23 pengukuran kinerja perusahaan dalam kategori cash flow measures yang dapat
meniadakan engaruh penggunaan perlakuan akuntansi yang berbeda terhadap suatu transaksi. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Feltham dan Pae
2000 dalam Agus.
G. Manajemen Laba dan Return Saham
Banyak peneliti menunjukkan bahwa umumnya penawaran saham perdana adalah underpricing. Di Indonesia penelitian terhadap penawaran saham perdana
menunjukkan underpricing, dengan mean initial return adalah 4.3547 Widjaja 1999 dan 12.4891 Rizka 1995. Return saham masih tetap positif pada minggu
pertama dan akan negatif dalam jangka panjang.
Return saham perusahaan setelah IPO dalam jangka panjang akan turun. Hal ini disebabkan ketika IPO investor terlalu optimis, sehingga harga saham akan
lebih tinggi pada awal penawarannya dan berangsur-angsur turun dalam jangka panjang Bray dan Gompers 1997. kemudian Bray dan gompers 2000
melakukan pengujian terhadap abnormal return yang mengikuti penawaran sekuritas IPO dan SEO. Mereka menyimpulkan bahwa kinerja saham yang
rendah terjadi untuk perusahaan yang memiliki book to market ratio rendah. Teoh et al. 1998a meneliti kinerja perusahaan dalam jangka panjang setelah IPO,
hasilnya menggambarkan bahwa return saham dalam jangka panjang rendah setelah IPO dibandingkan dengan perusahaan yang tidak sedang melakukan IPO.
Mereka juga membuktikan kinerja yang rendah tersebut berhubungan dengan discretionary accruals
di sekitar IPO.
24 Jain dan Kini 1994 membuktikan terdapat hubungan antara kinerja
operasi perusahaan dengan underpricing penawaran saham perdana. Kinerja operasi perusahaan setelah IPO rendah, sehingga menyebabkan terjadi
underpricing . Investor yang melakukan kesalahan dalam menetapkan harga saham
ketika IPO akan segera memperbaiki kesalahannya dalam jangka panjang. Perbaikan kesalahan tersebut didasrkan pada kinerja perusahaan setelah IPO.
Meskipun Ritter 1991 masih menganggap belum mampu menemukan jawaban terhadap pertanyaan “mengapa beberapa perusahaan secara ekstreem memperoleh
return perdana yang sangat tinggi”? Menurut Sankar 1997 hubungan antara laba dan return saham sangat
tergantung laba yang dilaporkan manajemen. Hubungan antara laba dan return saham cenderung non-linier untuk perusahaan yang melakukan manajemen laba.
Koefisien respon return saham terhadap perusahaan yang melakukan manajemen laba lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan
manajemen laba. Sedangkan untuk perusahaan yang melakukan perataan laba memiliki koefisien respons yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan
yang tidak melakukan perataan laba. Namun demikian Sloan 1996 menyatakan harga saham sebenarnya tidak seluruhnya mencerminkan informasi mengenai
perusahaan penerbit sekuritas tersebut. Menurut Teoh et al. 1998b kinerja saham juga rendah untuk perusahaan
yang melakukan SEO. Laughren dan Ritter 1995 bahkan menyatakan kinerja saham yang rendah tersebut terjadi sampai lima tahun setelah SEO. Rangan
1998 membuktikan bahwa kinerja saham perusahaan tersebut setelah malakukan
25 SEO rendah. Rendahnya kinerja tesebut mampu dijelaskan dengan manajemen
laba menjelang SEO. Hal ini membuktikan bahwa perusahaan yang melakukan manajemen laba menjelang SEO akan memiliki return saham lebih rendah
dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan manajemen laba. Rangan 1998 mencoba memprediksi return saham dengan komponen discretionary
accruals dengan harapan mendapatkan suatu koefisien yang negatif untuk
menunjukkan bahwa kinerja saham yang rendah tersebut mampu dijelaskan dengan manajemen laba. Hasilnya menunjukkan koefisien regresi hubungan
antara discretionary accrual dan return saham adalah negatif sesuai dengan harapan. Sehingga ia menyimpulkan bahwa rendahnya kinerja saham mampu
dijelaskan oleh komponen akrual. Ali et al 2000 menguji apakah komponen akrual mampu menjelaskan return saham perusahaan setahun setelah penerbitan
laporan keuangan. Komponen akrual dalam penelitan tersebut di hitung dengan pendekatan Dechow et al. 1995. hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen
akrual berhubungan negatif dengan return saham. Asih dan Gudono 2000 memberikan bukti adanya perbedaan mean
cummulative abnormal return CAR antara perusahaan perata laba dengan bukan
perata laba. Namun pengujian yang dilakukan Salno dan Baridwan 2000 menunjukkan tidak terdapat perbedaan return saham antara kelompok perusahaan
perata laba dengan perata laba berdasarkan jenis industri. Pratiwi dan Kusuma 2001 melakukan penelitian terhadap kinerja saham
perusahaan yang terdaftar di BEJ dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang. Penelitian dilakukan terhadap 78 perusahaan yang IPO tahun 1994-1997 untuk
26 jangka pendek 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan. hasilnya menunjukkan dalam jangka
pendek kinerja saham perusahaan yang terdaftar di BEJ outperformance dan dalam jangka panjang adalah underperformance.
H. Hipotesis