Tingkat Stres Kerja Antara Karyawan Wiraniaga dan Non Wiraniaga
Selain itu perusahaan juga selalu memberikan target penjualan bagi para karyawan wiraniaga, hal yang juga kerap kali menjadi momok bagi para
wiraniaga adalah omzet penjualan. Disatu sisi mereka harus bisa mengejar target penjualan, namun disisi lain mereka kerap kali harus berhadapan dengan
penolakan konsumen. Hal ini yang membuat tekanan akan pekerjaan terhadap karyawan wiraniaga semakin meningkat. Dari segi pendapatan, karyawan
wiraniaga bisa dikatakan tidak tetap, mereka bergantung akan pencapaian omzet penjualan.
Apabila kita melihat keadaan para karyawan wiraniaga, mereka seringkali dihadapkan pada suatu kondisi ketidakseimbangan antara kemampuan karyawan
dengan beban kerja yang berlebih, bahkan secara “frontal”, dalam artian perusahaan seringkali memberikan target atau omzet penjualan yang sangat tinggi
dan terkadang tidak logis dimata para karyawan. Sehingga untuk mendapatkan penghasilan yang sesuai dan demi mempertahankan pekerjaannya mereka harus
bekerja “ekstra” keras. Karena penilaian prestasi kerja mereka seutuhnya bukan hanya dari sekedar loyalitas atau totalitasnya saja terhadap perusahaan, namun
yang utama adalah lebih ditekankan pada berapa banyak barang yang dapat ia jual pada pelanggan dihubungkan dengan target yang telah ditetapkan oleh perusahaan
menurut grade atau pangkat yang ia miliki Dwiatmaja, 2005, dan juga bagaimana kemampuan karyawan tersebut dapat menjalin hubungan baik dengan
konsumen. Ditengah persaingan yang semakin ketat antara perusahaan – perusahaan
sejenis lainnya dalam pasar, membuat mereka semakin berada pada posisi yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
penuh tekanan. Permasalahan yang muncul tidak hanya berasal dari dalam perusahaan namun juga berasal dari luar perusahaan.
Hal diatas menunjukan sangat tingginya stresor yang dialami oleh para karyawan wiraniaga. Banyak dari mereka yang tidak dapat mempertahankan
pekerjaannya. Seperti yang telah diungkapkan oleh Selye 1979, stres merupakan kelelahan dan ketegangan dari suatu tuntutan demand, kelelahan dan ketegangan
membuat mereka merasa sudah tidak mampu lagi melakukan pekerjaannya. Lain halnya dengan karyawan non wiraniaga, karyawan non wiraniaga
adalah karyawan yang bekerja selain pada bagian marketing, bisa dari staff direksi, dari bagian personalia atau staff HRD, dari bagian administrasi, dan lain –
lain, mereka rata-rata tidak langsung berhadapan dengan konsu-men, mereka juga bekerja tidak dikejar-kejar dengan omzet. Selain itu pendapatan mereka bisa
dikatakan tetap, berbeda dengan karyawan wiraniaga, dimana pendapatan mereka tergantung pada pencapaian omzet. Keadaan para karyawan non wiraniaga bisa
dikatakan lebih baik daripada para karyawan wiraniaga, namun tidak menutup kemungkinan mereka juga berada pada kondisi yang sama. Walaupun
permasalahan yang menjadikan stresor bagi mereka pun berbeda. Dengan berbagai posisi dan status yang berbeda tentunya juga membawa
stresor yang berbeda pula. Bagi para karyawan administrasi berada di kantor dengan pekerjaan yang menumpuk sungguh sangat membosankan. Mereka juga
harus mengerjakannya sesegera mungkin agar pekerjaan tidak menumpuk. Para karyawan non wiraniaga dihadapkan pada suatu rutinitas yang membuat mereka
merasa jemu. Namun tekanan yang dialami para karyawan non wiraniaga tidak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sekompleks yang dialami oleh para wiraniaga. Baik itu dari lingkungan perusahaan ataupun dari lingkungan sosial. Mereka lebih bisa bertahan daripada
karyawan wiraniaga. Maslow 1967a teori mengenai motivasi manusia, menjelaskan bahwa
manusia mempunyai dua macam kebutuhan yaitu kebutuhan dasar basic needs dan metakebutuhan – metakebutuhan metaneeds , Hall Lindzey, 1978.
Kebutuhan dasar dimana salah satunya adalah berkaitan dengan rasa aman. Karyawan wiraniaga dan non wiraniaga, sebagai manusia tentunya mereka
didasari oleh kebutuhan akan rasa aman sebagai perwujudan motivasi mereka dalam bekerja. Tingkat kebutuhan akan rasa aman tentu berbeda halnya apabila
berhadapan dengan dua jenis pekerjaan, yaitu sebagai karyawan wiraniaga dan non wiraniaga.
Kebutuhan rasa aman bagi para karyawan wiraniaga menjadi lebih tinggi dari pada karyawan non wiraniaga ketika pekerjaan mereka bisa dikatakan sangat
riskan apabila dikaitkan dengan rasa aman tersebut, dimana pekerjaan mereka selalu berhadapan pada posisi yang kritis, terlebih karena penilaian kerja mereka
hanya didasarkan pada prestasi kerja mereka, terutama dalam hal pencapaian omzet penjualan. Apabila mereka tidak mampu mencapai omzet yang telah
ditetapkan oleh perusahaan, yang menjadi taruhannya adalah pekerjaan mereka, mereka akan kehilangan pekerjaannya dengan tidak diperpanjangnya kontrak
kerja mereka. Status kerja mereka pun hanya sebagai karyawan kontrak, dimana untuk diangkat sebagai karyawan tetap tidaklah mudah dan harus memakan waktu
yang lama dan mempunyai prestasi kerja yang tinggi. Tentunya hal ini juga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengundang kekahawatiran tersendiri bagi para karyawan wiraniaga dalam mempertahankan pekerjaannya sebagai wujud mempertahankan rasa aman itu
tadi. Berbeda lagi dengan karyawan non wiraniaga, bisa dikatakan tingkat aman
yang dialami oleh para karyawan non wiraniaga tentunya lebih baik dibanding dengan karyawan non wiraniaga, walau pun semisal mereka sama – sama sebagai
karyawan kontrak. Karyawan non wiraniaga tidak mengalami tekanan sekompleks yang di alami oleh para karyawan non wiraniaga. posisi mereka bisa dikatakan
lebih aman. Tampak keadaan karyawan wiraniaga dan non wiraniaga berbeda, tekanan
yang dialami oleh para karyawan wiraniaga pun tidak sebanding dengan yang dialami oleh para karyawan wiraniaga.