analitis, artinya bahwa penelitian ini termasuk lingkup penelitian yang mengambarkan, menelaah dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan “Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi di Kantor Perum
Pegadaian Cabang Medan Utama”. Sedangkan materi penelitian diperoleh melalui pendekatan yuridis normatif
yang didukung oleh data primer dan data sekunder. “Penggunaan pendekatan yuridis normatif dimaksudkan adalah pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari
segi peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
29
2. Sumber Data
Dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Bahan hukum primer.
Sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini diantaranya adalah Undang-Undang Jaminan Fidusia serta Gadai.
2. Bahan hukum sekunder. Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-
hasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari kalangan hukum dan seterusnya, serta dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan perjanjian dengan
jaminan, khususnya tentang jaminan fidusia. 3. Bahan hukum tertier.
29
Roni Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Semarang, 1988, hal. 11.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
Bahan yang bisa memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti ensiklopedia, majalah, artikel-artikel, surat kabar dan jurnal-jurnal
hukum. Untuk mendukung penelitian ini diperlukan data penunjang, maka dilakukan
wawancara dengan pihak-pihak yang dapat dijadikan sebagai nara sumber, yaitu Kepala Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, pegawai di Kantor Wilayah
Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia Sumatera Utara serta wawancara dengan notaris di Medan.
3. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang dipergunakan di dalam penelitian ini antara lain: 1. Dokumen atau Bahan Pustaka.
Bahan pustaka dimaksud terdiri dari bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, teori-teori dan laporan-laporan yang
bertalian dengan penelitian ini. 2. Pedoman Wawancara.
Pedoman wawancara digunakan untuk memperoleh data penunjang atau sekunder. Caranya ialah menanyakan secara langsung kepada nara sumber dengan bantuan
pedoman wawancara interview quide secara mendalam yang telah tersusun dan sistematis.
4. Analisis Data
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
Setelah data primer data sekunder diperoleh, selanjutnya data tersebut diseleksi, disusun dan dianalisis secara kualitatif yaitu tanpa mempergunakan rumus-
rumus statistik. Data tersebut kemudian diterjemahkan secara logis sistematis dengan menggunakan metode deduktif dan induktif sehingga kegiatan ini diharapkan dapat
menghasilkan jawaban dan kesimpulan yang sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, serta disajikan dalam bentuk deskriptif.
BAB II KEWENANGAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK
A. Sejarah Notaris di Indonesia
Pada zaman Romawi dahulu telah dikenal seorang penulis yang tugasnya antara lain membuatkan surat-surat bagi mereka yang tidak dapat menulis. Surat-surat
yang disusunnya tidak mempunyai kekuatan hukum yang khusus, penulis-penulis itu terdiri dari orang-orang bebas dan kadang-kadang budak-budak belian, orang
menyebut mereka notariil. “Di samping itu terdapat pula orang-orang yang diserahi membuat akta dan mereka disebut tabelliones atau tabelarii, mereka tugasnya hampir
mirip dengan di Indonesia yang disebut pelaksana perkara Zaakwaarnemer.
30
Pada abad ke-11 atau ke-12 selanjutnya notaris mulai berkembang di daerah pusat perdagangan yang sangt berkuasa pada zaman itu di Italia Utara. Daerah ini
selanjutnya dikenal sebagai tempat asal notariat yang dinamakan Latijnse notariaat
30
R. Soesanto, Tugas, Kewajiban dan Hak-hak Notaris, Wakil Notaris Sementara, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta, 1982, hal. 11.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
yang tanda-tandanya tercermin dalam diri notaris yang diangkat oleh penguasa umum untuk kepentingan masyarakat umum dan menerima uang jasanya karena
kemampuannya yang memiliki keahlian untuk mempergunakan tulisan cepat di dalam menjalankan pekerjaan mereka.
31
Setelah mengalami perkembangan secara khusus tabeliones ini kemudian dipersamakan Zaakwaarnemer dari pada sebagai notaris sekarang, mereka mulai
diatur dari suatu Konstitusi pada tahun 537 oleh Kaisar Justianus, yang menempatkan mereka di bawah pengawasan pengadilan, tetapi tidak berwenang membuat akta dan
surat yang sifatnya otentik, surat mana sama halnya dengan ketetapan dari badan peradilan. Selanjutnya Tabularii adalah golongan orang-orang yang menguasai tehnik
menulis dan memberikan bantuan kepada masyarakat dalam pembuatan akta-akta. Sementara kalangan notarii adalah orang-orang yang khusus diangkat untuk
membantu penulisan di kalangan istana, lambat laun masyarakat dapat mempergunakan jasa mereka karena mempergunakan notarii dipandang lebih
terhormat dari pada tabelarii. Akhirnya pada masa Karel de Grote tabelarii dan notarii, menggabungkan diri dalam satu badan yang dinamakan Collegium. Mereka
akhirnya dipandang sebagai para pejabat yang satu-satunya membuat akta-akta baik di dalam maupun di luar Pengadilan walaupun jenis-jenis akta itu selanjutnya dapat
25
31
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Cetakan Ketiga, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1983, hal. 3.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
berupa akta otentik ataupun akta di bawah tangan.
32
Dari Italia Utara ini notaris berkembang sampai ke Perancis untuk kemudian ke Negeri Belanda.
Notaris yang dikenal hari ini di Indonesia telah ada mulai dari abad ke-17 dengan adanya Oost Ind. Compagnie di Indonesia, pada tanggal 27 Agustus 1620
yaitu beberapa bulan setelah dijadikannya Jakarta sebagai Ibukota tanggal 4 Maret 1621, Melchior Kerchem, Sekretaris dari College van Schepenen di Jakarta, diangkat
notaris pertama di Indonesia. Adalah sangat menarik perhatian cara pengangkatan notaris pada waktu itu, oleh karena berbeda dengan pengangkatan notaris sekarang
ini, di dalam akta pengangkatan Melchoir Kerchem sebagai notaris sekaligus secara singkat dimuat suatu instruksi yang menguraikan bidang pekerjaan dan
wewenangnya, yakni untuk menjalankan tugas jabatannya di Kota Jakarta untuk kepentingan publik. Kepadanya ditugaskan untuk menjalankan pekerjaannya itu
sesuai sumpah setia yang diucapkannya pada waktu pengangkatannya, dengan kewajiban untuk mendaftarkan semua dokumen dan akta yang dibuatnya, sesuai
dengan bunyinya instruksi itu, sejak pengangkatan Melchior Kerchem, jumlah notaris semakin bertambah jumlahnya. Lima tahun kemudian, yakni pada tanggal 16 Juni
1625, setelah jabatan notaris public dipisahkan dari jabatan Secretarius van de gerechte dengan Surat Keputusan Gubernur Jenderal tanggal 12 Nopember 1620,
maka dikeluarkanlah Instruksi pertama untuk para notaris di Indonesia, yang hanya berisikan 10 Pasal, diantaranya ketentuan bahwa para notaris terlebih dahulu diuji dan
diambil sumpahnya. Baru dalam tahun 1860 pemerintah Belanda pada waktu itu
32
Ibid, hal. 3-10
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
menganggap telah tiba waktunya untuk sedapat mungkin menyesuaikan peraturan- peraturan mengenai jabatan notaris di Indonesia dengan yang berlaku di Negeri
Belanda dan karenanya sebagai pengganti dari peraturan-peraturan yang lama diundangkanlah Peraturan Jabatan Notaris Notaris Reglement yang dikenal
sekarang ini pada tanggal 1 Juli 1860 Stb.No. 3 mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1860, sebagai peletak dasar yang kuat bagi pelembagaan notaris di Indonesia. Setelah
menunggu sekian lama, akhirnya diundangkanlah Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
B. Kewenangan Notaris dalam Pembuatan Akta Otentik
Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris telah mengatur pengertian dari Notaris yaitu : Notaris adalah pejabat umum
yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud undang-undang ini.
Disinilah letaknya arti yang penting dari profesi notaris bahwa ia karena undang-undang diberi wewenang menciptakan alat pembuktikan yang mutlak dalam
pembuktian bahwa apa yang tersebut dalam akta otentik pada pokoknya dianggap benar. Hal ini sangat penting untuk mereka yang membutuhkan alat pembuktian
untuk suatu keperluan, baik untuk pribadi maupun untuk kepentingan suatu usaha. Begitu pula halnya dengan perjanjian kredit angsuran sistem fidusia pada
Perum Pegadaian, notaris mempunyai kewenangan dalam membuat perjanjian kredit
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
angsuran sistem fidusia. Namun, mengenai isi perjanjian tersebut tetap didominasi kepentingan Perum Pegadaian selaku kreditur. Hal itu terjadi disebabkan pihak Perum
Pegadaian tidak mau rugi dan kehilangan dana yang akan dan atau telah diberikan kepada pihak debitur. Namun begitu, umumnya debitur menerima keinginan-
keinginan dari pihak Perum Pegadaian, hal itu disebabkan karena kebutuhan akan dana yang cukup dan proses pencairan dana kredit cepat.
Notaris sebagai satu-satunya pejabat yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan, sepanjang pembuatan
akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Dengan perkataan lain, wewenang notaris bersifat umum
regel sedangkan wewenang para pejabat lain adalah pengecualian. Jadi di dalam suatu perundang-undangan untuk sesuatu perbuatan hukum diharuskan adanya akta
otentik terkecuali oleh undang-undang tersebut dinyatakan secara tegas bahwa selain notaris, pejabat umum lainnya juga turut berwenang untuk pembuatan suatu akta
tertentu. Adapun akta-akta yang pembuatannya juga ditugaskan kepada pejabat lain
atau oleh undang-undang dikecualikan pembuatannya kepadanya, antara lain : 1.
Akta pengakuan anak di luar kawin Pasal 281 KUHPerdata; 2.
Berita Acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotek Pasal 1227 KUHPerdata;
3. Berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi Pasal
1405 dan Pasal 1406 KUHPerdata; 4.
Akta protes wesel dan cek Pasal 143 dan Pasal 218 KUHD. 5.
Akta catatan sipil Pasal 4 KUHPerdata.
33
33
R. Soegono Notodisoerjo, Op. Cit, hal. 53.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
Untuk pembuatan akta-akta yang dimaksud pada angka 1 sampai 4 notaris berwenang membuatnya bersama-sama dengan pejabat lain turut berwenang
membuatnya sedangkan yang disebut pada angka 5 notaris tidak berwenang untuk membuatnya tetapi hanya oleh pegawai kantor catatan sipil.
Selain membuat akta-akta otentik, notaris juga ditugaskan untuk melakukan pendaftaran dan mensahkan Waarmerken dan legaliseren. Wewenang notaris
lainnya adalah memberikan nasehat hukum dan penjelasan, petunjuk kepada para penghadap tentang hal-hal yang dapat dilakukan atau yang dilarang berhubungan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal kewenangan utama notaris adalah untuk membuat akta otentik,
maka otensitas dari akta notaris tersebut bersumber dari Pasal 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dimana notaris dijadikan sebagai
Pejabat Umum Openbaar Ambtenaar sehingga dengan demikian akta yang dibuat oleh notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta otentik seperti yang
dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata yaitu suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau
dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk ditempat dimana akta itu dibuatnya.
Sepanjang mengenai wewenang yang harus dipunyai oleh pejabat umum untuk membuat suatu akta otentik, seorang notaris hanya boleh melakukan atau
menjalankan jabatannya di dalam seluruh daerah yang ditentukan baginya dan hanya di dalam daerah hukum itu ia berwenang.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
Untuk itu, wewenang notaris meliputi 4 hal, yaitu : 1.
Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat itu, seperti telah dikemukakan di atas, tidak setiap pejabat umum dapat
membuat semua akta, akan tetapi seorang pejabat umum hanya dapat membuat akta-akta tertentu yaitu yang ditugaskan atau dikecualikan
kepadanya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk
kepentingan siapa akta itu dibuat notaris tidak berwenang untuk membuat akta untuk kepentingan setiap orang. Misalnya ditentukan bahwa notaris
tidak diperbolehkan membuat akta di dalam mana notaris sendiri, isterinya, keluarga sedarah atau keluarga semenda dari notaris itu dalam
garis lurus tanpa pembatasan derajat dan dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, baik secara pribadi maupun melalui kuasa, menjadi
pihak. Maksud dan tujuan dari ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya tindakan memihak dan penyalahgunaan jabatan.
3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu
dibuat; bagi setiap notaris ditentukan daerah hukumnya daerah jabatannya dan hanya di dalam daerah yang ditentukan baginya itu ia
berwenang untuk membuat akta otentik. Akta yang dibuatnya di luar daerah jabatannya adalah tidak sah.
4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta.
Notaris tidak boleh membuat akta selama ia masih cuti atau dipecat dari jabatannya sebelum diambil sumpahnya.
34
Apabila salah satu dari persyaratan di atas tidak dipenuhi, maka akta yang dibuatnya menjadi tidak otentik dan hanya mempunyai kekuatan seperti akta yang
dibuat di bawah tangan, apabila akta ini ditandatangani oleh para penghadap, kecuali dalam keadaan darurat, seperti pembuatan akta wasiat di atas kapal dan jika seseorang
dalam keadaan sekarat. Demikian juga halnya, apabila oleh undang-undang disebutkan untuk suatu
perbuatan atau perjanjian atau ketetapan diharuskan dengan adanya akta otentik, dan
34
G.H.S. Lumban Tobing, Op. Cit, hal 43-50.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
jika salah satu dari persyaratan di atas tidak dipenuhi, maka akta untuk perbuatan atau perjanjian atau ketetapan itu menjadi tidak sah.
Tindakan notaris tersebut bukanlah bertentangan dengan apa yang telah digariskan dalam peraturan tersebut namun hal ini harus disesuaikan dengan kondisi
yang dihadapi notaris saat itu, tentunya dengan segala bukti-bukti yang ada dihadapannya. Bila Notaris berpendapat bahwa terdapat alasan yang mendasar untuk
menolak maka hal tersebut ia diberitahukan secara tertulis kepada yang meminta bantuannya itu atau pihak penghadap.
Namun apabila si penghadap tetap menghendaki bantuan dari notaris tersebut, pihak penghadap dapat mengajukan tuntutannya kepada Hakim Perdata, dengan
menyampaikan surat dari notaris tersebut yang telah diserahkan kepada yang bersangkutan. “Tugas notaris berdasarkan kepercayaan yang besar yang diberikan
oleh pemerintah”.
35
Dimana kepercayaan tersebut harus dihormati oleh masing- masing pihak, kalau tidak dapat menimbulkan akibat yang buruk.
Larangan untuk menolak pembuatan akta disebabkan karena pengangkatan notaris oleh pemerintah itu diperuntukkan bagi kepentingan umum sehingga jabatan
notaris ini merupakan kewajiban jabatan Ambisplihten berdasarkan undang-undang. Adakalanya notaris dapat menolak pembuatan akta dalam hal :
1. Apabila diminta kepada notaris dibuatkan berita acara untuk keperluan
atau maksud reklame.
35
Effendi Perangin-angin, Teknik Pembuatan Akta I, Jakarta, 1979, hal 5.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
2. Apabila notaris mengetahui bahwa akta yang dikehendaki oleh para pihak
itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kenyataan yang sebenarnya.
36
Pada pokoknya akta-akta notaris itu diperbuat dalam lapangan hubungan hukum privat khususnya bila dikaitkan dengan pengurusan piutang negara tidak lepas
dari lapangan, hubungan hukum perjanjian, yang bila dikaji maka akan terdapat golongan besar akta yang bisa dibuat oleh notaris, yaitu :
1. Golongan akta perjanjian yang dibuat berdasarkan aturan yang terdapat di
dalam KUHPerdata, seperti : a.
Jual beli b.
Sewa menyewa c.
Tukar menukar d.
Pinjam meminjam baranguang e.
Perjanjian kerja f.
Kongsi g.
Pemberian kuasa h.
Hibah i.
Dan lain sebagainya 2.
Golongan akta perjanjian yang dibuat berdasarkan aturan yang terdapat di luar atau tidak diatur dalam KUHPerdata tetapi dikenal dalam praktek,
seperti : a.
Leasing b.
Beli sewa c.
Kontrak rahim d.
Franchise e.
Dan lain sebagainya.
37
Selanjutnya dalam Pasal 15 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004,
kewenangan lainnya yang dimaksud undang-undang tersebut dijabarkan mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan. Berkaitan dengan peranannya sebagai
36
Chairari Bustami, Tesis Aspek-aspek Hukum yang Terkait Dalam Akta Perikatan Jual Beli yang Dibuat Notaris Dalam Kota Medan, Medan, 2002, hal 91.
37
Salim HS, Op. Cit., hal. 13.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
pejabat umum tersebut maka selanjutnya notaris dalam kapasitas tugasnya yang terjabar pada Pasal 15 ayat 2 berwenang untuk :
a. Menyerahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah
tangan dengan mendaftarkan dalam buku khusus; b.
Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftarkan dalam buku khusus;
c. Membuat copy dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat
uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d.
Melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya; e.
Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f.
Membuat akta yang berkaitan dengan pertambahan; atau g.
Membuat akta risalah lelang. Pada prinsipnya yang terutama pembuatan akta dalam proses perjanjian
kredit, biasanya perjanjian kredit ada yang dibuat khusus oleh bank berdasarkan kebijaksanaanmanajemen bank itu berupa akta di bawah tangan akan tetapi
umumnya adalah dengan menggunakan akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris.
Proses perjanjian kredit tersebut yang terpenting pada persoalan pengikat jaminan kredit. Pegadaian harus sangat hati-hati dalam mengikat jaminan milik
nasabah tersebut. Sedemikian pentingnya jaminan kredit tersebut sehingga dibutuhkan suatu pembahasan tersendiri karena demikian banyak akta-akta notaris
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
yang dapat dibuat dari berbagai jenis pengikatnya jaminan kredit tersebut, yang akhirnya terkait dengan sistem pengurusan piutang dan lelang negara.
Jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu zekerheid atau cautie, yang secara umum mencakup cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya
tagihannya, di samping pertanggung jawab umum debitur terhadap barang- barangnya. Selain istilah jaminan, dikenal juga dengan agunan.
38
Berdasarkan Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, tentang Perbankan berbunyi : Kredit yang diberikan oleh Bank mengandung risiko,
sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam
arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor yang harus
diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap
watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitur. Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian kredit, maka apabila
berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan hutangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek
atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat yaitu tanah yang bukti
kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang tidak
berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan “Agunan Tambahan”.
39
Tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk yang dijadikan agunan tersebut dengan ketentuan tidak tersangkut sengketa. Surat tidak sengketa tersebut
dimintakan kepada lurahcamat dimana tanah itu berada. Dari penjabaran Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tersebut, dapat dibedakan jaminan menjadi 2 dua macam, yaitu :
38
Ibid., hal. 21.
39
Johannes Ibrahim, Op. Cit.,hal. 73-74.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
1. Jaminan materiil kebendaan, yaitu jaminan kebendaan; dan
2. Jaminan immateriil perorangan, yaitu jaminan perorangan.
40
Perjanjian jaminan kebendaan, mempunyai ciri-ciri kebendaan dalam arti jaminan kebendaan memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan
mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda bersangkutan, perjanjian ini dapat dibedakan menjadi 2 dua macam yaitu :
a. Perjanjian pokok, merupakan perjanjian untuk mendapatkan fasilitas dari
lembaga perbankan atau lembaga keuangan non bank. b.
Pejanjian accesoir, merupakan perjanjian yang bersifat tambahan dan dikaitkan dengan perjanjian pokok, contoh perjanjian pembebanan jaminan
seperti perjanjian gadai, tanggungan, dan fidusia.
41
Perjanjian jaminan perorangan merupakan perjanjian yang menjaminkan harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan perikatan yang
bersangkutan
42
contohnya borgh, tanggung-menanggung, perjanjian garansi
43
tidak memberikan hak mendahului.
Adanya jenis-jenis perjanjian kebendaan, berupa perjanjian pokok di atas dan perjanjian tambahan serta perjanjian yang biasa dikenal juga dengan akta
pengikatanpembebanan jaminan, baik dibawah tangan biasanya dilakukan pada lembaga pegadaian, yang apabila debitur wanprestasi pelelangan barang dilakukan
40
Salim HS, Op,. Cit, hal. 23
41
Ibid, hal . 29-30
42
Ibid, hal . 23
43
Ibid, hal . 25
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
kantor pegadaian tersebut cukup dengan dibantu dua orang makelar sebagai perantara pelelangan. Akan tetapi pada lembaga bank biasanya yang berbentuk akta otentik
44
Perjanjian kredit yang telah disepakati mewajibkan dilampirkannya jaminan, dalam hal demikian maka kita dapat melihat berbagai peran notaris sebagai pejabat
yang dipercaya juga untuk mengatur pengikatan jaminan, selain pembuatan akta perjanjian kredit. Dalam praktek jabatan notaris, selain notaris juga ada dikenal
notaris, yang kewenangannya berbeda dari notaris biasa, notaris tersebut tidak hanya sekedar notaris tetapi juga pejabat yang diberi kewenangan membuat proses akta
dalam bidang pertanahan dan kalau ditinjau lebih dalam justru notaris inilah yang lebih luas peranannya karena ada jenis-jenis akta yang hanya dibuat oleh notaris.
Notaris maksudnya adalah notaris yang disumpah oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Ham dan lingkup kerjanya sesuai kedudukannya yang
meliputi wilayah jabatan dalam propinsi di kota dimana ia ditugaskan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004. Menurut PP RI Nomor 37 Tahun 1998
tentang Peraturan Pembuat Akta Tanah Pasal 1 yaitu pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu
mengenai hak tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, perbuatan hukum dimaksud mengenai :
a. Jual beli;
b. Tukar menukar;
c. Hibah;
d. Pemasukan ke dalam perusahaan inbreng;
e. Pembagian hak bersama;
f. Pemberian hak guna bangunanhak pakai atas tanah hak milik;
44
Ibid, hal . 25
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
g. Pemberian hak tanggungan;
h. Pemberian kuasa membebankan hak tanggungan.
45
Jadi dalam lapangan hukum berkaitan dengan akta-akta pertanahan secara konkrit telah dipaparkan sebagaimana point a-h tersebut ada klasifikasi menyebabkan
notaris berwenang dalam suatu akta sedangkan akta-akta khusus pertanahan harus PPAT dan pilihan tersebut tergantung jaminan yang dimiliki nasabah yang kemudian
dituangkan dalam bentuk pengikatan akta jaminan. Surat mana dapat dibuat oleh notaris atau PPAT karena 2 dua alasan yaitu
alasan subjektif dan alasan objektif. Alasan subjektif yaitu : 1.
Pemberian hak tanggungan tidak dapat hadir sendiri dihadapan notaris atau PPAT untuk membuat Hak Tanggungan;
2. Prosedur pembebanan hak tanggungan panjanglama;
3. Biaya pembuatan hak tanggungan cukup tinggi;
4. Kredit yang diberikan jangka pendek;
5. Kredit yang diberikan tidak besarkecil;
6. Debitur sangat dipercayabonafide.
46
Adapun yang menjadi alasan objektif ialah : 1.
Sertifikat belum diterbitkan, atau sedang pengurusan di BPN; 2.
Balik nama atas tanah pemberi hak tanggungan belum dilakukan, umpamanya masih terdaftar atas nama pewaris;
3. Pemecahanpenggabungan tanah belum selesai dilakukan atas nama pemberi hak
tanggungan, umpamanya yang dibeli satu kapling dari sekian banyak kapling. 4.
Royapencoretan belum dilakukan karena masih ada tertera hak tanggungan.
45
www.Hukumonline.com , Notaris-PPAT.
46
Mariam Darus Badrulzaman, Op. Cit., hal. 148.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
Proses pendaftaranpembuatan sertifikat hak tanggungan di Kantor Badan Pertanahan dari SKMHT ini berlaku maksimal 1 satu bulan untuk sertifikat
tanahbangunan yang sudah terdaftar atas nama debitur sendiri. Dalam maksimal 3 tiga bulan untuk sertifikat tanahbangunan yang belum terdaftar atas nama debitur
itu, jadi bentuk akta otentik yang dilampirkan sementara adalah : a.
Akta Pengikatan Jual Beli; b.
Akta Kuasa, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Akta Pengikatan Jual Beli tersebut;
c. Akta PengoperanPengalihan Hak dengan Ganti Rugi PHGR sebagai
bentuk akta apabila tanahbangunan tersebut masih merupakan tanah yang belum ada status haknya, belum terdaftarmasih berstatus tanah hak milik
negara. Dengan bentuk ketiga akta otentik tersebut dibuat SKMHT oleh Notaris dan atau PPAT dari SKMHT mana selanjutnya sesuai jangka
waktu dibuat APHT, disinilah tampak satu peran notaris tersebut dalam sistem pengurusan piutang negara.
d. Pengikatan jaminan dalam bentuk akta jaminan fidusia. Pengikatan
jaminan fidusia ini sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 UUJF,
47
Objek jaminan berupa : 1.
benda bergerak, antara lain : mobil kendaraan roda empat, kendaraan roda dua, truk, mesin-mesin, stok barang dagangan, stok bahan baku, barang
setengah jadi dan siap pakai, inventaris perusahaan, meubel, minuman kaleng dan minuman botol serta benda yang akan ada, dalam praktik lazimnya seperti
47
Ibid, hal. 148.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
barang inventaris atau barang persediaanbahan baku yang akan diadakan kemudian.
48
2. benda tidak bergerak dimaksudkan adalah bangunan yang tidak dapat
dibebani hak tanggungan, contohnya Rumah Susun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun yang berdiri di
atas tanah Hak Milik orang lain.
49
e. Pengikatan jaminan dalam bentuk hipotek maka akta yang dibutuhkan
adalah akta hipotek. Contoh jaminan kebendaan yang menggunakan akta hipotek terkait
dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang pelayaran, stb. 1934-78 dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1985 adalah Kapal
yang akan dibebani hipotik atas kapal berukuran 20 meter kubik atau lebih, kapal tersebut pemiliknya adalah warga negara Indonesia dan telah
terdaftar di Kantor Syah Bandar. Sedangkan menurut Undang-Undang Penerbangan Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan, Pasal 12
dinyatakan, objek tersebut termasuk pesawat udara dan helikopter, mempunyai tanda pendaftaran dan kebangsaan Indonesia.
f. Pengikatan jaminan dalam bentuk borghtocht maka akan dibuat akta
borghtocht. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUH Perdata.
50
48
Tan Kamelo, Op. Cit., hal. 10.
49
Ibid, hal. 10.
50
Johannes Ibrahim, Op. Cit, hal. 87
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
g. Pengikatan jaminan yang menjadi tanggung jawab beberapa orang dapat
dibuat akta pengikatan berbentuk akta tanggung-menanggung. h.
Pengikatan jaminan berupa kepercayaan trust terhadap orang-orang tertentu maka akta pengikatan jaminan dalam bentuk akta perjanjian
garansi. i.
Pengikatan jaminan dalam bentuk Cessie Piutang Pada dasarnya cessie bukanlah merupakan lembaga jaminan seperti
halnya dengan hipotik, gadai, dan fidusia. Dalam praktik perbankan, cessie digunakan untuk memperjanjikan pengalihan suatu piutang atau
tagihan yang dijadikan jaminan suatu kredit karena adanya suatu sebab- sebab lain.
51
Yang dimaksud sebab-sebab lain adalah hal-hal lain selain yang dirinci pada ayat ini, misalnya dalam hal terjadi pengambilan atau penggabungan perusahaan
sehingga menyebabkan beralihnya piutang perusahaan semula kepada perusahaan yang baru. Karena beralihnya Hak Tanggungan yang diatur dalam ketentuan ini
terjadi karena hukum, hal tersebut tidak perlu dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Pencatatan beralihnya Hak Tanggungan ini cukup dilakukan
berdasarkan akta yang membuktikan beralihnya piutang yang dijamin kepada kreditur yang baru.
52
Jadi pembuktian akta cessie piutang ini juga jelas dapat menjadi kewenangan notaris dalam hal ini pada praktek perbankan biasanya berupa barang jaminan
berbentuk kiosruko yang disewakan di PlazaMal, kiosruko yang masih dalam keadaan masa sewa inilah yang dijadikan jaminan, sehingga timbulnya kemungkinan
51
Ibid, hal. 99
52
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, hal 85-86.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
keterlibatan pihak ketiga menyebabkan pengikatan dalam bentuk cessie masih dipergunakan dalam praktek oleh sebagian perbankan.
BAB III BENDA-BENDA YANG DAPAT DIJADIKAN JAMINAN
KREDIT FIDUSIA
A. Pengertian Jaminan Fidusia
Fidusia berasal dari kata “fides” yang artinya kepercayaan. Sesuai dengan arti kata ini, maka hubungan hukum antara debitur pemberi fidusia dan kreditur
penerima fidusia merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan.
53
53
Mustafa Siregar, Op.Cit., hal.9.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
Dalam Pasal 1 butir 1 UUJF telah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Fidusia adalah “pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan
dengan ketentuan bahwa benda yang kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.”
Sedangkan pengertian Jaminan Fidusia menurut UUJF Pasal 1 butir 2 adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud
dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya.
Dengan demikian, bahwa dari pengertian di atas ada beberapa prinsip utama dari Jaminan Fidusia menurut Munir Fuady, antara lain :
1. Bahwa secara rill, pemegang fidusia hanya berfungsi sebagai pemegang
jaminan saja, bukan sebagai pemilik yang sebenarnya. 2.
Hak pemegang fidusia untuk mengeksekusi barang jaminan baru ada jika ada wanprestasi dari pihak debitur.
3. Apabila hutang sudah dilunasi, maka objek Jaminan Fidusia harus
dikembalikan kepada pihak pemberi fidusia. 4.
Jika hasil penjualan eksekusi barang fidusia melebihi jumlah hutangnya, maka sisa hasil penjualan harus dikembalikan kepada pemberi fidusia.
54
Berdasarkan pengertian Jaminan Fidusia di atas maka hak jaminan berupa objek yang dapat dibebani secara Fidusia adalah benda bergerak baik berwujud
maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-
42
54
Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Cetakan Kedua Revisi, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung, 2003, hal.4.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia.
B. Asas-asas Jaminan Fidusia
Secara umum ada beberapa asas yang berlaku bagi Hak Jaminan, baik Gadai, Fidusia, Hak Tanggungan dan Hipotik. Menurut Sutan Remy Sjahdeni, asas-asas
tersebut adalah : 1.
Hak Jaminan memberikan kedudukan yang didahulukan bagi Kreditur Pemegang Hak Jaminan terhadap para Kreditur lainnya.
2. Hak Jaminan merupakan hak accesoir terhadap perjanjian pokok yang
dijamin tersebut. Perjanjian pokok yang dijamin itu ialah perjanjian utang- piutang antara Kreditur dan debitur. Artinya, apabila perjanjian pokoknya
berakhir, maka perjanjian Hak Jaminan demi hukum berakhir pula.
3. Hak Jaminan memberikan hak separatis bagi Kreditur pemegang Hak
Jaminan itu. Artinya, benda yang dibebani dengan Hak Jaminan itu bukan merupakan harta pailit dalam hal Debitur dinyatakan pailit oleh
pengadilan.
4. Hak Jaminan merupakan hak kebendaan. Artinya, Hak Jaminan itu akan
selalu melekat di atas benda tersebut atau selalu mengikuti benda tersebut kepada siapapun juga benda beralih kepemilikannya. Sifat
kebendaan dari Hak Jaminan diatur dalam pasal 528 KUHPerdata.
5. Kreditur pemegang Hak Jaminan mempunyai kewenangan penuh untuk
melakukan eksekusi atas Hak Jaminannya. Artinya, Kreditur pemegang Hak Jaminan itu berwenang untuk menjual sendiri, baik berdasarkan
penetapan pengadilan maupun berdasarkan kekuasaan yang diberikan undang-undang, benda yang dibebani dengan Hak Jaminan tersebut dan
mengambil hasil penjualan tersebut untuk melunasi piutangnya kepada Debitur.
6. Karena Hak Jaminan merupakan hak kebendaan, maka Hak Jaminan
berlaku bagi pihak ketiga. Oleh karena Hak Jaminan berlaku bagi pihak ketiga, maka terhadap Hak Jaminan berlaku asas publisitas. Artinya, Hak
Jaminan tersebut harus didaftarkan di kantor pendaftaran Hak Jaminan
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
yang bersangkutan. Asas publisitas tersebut dikecualikan bagi Hak Jaminan Gadai.
55
Sementara asas Jaminan Fidusia itu sendiri menurut Tan Kamelo berdasarkan UUJF, antara lain :
1. Bahwa kreditur penerima Fidusia berkedudukan sebagai kreditur yang
diutamakan dari kreditur-kreditur lainnya. 2.
Bahwa Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam tangan siapa pun benda tersebut berada droit de
suite atau zaaksgevolg.
3. Bahwa Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan yang lain disebut
asas asesoritas. 4.
Bahwa Jaminan Fidusia dapat diletakkan atas hutang yang baru akan ada kontinjen.
5. Bahwa Jaminan Fidusia dapat dibebankan terhadap benda yang akan ada.
6. Bahwa Jaminan Fidusia dapat dibebankan terhadap bangunanrumah yang
terdapat di atas tanah milik orang lain. 7.
Bahwa Jaminan Fidusia berisikan uraian secara detail terhadap subjek dan objek Jaminan Fidusia.
8. Bahwa pemberian Jaminan Fidusia harus orang yang memiliki
kewenangan hukum atas objek Jaminan Fidusia. 9.
Bahwa Jaminan Fidusia harus didaftarkan ke kantor pendaftaran Fidusia. 10.
Bahwa benda yang dijadikan objek Jaminan Fidusia tidak dapat dimiliki oleh kreditur penerima Jaminan Fidusia sekalipun itu diperjanjikan.
11. Bahwa Jaminan Fidusia memberikan hak prioritas kepada kreditur
penerima Fidusia yang terlebih dahulu mendaftarkan ke kantor pendaftaran Fidusia daripada kreditur yang mendaftarkan kemudian.
12. Bahwa pemberi Jaminan Fidusia yang tetap menguasai benda jaminan
harus mempunyai itikad baik. 13.
Bahwa Jaminan Fidusia mudah dieksekusi.
56
Sedangkan menurut M. Yahya Harahap yang dikutip oleh H.P. Penggabean mengenai asas Jaminan Fidusia itu antara lain, yaitu :
1. Asas spesialitas fixed loan. Benda objek Jaminan Fidusia sebagai agunan
bagi pelunasan hutang tertentu. Dengan demikian harus jelas tertentu
55
Sutan Remy Sjahdeini, Hak Jaminan Dan Kepailitan, Makalah yang disampaikan dalam Sosialisasi Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Jakarta, 9-10 Mei 2000,
hal. 7.
56
Tan Kamelo, Op. Cit., hal. 159-170.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
benda objek Jaminan Fidusia serta harus pasti jumlah hutang Debitur atau dapat dipastikan jumlahnya.
2. Asas asesor. Jaminan Fidusia adalah perjanjian ikutan dari perjanjian
pokok yakni perjanjian hutang. Dengan demikian keabsahan perjanjian pokok dan penghapusan benda objek Jaminan Fidusia tergantung pada
penghapusan perjanjian pokok.
3. Asas hak preferen memberi kedudukan hak yang didahulukan kepada
penerima Fidusia kreditur terhadap kreditur lainnya. Kualitas hak didahulukan penerima Fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan
atau likuidasi.
4. Yang dapat memberikan Fidusia harus pemilik benda jika benda itu milik
pihak ketiga, maka pengikatan Jaminan Fidusia tidak boleh dengan kuasa substitusi, tetap harus langsung pemilik pihak ke tiga yang bersangkutan.
5. Dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima atau kepada kuasa atau
wakil penerima Fidusia. Ketentuan ini dimaksudkan dalam rangka pembiayaan kredit konsorsium.
6. Larangan melakukan Fidusia ulang terhadap benda objek Jaminan Fidusia
yang sudah terdaftar. Apabila objek Jaminan Fidusia sudah terdaftar, berarti menurut hukum objek Jaminan Fidusia telah beralih kepada
penerima Fidusia. Oleh karena itu, pemberian Fidusia ulang merugikan kepentingan penerima Fidusia.
7. Asas Droit De Suite. Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang jadi
objek Jaminan Fidusia dalam tangan siapa pun benda itu berada, kecuali keberadaannya berdasarkan penglihatan hak atas piutang cessie, dengan
demikian hak atas Jaminan Fidusia merupakan hak kebendaan mutlak in rem.
57
Dengan demikian, dari apa yang telah disampaikan di atas, maka jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian pokok yakni perjanjian hutang
piutang dan hal ini juga sebagaimana yang disebutkan di dalam Pasal 4 UUJF yaitu “Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang
menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi”. Perjanjian yang dapat menimbulkan hutang-piutang dapat berupa perjanjian pinjam meminjam
maupun perjanjian lainnya.
57
H.P.Penggabean, Efektifitas Penegakan Hukum Terhadap Lembaga Fidusia Masalah Law Enforcement Terhadap UU No. 42 Tahun 1999, Makalah yang disampaikan dalam acara Up Grading
And Refreshing Course, Bandung, 27 Mei 2000, hal.25.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
Berkaitan dengan asas dari Jaminan Fidusia tersebut, bahwa objek Jaminan Fidusia mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya jika debitur cidera janji. Menurut
Bachtiar Sibarani, bahwa eksekusi Jaminan Fidusia berdasarkan Pasal 29 UUJF hanya mengenal dua cara eksekusi meskipun perumusannya seakan-akan menganut
tiga cara yakni : 1.
Melaksanakan titel eksekusi dengan menjual objek Jaminan Fidusia melalui lelang atas kekuasaan penerima Fidusia sendiri dengan
menggunakan parate eksekusi.
2. Menjual objek Jaminan Fidusia secara di bawah tangan atas dasar
kesepakatan pemberi dan penerima Fidusia.
58
Sementara menurut Tan Kamelo bahwa, kemudahan pelaksanaan eksekusi dilakukan dengan mencantumkan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa” pada sertifikat Jaminan Fidusia. Dengan titel eksekutorial ini menimbulkan konsekuensi yuridis bahwa Jaminan Fidusia
mempunyai kekuatan yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dan selain melalui titel eksekutorial, dapat
juga dilakukan dengan cara melelang secara umum dan di bawah tangan.
59
C. Objek Jaminan Fidusia
Adapun yang dimaksud dengan subjek dari Jaminan Fidusia adalah mereka yang mengikatkan diri dalam perjanjian Jaminan Fidusia, yang dalam hal ini terdiri
atas pemberi dan penerima fidusia. Antara objek Jaminan Fidusia dan subjek Jaminan Fidusia mempunyai kaitan yang erat, oleh karena benda-benda yang menjadi objek
Jaminan Fidusia menurut Munir Fuady, yaitu : 1.
Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum 2.
Dapat atas benda berwujud.
58
Bachtiar Sibarani, Aspek Hukum Eksekusi Jaminan Fidusia, Makalah yang disampaikan pada seminar Sosialisasi Undang-undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, Jakarta, 9-10
Mei 2000, hal. 21.
59
Tan Kamelo, Op.Cit., hal. 170.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
3. Dapat juga atas benda tidak berwujud, termasuk piutang
4. Benda bergerak
5. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hak tanggungan
6. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hiopotek.
7. Baik atas benda yang sudah ada, maupun terhadap benda yang akan
diperoleh kemudian. Dalam hal benda yang akan diperoleh kemudian, tidak diperlukan suatu akta pembebanan fidusia tersendiri.
8. Dapat atas satuan jenis benda.
9. Dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda.
10. Termasuk hasil dari benda yang telah menjadi objek fidusia.
11. Termasuk juga hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi objek
jaminan fidusia. 12.
Benda persediaan inventory, stock perdagangan dapat juga menjadi objek jaminan fidusia.
60
Sementara menurut H. Salim HS, berdasarkan UUJF No. 42 Tahun 1999 tersebut, objek Jaminan Fidusia dibagi 2 dua macam yaitu :
1. Benda bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan,
2. Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani Hak
Tanggungan. Yang dimaksud dengan bangunan yang tidak di sini dalam kaitannya dengan
bangunan rumah susun, sebagaimana yang diatur di dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.
61
Sedangkan menurut J. Sartio, bahwa yang menjadi objek Jaminan Fidusia
adalah : 1.
Benda bergerak. 2.
Benda tidak bergerak. 3.
Khususnya yang berupa bangunan yang tidak bisa dibebani dengan hak tanggungan.
4. Dan harus bisa dimiliki dan dialihkan.
62
60
Munir Fuady, Op.Cit., hal.23.
61
H.Salim HS, Op. Cit., hal.64.
62
J.Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal.179.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
Berdasarkan uraian tentang objek jaminan fidusia di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa objek jaminan fidusia dengan objek jaminan pada gadai ada
perbedaannya. Untuk melihat perbedaan tersebut, perlu diuraikan tentang benda menurut KUHPerdata sebagai berikut :
A. Menurut Pasal 503 KUH Perdata benda itu dapat dibagi dalam :
A.1. Benda yang berwujud, ialah segala sesuatu yang dapat diraba oleh panca indera, seperti : rumah, mobil, buku.
A.2. Benda yang tak berwujud, ialah segala macam hak, seperti : hak cipta, hak merek perdagangan.
B. Menurut Pasal 504 KUH Perdata benda itu dapat juga dibagi atas :
B.1. Benda bergerak, dapat dibagi menjadi : B.1.1. Benda bergerak menurut sifatnya ialah benda yang dapat dipindahkan
Pasal 509 KUH Perdata, seperti : kursi, meja, buku. B.1.2. Benda bergerak menurut ketentuan undang-undang ialah hak-hak
yang melekat atas benda bergerak Pasal 511 KUH Perdata, seperti : hak memungut hasil atas benda bergerak, saham-saham perusahaan,
piutang-piutang. B.2. Benda tidak bergerak, dapat dibagi menjadi :
B.2.1. Benda tidak bergerak menurut sifatnya ialah benda yang tidak dapat dipindah-pindahkan Pasal 506 KUH Perdata, seperti : tanah dan
segala yang melekat diatasnya, rumah, gedung, pepohonan.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
B.2.2. Benda tidak bergerak karena tujuannya ialah benda yang dilekatkan pada benda tidak bergerak sebagai benda pokok untuk tujuan tertentu
Pasal 507 KUH Perdata, seperti : mesin-mesin yang dipasang di suatu pabrik.
B.2.3. Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang ialah hak-hak yang melekat atas benda tidak bergerak Pasal 508 KUH Perdata,
seperti : hipotik, hak memungut hasil atas benda tidak bergerak. Untuk masing-masing kelompok benda tersebut KUH Perdata telah
memberikan lembaga jaminannya sendiri-sendiri, yaitu untuk barang bergerak disebut dengan gadai, sedangkan untuk benda tetap disebut dengan hipotik.
Dalam Pasal 1150 jo. Pasal 1152 KUH Perdata menyatakan, yang dapat dijadikan objek dari hak gadai ialah semua benda bergerak. Selanjutnya Pasal 1167
KUH Perdata mempertegas lagi dengan menyatakan, bahwa barang-barang bergerak tidak dapat dihipotikkan.
Konsekwensi pembagian benda seperti tersebut di atas dikemudian hari tidak diikuti secara konsekwen, karena kita pernah mengenal lembaga jaminan benda
bergerak yang disebut oogstverband dan untuk benda tetap yang disebut credietverband. Bahkan, sekarang kita mengenal lembaga jaminan untuk persil
berupa hak tanggungan dan fidusia untuk benda bergerak.
63
Dengan adanya penyebutan secara khusus dan berturut-turut dalam Pasal 1152 ayat 1 KUH Perdata tentang hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang-
piutang atas bawatunjuk, dapat dikatakan bahwa gadai dapat diletakkan, baik atas barang-barang bergerak bertubuh berwujud maupun yang tidak bertubuh. Juga di
63
J.Satrio, Op.Cit., hal. 91-92.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
dalam pasal 1158, Pasal 1152 bis, dan Pasal 1153 KUH Perdata dibicarakan tentang menggadaikan suatu tagihan.
Selanjutnya tentang objek jaminan kredit dalam kredit angsuran sistem fidusia merupakan jaminan tambahan dari perjanjian pokok berupa perjanjian hutang piutang
antara Perum Pegadaian selaku Kreditur dengan pengusaha mikro dan pengusaha kecil selaku Debitur. Yang bisa dijadikan objek jaminan kredit adalah semua benda
bergerak dan tidak bergerak, berwujud dan tidak berwujud. Kepada para nasabah harap dijelaskan bahwa objek jaminan dari kredit
angsuran sistem fidusia ini meski berada di bawah kekuasaan debitur secara fisik, tetapi hak kepemilikan sudah berada di Perum Pegadaian selama menjadi agunan
kredit angsuran sistem fidusia. Sebagai konsekuensinya, nasabah wajib memelihara dan merawat dengan baik objek jaminan tersebut serta bertanggung jawab terhadap
resiko kehilangankerusakan barang tersebut. Nasabah dilarang keras memindahkan hak kepemilikannya atau membebani hak tanggungan lain selama perjanjian kredit
berlangsung. Apabila sampai melakukan hal tersebut, maka dapat diajukan proses pidana. Apabila nasabah sampai cidera janji, maka Perum Pegadaian berhak untuk
menarik dan melakukan eksekusi atas barang jaminan sebagai upaya menutup seluruh kewajiban nasabah.
Untuk sementara, objek jaminan kredit dibatasi pada kendaraan bermotor roda empat atau lebih, baik plat hitam maupun plat kuning, dan kendaraan bermotor roda
dua, yang memenuhi persyaratan berikut :
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
a. Kendaraan bermotor tersebut adalah milik sendiri yang dibuktikan dengan nama
yang tertera di BPKB dan STNK adalah sama dengan KTP; b.
Bila kendaraan bermotor tersebut milik istrisuamipengurus usaha, harus menyertakan surat persetujuan menjaminkan kendaraan dari pemilik KUMK-18;
c. Bila kendaraan bermotor tersebut belum dibaliknamakan, harus ada surat
pernyataan dari pemilik lama bahwa kendaraan tersebut adalah benar-benar milik pemohon kredit yang belum dibaliknamakan KUMK-19;
d. Jenis dan merk kendaraan merupakan jenis dan merk yang sudah dikenal dan
umum digunakan masyarakat serta pemasarannya tidak sulit; e.
Usia dan kondisi fisik kendaraan masih memenuhi persyaratan sebagaimana diatur menurut ketentuan yang berlaku;
f. Sistem dan prosedur menaksir kendaraan bermotor harap mengikuti ketentuan
perusahaan tentang tata cara penerimaan kendaraan bermotor yang diatur dalam ketentuan yang masih berlaku di Perum Pegadaian;
g. Berplat nomor PolresPolda setempat;
h. Sebagai tindakan antisipasi terhadap penyalahgunaan BPKB, maka setelah proses
hutang piutang disepakati, harap membuat surat pemberitahuan ke Kapolres Unit Regiden bahwa BPKB atas nama nasabah tersebut sedang dijaminkan sebagai
agunan kredit di Perum Pegadaian dari tanggal ....... sampai dengan tanggal ....... selama jangka waktu kredit. Pada saat kredit dilunasi harap dibuat surat
pemberitahuan juga. Surat-surat pemberitahuan tersebut dikirim tembusannya kepada Ditserse dan Ditlantas Polda setempat.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
i. Satu perjanjian kredit diperbolehkan didukung sampai dengan 3 jenis agunan,
asalkan semua agunannya memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sudah dibaliknamakan atas nama calon nasabah atau setidaknya atas nama
istrisuamipengurus usaha yang telah menandatangani form KUMK-18. j.
Khusus kendaraan bermotor roda empat atau lebih dengan plat kuning, selain harus memenuhi persyaratan yang dibutuhkan, juga harus dilengkapi dengan
Surat Izin Trayek dan Buku Kir dari Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya setempat yang masih berlaku.
D. Pembebanan Jaminan Fidusia
Sedikit diuraikan tentang pembebanan jaminan gadai, pada gadai umumnya dibuat pembebanannya berdasarkan ketentuan yang berlaku pada Perum Pegadaian,
serta tanpa pendaftaran objek jaminan gadai ke instansi manapun, hal itu dikarenakan objek jaminan gadai dipegang atau dikuasai pihak kreditur dalam hal ini Perum
Pegadaian. Pembebanan Jaminan Fidusia dalam aspek operasionalnya dilaksanakan
melalui dua tahap, yaitu tahap pemberian Jaminan Fidusia dan tahap pendaftaran Jaminan Fidusia. Pembebanan Jaminan Fidusia yang didahului dengan janji untuk
memberikan Jaminan Fidusia sebagai pelunasan atas hutang tertentu yang dituangkan dalam akta Jaminan Fidusia.
Akta Jaminan Fidusia ini dibuat dengan akta notaris. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan dalam Pasal 5 ayat 1 UUJF bahwa, “pembebanan benda dengan
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia”. Gunawan Widjaja mengatakan bahwa, “dalam akta Jaminan
Fidusia tersebut selain dicantumkan hari dan tanggal, juga dicantumkan mengenai waktu jam pembuatan akta tersebut.”
64
Menurut Gunawan Widjaja berdasarkan Pasal 6 UUJF, maka akta Jaminan Fidusia tersebut sekurang-kurangnya memuat yaitu :
1. Identitas pihak pemberi dan penerima Fidusia. Identitas tersebut meliputi
nama lengkap, agama, tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan, dan pekerjaan.
2. Data perjanjian pokok yang dijamin Fidusia, yaitu mengenai macam
perjanjian dan hutang yang dijamin dengan Fidusia. 3.
Uraian mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia. Uraian tersebut cukup dilakukan dengan mengidentifikasikan benda tersebut, dan
dijelaskan mengenai surat bukti kepemilikannya. Dalam hal benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia merupakan benda dalam persediaan
inventory yang selalu berubah-ubah dan atau tidak tetap, seperti stok bahan baku, barang jadi, atau portofolio perusahaan efek, maka dalam akta
Jaminan Fidusia dicantumkan uraian mengenai jenis, merek, kualitas dari benda tersebut.
4. Nilai penjaminan.
5. Nilai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
65
Setelah akta pembebanan Jaminan Fidusia tersebut ditandatangani oleh para pihak yang berkepentingan, maka tindakan selanjutnya mendaftarkan akta
pembebanan Jaminan Fidusia tersebut pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Hal ini sesuai dengan Pasal 11 ayat 1 UUJF mengatakan bahwa, “benda yang dibebani
dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan”.
64
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 135.
65
Ibid., hal. 135.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
Sebenarnya tidak ada ketentuan di dalam UUJF yang mengatakan, bahwa Fidusia yang tidak didaftarkan adalah tidak sah. Hanya saja untuk memberlakukan
ketentuan yang ada di dalam UUJF tersebut, maka haruslah dipenuhi syarat benda Jaminan Fidusia itu didaftarkan. Sedangkan Fidusia yang tidak didaftarkan, tidak bisa
menikmati keuntungan dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 37 ayat 3 UUJF.
66
E. Hapusnya Jaminan Fidusia
Perjanjian pengikatan Jaminan Fidusia yang mempunyai sifat accessoir, sebagimana yang tercantum dan telah disebutkan sebelumnya dalam Pasal 4 UUJF,
maka sesuai dengan Pasal 25 ayat 1 UUJF yang menyebutkan bahwa, “Jaminan Fidusia hapus karena :
1. Hapusnya hutang yang dijamin dengan Fidusia.
2. Pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh penerima Fidusia.
3. Musnahnya benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.”
Hapusnya Jaminan Fidusia karena hapusnya hutang yang dijamin dengan Fidusia merupakan hal yang wajar, hal ini dikarenakan perjanjian pengikatan Jaminan
Fidusia tersebut merupakan perjanjian ikutan accessoir dari perjanjian pokoknya berupa perjanjian hutang piutang. Jadi, jika perjanjian hutang piutang, atau
piutangnya lenyap karena alasan apapun juga, maka Jaminan Fidusia sebagai ikutannya juga ikut menjadi lenyap.
67
66
J.Satrio, Op.Cit., hal.242-243.
67
Munir Fuady, Op.Cit., hal.50.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
J. Satrio mengatakan bahwa, kata “hutang” dalam Pasal 25 ayat 1 UUJF, harus diartikan sesuai dengan Pasal 7 UUJF, yang pada asasnya biasa berupa prestasi
apa saja sesuai dengan pasal 1234 KUHPerdata, asal dinyatakan atau bisa dinyatakan dalam sejumlah uang. Jadi, kalau kewajiban prestasinya dalam
perikatan pokok hapus, maka Jaminan Fidusia yang diberikan untuk menjamin kewajiban tersebut, dengan sendirinya demi hukum turut hapus. Karena
hapusnya terjadi demi hukum, maka pada asasnya dengan hapusnya perikatan pokok Fidusia itu hapus tanpa pemberi Fidusia harus berbuat apa-apa, bahkan
termasuk, seandainya pemberi Fidusia tidak tahu akan hapusnya perikatan pokok tersebut.
68
Sementara itu, hapusnya Fidusia karena pelepasan hak atas Jaminan Fidusia
oleh penerima Fidusia juga merupakan hal yang wajar, mengingat pihak penerima Fidusia sebagai yang memiliki hak atas Fidusia tersebut bebas untuk
mempertahankan atau melepaskan haknya itu.
69
Munir Fuady juga mengatakan bahwa, hapusnya Fidusia akibat musnahnya barang Jaminan Fidusia tentunya juga hal yang wajar, mengingat tidak mungkin
ada manfaat lagi Fidusia itu dipertahankan jika barang objek Jaminan Fidusia tersebut sudah tidak ada. Hanya saja dalam hal ini, jika ada pembayaran asuransi
atas musnahnya barang tersebut misalnya asuransi kebakaran, maka pembayaran klaim asuransi tersebut menjadi haknya pihak penerima Fidusia
sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 25 ayat 2 UUJF.
70
Langkah terakhir yang harus dilakukan setelah Jaminan Fidusia hapus adalah pencoretan Jaminan Fidusia. Dalam langkah ini Kantor Pendaftaran Fidusia mencoret
catatan Jaminan Fidusia pada buku pendaftaran dan sertifikatnya. Hal ini sesuai dengan apa yang disebutkan dalam Pasal 26 ayat 1 UUJF yang menyebutkan
bahwa, “dengan hapusnya Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Kantor Pendaftaran Fidusia mencoret pencatatan Jaminan Fidusia dari Buku daftar
Fidusia.”
68
J. Satrio, Op.Cit., hal.302.
69
Munir Fuady, Op.Cit., hal.50.
70
Ibid., hal.50.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
Pencoretan ini dilakukan atas dasar laporan hapusnya Jaminan Fidusia sesuai dengan Pasal 25 ayat 3 UUJF yang diberitahukan oleh penerima Fidusia dengan
surat pemberitahuan yang menyatakan bahwa, perikatan untuk mana diberikan Jaminan Fidusia telah dilunasi, dilepaskannya hak Jaminan Fidusia atau musnahnya
benda Jaminan Fidusia.
71
Kantor Pendaftaran Fidusia yang mengeluarkan sertifikat Fidusia, tetapi pada waktu melaporkan hapusnya pengikatan Jaminan Fiduysia untuk pencoretan
pengikatan Jaminan Fidusia dari buku daftar Fidusia tidak ada kewajiban untuk mengembalikan sertifikat Fidusia yang bersangkutan. Dan tanda bahwa sertifikat
Fidusia tidak berlaku lagi adalah diterbitkannya surat keterangan dari Kantor Pendaftaran Fidusia, bahwa sertifikat Fidusia yang bersangkutan tidak berlaku lagi.
72
F. Eksekusi Jaminan Fidusia
Pasal 29 sampai dengan Pasal 34 UUJF merupakan ketentuan yang mengatur tentang eksekusi Jaminan Fidusia. Menurut Pasal 29 ayat 1 UUJF ada beberapa cara
yang dapat dilakukan kreditur terhadap objek Jaminan Fidusia apabila debitur cidera janji, yaitu :
a. Pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud Pasal 15 ayat 2
oleh penerima Fidusia.
71
J.Satrio, Op.Cit., hal. 307.
72
Ibid., hal. 307-308.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
b. Penjualan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan
penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengembalikan pelunasan piutangnya dari hasil penjualan.
c. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan
pemberi dan penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
Menurut Munir Fuady, model-model eksekusi Jaminan Fidusia berdasarkan UUJF adalah sebagai berikut :
1. Secara fiat eksekusi dengan memakai titel eksekutorial, yakni lewat
suatu penetapan pengadilan. 2.
secara parate eksekusi yakni dengan menjual tanpa perlu penetapan pengadilan di depan pelelangan umum.
3. Dijual di bawah tangan oleh pihak kreditur sendiri.
4. Sungguhpun tidak disebutkan dalam UUJF, tetapi tentunya pihak kreditur
dapat menempuh prosedur eksekusi biasa lewat gugatan biasa ke pengadilan.
73
Titel eksekutorial yang terdapat dalam akta tersebut yang berbunyi “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, merupakan
salah satu syarat untuk suatu fiat eksekusi dilakukan. Irah-irah yang memberikan titel eksekutorial tersebut yang sama kekuatannya dengan putusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Hanya saja tidak jelas di dalam undang- undang dan juga dalam prakteknya, apabila ada pihak yang keberatan atas fiat
eksekusi tersebut, kemana harus diajukan, bagaimana prosedur pengajuannya serta siapakah yang harus memutusnya.
74
J.Satrio mengatakan bahwa, eksekusi yang didasarkan atas Pasal 29 ayat 1 huruf b UUJF, yaitu berdasarkan titel eksekutorial sertifikat Jaminan Fidusia yang
73
Munir Fuady, Op.Cit., hal, 58.
74
Ibid., hal. 59-60.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
mempunyai kekuatan yang sama dengan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, maka pelaksanaan juga harus mengikuti prosedur yang sama
dengan keputusan pengadilan. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 196 ayat 3 H.I.R, kreditur harus mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan agar
dilaksanakan eksekusi benda jaminan berdasarkan titel eksekutorial sertifikat. Dalam hal tersebut, maka Ketua Pengadilan akan memanggil dan memerintahkan
debiturpemberi Fidusia untuk memenuhi kewajibannya dalam tenggang waktu tertentu. Dan apabila dalam waktu yang telah ditentukan tersebut debiturpemberi
Fidusia tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka Ketua Pengadilan akan memerintahkan juru sita pengadilan untuk menyita barang jaminan dan kemudian
menjual barang jaminan tersebut di depan umum secara lelang atau dengan cara yang dianggap baik oleh Ketua Pengadilan.
75
Sementara itu, pelaksanaan parate eksekusi tidak melibatkan pengadilan maupun juru sita. Kalau dipenuhi syarat Pasal 29 ayat 1 huruf b UUJF, kreditur bisa
langsung menghubungi juru lelang dan minta agar barang jaminan dilelang dan pelaksanaan penjualannya harus di muka umum.
Namun dalam prakteknya, kreditur jarang melakukan kewenangan parate eksekusi karena kreditur akan memikul risiko tuntutan ganti rugi dari pemberi Fidusia
jika ia melaksanakan haknya dengan keliru tanpa melibatkan pihak pengadilan dan juru sita.
76
75
J.Satrio, Op.Cit., hal.320-321.
76
Ibid., hal.321.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
Menurut Munir Fuady bahwa, Jaminan Fidusia dapat juga dieksekusi mengeksekusi tanpa lewat pengadilan dengan cara menjual benda objek
Fidusia tersebut secara di bawah tangan yang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1.
Dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi dengan penerima Fidusia.
2. Jika dengan cara penjualan di bawah tangan tersebut dicapai harga tertinggi
yang menguntungkan para pihak. 3.
Diberitahukan secara tertulis oleh pemberi danatau penerima fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
4. Diumumkan dalam sedikit-dikitnya dalam dua surat kabar yang beredar di
daerah yang bersangkutan. 5.
Pelaksanaan penjualan dilakukan setelah lewat waktu 1 satu bulan sejak diberitahukan secara tertulis.
77
Mengenai eksekusi objek jaminan fidusia pada Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama dalam prakteknya pernah terjadi eksekusi objek jaminan
fidusia sebanyak 4 empat kasus sejak berlakunya kredit angsuran sistem fidusia di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama yaitu sejak tahun 2005. Eksekusi
tersebut dapat dilakukan setelah menempuh prosedur yang telah ditentukan oleh ketentuan pada Perum Pegadaian yaitu somasiperingatan. Somasi dilakukan
sebanyak 3 tiga kali dan apabila debitur tidak mengindahkan somasi tersebut, maka pihak krediturPerum Pegadaian akan melakukan sita terhadap jaminan dan kemudian
melakukan eksekusi. Eksekusi yang terjadi di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama
dilanjutkan dengan lelang di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama itu sendiri. Dalam prakteknya Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama
mengeluarkan kebijakan dengan menberi kesempatan kepada debitur untuk mencari
77
Munir Fuady, Op.Cit., hal.60-61.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
sendiri pihak lain untuk membeli objek jaminannya, tentunya objek jaminan yang di eksekusi tersebut dijual sesuai atau lebih dari jumlah kredit yang diperjanjikan atau
dari sisa angsuran kredit yang belum dibayar. Setelah diperoleh dana dari penjualan tersebut, maka pihak debitur dapat menyelesaikan masalah kredit yang tertunggak.
Apabila dari hasil penjualan objek jaminan yang di eksekusi tersebut, ternyata tidak mencukupi untuk melunasi kredit atau tunggakan kredit, maka pihak Kantor
Perum Pegadaian Cabang Medan Utama melakukan klaim ke pihak Asuransi Kredit Indonesia ASKRINDO untuk menutupi sekitar 30 sampai dengan 60 dari
kekurangan dana dari hasil penjualan objek jaminan yang di eksekusi tersebut. Sisanya merupakan kerugian dari pihak Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan
Utama. Pada ke 4 empat kasus objek jaminan fidusia yang di eksekusi tersebut di atas, pihak Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama mengalami kerugian,
dikarenakan harga penjualan ke 4 empat kasus objek jaminan fidusia yang di eksekusi tersebut mengalami penurunan.
Sehubungan dengan jaminan sebagai pengamanan pemberian dana atau kredit, maka secara garis besar ada dua macam bentuk jaminan, yaitu jaminan perorangan
dan jaminan kebendaan. Jaminan yang paling diminati oleh pihak bank dan pihak lainnya sebagai kreditur adalah jaminan kebendaan. Dan salah satu jaminan
kebendaan yang dikenal dalam hukum positif di Indonesia adalah jaminan Fidusia. Jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan atas benda bergerak yang sering
digunakan dalam berbagai aktifitas bisnis di masyarakat.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
Eksistensi fidusia sebagai lembaga jaminan di Indonesia dulunya hanya didasari pada yurisprudensi. Hal ini dikarenakan tidak jelasnya konsep mengenai
objek fidusia itu sendiri, baik dari sejak lahirnya fidusia dan pengakuannya dalam yurisprudensi tersebut.
Pada awalnya, lembaga jaminan fidusia ini dikenal dalam lembaga hukum Romawi dengan nama Fiducia cum creditore. Sedangkan di Indonesia sendiri
keberadaan fidusia diakui oleh yurisprudensi berdasarkan keputusan Hooggerechtsh HGH tanggal 18 Agustus 1932, dan kasusnya adalah “pada
waktu itu, karena sudah terbiasa dengan hukum adat, penyerahan secara constitutum possesorium sulit dibayangkan apalagi dimengerti dan dipahami oleh
orang Indonesia. Walaupun demikian, sebenarnya konsep constitutum possesorium ini bukan hanya monopoli hukum barat saja. Kalau diteliti dan
dicermati, dalam hukum adat di Indonesia pun mengenal konstruksi demikian.
78
Namun setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia selanjutnya disebut UUJF yang dalam Pasal 1 angka 2
menyebutkan bahwa, Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya.
Berdasarkan Penjelasan Umum UUJF di atas, dalam hal ini lembaga Jaminan Fidusia ini digunakan secara luas dalam transaksi pinjam meminjam karena proses
pembebanannya dianggap sederhana, mudah dan cepat, serta adanya kepastian hukum dengan cara mendaftarkan Jaminan Fidusia tersebut. Pendaftaran Jaminan Fidusia
tersebut memberikan hak yang didahulukan preferen kepada Penerima Fidusia
78
Mustafa Siregar, Op. Cit., hal.13.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
terhadap kreditur lain. Jaminan Fidusia juga memberikan hak kepada Pemberi Fidusia untuk tetap menguasai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia berdasarkan
kepercayaan. Pada Pasal 4 UUJF menyebutkan bahwa, “Jaminan Fidusia merupakan
perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi.”
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Jaminan Fidusia yang sifatnya ikutan accessoir lahir dari perjanjian pokok yaitu perjanjian yang menimbulkan
hutang-piutang sebagai jaminan pelunasan. Hubungan hutang-piutang dapat timbul dari perjanjian yang menimbulkan hutang-piutang atau perjanjian kredit. Perjanjian
pokok ini dapat dibuat dengan akta di bawah tangan atau akta otentik, tergantung para pihak yang menginginkannya.
BAB IV PERANAN NOTARIS DALAM PERJANJIAN KREDIT ANGSURAN
SISTEM FIDUSIA PADA PERUM PEGADAIAN
A. Deskripsi Perum Pegadaian 1. Sejarah Lembaga Pegadaian
Dari negara Romawi, pegadaian berkembang ke seluruh Eropah dan melalui negara Eropah inilah lembaga pegadaian masuk ke Indonesia. Wilayah
perkembangan pegadaian mengambil arah dari Eropah ke Indonesia melalui
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
perdagangan dan penjajahan. Tentang gadai di masa Hukum Romawi tentunya berbeda dengan pegadaian yang diatur oleh KUHPerdata. Perbedaan ini adalah
pengaruh perkembangan yang terjadi dalam masyarakat dari abad ke abad. Menurut Mariam Darus Badrulzaman, mengatakan sampai dewasa ini
pegadaian telah mengalami 5 lima periode pemerintahan, yaitu : 1.
Periode VOC 1746-1811. 2.
Periode Penjajahan Inggris 1811-1816. 3.
Periode Penjajahan Belanda 1816-1952. 4.
Periode Penjajahan Jepang 1942-1945. 5.
Periode Kemerdekaan.
79
Ad.1. Periode VOC 1746-1811 Lahirnya Lembaga Pegadaian di Indonesia ditandai dengan berdirinya Bank
Van Leening pada masa VIC Verenigde Oost Indische Compagnie pada tanggal 20 Agustus 1746 di Jakarta, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Van
Imholf. Bank Van Leening nama lembaga gadai pada masa itu, selain memberikan pinjaman gadai, juga bertindak sebagai wessel bank.
63
Pada mulanya lembaga ini merupakan perusahaan campuran antara pemerintah VOC dan swasta dengan perbandingan modal 23 modal VOC dan 13
79
Mariam Darus Badrulzaman, Op. Cit., hal.98.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
modal swasta. Namun sejak tahun 1794 usaha patungan itu dihapuskan, Bank Van Leening menjadi monopoli pemerintah dan diusahakan sepenuhnya oleh pemerintah.
Ad.2. Periode Penjajahan Inggris 1811-1816 Pada tahun 1811 terjadi peralihan kekuasaan dan pemerintah Belanda kepada
pemerintahan Inggris yang dipimpin oleh Raffles. Pada masa penjajahan Inggris, Bank Van Leening dihapuskan karena menurut Raffles sebagai penguasa pada waktu
itu tidak menyetujui adanya Bank Van Leening yang dikelola oleh pemerintah. Sebagai akibatnya dikeluarkan peraturan yang menyatakan bahwa setiap orang dapat
mendirikan badan perkreditan asal mendapat ijin dari penguasa. Peraturan ini dikenal dengan sebutan Licentie Stensel. Dalam perkembangannya ternyata Licentie Stelsel
tidak menguntungkan pemerintah, melainkan menimbulkan kerugian terhadap masyarakat karena timbulnya penarikan bunga yang tidak wajar.
Pada tahun 1814 Licentie Stelsel dihapuskan dan diganti dengan Pacht Stelsel, dimana anggota masyarakat umum dapat menjalankan usaha gadai dengan syarat
sanggup membayar sewa kepada pemerintah. Ad.3. Periode Penjajahan Belanda 1816-1942
Pada tahun 1816 Belanda kembali menguasai Indonesia. Pacht Stelsel semakin berkembang, baik dalam arti perluasan wilayah maupun jumlahnya. Akan
tetapi ternyata para pachters penerima gadai banyak yang sewenang-wenang dalam menetapkan bunga, tidak membayar uang kelebihan kepada yang berhak. Akibatnya
pada tahun 1870 Pachts Stelsel dihapuskan dan diganti dengan Licentie Stelsel dengan maksud untuk mengurangi pelanggaran-pelanggaran yang merugikan
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
masyarakat dan pemerintah. Tetapi usaha inipun tidak berhasil karena ternyata penyelewengan masih terus berjalan tanpa menghiraukan peraturan yang berlaku,
sehingga timbullah kehendak pemerintah untuk menyelenggarakan sendiri monopoli badan perkreditan gadai ini, yaitu dengan mengeluarkan peraturan tentang
monopoli diantaranya Stbl. No. 794 Tahun 1915 dan Stb. No. 131 tanggal 12 Maret 1901, didirikanlah pegadaian pertama di Sukabumi, Purworejo, Bogor, Tasikmalaya,
dan Bandung pada tahun 1902. Pada tahun 1917 semua pegadaian di Jawa dan Madura sudah ditangani
seluruhnya oleh pemerintah dan pegadaian negara yang dikuasai seluruhnya oleh pemerintah ini berkembang dengan baik. Menjelang akhir periode penjajahan, usaha
gadai merupakan monopoli pemerintah dengan status jawatan dalam lingkungan kantor besar keuangan. Baru pada tahun 1930 berdasarkan Stb No. 226 tahun 1930,
pegadaian negara tersebut diubah statusnya menjadi perusahaan negara, dimana harta kekayaan pegadaian negara dipisahkan dari harta kekayaan negara pemerintah.
Ad.4. Periode Penjajahan Jepang 1942-1965 Pada periode penjajahan Jepang, pegadaian masih merupakan instansi
pemerintah dengan status jawatan, pimpinan dan pengawasan kantor besar keuangan. Akan tetapi pada masa periode ini lelang dihapuskan dan barang berharga seperti
emas, intan dan berlian di pegadaian diambil oleh pemerintah Jepang. Ad.5. Periode Kemerdekaan
Perjuangan melawan penjajahan sudah selesai. Penetapan menyeluruh baik ideologi, sistem kenegaraan maupun ekonomi terus diupayakan. Dalam penataan
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
ekonomi dimana pembangunan sampai saat ini pegadaian mengalami perubahan status bentuk perusahaan yaitu :
1 Status perusahaan negara
Peraturan pengganti undang-undang Perpu Nomor 19 Tahun 1960 dari Pemerintah dijadikan perusahaan-perusahaan negara yang bentuknya beraneka
ragam hanya menjadi bentuk saja. Sejalan dengan Perpu tersebut, maka dengan Peraturan Pemerintah Nomor 178 Tahun 1961 Jawatan Pegadaian diubah
statusnya menjadi Perusahaan Negara Pegadaian. 2
Status perusahaan jawatan Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 1967 diwujudkan dengan dikeluarkannya
Perpu Nomor 1 Tahun 1969 yang diundangkan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1969. Undang-undang ini mengatur bentuk usaha negara menjadi 3 tiga
bentuk yaitu Perjan, Perum dan Persero. Sejalan dengan ketentuan dalam Undang-undang tersebut maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun
1969 yang mencabut Peraturan Pemerintah 178 Tahun 1961 dan menyatakan mulai 1 Mei 1969 status Perusahaan Negara Pegadaian ditetapkan menjadi
Perusahaan Jawatan Pegadaian. 3
Status perusahaan umum Sejak April 1990 status hukum dialihkan dari Perjan menjadi Perusahaan
Umum melalui Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 tanggal 10 April 1990. Peraturan Pemerintah ini mengatur perubahan bentuk Perjan Pegadaian
menjadi Perum Pegadaian Lembaran Negara 1990 No.14 dengan perubahan
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
status hukum tersebut perusahaan dikelola layaknya seperti Perseroan terbatas, hanya saja modal tidak terdiri dari saham, tapi berbentuk penyertaan modal
Pemerintah. Masa status Perum ini terus berlangsung hingga sekarang dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No.103 Tahun 2000 tentang Perum
Pegadaian.
2. Jaringan Kerja dan Unit Usaha Perum Pegadaian
Pada saat ini unit-unit usaha Lembaga Pembiayaan Pegadaian Perum mempunyai jaringan unit kerja yang tersebar di wilayah Republik Indonesia yang
terdiri dari 14 Kantor Daerah dan 716 kantor cabang. Adapun pembagian kantor cabang berdasarkan wilayah kantor daerah
khususnya untuk kantor daerah Sumatera Utara dan NAD, terdiri dari 43 empat puluh tiga kantor cabang, maka jaringan kerja dan unit usahanya dapat dibagi
menjadi sebagai berikut :
Tabel 4.1 Kantor-kantor Cabang Perum Pegadaian di Kantor Wilayah Sumut – NAD
No. Nama Kantor No.
Nama Kantor
1. Kantor Cabang Langsa
2. Kantor Cabang Kuala simpang
3. Kantor Cabang Banda Aceh
4. Kantor Cabang Lhokseumawe
5. Kantor Cabang Bireun
6. Kantor Cabang Sigli
7. Kantor Cabang Idi
8. Kantor Cabang Peureulak
9. Kantor Cabang Meulaboh
10. Kantor Cabang Tapaktuan
11. Kantor Cabang Meureudu
12. Kantor Cabang Takengon
23. Kantor Cabang Medan Sunggal
24. Kantor Cabang Tarutung
25. Kantor Cabang Serbelawan
26. Kantor Cabang T.Balai Asahan
27. Kantor Cabang Tebing Tinggi
28. Kantor Cabang Kisaran
29. Kantor Cabang Labuhan Bilik
30. Kantor Cabang Labuhan Ruku
31. Kantor Cabang Rantau Prapat
32. Kantor Cabang Simpang Limun
33. Kantor Cabang Binjai
34. Kantor Cabang Kabanjahe
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
13. Kantor Cabang Blang Pidie
14. Kantor Cabang Panton Labu
15. Kantor Cabang Medan Utama
16. Kantor Cabang Labuhan Deli
17. Kantor Cabang Pancur Batu
18. Kantor Cabang Lubuk Pakam
19. Kantor Cabang Tanjung Pura
20. Kantor Cabang Pangkalan Brandan
21. Kantor Cabang Pematang Siantar
22. Kantor Cabang Gunung Sitoli
35. Kantor Cabang Sidikalang
36. Kantor Cabang Parluasan
37. Kantor Cabang Kutacane
38. Kantor Cabang Tanjung Morawa
39. Kantor Cabang Pringgan
40. Kantor Cabang Padang Bulan
41. Kantor Cabang Perbaungan
42. Kantor Cabang Sei Rampah
43. Kantor Cabang Sibolga
Unit-unit pegadaian yang tersebar di berbagai daerah seperti uraian tersebut di atas, mempunyai karakter khas yang digambarkan dalam logo Pegadaian yang
mempunyai makna arti, meliputi : 1.
Logo Gram atau lambang terdiri dari : a.
Pohon rindang warna hijau, melambangkan : a
Melindungi dan membantu. b
Senantiasa tumbuh dan berkembang. c
Warna hijau melambangkan keteduhan. b.
Timbangan warna hitam, melambangkan : a
Keseimbangan dan keterbatasan dalam memberi pelayanan. b
Kejujuran. 2.
Tulisan Pegadaian berstruktur dengan posisi miring, bermakna : a
Sederhana : kepraktisan dan kemudahan.
b Dinamis
: terus bergerak maju. c
Huruf balok : melambangkan keteguhan dan kekokohan.
Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, 2009
USU Repository © 2008
Sebagai garis dasar base line logo Perum Pegadaian adalah mengatasi masalah tanpa masalah, merupakan motto dan ciri utama pelayanan lembaga
pembiayaan pegadaian karena lembaga pembiayaan pegadaian merupakan salah satu dari perusahaan pembiayaanjasa yang ada dan mampu mengatasi keuangan dalam
relatif singkat. Adapun etos kerja tersebut dikenal dengan sebutan Si Intan yang bila
dijabarkan lebih luas akan memberikan makna yang dalam, yaitu : Inovatif
: Penuh gagasan, kreatif dan menyukai tantangan. Nilai Moral yang Tinggi
: Taqwa, jujur, berbudi luhur dan loyal. Trampil
: Sopan santun, orientasi bisnis, berkepribadian menawan.
Nuansa Citra : Orientasi bisnis, berdasarkan keinginan masyarakat dan
selalu mengembangkan diri.
3. Struktur Organisasi Perum Pegadaian