Saran Cara Penggunaan Modul

5 Kegiatan Pembelajaran 1 PENGEMBANGAN PENGUASAAN KONSEP DAN PENGETAHUAN DALAM IPS TERPADU Dr. Sukamto, M.Pd, M.Si

A. Tujuan

1. Setelah melakukan proses pembelajaran para peserta diklat dapat menemukenali konsep-konsep kunci dalam teks IPS terpadu ini. 2. Peserta diklat mampu mendemonstrasikan secara lisan dan fisik tentang konsep-konsep inti yang berkembang dalam teks IPS terpadu ini. 3. Peserta diklat mampu menjelaskan konsep-konsep di dalam teks yang secara khusus merupakan interaksi anggota masyarakat. 4. Peserta diklat baik secara sendiri-sendiri maupun kelompok mampu mengekspresikan aktor-aktor yang terlibat di dalam naskah teks .

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

1. Menunjukkan konsep-konsep kunci yang digunakan dalam teks 2. Demonstrasi mengekspresikan konsep-konsep baik lisan maupun gesture 3. Penjelasan sebuah konsep yang jelas, tegas dan runtut dalam suatu formulasi kalimat yang tepat. 4. Peserta dapat menyajikan drama singkat yang menggambarkan peran-peran yang terlibat di dalam kejadian Lumpur Lapindo.

C. Uraian Materi

KORBAN LUMPUR LAPINDO Fenomena Lumpur Panas Lapindo di Porong Sidoarjo yang sudah berlangsung sejak 29 Mei 2006 merupakan masalah bukan saja bersifat lokal, atau nasional, namun telah menjadi masalah Internasional Konferensi AAPG di Cape Town Afrika. Lumpur Lapindo bukan sekedar masalah desa Renokenongo, kecamatan Porong atau kabupaten Sidoarjo melainkan juga masalah propinsi Jawa Timur, bahkan Nasional serta menyedot perhatian ilmuwan internasional. 6 Lumpur Lapindo versus Lumpur Sidoarjo Istilah Lumpur Lapindo menjadi perdebatan yang berkepanjangan. Lumpur Lapindo sebagai istilah menunjukkan bahwa istilah ini sesuai dengan harapan dan “stigmatisasi” pihak korban atau setidak-tidaknya orang yang bersimpati pada korban. Istilah ini ditolak oleh pihak Lapindo Brantas Inc. disebut Lapindo atau LBI. Lapindo menyebut masalah ini dengan nama Lumpur Sidoarjo atau LUSI. Menurut pihak Lapindo ini bukan kesalahan atau akibat tindakan Lapindo melainkan akibat gempa Bumi Bantul Yogyakarta yang dampaknya sampai di Porong Sidoarjo. Dengan demikian pihak Lapindo Brantas tetap berpendirian bahwa Lumpur ini merupakan bencana alam dan sekali lagi bukan disebabkan oleh tindakan Lapindo. Namun benarkah demikian sampai dengan saat ini masih menjadi bahan perdebatan, terlebih lagi tatkala Majelis hakim pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan untuk menolak Gugatan Walhi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, dengan alasan terjadinya Semburan Lumpur di desa Renokenongo karena fenomena alamnature fenomenon, dan peristiwa tersebut tidak terkait dengan proses pengeboran culture fenomenon yang dilakukan Lapindo Brantas Inc. Begitu pula Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga memutuskan bahwa pemerintah dan Lapindo Brantas Inc. telah melakukan kewajibannya terkait semburan lumpur secara optimal, karena itu menolak gugatan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia YLBHI dan tidak ada pengrusakan Lingkungan Hidup. Hal ini masih ditambah lagi oleh temuan pihak DPR melalui Tim Pengawas Penanggulangan Lumpur Sidoarjo TP2LS yang juga masih senada dan seirama dengan apa yang menjadi pemikiran alasan Lapindo sendiri dengan putusan-putusan hakim. Masalahnya penyebab semburan Lumpur Panas Lapindo, sampai kini masih dalam perdebatan yang tak berkesudahan. Apabila semburan Lumpur merupakan bencana alam, maka Negaralah yang harus bertanggungjawab untuk menyelesaikan semuanya, namun apabila itu adalah human error atau kelalaian dan kesalahan pengeboran maka tanggungjawab ada pada pihak Lapindo. Masalah Penyebab Semburan : masalah kultur versus natur Peristiwanya sendiri bermula dari proses pengeboran yang muncul sejak awal terjadinya semburan Lumpur. Sebagaimana Kompas 19 Juni 2006 memuat tulisan singkat tentang masalah ini Akbar.2007. Dalam tulisan itu dikemukakan