BPS, 2007a), maka jarak dikategorikan sebagai berikut:

0. Dekat, jika jarak dari rumah ke puskesmas ≤ 2,5 km 1. Jauh, jika jarak dari rumah ke puskesmas > 2,5 km Skala : Ordinal


(65)

Validasi data jarak dilakukan dengan menggunakan speedometer pada kendaraan sepeda motor.

Waktu : jika waktu yang dibutuhkan oleh responden untuk sampai di sarana kesehatan termasuk jika responden memiliki sarana transportasi (sepeda, sepeda motor, mobil) dan dengan memperhitungkan kondisi jalan yang mayoritas jalan tanah maka waktu tempuh yang dibutuhkan untuk sampai ke sarana kesehatan dikategorikan sebagai berikut:

0. Dekat, jika waktu tempuh tidak lebih dari 30 menit 1. Jauh, jika waktu tempuh lebih dari 30 menit

Skala : Ordinal

Biaya : jika responden mengatakan tidak mengeluarkan biaya atau mengeluarkan biaya untuk pelayanan yang diterima, maka dikategorikan sebagai berikut:

0. Murah, jika responden mengeluarkan biaya dan biaya tersebut terjangkau 1. Mahal, jika responden mengeluarkan biaya dan biaya tersebut tidak terjangkau Skala : Ordinal

8. Dukungan petugas kesehatan.

Untuk mengukur dukungan petugas kesehatan adalah dengan memberikan skor 1 untuk jawaban Ya dan skor 0 untuk jawaban Tidak. Jumlah pertanyaan yang diajukan sebanyak 6 buah, sehingga total skor minimal adalah 0 dan skor maksimal 6. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov diketahui bahwa total


(1)

Chi-Square Tests

.086

b

1

.769

.004

1

.949

.087

1

.768

.822

.478

.085

1

.770

100

Pearson Chi-Square

Continuity Correction

a

Likelihood Ratio

Fisher's Exact Test

Linear-by-Linear

Association

N of Valid Cases

Value

df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Computed only for a 2x2 table

a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is

10.64.


(2)

Lampiran 6

Analisis Multivariat (Uji Regresi Logistik Ganda)

Case Processing Summary

100

100.0

0

.0

100

100.0

0

.0

100

100.0

Unweighted Cases

a

Included in Analysis

Missing Cases

Total

Selected Cases

Unselected Cases

Total

N

Percent

If weight is in effect, see classification table for the total

number of cases.

a.

Dependent Variable Encoding

0

1

Original Value

Ya

Tidak

Internal Value

Categorical Variables Codings

7

1.000

.000

27

.000

1.000

66

.000

.000

Tinggi

Menengah

Dasar

Pendidikan

istri

Frequency

(1)

(2)

Parameter coding

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

0 28 .0

0 72 100.0

72.0 Observed

Ya Tidak Pemakaian Alkon

Overall Percentage Step 0

Ya Tidak

Pemakaian Alkon Percentage Correct Predicted

Constant is included in the model. a.

The cut value is .500 b.

Variables in the Equation

.944

.223

17.983

1

.000

2.571

Constant

Step 0

B

S.E.

Wald

df

Sig.

Exp(B)


(3)

Variables not in the Equation

5.589

1

.018

7.380

2

.025

3.171

1

.075

2.978

1

.084

6.904

1

.009

15.561

1

.000

13.504

1

.000

26.557

1

.000

6.315

1

.012

6.114

1

.013

15.561

1

.000

11.358

1

.001

53.021

11

.000

UMURKAT

DIDIK

DIDIK(1)

DIDIK(2)

JHLANAKK

TAHUKAT

SIKAPKAT

SEDIAKAT

JARAK

WAKTU

BIAYA

DUKUNGKA

Variables

Overall Statistics

Step

0

Score

df

Sig.

Block 1: Method = Forward Stepwise (Likelihood Ratio)

Omnibus Tests of Model Coefficients

29.193

1

.000

29.193

1

.000

29.193

1

.000

11.417

1

.001

40.609

2

.000

40.609

2

.000

11.786

1

.001

52.395

3

.000

52.395

3

.000

6.469

1

.011

58.863

4

.000

58.863

4

.000

4.417

1

.036

63.280

5

.000

63.280

5

.000

Step

Block

Model

Step

Block

Model

Step

Block

Model

Step

Block

Model

Step

Block

Model

Step 1

Step 2

Step 3

Step 4

Step 5

Chi-square

df

Sig.

Model Summary

89.398

.253

.365

77.982

.334

.481

66.196

.408

.587

59.727

.445

.641

55.310

.469

.675

Step

1

2

3

4

5

-2 Log

likelihood

Cox & Snell

R Square

Nagelkerke

R Square


(4)

Classification Tablea

25 3 89.3

23 49 68.1

74.0

18 10 64.3

7 65 90.3

83.0

18 10 64.3

7 65 90.3

83.0

22 6 78.6

7 65 90.3

87.0

22 6 78.6

3 69 95.8

91.0 Observed

Ya Tidak Pemakaian Alkon

Overall Percentage Ya Tidak Pemakaian Alkon

Overall Percentage Ya Tidak Pemakaian Alkon

Overall Percentage Ya Tidak Pemakaian Alkon

Overall Percentage Ya Tidak Pemakaian Alkon

Overall Percentage Step 1

Step 2

Step 3

Step 4

Step 5

Ya Tidak

Pemakaian Alkon Percentage Correct Predicted

The cut value is .500 a.

Variables in the Equation

2.877 .661 18.926 1 .000 17.754 4.858 64.882

-.083 .289 .083 1 .773 .920

-1.910 .609 9.841 1 .002 .148 .045 .488

3.305 .720 21.072 1 .000 27.252 6.645 111.753

.897 .447 4.033 1 .045 2.453

-2.418 .747 10.474 1 .001 .089 .021 .385

3.593 .828 18.832 1 .000 36.351 7.173 184.211

2.189 .721 9.206 1 .002 8.925 2.170 36.700

.187 .511 .134 1 .714 1.206

-2.302 .758 9.230 1 .002 .100 .023 .442

1.691 .702 5.806 1 .016 5.423 1.371 21.450

3.475 .888 15.322 1 .000 32.307 5.670 184.093

2.254 .775 8.463 1 .004 9.528 2.086 43.513

-.517 .618 .699 1 .403 .597

-2.135 .807 7.005 1 .008 .118 .024 .575

1.817 .736 6.093 1 .014 6.151 1.454 26.025

1.448 .707 4.187 1 .041 4.253 1.063 17.014

3.112 .894 12.110 1 .001 22.457 3.893 129.551

2.245 .791 8.066 1 .005 9.442 2.005 44.459

-1.326 .809 2.686 1 .101 .266

SEDIAKAT Constant Step

1a

JHLANAKK SEDIAKAT Constant Step

2b

JHLANAKK SEDIAKAT DUKUNGKA Constant Step

3c

JHLANAKK TAHUKAT SEDIAKAT DUKUNGKA Constant Step

4d

JHLANAKK TAHUKAT SIKAPKAT SEDIAKAT DUKUNGKA Constant Step

5e

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

95.0% C.I.for EXP(B)

Variable(s) entered on step 1: SEDIAKAT. a.

Variable(s) entered on step 2: JHLANAKK. b.

Variable(s) entered on step 3: DUKUNGKA. c.

Variable(s) entered on step 4: TAHUKAT. d.

Variable(s) entered on step 5: SIKAPKAT. e.


(5)

Model if Term Removed

-59.295 29.193 1 .000

-44.699 11.417 1 .001

-55.703 33.424 1 .000

-40.089 13.982 1 .000

-48.953 31.710 1 .000

-38.991 11.786 1 .001

-35.765 11.803 1 .001

-33.098 6.469 1 .011

-42.179 24.631 1 .000

-35.313 10.898 1 .001

-31.882 8.454 1 .004

-31.057 6.803 1 .009

-29.864 4.417 1 .036

-36.203 17.095 1 .000

-32.713 10.116 1 .001

Variable

SEDIAKAT Step 1

JHLANAKK SEDIAKAT Step 2

JHLANAKK SEDIAKAT DUKUNGKA Step 3

JHLANAKK TAHUKAT SEDIAKAT DUKUNGKA Step 4

JHLANAKK TAHUKAT SIKAPKAT SEDIAKAT DUKUNGKA Step 5

Model Log Likelihood

Change in -2 Log

Likelihood df

Sig. of the Change


(6)

Variables not in the Equation

4.108 1 .043

5.147 2 .076

2.845 1 .092

1.318 1 .251

10.786 1 .001

8.484 1 .004

6.610 1 .010

.537 1 .464

2.456 1 .117

3.305 1 .069

9.036 1 .003

33.484 10 .000

1.222 1 .269

5.456 2 .065

1.150 1 .283

3.515 1 .061

7.518 1 .006

3.925 1 .048

2.142 1 .143

2.126 1 .145

2.365 1 .124

11.177 1 .001

27.105 9 .001

.000 1 .991

5.104 2 .078

.956 1 .328

3.398 1 .065

6.446 1 .011

4.133 1 .042

.478 1 .489

.665 1 .415

.698 1 .403

16.933 8 .031

.845 1 .358

5.608 2 .061

.994 1 .319

3.624 1 .057

4.501 1 .034

.001 1 .980

.116 1 .734

.053 1 .819

11.524 7 .117

.806 1 .369

4.365 2 .113

1.308 1 .253

2.326 1 .127

.159 1 .690

.003 1 .958

.000 1 .997

6.975 6 .323

UMURKAT DIDIK DIDIK(1) DIDIK(2) JHLANAKK TAHUKAT SIKAPKAT JARAK WAKTU BIAYA DUKUNGKA Variables Overall Statistics Step 1 UMURKAT DIDIK DIDIK(1) DIDIK(2) TAHUKAT SIKAPKAT JARAK WAKTU BIAYA DUKUNGKA Variables Overall Statistics Step 2 UMURKAT DIDIK DIDIK(1) DIDIK(2) TAHUKAT SIKAPKAT JARAK WAKTU BIAYA Variables Overall Statistics Step 3 UMURKAT DIDIK DIDIK(1) DIDIK(2) SIKAPKAT JARAK WAKTU BIAYA Variables Overall Statistics Step 4 UMURKAT DIDIK DIDIK(1) DIDIK(2) JARAK WAKTU BIAYA Variables Overall Statistics Step 5