Model Persediaan Dengan Backorder Berdasarkan Defuzzifikasi Signed Distance Method

(1)

SKRIPSI

WESLEY N. TAMBUNAN

060803057

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

MODEL PERSEDIAAN DENGAN BACKORDER BERDASARKAN DEFUZZIFIKASI SIGNED DISTANCE METHOD

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

WESLEY N. TAMBUNAN 060803057

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

PERSETUJUAN

Judul : MODEL PERSEDIAAN DENGAN BACKORDER

BERDASARKAN DEFUZZIFIKASI SIGNED DISTANCE METHOD

Kategori : SKRIPSI

Nama : WESLEY N. TAMBUNAN

Nomor Induk Mahasiswa : 060803057

Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA

Departemen : MATEMATIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Juni 2010 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. Marwan Harahap, M.Eng Prof. Dr. Iryanto, M.Si NIP. 19461225 197403 1 001 NIP. 19460404 197107 1 001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

Dr. Saib Suwilo, M.Sc NIP. 19640109 198803 1 004


(4)

iii

PERNYATAAN

MODEL PERSEDIAAN DENGAN BACKORDER BERDASARKAN DEFUZZIFIKASI SIGNED DISTANCE METHOD

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2010

WESLEY N. TAMBUNAN 060803057


(5)

PENGHARGAAN

Dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan puji dan syukur kepadaTuhan Yang Maha Esa atas kasih, rahmat, dan perlindunganNya, yang memampukan penulis dalam mengerjakan dan menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Iryanto, M.Si dan Drs. Marwan Harahap, M.Eng selaku Dosen pembimbing atas arahan, nasehat, motivasi, dan kepercayaan yang diberikan kepada saya dalam mengerjakan skripsi ini.

2. Prof. Dr. Herman Mawengkang dan Drs. Djakaria Sebayang selaku Dosen pembanding yang banyak memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Dr. Saib Suwilo, M.Sc dan Drs. Henry Rani Sitepu, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika FMIPA USU.

4. Bapak dan Ibu Dosen di Departemen Matematika, serta staf pegawai FMIPA USU yang telah membantu saya selama di bangku perkuliahan.

5. Rekan-rekan Mahasiswa matematika stambuk 2006, buat persahabatan, kebersamaan, dukungan, dan motivasinya bagi saya selama perkuliahan dan pengerjaan skripsi ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Abang dan Kakak stambuk atas nasehat dan bantuan selama di perkuliahan, dan juga kepada adik-adik stambuk, terkhusus adik stambuk 2009 yang banyak memotivasi saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda M. Tambunan dan Ibunda R. br Siagian atas doa, kasih sayang, kepercayaan, serta dukungan moril dan materil, yang menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi saya untuk tetap semangat dalam perkuliahan dan pengerjaan skripsi ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Kak Melva serta adik-adik saya Sara, Martin, dan Olmen buat dukungan dan doa-doanya selama ini.

Semoga Tuhan membalas segala kebaikan yang sudah diberikan, dan biarlah kasih dan kemurahan Tuhan yang senantiasa menyertai kita.


(6)

v

ABSTRAK

Setiap perusahaan selalu berusaha untuk meminimumkan biaya yang harus dikeluarkan. Jumlah persediaan yang lebih besar dibanding permintaan akan menimbulkan holding cost yang tinggi, sedangkan jumlah persediaan yang lebih sedikit dibanding permintaan akan menimbulkan stock out cost. Pengadaan persediaan yang tepat dilakukan untuk menjamin adanya kepastian bahwa pada saat dibutuhkan barang-barang tersebut tersedia dan dengan biaya yang minimum. Penelitian ini membahas pemanfaatan logika fuzzy pada persediaan dengan backorder, untuk mendapatkan total biaya persediaan yang minimum. Langkah awal dilakukan dengan menetapkan bentuk fuzzy pada total permintaan dan jumlah persediaan sebagai fuzzy

number segitiga ke dalam total biaya persediaan. Selanjutnya, total biaya persediaan

didefuzzifikasi dengan menggunakan signed distance method untuk mendapatkan total biaya persediaan dan solusi optimal dalam bentuk fuzzy.


(7)

FUZZY INVENTORY MODEL WITH BACKORDER DEFUZZIFICATION BY SIGNED DISTANCE METHOD

ABSTRACT

Every enterprise always try to minimize the cost of inventory. If the inventory is bigger than the demand, there would be high holding cost, while if the inventory is lower than the demand, there would be stock out cost. The maintenance of adequate inventory is to make sure when it needed, it avaible to access with a minimum cost. This research analyze fuzzy inventory model with backorder to determined a minimum total cost. First, the total demand quantities and maximum inventory are fuzzified as triangular fuzzy numbers to obtain the fuzzy total cost. Secondly, fuzzy total cost is defuzzify by using signed distance method to get total cost and the optimal solution in the fuzzy sense.


(8)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Gambar viii

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tinjauan Pustaka 3

1.4 Tujuan Penulisan 6

1.5 Kontribusi Penelitian 6

1.6 Metode Penelitian 6

Bab 2 Landasan Teori

2.1 Arti dan Peranan Persediaan 7

2.2 Koponen Biaya Persediaan (Inventory Cost) 8

2.2.1 Biaya Pengadaan (Procurement Cost) 9

2.2.2 Biaya Penyimpanan (Holding Cost / Carrying Cost) 9 2.2.3 Biaya Kekurangan (Stock Out Cost / Shortage Cost) 11 2.3 Hubungan antara Tingkat Persediaan dan Total Biaya Persediaan 11

2.4 Model Persediaan 13

2.4.1Model Deterministik 13

2.4.2Model Probabilistik (Stokastik) 14

2.5 Model Persediaan dengan Backorder 14

2.6 Himpunan Fuzzy 18

2.6.1 Himpunan Crisp dan Himpunan Fuzzy 18

2.6.2 Fungsi Keanggotaan 19

2.6.3 Operasi pada Himpunan Fuzzy 20

2.7 Metode Signed Distance 22

Bab 3 Pembahasan

3.1 Formulasi Model Persediaan dengan Backorder dalam Bentuk Fuzzy 24 3.1.1Total Permintaan dan Persediaan Maksimum dalam Bentuk Fuzzy 24 3.1.2Total Biaya Persediaan dalam Bentuk Fuzzy 26

3.2 Solusi Optimal dalam Bentuk Fuzzy 29

3.3 Pembahasan Contoh Numerik 33

Bab 4 Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan 37


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Hubungan antara Tingkat Persediaan dan Total Biaya 12

Gambar 2.2 Model Persediaan dengan Backorder 15


(10)

v

ABSTRAK

Setiap perusahaan selalu berusaha untuk meminimumkan biaya yang harus dikeluarkan. Jumlah persediaan yang lebih besar dibanding permintaan akan menimbulkan holding cost yang tinggi, sedangkan jumlah persediaan yang lebih sedikit dibanding permintaan akan menimbulkan stock out cost. Pengadaan persediaan yang tepat dilakukan untuk menjamin adanya kepastian bahwa pada saat dibutuhkan barang-barang tersebut tersedia dan dengan biaya yang minimum. Penelitian ini membahas pemanfaatan logika fuzzy pada persediaan dengan backorder, untuk mendapatkan total biaya persediaan yang minimum. Langkah awal dilakukan dengan menetapkan bentuk fuzzy pada total permintaan dan jumlah persediaan sebagai fuzzy

number segitiga ke dalam total biaya persediaan. Selanjutnya, total biaya persediaan

didefuzzifikasi dengan menggunakan signed distance method untuk mendapatkan total biaya persediaan dan solusi optimal dalam bentuk fuzzy.


(11)

FUZZY INVENTORY MODEL WITH BACKORDER DEFUZZIFICATION BY SIGNED DISTANCE METHOD

ABSTRACT

Every enterprise always try to minimize the cost of inventory. If the inventory is bigger than the demand, there would be high holding cost, while if the inventory is lower than the demand, there would be stock out cost. The maintenance of adequate inventory is to make sure when it needed, it avaible to access with a minimum cost. This research analyze fuzzy inventory model with backorder to determined a minimum total cost. First, the total demand quantities and maximum inventory are fuzzified as triangular fuzzy numbers to obtain the fuzzy total cost. Secondly, fuzzy total cost is defuzzify by using signed distance method to get total cost and the optimal solution in the fuzzy sense.


(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah persediaan merupakan permasalahan yang selalu dihadapi para pengambil keputusan dalam bidang persediaan. Persediaan dibutuhkan karena pada dasarnya pola permintaan tidak beraturan. Persediaan dilakukan untuk menjamin adanya kepastian bahwa pada saat dibutuhkan barang-barang tersebut tersedia.

Salah satu masalah dalam persediaan adalah kesulitan dalam menentukan besarnya jumlah persediaan yang harus disediakan dalam memenuhi jumlah permintaan. Sering terjadi suatu perusahaan mempunyai jumlah persediaan terlalu sedikit dibanding dengan permintaan konsumen. Keadaan ini dapat menyebabkan perusahaan mengeluarkan biaya yang lebih besar lagi untuk memenuhi jumlah permintaan. Selain itu, hal ini dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan konsumen terhadap perusahaan dan bisa saja konsumen akan beralih ke produk sejenis dari perusahaan lain, sehingga dapat mengurangi kesempatan perusahaan untuk memperoleh laba. Sebaliknya, jika persediaan terlalu besar dan tidak sebanding dengan jumlah permintaan, maka perusahaan akan mengalami kerugian akibat pertambahan biaya penyimpanan produksi yang tidak tersalur, bunga yang tertanam dalam persediaan, pajak, asuransi, biaya penyusutan, penurunan harga, dan kerusakan.

Untuk mengatasi hal ini, maka diperlukan suatu kebijakan perencanaan pengadaan persediaan yang baik dalam menentukan tingkat persediaan yang harus tersedia, kapan pemesanan kembali untuk menambah persediaan harus dilakukan, dan berapa besar pesanan harus diadakan. Hal ini diperlukan untuk menjamin tersedianya persediaan yang tepat dalam kuantitas dan waktu yang tepat.


(13)

Dengan diketahuinya besar persediaan yang harus disediakan setiap periodenya, maka persediaan akan berkurang atau dihabiskan pada tingkat tertentu, sehingga pemesanan barang kembali akan dilakukan tepat pada saat tingkat persediaan mencapai titik nol. Dengan demikian biaya-biaya yang dikeluarkan ketika terjadi kekurangan persediaan, maupun biaya-biaya yang dikeluarkan ketika persediaan melimpah dapat diminimalisir, sehingga persediaan dapat memenuhi setiap permintaan dan dengan biaya minimum.

Semakin meningkatnya kompleksitas permasalahan dalam persediaan maka beberapa peneliti memberikan perhatian khusus terhadap pemanfaatan teori fuzzy. Lee dan Yao (1999), menggunakan metode extension principle dalam mengembangkan model Economic Order Quantity (EOQ) tanpa mempertimbangkan adanya backorder dimana jumlah kuantitas pemesanan bentuk fuzzy number segitiga. Yao dan Chiang (2003) mengembangkan model EOQ tanpa mempertimbangkan adanya backorder dimana total biaya persediaan dan biaya simpan bentuk fuzzy number segitiga, yang kemudian membandingkan hasil defuzzifikasi metode centroid dengan metode signed

distance. Chiang dkk. (2005) menggunakan defuzzifikasi signed distance method

dalam mengembangkan model persediaan yang mempertimbangkan adanya backorder dimana seluruh parameter bentuk fuzzy number segitiga. Lee dan Chiang (2007) menggunakan metode signed distance dalam mengembangkan model production

inventory dimana seluruh parameter bentuk fuzzy number segitiga. Syed dan Aziz

(2007) menggunakan defuzzifikasi signed distance method dalam mengembangkan model EOQ tanpa kekurangan, dimana biaya pesan dan biaya simpan bentuk fuzzy

number segitiga. Yao dan Su (2008) menggunakan defuzzifikasi signed distance

dalam mengembangkan model persediaan yang mempertimbangkan adanya backorder dimana total permintaan dan total persediaan dalam bentuk fuzzy number segitiga.

Model-model dasar fuzzy inventory terbukti cukup efektif dalam penerapan di berbagai bidang dan termasuk dalam manajemen persediaan. Penerapan dilakukan sebagai sebuah studi kasus dengan terlebih dahulu melakukan formulasi ulang dari model dasar acuan. Pengembangan model dengan defuzzifikasi signed distance

method lebih efektif digunakan karena tidak sesulit dan sekompleks metode-metode


(14)

3

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas adalah menentukan besarnya persediaan optimal dalam suatu pengadaan persediaan sehingga dapat diperoleh total biaya persediaan yang minimum.

1.3 Tinjauan Pustaka

Menurut Herjanto (1999), persediaan dapat diartikan sebagai bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, dan untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin.

Menurut Baroto (2002), timbulnya persediaan disebabkan oleh mekanisme pemenuhan atas permintaan, keinginan untuk meredam permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun waktu kedatangan, serta adanya keinginan melakukan spekulasi yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari kenaikan harga di masa mendatang.

Perencanaan persediaan merupakan serangkaian kebijakan dalam menentukan tingkat persediaan yang harus tersedia, kapan pesanan untuk menambah persediaan harus dilakukan, dan berapa besar pesanan harus diadakan. Sistem ini menjamin tersedianya persediaan yang tepat dalam kuantitas dan waktu yang tepat. Dengan kata lain, pengadaan persediaan yang tepat dapat memperoleh kualitas dan jumlah yang tepat dari barang yang tersedia pada waktu dibutuhkan dan dengan biaya yang minimum.

Pada model persediaan dengan backorder, total biaya persediaan (TC) merupakan gabungan antara biaya pengadaan (procurement cost), biaya penyimpanan (holding cost) dan biaya kekurangan (shortage cost) atau dapat dirumuskan sebagai:


(15)

Dan solusi optimalnya adalah:

Jumlah persediaan optimal = ( )

Jumlah backorder optimal =

( )

Total biaya minimum ( , ) =

dimana:

a = biaya pengadaan barang tiap unit per satuan waktu.

b = biaya kekurangan barang (backorder) tiap unit per satuan waktu. c = biaya penyimpanan barang.

r = total permintaan dalam unit, dalam periode T. s = tingkat persediaan tiap awal periode.

q = jumlah pesanan ekonomis tiap periode. T = periode pengadaaan persediaan.

Merujuk pada penjelasan Chiang dkk. (2005) serta Yao dan Su (2008), sebuah himpunan fuzzy pada = (−,) disebut titik fuzzy jika fungsi

keanggotaannya adalah:

( ) = 1, =

0, ≠

Sebuah himpunan fuzzy = [ , ; ], 0≤ ≤ 1, < , pada = (−,)

disebut interval fuzzy level , jika fungsi keanggotaannya adalah:

( ) = , ≤ ≤ ,

0, lainnya

Sebuah himpunan fuzzy = ( , , ), a < b < c, pada = (−,) disebut fuzzy number segitiga jika fungsi keanggotaannya adalah:

( ) =

, ≤ ≤

, ≤ ≤

0, lainnya


(16)

5

Sebuah fuzzy number segitiga = ( , , ), jika = = maka titik fuzzy

( , , ) = . Bagian-bagian dari fuzzy number segitiga pada = (−,)

dinotasikan sebagai:

= { ( , , ) |∀ < < , , , } (2.16)

–cut dari = ( , , ) , 0 ≤ ≤1, adalah ( ) = { | ( ) ≥ } =

[ ( ) , ( ) ]. ( ) = + ( − ) adalah titik ujung kiri dari ( ), dan

( ) = −( − ) adalah titik ujung kanan dari ( ).

Signed distance dari ke 0 dimana , 0 didefinisikan sebagai ( , 0) =

. Jika > 0, jarak dari ke 0 adalah ( , 0) = . Jika < 0, jarak dari ke 0 adalah − ( , 0) = − . Hal inilah yang menjadi alasan mengapa ( , 0) diberi istilah signed distance dari ke 0.

Dengan teorema dekomposisi, , 0 ≤ ≤1, dapat didefinisikan sebagai = ⋃ [ ( ) , ( ) ; ]. Untuk setiap [ 0,1], signed distance dari interval [ ( ) , ( ) ] ke 0 dapat didefinisikan sebagai:

( [ ( ) , ( ) ], 0) = [ ( ( ) , 0) + ( ( ) , 0) ]

= [ ( ) + ( ) ]

Untuk setiap [ 0,1], interval crisp [ ( ) , ( ) ] dan interval fuzzy

[ ( ) , ( ) ] level adalah korespondensi satu-satu. Maka secara umum signed distance dari [ ( ) , ( ) ; ] ke 0 dapat didefinisikan sebagai:

[ ( ) , ( ) ], 0 = ( [ ( ) , ( ) ] , 0)

= [ ( ) + ( ) ]

Hal ini merupakan fungsi kontinu dari pada 0 ≤ ≤1. Nilai rata-rata diperoleh dari integrasi. Jadi, jika = ⋃ [ ( ) , ( ) ; ] dan , maka

signed distance dari ke 0 dapat didefinisikan sebagai:

, 0 = 1


(17)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengimplementasikan defuzzifikasi signed distance

method terhadap masalah persediaan yang mempertimbangkan adanya backorder,

untuk memperoleh total biaya persediaan yang minimum.

1.5 Kontribusi Penelitian

Penelitian ini dapat menambah referensi yang berhubungan dengan masalah persediaan yang mempertimbangkan adanya backorder, sehingga diharapkan dapat membantu para pengambil keputusan dalam mengatasi permasalahan mengenai persediaan barang.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat literatur yang disusun berdasarkan rujukan pustaka. Untuk mendapatkan besar persediaan optimal sehingga diperoleh total biaya persediaan minimum, dapat dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut:

a. Menjelaskan model persediaan yang mempertimbangkan adanya backorder. b. Menjelaskan proses defuzzifikasi signed distance method.

c. Memformulasikan model persediaan dengan backorder berdasarkan defuzzifikasi signed distance method.

d. Menyelesaikan contoh kasus masalah persediaan dengan defuzzifikasi signed

distance method.


(18)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Arti dan Peranan Persediaan

Merujuk pada penjelasan Herjanto (1999), persediaan dapat diartikan sebagai bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, dan untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin.

Persediaan merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Menurut Baroto (2002), timbulnya persediaan disebabkan oleh:

a. Mekanisme pemenuhan atas permintaan.

Permintaan terhadap suatu barang tidak dapat dipenuhi seketika bila barang tersebut tidak tersedia sebelumnya. Untuk menyiapkan suatu barang diperlukan waktu untuk pembuatan dan pengiriman, sehingga hal ini dapat teratasi dengan pengadaan persediaan.

b. Keinginan untuk meredam ketidakpastian.

Ketidakpastian terjadi akibat permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun waktu kedatangan, waktu memproduksi barang yang cenderung tidak konstan, dan waktu tenggang (lead time) yang cenderung tidak pasti karena banyak faktor tidak dapat dikendalikan. Ketidakpastian ini dapat diredam dengan mengadakan persediaan.

c. Keinginan melakukan spekulasi yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari kenaikan harga di masa mendatang.


(19)

Persoalan persediaan yang timbul adalah bagaimana caranya mengatur persediaan, sehingga setiap kali ada permintaan, permintaan tersebut dapat segera dilayani dengan jumlah biaya yang minimum. Apabila jumlah persediaan lebih besar dibanding permintaan, hal ini dapat menimbulkan dana besar menganggur yang tertanam dalam persediaan, meningkatnya biaya penyimpanan, dan resiko kerusakan barang yang lebih besar. Namun, jika persediaan lebih sedikit dibanding permintaan, akan menyebabkan kekurangan persediaan (stock out) yang berakibat proses produksi berhenti, tertundanya keuntungan, bahkan dapat berakibat hilangnya pelanggan.

Pengendalian persediaan merupakan serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan yang harus tersedia, kapan pesanan untuk menambah persediaan harus dilakukan, dan berapa besar pesanan harus diadakan. Sistem ini menentukan dan menjamin tersedianya persediaan yang tepat dalam kuantitas dan waktu yang tepat.

Menurut Assauri (1998), tujuan pengendalian persediaan dapat dinyatakan sebagai usaha untuk:

a. Menjaga jangan sampai terjadi kehabisan persediaan.

b. Menjaga agar penentuan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar sehingga biaya yang timbul tidak terlalu besar.

c. Menghindari pembelian secara kecil-kecilan, karena akan berakibat biaya pemesanan menjadi besar.

Dengan kata lain, tujuan pengendalian persediaan adalah untuk memperoleh kualitas dan jumlah yang tepat dari barang yang tersedia pada waktu dibutuhkan dengan biaya yang minimum untuk keuntungan atau kepentingan perusahaan.

2.2 Komponen Biaya Persediaan (Inventory Cost)

Pada dasarnya biaya persediaan merupakan keseluruhan biaya operasi atas sistem persediaan baik pengeluaran maupun kerugian yang diakibatkan adanya persediaan.


(20)

9

Merujuk pada penjelasan Nasution (2003), biaya persediaan terdiri dari biaya pengadaan, biaya penyimpanan, dan biaya kekurangan persediaan.

2.2.1 Biaya Pengadaan (Procurement Cost)

Biaya pengadaan dibedakan atas 2 jenis berdasarkan asal-usul barang, yaitu biaya pemesanan / pembelian (ordering cost / purchasing cost) jika barang yang diperlukan diperoleh dari pihak luar (supplier) dan biaya pembuatan (setup cost) jika barang yang diperlukan diperoleh dengan memproduksi sendiri.

a. Biaya Pemesanan / Pembelian (Ordering Cost / Purchasing Cost)

Biaya ini merupakan semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang dari luar. Biaya ini meliputi biaya untuk menentukan pemasok (supplier), pembelian barang, pengetikan pesanan, pengiriman pesanan, biaya pengangkutan, biaya penerimaan, dan sebagainya. Biaya ini diasumsikan konstan untuk setiap kali pemesanan.

b. Biaya Pembuatan (Setup Cost)

Biaya pembuatan adalah semua pengeluaran yang timbul dalam mempersiapkan produksi suatu barang. Biaya ini timbul di dalam pabrik yang meliputi biaya menyusun peralatan produksi, menyetel mesin, mempersiapkan gambar kerja, dan sebagainya.

2.2.2 Biaya Penyimpanan (Holding Cost / Carrying Cost)

Biaya simpan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat menyimpan persediaan. Biaya ini meliputi:

a. Biaya Memiliki Persediaan (Biaya Modal)

Penumpukan barang di gudang berarti penumpukan modal, dimana modal perusahaan mempunyai ongkos (expense) yang dapat diukur dengan suku bunga bank. Biaya memiliki persediaan diukur sebagai persentase nilai persediaan untuk periode waktu tertentu.


(21)

b. Biaya Gudang

Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga timbul biaya gudang. Jila gudang dan peralatannya disewa maka biaya gudangnya merupakan biaya sewa. Sedangkan jika perusahaan mempunyai gudang sendiri maka biaya gudang merupakan biaya depresiasi.

c. Biaya Kerusakan dan Penyusutan

Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena beratnya berkurang ataupun jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya kerusakan dan penyusutan biasanya diukur dari pengalaman sesuai dengan persentasenya.

d. Biaya Kadaluarsa

Barang yang disimpan dapat mengalami penurunan nilai karena perubahan teknologi dan model seperti barang-barang elektronik. Biaya kadaluarsa biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut.

e. Biaya Asuransi

Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung jenis barang yang diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi.

f. Biaya Administrasi dan Pemindahan

Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasi persediaan barang yang ada, baik pada saat pemesanan, penerimaan, maupun penyimpanan barang, serta biaya untuk memindahkan barang dari dan ke dalam tempat penyimpanan, termasuk upah buruh dan biaya peralatan handling.

Dalam manajemen persediaan, terutama yang berhubungan dengan masalah kuantitatif, biaya simpan per unit diasumsikan linier terhadap jumlah barang yang disimpan (misalnya Rp/unit/tahun).


(22)

11

2.2.3 Biaya Kekurangan (Stock out Cost / Shortage Cost)

Jika perusahaan kehabisan barang pada saat permintaan, maka keadaan ini akan menimbulkan kerugian karena proses produksi akan terganggu, kehilangan kesempatan mendapatkan keuntungan serta kehilangan konsumen pelanggan karena kecewa sehingga beralih ke tempat lain. Biaya kekurangan dapat diukur dari:

a. Kuantitas yang tidak dapat dipenuhi

Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi permintaan atau dari kerugian akibat terhentinya proses produksi. Kondisi ini diistilahkan sebagai biaya penalti (p) atau hukuman kerugian bagi perusahaan dengan satuan (misalnya Rp/unit).

b. Waktu Pemenuhan

Lamanya gudang kosong berati lamanya proses produksi terhenti atau lamanya perusahaan tidak mendapatkan keuntungan, sehingga waktu yang menganggur tersebut dapat diartikan sebagai uang yang hilang. Biaya waktu pemenuhan diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk memenuhi gudang dengan satuan (misalnya Rp/satuan waktu).

c. Biaya pengadaan darurat

Agar konsumen tidak kecewa maka dapat dilakukan pengadaan darurat yang biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar dari pengadaan normal. Kelebihan biaya dibandingkan pengadaan normal ini dapat dijadikan ukuran untuk menentukan biaya kekurangan persediaan dengan satuan (misalnya Rp/setiap kali kekurangan).

2.3 Hubungan antara Tingkat Persediaan dan Total Biaya Persediaan

Persoalan utama yang ingin dicapai oleh pengendalian persediaan adalah meminimumkan total biaya operasi perusahaan. Hal ini berkaitan dengan berapa jumlah komoditas yang harus dipesan dan kapan pemesanan itu harus dilakukan.


(23)

Keputusan mengenai besarnya persediaan menyangkut dua kepentingan yaitu kepentingan pihak yang menyimpan dengan pihak yang memerlukan barang. Keputusan itu bisa dikategorikan menjadi dua yaitu:

a. Waktu pada saat pemesanan barang masuk konstan (fixed) dan jumlah barang yang dipesan harus ditentukan.

b. Jumlah pesanan (order quantity) dan waktu pesanan harus ditentukan.

Pendekatan terhadap kedua keputusan ini, salah satunya adalah dengan memesan dalam jumlah yang besar untuk meminimumkan biaya pemesanan. Cara lain adalah memesan dalam jumlah kecil untuk memperkecil biaya pemesanan. Tindakan yang paling baik dinyatakan dengan mempertemukan dua titik ekstrim yaitu memesan dalam jumlah yang sebesar-besarnya dan memesan dalam jumlah yang sekecil-kecilnya.

Sebagai ilustrasi, gambar 2.1 dapat memperlihatkan hubungan antara tingkat persediaan dan total biaya.

Biaya (Rp) Total Inventory Cost

Total Biaya Holding Cost

Minimum

Ordering cost

0 Pesanan Optimum Tingkat Persediaan (Q)

Gambar 2.1 Hubungan antara Tingkat Persediaan dan Total Biaya

Pada gambar 2.1 terlihat bahwa jika Q semakin besar, berarti pemesanan akan semakin jarang dilakukan, sehingga biaya pemesanan (ordering cost) yang menjadi beban juga akan semakin kecil. Sebaliknya jika Q semakin kecil, berarti pemesanan akan semakin sering dilakukan, sehingga biaya pemesanan yang dikeluarkan juga akan semakin besar. Akibatnya jika Q semakin besar (bergeser ke kanan), maka kurva ordering cost semakin menurun.


(24)

13

Biaya penyimpanan (holding cost) digambarkan sebagai sebuah garis lurus yang dimulai pada tingkat persediaan nol (Q = 0). Hal ini disebabkan karena komponen ini secara langsung tergantung tingkat persediaan rata-rata. Semakin besar jumlah barang yang dipesan akan mengakibatkan semakin besar tingkat persediaan rata-rata, sehingga biaya penyimpanan juga akan semakin besar. Akibatnya semakin besar tingkat persediaan rata-rata, maka grafik holding cost semakin meningkat.

Dari gambar 2.1 terlihat bahwa antara holding cost dan ordering cost berhubungan terbalik dimana jumlah keduanya akan menghasilkan kurva total

inventory cost yang convex. Jadi tinggi (jarak) kurva total inventory cost pada setiap

titik Q merupakan hasil penjumlahan tinggi (jarak) kedua komponen biaya tersebut secara tegak. Solusi optimal dari fungsi tujuan akan ditemukan pada saat total

inventory cost minimum.

2.4 Model Persediaan

2.4.1 Model Deterministik

Model Deterministik adalah model persediaan yang menganggap nilai-nilai parameter telah diketahui dengan pasti. Model deterministik dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Deterministik Statis.

Pada model ini total permintaan setiap unit barang untuk tiap periode diketahui dan bersifat konstan, dimana laju permintaan adalah sama untuk tiap periode.

b. Deterministik Dinamik.

Pada model ini total permintaan satiap unit barang untuk tiap periode diketahui dan bersifat konstan, tetapi laju permintaan dapat bervariasi dari satu periode ke periode lainnya.


(25)

2.4.2 Model Probabilistik (Stokastik)

Model probabilistik adalah model persediaan yang menganggap bahwa nilai-nilai parameter merupakan nilai-nilai yang tidak pasti, dimana nilai parameter tersebut merupakan variabel random. Model probabilistik dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Probabilistik Statis.

Pada model ini variabel permintaan bersifat random dan distribusi probabilistik dipengaruhi oleh waktu setiap periode.

b. Probabilistik Dinamik

Pada model ini variabel permintaan bersifat random, dimana distribusi probabilistik dipengaruhi oleh waktu setiap periode dan dapat bervariasi dari satu periode ke periode lainnya.

2.5 Model Persediaan dengan Backorder

Pada model persediaan ini, pesanan dari pelanggan akan tetap diterima walaupun pada saat itu tidak ada persediaan. Permintaan akan dipenuhi kemudian setelah ada persediaan baru. Pesanan untuk diambil kemudian lazim disebut backorder.

Asumsi dasar yang digunakan pada model ini sama seperti model EOQ biasa, dengan tambahan asumsi bahwa penjualan tidak hilang karena stock-out yaitu:

a. Barang yang dipesan dan disimpan hanya satu macam.

b. Kebutuhan atau permintaan barang diketahui dan konstan selama periode persediaan.

c. Biaya pemesanan dan biaya penyimpanan diketahui dan konstan. d. Barang yang dipesan diterima seketika, tidak bertahap.

e. Harga barang tetap dan dan tidak tergantung dari jumlah yang dibeli (tidak ada diskon dalam tingkat kuantitas pesanan).


(26)

15

Gambar 2.2 menunjukkan tingkat persediaan sebagai fungsi dari waktu dalam model dengan backorder. Pada gambar 2.2, bisa dijelaskan bahwa merupakan jumlah setiap pemesanan, sedangkan merupakan on hand inventory yang menunjukkan jumlah persediaan barang pada setiap awal siklus persediaan.

Jumlah persediaan

s

q waktu

0 q-s

T

Gambar 2.2 Model Persediaan dengan Backorder

dimana:

= biaya pengadaan barang tiap unit per satuan waktu.

= biaya kekurangan barang (backorder) tiap unit per satuan waktu. = biaya penyimpanan barang.

= total permintaan dalam unit, dalam periode T. = tingkat persediaan maksimum tiap awal periode. = jumlah pesanan ekonomis tiap periode.

= periode waktu pemesanan s unit barang.

= periode waktu pemesanan kembali untuk memenuhi kekurangan sebesar q-s. = periode waktu antara dua pemesanan ( = + ).

= banyaknya pesanan yang dilakukan selama periode T.

Setiap siklus persediaan terdiri dari dua buah segitiga yang menunjukkan adanya dua tahap. Tahap pertama adalah tahap dimana permintaan konsumen dapat dipenuhi dengan on hand inventory. Tahap ini digambarkan sebagai segitiga besar yang terletak di atas sumbu datar, dengan tinggi . Sedangkan tahap kedua adalah


(27)

tahap dimana on hand inventory sudah nol dan konsumen harus memesan untuk dapat diambil setelah tersedia beberapa waktu kemudian. Tahap ini digambarkan sebagai segitiga yang terletak di bawah sumbu datar, dengan tinggi ( − ) yang menunjukkan jumlah barang yang dipesan oleh konsumen tetapi tidak dapat segera dipenuhi (backorder).

Biaya pengadaan persediaan (procurement cost) hanya dikenakan pada tahap pertama dari siklus persediaan, yaitu pada segitiga besar yang terletak di atas sumbu datar. Karena tingkat persediaan pada awal pesanan adalah dan habis setelah waktu dengan laju yang konstan, maka persediaan rata-rata selama adalah . Jadi dengan mengalikan biaya pengadaan persediaan ( ) dengan persediaan rata-rata, diperoleh:

Biaya pengadaan persediaan rata-rata = ∙ (2.1)

Biaya kekurangan persediaan (shortage cost) dikenakan pada tahap kedua dari siklus persediaan, yaitu pada segitiga kecil yang terletak di bawah sumbu datar. Karena jumlah kekurangan adalah ( − ) dan habis setelah waktu dengan laju yang konstan, maka jumlah kekurangan persediaan rata-rata selama adalah ( ) . Jadi dengan mengalikan biaya kekurangan persediaan ( ) dengan jumlah kekurangan persediaaan rata-rata, diperoleh:

Biaya kekurangan persediaan rata-rata = ∙( − )

2 2 (2.2)

Dari gambar 2.2 dapat diperoleh:

= = =

= ∙ = ( )∙ , 0 < < (2.3)

Pada model persediaan dengan backorder, total biaya persediaan (TC) merupakan gabungan antara biaya pengadaan (procurement cost), biaya penyimpanan (holding cost) dan biaya kekurangan (shortage cost), sehingga dengan menggunakan persamaan (2.1) dan (2.2) maka total biaya persediaan tiap akhir periode waktu perencanaan [0,T] dapat dirumuskan sebagai:


(28)

17

= ∙ + ∙( ) +

= + ( ) + (2.4)

Dari persamaan (2.4) dapat diketahui bahwa TC merupakan fungsi dari dan sehingga = ( , ). Dengan mensubstitusi pada (2.3) ke (2.4) diperoleh:

( , ) = + ( ) + , > 0, > 0 (2.5)

Dengan mempertimbangkan r, s sebagai variabel dan q diberikan, maka total biaya persediaan ( , ) dinotasikan sebagai:

( , ) = + ( ) + , > 0, > 0 (2.6)

Tujuan yang ingin dicapai adalah menentukan nilai dan yang dapat meminimumkan ( , ). Hal ini dapat diperoleh dengan menggunakan aturan

derivative dari suatu fungsi, sehingga ( , ) pada (2.5) diturunkan secara parsial terhadap dan terhadap , kemudian menyamakannya dengan nol.

= − + − (2.7)

= − ( ) (2.8)

Dari persamaan (2.7), = 0, maka diperoleh:

− + ( − ) −2 = 0

− = +

= + + (2.9)

Dari persamaan (2.8), = 0, maka diperoleh:

− + = 0

( + ) =

=


(29)

Dari persamaan (2.9) dan (2.10) dapat diperoleh: Jumlah persediaan optimal = ( )

Jumlah backorder optimal =

( ) (2.11)

Total biaya minimum ( , ) =

2.6 Himpunan Fuzzy

2.6.1 Himpunan Crisp dan Himpunan Fuzzy

Himpunan crisp (tegas) A didefinisikan oleh item-item yang ada pada himpunan itu. Jika , maka nilai yang berhubungan dengan adalah 1. Namun, jika  , maka nilai yang berhubungan dengan adalah 0. Notasi = { | ( ) }

menunjukkan bahwa berisi item dengan ( ) benar. Jika merupakan fungsi karakteristik dan properti , maka dapat dikatakan bahwa ( ) benar, jika dan hanya jika ( ) = 1.

Himpunan fuzzy didasarkan pada gagasan untuk memperluas jangkauan fungsi karakteristik sedemikian hingga fungsi tersebut akan mencakup bilangan real pada interval [ 0,1]. Nilai keanggotaannya menunjukkan bahwa suatu item dalam semesta pembicaraan tidak hanya berada pada 0 atau 1, namun juga nilai yang terletak di antaranya. Dengan kata lain, nilai kebenaran suatu item tidak hanya bernilai benar atau salah. Nilai 0 menunjukkan salah, nilai 1 menunjukkan benar, dan masih ada nilai-nilai yang terletak antara benar dan salah.

Pada himpunan crisp, nilai keanggotaannya hanya ada dua kemungkinan, yaitu antara 0 atau 1, sedangkan pada himpunan fuzzy nilai keanggotaannya pada rentang antara 0 sampai 1. Jika memiliki nilai keanggotaan fuzzy [ ] = 0, berarti tidak menjadi anggota himpunan A, sementara jika memiliki nilai keanggotaan fuzzy [ ] = 1, berarti menjadi anggota penuh pada himpunan A.


(30)

19

2.6.2 Fungsi Keanggotaan

Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik input data ke dalam nilai keanggotaannya (sering juga disebut dengan derajat keanggotaan) yang memiliki interval antara 0 sampai 1.

Terkadang kemiripan antara keanggotaan fuzzy dengan probabilitas menimbulkan kerancuan. Keduanya memiliki nilai pada interval [ 0,1], namun interpretasi nilainya sangat berbeda antara kedua kasus tersebut. Keanggotaan fuzzy memberikan suatu ukuran terhadap pendapat atau keputusan, sedangkan probabilitas mengindikasikan proporsi terhadap keseringan suatu hasil bernilai benar dalam jangka panjang.

Merujuk pada penjelasan Chiang dkk. (2005) serta Yao dan Su (2008), sebuah himpunan fuzzy pada = (−,) disebut titik fuzzy jika fungsi

keanggotaannya adalah:

( ) = 1, =

0, ≠ (2.12)

Titik adalah penunjang. Jika anggota dari semua titik fuzzy adalah = { |∀ }, maka titik fuzzy adalah anggota dari titik fuzzy atau

didefinisikan sebagai pemetaan satu-satu.

Sebuah himpunan fuzzy = [ , ; ], 0≤ ≤ 1, < , pada = (−,)

disebut interval fuzzy level , jika fungsi keanggotaannya adalah:

( ) = , ≤ ≤ ,

0, lainnya (2.13)

Sebuah himpunan fuzzy = ( , , ), a < b < c, pada = (−,) disebut fuzzy number segitiga jika fungsi keanggotaannya adalah:

( ) =

, ≤ ≤

, ≤ ≤

0, lainnya


(31)

Sebuah fuzzy number segitiga = ( , , ), jika = = maka titik fuzzy

( , , ) = . Bagian-bagian dari fuzzy number segitiga pada = (−,)

dinotasikan sebagai:

= { ( , , ) |∀ < < , , , } (2.16)

–cut dari = ( , , ) , 0 ≤ ≤1, adalah ( ) = { | ( ) ≥ } =

[ ( ) , ( ) ]. ( ) = + ( − ) adalah titik ujung kiri dari ( ), dan

( ) = −( − ) adalah titik ujung kanan dari ( ).

2.6.3 Operasi pada Himpunan Fuzzy

Merujuk pada penjelasan Yao dan Su (2008):

Untuk setiap [ 0,1], = ⋃ [ ( ) , ( ) ; ] , diperoleh:

[ ( ) , ( ) ; ]( ) =

, ( ) ≤ ≤ ( ) ,

0, lainnya (2.17)

Untuk setiap [ 0,1], = ⋃ [ ( ) , ( ) ; ] , diperoleh:

[ ( ) , ( ) ; ]( ) =

, ( ) ≤ ≤ ( ) ,

0, lainnya (2.18)

Dari metode extension principle, operasi himpunan fuzzy dari , dapat didefinisikan sebagai:

a. Untuk setiap [ 0,1], diperoleh:

[ ( ) , ( ) ; ] ( ) [ ( ) , ( ) ; ]( )

= [ ( ) , ( ) ; ]( ) ^ [ ( ) , ( ) ; ]( ) = [ ( ) , ( ) ; ]( ) ^ [ ( ) , ( ) ; ]( − )

Dengan persamaan (2.17) dan (2.18):

= jika ( ) ≤ ≤ ( ) dan ( ) ≤ − ≤ ( )


(32)

21

Maka dapat diperoleh:

[ ( ) , ( ) ; ] (+ ) [ ( ) , ( ) ; ] = [ ( ) + ( ) , ( ) + ( ) ; ],

dan

( + ) = ⋃ [ ( ) + ( ) , ( ) + ( ) ; ] (2.19)

b. Untuk setiap [ 0,1], diperoleh:

[ ( ) , ( ) ; ] ( ) [ ( ) , ( ) ; ]( )

= [ ( ) , ( ) ; ]( ) ^ [ ( ) , ( ) ; ]( ) = [ ( ) , ( ) ; ]( ) ^ [ ( ) , ( ) ; ]( − )

Dengan persamaan (2.17) dan (2.18):

= jika ( ) ≤ ≤ ( ) dan ( ) ≤ − ≤ ( )

= jika ( )− ( ) ≤ ≤ ( )− ( ) untuk semua . Maka dapat diperoleh:

[ ( ) , ( ) ; ] (−) [ ( ) , ( ) ; ] = [ ( )− ( ) , ( )− ( ) ; ],

dan

(−) = ⋃ [ ( )− ( ) , ( )− ( ) ; ] (2.20)

c. Untuk setiap [ 0,1] yang memenuhi

0 < ( ) < ( ) dan 0 < ( ) < ( ) (2.21)

Maka dengan menggunakan persamaan (2.21) dan hanya mempertimbangkan

> 0, > 0 dan = . > 0, diperoleh:

[ ( ) , ( ) ; ] (∙) [ ( ) , ( ) ; ]( )

= [ ( ) , ( ) ; ]( ) ^ [ ( ) , ( ) ; ]( )

= [ ( ) , ( ) ; ]( ) ^ [ ( ) , ( ) ; ]

Dengan persamaan (2.17) dan (2.18):

= jika ( ) ≤ ≤ ( ) dan ( ) ≤ ≤ ( )


(33)

Maka dapat diperoleh:

[ ( ) , ( ) ; ] (∙) [ ( ) , ( ) ; ] = [ ( ) ∙ ( ) , ( )∙ ( ) ; ],

dan

(∙) = ⋃ [ ( )∙ ( ) , ( ) ∙ ( ) ; ] (2.22)

d. Untuk setiap [ 0,1] dan , diperoleh:

(∙) = ⋃ [ ( ) , ( ) ; ], jika > 0 (2.23)

Misalkan ( ) = , ( ) = , untuk semua [ 0,1], maka (2.23) dapat menjelaskan (2.22).

Sama halnya

(−) = ⋃ [ − ( ) , − ( ) ; ] (2.24)

Misalkan ( ) = , ( ) = , untuk semua [ 0,1], maka (2.24) dapat menjelaskan (2.20).

2.7 Metode Signed Distance

Signed distance dari ke 0 dimana , 0 didefinisikan sebagai ( , 0) = . Jika

> 0, jarak dari ke 0 adalah ( , 0) = . Jika < 0, jarak dari ke 0 adalah

− ( , 0) = − . Hal inilah yang menjadi alasan mengapa ( , 0) diberi istilah

signed distance dari ke 0.

Dengan teorema dekomposisi, , 0 ≤ ≤1, dapat didefinisikan sebagai:

= ⋃ [ ( ) , ( ) ; ] (2.25)

( ) 1

0 ( ) ( ) x


(34)

23

Untuk setiap [ 0,1], signed distance dari interval [ ( ) , ( ) ] ke 0 dapat didefinisikan sebagai:

( [ ( ) , ( ) ], 0) = [ ( ( ) , 0) + ( ( ) , 0) ]

= [ ( ) + ( ) ] (2.26)

Untuk setiap [ 0,1], interval crisp [ ( ) , ( ) ] dan interval fuzzy

[ ( ) , ( ) ] level adalah korespondensi satu-satu. Maka secara umum signed distance dari [ ( ) , ( ) ; ] ke 0 dapat didefinisikan sebagai:

[ ( ) , ( ) ], 0 = ( [ ( ) , ( ) ] , 0)

= [ ( ) + ( ) ] (2.27)

Hal ini merupakan fungsi kontinu dari pada 0 ≤ ≤1. Nilai rata-rata diperoleh dari integrasi. Jadi, jika = ⋃ [ ( ) , ( ) ; ] dan , maka dari (2.25) dan (2.27) signed distance dari ke 0 dapat didefinisikan sebagai:


(35)

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Formulasi Model Persediaan dengan Backorder dalam Bentuk Fuzzy

3.1.1 Total Permintaan dan Persediaan Maksimum dalam Bentuk Fuzzy

Pada setiap periode perencanaan persediaan, sangat sulit menentukan nilai pasti untuk total permintaan. Sebaliknya, akan lebih mudah untuk membuat total permintaan dalam interval [ − ∆ , + ∆ ], dimana 0 < ∆ < , 0 < ∆ dan ∆ ,∆

ditentukan oleh pengambil keputusan.

Misalkan adalah bilangan yang diketahui. Pengambil keputusan ingin memilih nilai yang sesuai pada interval [ − ∆ , + ∆ ] sebagai taksiran yang tepat dari total permintaan. Hal ini terjadi ketika nilai yang dipilih tepat sama dengan dan tingkat error adalah 0. Jika nilai menyimpang jauh dari pada kedua sisi , maka tingkat error akan lebih besar. Tingkat error akan mencapai maksimum pada kedua titik ujung − ∆ dan + ∆ .

Dengan pendekatan teori fuzzy, tingkat error dapat diubah ke tingkat yang bisa dipercayai. Jika tingkat error adalah 0, maka tingkat yang bisa dipercayai adalah 1. Semakin jauh nilai menyimpang dari kedua sisi , maka semakin rendah tingkat yang bisa dipercayai. Tingkat yang bisa dipercayai akan semakin minimum pada kedua titik ujung − ∆ dan + ∆ .

Jadi bersesuaian dengan interval [ − ∆ , + ∆ ], total permintaan di setiap periode perencanaan persediaan dapat ditulis dalam bentuk fuzzy number:


(36)

25

Nilai keanggotaan pada adalah 1. Semakin jauh titik pada [ − ∆ , +

∆ ] menyimpang dari kedua sisi , maka semakin rendah nilai keanggotaannya. Jadi nilai yang sesuai dapat dibuat di antara nilai keanggotaan dan tingkat yang bisa dipercayai. Hal inilah yang menjadi alasan untuk membuat nilai sebagai fuzzy

number pada (3.1).

Dengan teorema dekomposisi, , 0 ≤ ≤1, dapat didefinisikan sebagai:

= ⋃ [ ( ) , ( ) ; ] (3.2)

Dengan persamaan (3.1), titik ujung kiri dan titik ujung kanan dari ,

0 ≤ ≤1, dapat didefenisikan sebagai:

( ) = −( 1− )∆ = ( − ∆ ) + ∆

( ) = + ( 1− )∆ = ( + ∆ ) − ∆ (3.3)

0 < ( ) < ( )

Demikian juga halnya dalam menentukan nilai pasti untuk jumlah persediaan di setiap periode perencanaan persediaan, akan lebih mudah untuk membuat jumlah persediaan dalam interval [ − ∆ , + ∆ ], dimana 0 < ∆ < , 0 <

∆ dan ∆ ,∆ ditentukan oleh pengambil keputusan.

Jadi bersesuaian dengan interval [ − ∆ , + ∆ ], jumlah persediaan di setiap periode perencanaan persediaan, dapat ditulis dalam bentuk fuzzy number:

= ( − ∆ , , + ∆ ) , 0 < ∆ < , 0 < ∆ (3.4)

Dengan teorema dekomposisi, , 0 ≤ ≤ 1 dapat didefinisikan sebagai:

= ⋃ [ ( ) , ( ) ; ] (3.5)

Dengan persamaan (3.4), titik ujung kiri dan titik ujung kanan dari , 0 ≤ ≤1, dapat didefenisikan sebagai:

( ) = −( 1− )∆ = ( − ∆ ) + ∆

( ) = + ( 1− )∆ = ( + ∆ ) − ∆ (3.6)


(37)

3.1.2 Total Biaya Persediaan dalam Bentuk Fuzzy

Dengan menggunakan persamaan (3.1) dan (3.4), untuk yang diberikan, maka total biaya persediaan pada (2.6) dapat ditulis dalam bentuk fuzzy sebagai:

, = (∙) ( + ) (∙) (−) ( + ) (∙) (3.7)

dimana = , = , = , adalah titik fuzzy pada , j = 1, 2, 3 dan adalah titik fuzzy pada q.

Dengan persamaan (2.22), , 0 ≤ ≤ 1 dapat didefinisikan sebagai:

= ⋃ [ ( ) , ( ) ; ] (3.8)

Dengan menggunakan operasi fuzzy pada (3.7), (2.22), dan dengan (3.5)~(3,8), dimana > 0, = 1, 2, 3 dan > 0, diperoleh:

(∙) = ⋃ ( ) , ( ) ; (3.9)

Dengan menggunakan signed distance method, (∙) didefuzzifikasi sehingga diperoleh:

(∙) , 0 = ∫ ( ) + ( )

= ∫ [ −( 1− )∆ ] + [ + ( 1− )∆ ]

= ∫ [ − ∆ + ∆ ] + [ + ∆ − ∆ ]

=

∆ ( − ∆ + ∆ ) − ∆ ( + ∆ − ∆ )

=

∆ ( − ∆ + ∆ ) − ∆ ( + ∆ − ∆ ) − ∆ ( − ∆ ) − ∆ ( + ∆ )

=

∆ − ∆ ( − ∆ ) − ∆ + ∆ ( + ∆ )

=

∆ ( −( − ∆ ) ) − ∆ ( −( + ∆ ) )

=

∆ − −3 ∆ + 3 ∆ − ∆ − ∆ − + 3 ∆ +


(38)

27

= − ∆ + ∆ + + ∆ + ∆

= ( − ∆ ) + ( − ∆ )∆ + ∆ + ( + ∆ ) −( + ∆ )∆ + ∆ (3.10)

Dengan persamaan (2.24), (−) , 0 ≤ ≤1 didefinisikan sebagai:

(−) = ⋃ [ − ( ) , − ( ) ; ] (3.11)

dimana untuk setiap [ 0,1]:

− ( ) = − −( 1− )∆ = − − ∆ + ∆ ≥ − − ∆

− ( ) = − + ( 1− )∆ = − + ∆ − ∆ > 0 (3.12)

Dengan persamaan (3.4) pengambil keputusan mengambil nilai ∆ dan ∆ yang sesuai dan memenuhi kondisi 0 < ∆ < , 0 < ∆ < − , sehingga diperoleh:

0 < − ( ) < − ( ) untuk semua [ 0,1] (3.13)

Dari persamaan (3.11), (3.13), dan (2.22), ( (−) ) , 0 ≤ ≤1 dapat didefinisikan sebagai:

( (−) ) = ⋃ − ( ) , − ( ) ; (3.14)

Dengan menggunakan operasi fuzzy pada (3.7), (2.22), dan dengan (3.11)~(3.14), dimana > 0, = 1, 2, 3 dan > 0, diperoleh:

(∙) (−) = ⋃ − ( ) , − ( ) ; (3.15)

Dengan menggunakan signed distance method, (∙) (−) didefuzzifikasi sehingga diperoleh:

(∙) (−) , 0 = ∫ − ( ) + − ( )

= ∫ [ ( − −( 1− )∆ ) + ( − + ( 1− )∆ ) ]

= ∫ [ − − ∆ + ∆ ] + [ − + ∆ − ∆ ]

=


(39)

=

∆ ( − − ∆ + ∆ ) − ∆ ( − + ∆ − ∆ ) − ∆ ( ( − ) −

∆ ) −

∆ ( ( − ) + ∆ )

=

∆ ( − ) − ∆ ( − ) − ∆ − ∆ ( − ) + ∆ ( − ) + ∆

=

∆ ( − ) − ( − )− ∆ − ∆ ( − ) − ( − ) + ∆

=

∆ ( − ) − ( − ) −3( − ) ∆ + 3( − )∆ − ∆ −

∆ ( − ) − ( − ) + 3( − ) ∆ + 3( − )∆ + ∆

= ( − ) −( − )∆ + ∆ + ( − ) + ( − )∆ + ∆

= ( − − ∆ ) + ( − − ∆ )∆ + ∆ + ( − + ∆ ) −( − +

∆ )∆ + ∆ (3.16)

Dengan menggunakan operasi fuzzy pada (3.7), (2.22), dan dengan (3.2), (3.3), dimana > 0, = 1, 2, 3, dan > 0, diperoleh:

(∙) = ⋃ ( ) , ( ) ; (3.17)

Dengan menggunakan signed distance method, (∙) didefuzzifikasi sehingga diperoleh:

(∙) , 0 = ∫ ( ) + ( )

= ∫ [ −( 1− )∆ + + ( 1− )∆ ]

= ∫ [ ( − ∆ ) + ∆ + ( + ∆ ) − ∆ ]

= ( − ∆ ) + ∆ + ( + ∆ ) − ∆


(40)

29

Dengan menggunakan signed distance method, total biaya persediaan pada (3.7) didefuzzifikasi dan diperoleh (3.10), (3.16), (3.18), sehingga total biaya persediaan dapat ditulis dalam bentuk fuzzy sebagai:

( , ) = , , 0

= ( − ∆ ) + ( − ∆ )∆ + ∆ + ( + ∆ ) −( + ∆ )∆ + ∆

+ ( − − ∆ ) + ( − − ∆ )∆ + ∆ + ( − + ∆ ) −

( − + ∆ )∆ + ∆ + − ∆ + ∆ + + ∆ − ∆

= −2 ∆ + ∆ + ∆ − ∆ + ∆ + + 2 ∆ + ∆ −

∆ + ∆ + ∆ + −( + ∆ ) + ∆ − ∆ − ∆ + ∆ +

−( − ∆ ) − ∆ − ∆ + ∆ + ∆ + 2 − ∆ + ∆

= − ∆ + ∆ + + ∆ + ∆ −2 ( + ∆ ) + ( + ∆ ) +

∆ – ∆ − ∆ + ∆ + −2 ( − ∆ ) + ( − ∆ ) − ∆ – ∆ +

∆ + ∆ + 2 + (∆ − ∆ )

= 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + −2 − ∆ + + ∆ +

∆ + −2 + ∆ + − ∆ + ∆ + 2 + (∆ − ∆ )

= 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 2 −[ 4 + ∆ − ∆ ] +

2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 2 + (∆ − ∆ ) (3.19)

3.2 Solusi Optimal dalam Bentuk Fuzzy

Tujuan yang ingin dicapai adalah menentukan nilai dan yang dapat meminimumkan ( , ). Untuk memperoleh nilai optimal bagi dan , maka

( , ) pada (3.19) diturunkan secara parsial terhadap dan terhadap kemudian menyamakannya dengan nol.


(41)

( , ) = − 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 2− 2 +

(∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ − 2 + (∆ − ∆ ) (3.20)

( , ) = [ 4 + (∆ − ∆ ) ] + −4 + + ∆ −∆ (3.21)

Dari persamaan (3.20), ( , ) = 0, maka diperoleh:

− 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 2 22 + (∆ − ∆ ) +

∆ + ∆ −2 2 + (∆ − ∆ ) = 0

− 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 2 2− 2 + (∆ − ∆ ) +

∆ + ∆ −2 2 + (∆ − ∆ ) = 0 (3.22)

2 −( + ) 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ −4 − (∆ − ∆ ) = 0

Dari persamaan (3.21), ( , ) = 0, maka diperoleh:

[ 4 + (∆ − ∆ ) ] + −4 + + ∆ −∆ = 0

[ 4 + (∆ − ∆ ) ] + −4 + + ∆ −∆ = 0

4 + ∆ − ∆ −4 + 4 + ∆ − ∆ = 0

4 + 4 + ∆ + ∆ − ∆ − ∆ −4 = 0

4( + ) + ( + ) (∆ − ∆ )−4 = 0 (3.23)

Dari persamaan (3.23) diperoleh:

= ( 4 + ∆ − ∆ ) (3.24)

Nilai pada (3.24) disubstitusi ke (3.22) sehingga diperoleh:

2 ( ) ( 4 + ∆ − ∆ ) −( + ) 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ −


(42)

31

( )

( 16 + 8 (∆ − ∆ ) + (∆ − ∆ ) ) −( + ) 2 + (∆ − ∆ ) +

∆ + ∆ −4 − (∆ − ∆ ) = 0

( )

+ ( ) (∆ ∆ ) + ( ) (∆ − ∆ ) −( + ) 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ −4 − (∆ − ∆ ) = 0

( )

+ ( ) (∆ ∆ ) −2 ( + ) −( + ) (∆ − ∆ )−4 +

( )

(∆ − ∆ ) − ( + ) ∆ + ∆ − (∆ − ∆ ) = 0

2( + ) −1 + ( + ) (∆ − ∆ ) −1 −4 +

(∆ ,∆ ,∆ ,∆ ) = 0

dimana

(∆ ,∆ ,∆ ,∆ ) = ( + )

8 (∆ − ∆ ) −

1

3( + ) ∆ + ∆ − (∆ − ∆ )

2( + ) + (∆ − ∆ ) −4 + (∆ ,∆ ,∆ ,∆ ) = 0

+ (∆ − ∆ ) − (∆ ,∆ ,∆ ,∆ )

( ) = 0

+ (∆ − ∆ ) − ( ) + (∆ ,(∆ ,∆),∆ ) = 0 + (∆ − ∆ ) −

( ) + ( ) (∆ ,∆ ,∆ ,∆ ) = 0 (3.25)

Persamaan (3.25) disederhanakan sehingga diperoleh:

+ (∆ − ∆ ) −

( ) −

(∆ ,∆ ,∆ ,∆ )

= 0

4 + 2(∆ − ∆ ) −

( ) 4 − (∆ ,∆ ,∆ ,∆ ) = 0

2 + (∆ − ∆ ) − (∆ − ∆ ) −

( ) 4 − (∆ ,∆ ,∆ ,∆ ) = 0

2 + (∆ − ∆ ) = (∆ − ∆ ) +

( ) [ 4 − (∆ ,∆ ,∆ ,∆ ) ] 2 + (∆ − ∆ ) = √

dimana = (∆ − ∆ ) +


(43)

2 = − (∆ − ∆ ) + √

≡ ∗ = (∆ − ∆ ) + (3.26)

Nilai pada (3.26) disubstitusikan ke (3.24) untuk mendapatkan:

≡ ∗= ( 4+ ∆ − ∆ ) (3.27)

Pengambil keputusan dapat mengambil nilai ∆ , = 1, 2, 3, 4 yang sesuai dan memenuhi kondisi:

0 < ∆ < , 0 < ∆ (dalam persamaan (3.1)),

0 < ∆ < ∗, 0 < ∆ < ∗− ∗ (dengan (3.13), (3.26), dan (3.27)), (3.28)

4 − (∆ ,∆ ,∆ ,∆ ) > 0 (nilai B pada (3.26))

Dari persamaan (3.28) dan 0 < ∆ < ∗, 0 < ∆ < ∗− ∗, dapat diperoleh bahwa − ∗ ≤ ∆ − ∆ < ∗− ∗ sehingga ∗ > 0. Dari persamaan (3.27) dan

4 − (∆ ,∆ ,∆ ,∆ ) > 0 diperoleh ∗ > 0.

Untuk membuktikan bahwa nilai ∗ dan ∗ yang diperoleh adalah optimal, maka ( ∗, ∗) > 0. Untuk itu, ( , ) harus diturunkan secara parsial dua kali.

( , ) = 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 2 + (∆ − ∆ ) +

∆ + ∆ + 2 + (∆ − ∆ ) (3.29)

( , ) = − 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 2− 2 +

(∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ − 2 + (∆ − ∆ )

= − [ 2 + (∆ − ∆ ) ]− [ 2 + (∆ − ∆ ) ]

= − ( + ) [ 2 + (∆ − ∆ ) ]

= − ( + ) [ 4 + (∆ − ∆ ) ]

= − [ 4 + (∆ − ∆ ) ] − ( 4 + ∆ − ∆ ) (3.30)


(44)

33

Maka ∗ dan ∗ mencapai optimal ketika:

( ∗, ∗) = ( ∗, ∗) ( ∗, ∗)

( ∗, ∗) ( ∗, ∗) > 0

Dimana:

( ∗, ∗) = ( , )

,

( ∗, ∗) = ( ∗, ∗) = ( , )

,

( ∗, ∗) = ( , )

,

3.3 Pembahasan Contoh Numerik

Biaya pengadaan persediaan : Rp. 12 per unit tiap bulan Biaya pemesanan kembali (backorder) : Rp. 10 per unit tiap bulan Biaya penyimpanan : Rp. 8 per unit tiap bulan Total permintaan : 600 unit per tahun

Periode : 12 bulan

Penyelesaian:

Misalkan = 12; = 10; = 8; = 12; = 600.

a. Total biaya persediaan dalam bentuk fuzzy adalah:

( , ) = 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆

+ 30 2 −[ 4 + ∆ − ∆ ] + 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆

+ 1200 + (∆ − ∆ )

b. Solusi optimal:


(45)

dimana

= (∆ − ∆ ) + 19200− (∆ − ∆ ) −88 ∆ + ∆ −

8(∆ − ∆ )

Untuk kasus 1: ∆ = 0,5; ∆ = 1; ∆ = 1; ∆ = 2

= ( 1) + 19200− ( 1) −88( 5) − 8( 0,5) = 123,8068

= ( 1) + 123,8043 = 5,3134

= ( 4( 5,3134) + 1) = 12,2395

Nilai ∆, = 1, 2, 3, 4 sudah sesuai dan memenuhi kondisi (3.28).

( ∗, ∗) = ( , )

,

= 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 2 + (∆ − ∆ ) +

∆ + ∆ + 2 + (∆ − ∆ )

= 0,0393[ 63,4445] + 0,0327[63,4445] + 0,0044[1200,25]

= 9,8491

( ∗, ∗) = ( ∗, ∗) = ( , )

,

= − [ 4 + (∆ − ∆ ) ] − ( 4 + ∆ − ∆ )

= −0,2403[22,2536]−0,2003( 22,2536)

= −9,8049

( ∗, ∗) = ( , )

, ∗

= +

= 11,7652 + 9,8043


(46)

35

Maka ( ∗, ∗) = ( ∗, ∗) ( ∗, ∗)

( ∗, ∗) ( ∗, ∗)

= 9,8491 −9,8049

−9,8049 21,5695

= 116,3040 > 0

Karena ( ∗, ∗) > 0, maka ∗ dan ∗ sudah optimal, sehingga total biaya persediaan adalah:

( , ) = 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 30 2 −[ 4 + ∆ − ∆ ] +

2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 1200 + (∆ − ∆ )

= 2,9413[ 63,4445] + 30 24,4790−[ 22,2536] + [ 63,4445]

, +

0,3268[ 1200,25]

= 186,6093 + 222,2696 + 392,2417

= 801,1206

Untuk kasus 2: ∆ = 1; ∆ = 0,5; ∆ = 2; ∆ = 1

= (−1) + 19200− (−1) −88( 5) − 8(−0,5) = 123,7563

= (1) + 123,7563 = 5,8123

= ( 4( 5,8123 ) 1) = 12,2371

Nilai ∆, = 1, 2, 3, 4 sudah sesuai dan memenuhi kondisi (3.28).

( ∗, ∗) = ( , )

,

= 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 2 + (∆ − ∆ ) +

∆ + ∆ + 2 + (∆ − ∆ )

= 0,0393[ 63,4200] + 0,0327[63,4200] + 0,0044[1199,75]


(47)

( ∗, ∗) = ( ∗, ∗) = ( , )

,

= − [ 4 + (∆ − ∆ ) ] − ( 4 + ∆ − ∆ )

= −0,2404[22,2492]−0,2003( 22,2492)

= −9,8052

( ∗, ∗) = ( , )

,

= +

= 11,7676 + 9,8062

= 21,5737

Maka ( ∗, ∗) = ( ∗, ∗) ( ∗, ∗)

( ∗, ∗) ( ∗, ∗)

= 9,8451 −9,8052

−9,8052 21,5737

= 116,2533 > 0

Karena ( ∗, ∗) > 0, maka ∗ dan ∗ sudah optimal, sehingga total biaya persediaan adalah:

( , ) = 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 30 2 −[ 4 + ∆ − ∆ ] +

2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 1200 + (∆ − ∆ )

= 2,9419[ 63,4200] + 30 24,474−[ 22,2492] + [ 63,4200]

, +

0,3269[ 1199,75]

= 186,5753 + 222,2280 + 392,1983


(48)

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Masalah persediaan dengan adanya backorder dapat diselesaikan dengan menggunakan teori fuzzy dalam menentukan besar persediaan optimal, sehingga dapat diperoleh total biaya persediaan minimum. Penerapan dilakukan dilakukan dengan menetapkan bentuk fuzzy pada total permintaan dan jumlah persediaan sebagai fuzzy

number segitiga ke dalam total biaya persediaan. Selanjutnya, total biaya persediaan

didefuzzifikasi dengan menggunakan signed distance method untuk mendapatkan total biaya persediaan dan solusi optimal dalam bentuk fuzzy.

4.2 Saran

Penelitian ini hanya sebatas membahas permasalahan penentuan total biaya persediaan minimum pada persediaan dengan backorder. Penulis berharap pembaca dapat melanjutkan pembahasan mengenai metode signed distance terhadap permasalahan lain, antara lain permasalahan program linier, program non linier, dan sebagainya.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Assauri, Sofjan. 1998. Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Baroto, Teguh. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Chiang, J., J.S. Yao, dan H.M. Lee. 2005. “Fuzzy inventory with backorder defuzzification by signed distance method”. Journal of Information Science and

Engineering 21: hal. 673-694.

Hadiguna, R.A. 2009. “Model persediaan minyak sawit kasar di tangki timbun pelabuhan”. Jurnal Teknik Industri 11(2): hal 111-121.

Herjanto, Eddy. 2004. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi kedua. Jakarta: Grasindo.

Kusumadewi, Sri. 2002. Analisis dan Desain Sistem Fuzzy Menggunakan Toolbox

Matlab. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Lee, H.M., dan J.S. Yao. 1999. “Economic order quantity in fuzzy sense for inventory without backorder model”. Fuzzy Sets and Systems 105: hal. 13-31.

Lee, H.M., dan J. Chiang. 2007. ”Fuzzy production inventory based on signed distance”. Journal of Information Science and Engineering 23: hal. 1939-1953. Mulyono, Sri. 2004. Riset Operasi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Nasution, A.H. 2003. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Edisi pertama.

Surabaya: Guna Widya.

Rangkuti, Freddy. 2004. Manajemen Persediaan: Aplikasi di Bidang Bisnis. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Siagian, P. 1987. Penelitian Operasional Teori dan Praktek. Jakarta: UI Press. Subagyo, Pangestu, Marwan Asri, dan Hani Handoko. 2000. Dasar-Dasar Operations

Research. Edisi kedua. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Supranto, Johannes. 1988. Riset Operasi untuk Pengambilan Keputusan. Jakarta: UI Press.

Syed, J.K., dan L.A. Aziz. 2007. ”Fuzzy inventory model without shortages using signed distance method”. Applied Mathematics & Information Sciences: An


(50)

39

Yamit, Zulian. 2005. Manajemen Persediaan. Jakarta: Ekonisia.

Yao, J.S., dan J. Chiang. 2003. ”Inventory without backorder with fuzzy total cost and fuzzy storing cost defuzzied by centroid and signed distance”. European

Journal of Operational Research 148: hal. 401-409.

Yao, J.S., dan J.S. Su. 2008. ”Fuzzy total demand and maximum inventory with backorder based on signed distance method”. International Journal of


(1)

34

dimana

= (∆ − ∆ ) + 19200− (∆ − ∆ ) −88 ∆ + ∆ −

8(∆ − ∆ )

Untuk kasus 1: ∆ = 0,5; ∆ = 1; ∆ = 1; ∆ = 2

= ( 1) + 19200− ( 1) −88( 5) − 8( 0,5) = 123,8068

= ( 1) + 123,8043 = 5,3134

= ( 4( 5,3134) + 1) = 12,2395

Nilai ∆, = 1, 2, 3, 4 sudah sesuai dan memenuhi kondisi (3.28).

( ∗, ∗) = ( , )

,

= 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 2 + (∆ − ∆ ) +

∆ + ∆ + 2 + (∆ − ∆ )

= 0,0393[ 63,4445] + 0,0327[63,4445] + 0,0044[1200,25] = 9,8491

( ∗, ∗) = ( ∗, ∗) = ( , )

,

= − [ 4 + (∆ − ∆ ) ] − ( 4 + ∆ − ∆ ) = −0,2403[22,2536]−0,2003( 22,2536) = −9,8049

( ∗, ∗) = ( , )

, ∗

= +

= 11,7652 + 9,8043 = 21,5695


(2)

35

Maka ( ∗, ∗) = ( ∗, ∗) ( ∗, ∗) ( ∗, ∗) ( ∗, ∗) = 9,8491 −9,8049

−9,8049 21,5695 = 116,3040 > 0

Karena ( ∗, ∗) > 0, maka ∗ dan ∗ sudah optimal, sehingga total biaya persediaan adalah:

( , ) = 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 30 2 −[ 4 + ∆ − ∆ ] + 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 1200 + (∆ − ∆ ) = 2,9413[ 63,4445] + 30 24,4790−[ 22,2536] + [ 63,4445]

, +

0,3268[ 1200,25]

= 186,6093 + 222,2696 + 392,2417 = 801,1206

Untuk kasus 2: ∆ = 1; ∆ = 0,5; ∆ = 2; ∆ = 1

= (−1) + 19200− (−1) −88( 5) − 8(−0,5) = 123,7563

= (1) + 123,7563 = 5,8123

= ( 4( 5,8123 ) 1) = 12,2371

Nilai ∆, = 1, 2, 3, 4 sudah sesuai dan memenuhi kondisi (3.28).

( ∗, ∗) = ( , )

,

= 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 2 + (∆ − ∆ ) +

∆ + ∆ + 2 + (∆ − ∆ )

= 0,0393[ 63,4200] + 0,0327[63,4200] + 0,0044[1199,75] = 9,8451


(3)

36

( ∗, ∗) = ( ∗, ∗) = ( , )

,

= − [ 4 + (∆ − ∆ ) ] − ( 4 + ∆ − ∆ ) = −0,2404[22,2492]−0,2003( 22,2492) = −9,8052

( ∗, ∗) = ( , )

,

= +

= 11,7676 + 9,8062 = 21,5737

Maka ( ∗, ∗) = ( ∗, ∗) ( ∗, ∗) ( ∗, ∗) ( ∗, ∗) = 9,8451 −9,8052

−9,8052 21,5737 = 116,2533 > 0

Karena ( ∗, ∗) > 0, maka ∗ dan ∗ sudah optimal, sehingga total biaya persediaan adalah:

( , ) = 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 30 2 −[ 4 + ∆ − ∆ ] + 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 1200 + (∆ − ∆ ) = 2,9419[ 63,4200] + 30 24,474−[ 22,2492] + [ 63,4200]

, +

0,3269[ 1199,75]

= 186,5753 + 222,2280 + 392,1983 = 800,9956


(4)

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Masalah persediaan dengan adanya backorder dapat diselesaikan dengan menggunakan teori fuzzy dalam menentukan besar persediaan optimal, sehingga dapat diperoleh total biaya persediaan minimum. Penerapan dilakukan dilakukan dengan menetapkan bentuk fuzzy pada total permintaan dan jumlah persediaan sebagai fuzzy

number segitiga ke dalam total biaya persediaan. Selanjutnya, total biaya persediaan

didefuzzifikasi dengan menggunakan signed distance method untuk mendapatkan total biaya persediaan dan solusi optimal dalam bentuk fuzzy.

4.2 Saran

Penelitian ini hanya sebatas membahas permasalahan penentuan total biaya persediaan minimum pada persediaan dengan backorder. Penulis berharap pembaca dapat melanjutkan pembahasan mengenai metode signed distance terhadap permasalahan lain, antara lain permasalahan program linier, program non linier, dan sebagainya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Assauri, Sofjan. 1998. Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Baroto, Teguh. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Chiang, J., J.S. Yao, dan H.M. Lee. 2005. “Fuzzy inventory with backorder defuzzification by signed distance method”. Journal of Information Science and

Engineering 21: hal. 673-694.

Hadiguna, R.A. 2009. “Model persediaan minyak sawit kasar di tangki timbun pelabuhan”. Jurnal Teknik Industri 11(2): hal 111-121.

Herjanto, Eddy. 2004. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi kedua. Jakarta: Grasindo.

Kusumadewi, Sri. 2002. Analisis dan Desain Sistem Fuzzy Menggunakan Toolbox

Matlab. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Lee, H.M., dan J.S. Yao. 1999. “Economic order quantity in fuzzy sense for inventory without backorder model”. Fuzzy Sets and Systems 105: hal. 13-31.

Lee, H.M., dan J. Chiang. 2007. ”Fuzzy production inventory based on signed distance”. Journal of Information Science and Engineering 23: hal. 1939-1953. Mulyono, Sri. 2004. Riset Operasi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Nasution, A.H. 2003. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Edisi pertama.

Surabaya: Guna Widya.

Rangkuti, Freddy. 2004. Manajemen Persediaan: Aplikasi di Bidang Bisnis. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Siagian, P. 1987. Penelitian Operasional Teori dan Praktek. Jakarta: UI Press. Subagyo, Pangestu, Marwan Asri, dan Hani Handoko. 2000. Dasar-Dasar Operations

Research. Edisi kedua. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Supranto, Johannes. 1988. Riset Operasi untuk Pengambilan Keputusan. Jakarta: UI Press.

Syed, J.K., dan L.A. Aziz. 2007. ”Fuzzy inventory model without shortages using signed distance method”. Applied Mathematics & Information Sciences: An


(6)

39

Yamit, Zulian. 2005. Manajemen Persediaan. Jakarta: Ekonisia.

Yao, J.S., dan J. Chiang. 2003. ”Inventory without backorder with fuzzy total cost and fuzzy storing cost defuzzied by centroid and signed distance”. European

Journal of Operational Research 148: hal. 401-409.

Yao, J.S., dan J.S. Su. 2008. ”Fuzzy total demand and maximum inventory with backorder based on signed distance method”. International Journal of