Peran Sintaksis Tataran Sintaktis

38 mendampingi numeralia lain dua pertiga, dan 3 tidak dapat bergabung dengan partikel tidak tidak satu dan sangat sangat dua.

2.4.2.7 Preposisi

Preposisi adalah kategori yang terletak di depan kategori lain terutama nomina yang dapat membentuk frasa eksosentrik direktif, misalnya, di atas, ke bawah, dari samping.

2.4.2.8 Konjungsi

Konjungsi adalah kategori yang berfungsi meluaskan satuan yang lain dalam konstruksi hipotaktis dan selalu menghubungkan dua satuan lain atau lebih dalam konstruksi miliknya, misalnya, adapun, agar, tetapi, dan jika. Pandangan atas teori kategori sintaksis tersebut dijadikan dasar untuk menentukan kategori konstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan -i} , baik itu yang berupa kata, frasa, maupun klausa.

2.4.3 Peran Sintaksis

Peran adalah hubungan antara argumen dengan predikator di dalam proposisi. Argumen di si ni adalah sesuatu yang menjadi pendamping, sedangkan predikator adalah predikat Kridalaksana, 1993: 168. Sementara itu, Verhaar 1992: 167 menjelaskan bahwa peran 39 sintaksis adalah segi semantis dari peserta-peserta argumen-argumen verba dan arti itu berakar pada verba. Chafe dalam Sugono 1995: 36 menyebutkan bahwa dalam struktur semantis, verba merupakan sentral dan nomina sebagai periferal. Verba sebagai pusat atau se ntral menentukan kehadiran nomina, misalnya, sebagai pelaku, pengalam, petanggap, penerima, alat, atau lokasi. Tentang peran semantis nomina yang biasa disebut sebagai argumen dalam tata bahasa kasus, Fillmore dalam Parera, 1992: 72 menyebutkan ada sembilan kasus peran semantis nomina, yaitu pelaku, alat, pengalam, objek, tempat, asal, sasaran, waktu, dan pemanfaat. Selanjutnya, Badudu 2003: 17, Verhaar 1992: 91, Ramlan 1987: 96–127, dan Alwi, dkk. 1998: 334–335 menyebutkan bahwa peran semantis meliputi pelaku, sasaran, pengalam, pemeroleh, atribut, waktu, tempat, alat, sumber, tujuan, cara, penyerta, pembanding, sebab, hasil, dan syarat. Teori-teori tentang peran semantis yang disebutkan itu tampak saling melengkapi. Oleh karena itu, teori-teori tersebut akan dipadukan untuk mengisi peran semantis k onstituen pascaverba pasif yang bermorfem terikat di-+ { -kan -i} . 40

2.5 Morfem

Morfem adalah satuan bahasa atau bentuk bahasa terkecil yang tidak dapat dibagi menjadi satuan bahasa yang lebih kecil Badudu,1993: 66. Morfem terbagi atas a morfem bebas dan b morfem terikat. Morfem bebas adalah satuan bahasa terkecil yang secara potensial dapat berdiri sendiri atau tidak bergantung pada morfem lain, free morpheme, misalnya, lari, cantik, dan rumah Kridalaksana 1993: 141. Selanjutnya, Kridalaksana 1993: 141 mengemukakan bahwa morfem terikat bound morpheme adalah morfem yang tidak memiliki potensi untuk berdiri sendiri dan selalu terikat pada morfem yang lain untuk membentuk ujaran. Morfem tersebut, di ant aranya, ialah me-, ber-, ter-, di-, di-kan, di-i, ter-kan, ter-i, ke-an, antar, anjur, dan juang. Morfem terikat dalam penelitian ini adalah morfem terikat di-+ { -kan -i} yang dilekatkan pada morfem dasar lain sebagai penanda verba pasif.

2.6 Kata

Kridalaksana 1993: 98 berpendapat sebagai berikut. Kata adalah 1. morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap oleh satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas; 2. satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal, misalnya batu, rumah, dan datang atau gabungan morfem, misalnya, pejuang, mengikuti, pancasila, dan mahakuasa.