Munajat Dalam Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat: Kajian Terhadap Fungsi, Makna Teks, Dan Struktur Melodi
MUNAJAT
DALAM TAREKAT NAQSYABANDIAH
BABUSSALAM LANGKAT:
KAJIAN TERHADAP FUNGSI, MAKNA TEKS,
DAN STRUKTUR MELODI
TESIS
Oleh:
WIWIN SYAHPUTRA NASUTION
NIM 107037004
PROGRAM STUDI MAGISTER (S2)
PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 1 2
(2)
MUNAJAT
DALAM TAREKAT NAQSYABANDIAH
BABUSSALAM LANGKAT:
KAJIAN TERHADAP FUNGSI, MAKNA TEKS,
DAN STRUKTUR MELODI
TESIS
Untuk memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn.) dalam Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni pada Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Oleh:
WIWIN SYAHPUTRA NASUTION NIM 107037004
PROGRAM STUDI MAGISTER (S2)
PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 1 2
(3)
Judul Tesis :
MUNAJAT
DALAM TAREKAT NAQSYABANDIAH
BABUSSALAM LANGKAT : KAJIAN TERHADAP
FUNGSI,
MAKNA TEKS, DAN STRUKTUR
MELODI
Menyetujui Komisi Pembimbing
Ketua, Anggota,
Dr. Muhizar Muchtar, M.S. Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D. NIP 195411171980031002 NIP 19652112 199103 1 001
Progran Studi Magister (S2)
Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya
Ketua, Dekan,
Drs. Irwansyah Harahap, M.A. Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP. 19621221 199703 1 001 NIP. 19511013 1976031 001
(4)
Tanggal lulus : 10 Agustus 2012 Telah diuji pada
Tanggal 10 Agustus 2012
PANITIA PENGUJI UJIAN TESIS
Ketua : Drs. Irwansyah Harahap, M.A. (______________)
Sekretaris : Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. (______________)
Anggota I : Dr Phil. Zainul Fuad, M.A. (______________)
Anggota II : Dr. Muhizar Muchtar, M.S. (______________)
(5)
ABSTRACT
This study focused on the analysis of form, function and meaning Munajat as ideology and the media in keeping the congregation Naqsyabandiah lineage in the village of Padang Tualang Besilam Langkat District, North Sumatra Province. The study was conducted to provide a thorough understanding of the role of the congregation chanting Munajat Naqsyabandiah used as a sign of the entry of Fajr prayers, Maqhrib and Friday prayers. As the creator and the civilizing traditions of chanting Munajat reading this is the first master teacher who is also the founder of the Order of Naqsyabandiah in the village of Sheikh Abdul Wahab Babussalam Rokan Khalidy Naqsyabandy .
The approach used in this study is an interdisciplinary approach to qualitative research methods to describe and transcribe humming Munajat conducted research location. Some of the theories used in support of this research include functionalism theory, ethnomusicology theory, the theory of semiotics, the theory Tringulasi, Theory of Weighted Scale (weight scales), atqakum theory, the theory takmilah. Data collected through library, research, observation, interview and documentation.
Once the analysis is done, it was found that the congregation Naqsyabandiah Munajat in its important role as a tool to maintain cultural continuity and the reinforcement of the integrity of the congregation Naqsyabandiah Babussalam. Munajat also has a function as a means of education, manners and keep the congregation Naqsyabandiah pedigree.
Analysis of the meaning of the text with semiotic theory approach has been found that in addition to poetry Munajat text associated with the concepts of the concept of the sign, it also has elements of traditional Malay elements like prose poems, rhymes, seloka, or couplets. When viewed from the meaning of the Munajat activity is as a manifestation of devotion to God.
Munajat has 44 (forty four) stanza poem in its presentation using Malay ornamentation such as patah lagu, cengkok, and gerenek. Maqom used in this Munajat is Shika maqom use pattern. Munajat contained in this order priority to serving text (logogenik) is the primary means of communication is verbal.
In practice, Munajat always begins with a beating over the past ten to fifteen minutes by hitting the inside of the nakus section and ends with beating out the total number of prayers to be implemented. Further readings will be held on Munajat's tallest tower at madrasah Babussalam until it was time to worship azan prayers.
Keywords: The essence of Tauhid, Tarekat, Lineage, function, meaning and music analysis.
(6)
INTISARI
Penelitian ini fokus pada analisis bentuk, fungsi dan makna Munajat sebagai media dalam menjaga ideologi dan silsilah Tarekat Naqsyabandiah di desa Besilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatra Utara. Kajian ini dilakukan untuk memberikan pemahaman menyeluruh tentang peranan senandung Munajat dalam Tarekat Naqsyabandiah yang digunakan sebagai tanda akan masuknya waktu salat Subuh, Maqhrib dan salat Jumat. Adapun yang menjadi pencipta dan yang membudayakan tradisi pembacaan senandung munajat ini adalah tuan guru pertama yang juga merupakan pendiri Tarekat Naqsyabandiah di kampung Babussalam yaitu Syekh Abdul Wahab Rokan Khalidy Naqsyabandy..
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan interdisiplin dengan metode penelitian kualitatif dengan mendeskripsikan dan mentranskripsikan senandung munajat yang dilakukan dilokasi penelitian. Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung penelitian ini diantaranya teori fungsionalisme, teori etnomusikologi, teori semiotika, teori Tringulasi, Teori Weighted Scale (bobot tangga nada), teori atqakum, teori takmilah. Data data dikumpulkan melalui, studi pustaka, observasi, wawancara dan dokumentasi.
Setelah analisis dilakukan, ditemukan hasil bahwa Munajat dalam Tarekat Naqsyabandiah memiliki peranan yang penting sebagai alat untuk menjaga kontinuitas budaya dan sebagai penguat integritas tarekat Naqsyabandiah Babussalam. Munajat juga memiliki fungsi sebagai sarana pendidikan, menjaga adab serta silsilah tarekat Naqsyabandiah.
Analisis terhadap makna teks dengan pendekatan teori semiotika ditemukan bahwa syair teks munajat disamping berhubungan dengan konsep konsep tanda, juga memiliki unsur unsur puisi melayu tradisional seperti prosa, pantun, seloka, atau gurindam. Apabila ditinjau dari makna aktifitasnya maka munajat adalah sebagai salah satu wujud ketaqwaan kepada Allah.
Munajat Memiliki 44 (empat puluh empat) bait syair yang dalam penyajiannya menggunakan Ornamentasi melayu yaitu patah lagu, cengkok, dan gerenek. Maqom yang digunakan dalam munajat ini menggunakan pola maqom Shika. Munajat yang terdapat dalam tarekat ini mengutamakan sajian teks (logogenik) yang artinya komunikasi utama adalah secara verbal.
Dalam pelaksanaannya, munajat selalu diawali dengan pemukulan nakus selama sepuluh sampai lima belas menit dengan memukul bagian dalam dari nakus tersebut dan diakhiri dengan pemukulan dibagian sisi luar nakus sebanyak jumlah rakaat salat yang akan dilaksanakan. Selanjutnya pembacaan munajat akan dilaksanakan diatas menara tertinggi di madrasah Babussalam sampai akan tiba waktu azan untuk ibadah salat.
(7)
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu Perguruan
Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 23 September 2012
NIM: 107037004 Wiwin Syahputra Nasution
(8)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Wiwin Syahputra Nasution
NIP : 197704242006041005
Tempat Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 24 April 1977
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Guru Sekolah Menengah Kejuruan Negri Tanjung Pura,
Langkat
Terapis pengobatan pada klinik Syifa dalam bidang
Akupunktur dan Hypnoteraphy
Pendidikan : 1. Sarjana Pendidikan Seni Musik (S.Pd) dari Fakultas
Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan
(UNIMED) Jurusan Sendratasik, Lulus tahun 2002.
2. Akupunkturis (AKP) dari Lembaga Pendidikan
Akupunktur (YAPEPTRI) Jakarta, Lulus tahun
2008.
3. Master Hypnoteraphy (Mch) dari Yayasan
Hypnoteraphy Indonesia (YHI) Medan, Lulus tahun
2011.
Pada tahun akademi 2010/2011 diterima menjadi mahasiswa pada
Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu
(9)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
ABSTRACT ... iv
INTISARI ... v
PRAKATA ... vi
HALAMAN PERNYATAAN ... ix
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR BAGAN ... xv
DAFTAR TABEL ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Pokok Masalah ... 23
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 26
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 26
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 27
1.4 Tinjauan Pustaka ... 28
1.5 Konsep dan Landasan Teori ... 33
1.5.1 Konsep ... 33
1.5.2 Teori ... 37
1.6 Metode Penelitian ... 58
1.6.1 Pendekatan Penelitian ... 58
1.6.2 Transkripsi dalam Bentuk Notasi ... 59
1.6.3 Kehadiran Peneliti ... 60
1.6.4 Sumber Data ... 61
1.6.5 Data Statistik ... 61
1.6.6 Prosedur Pengumpulan Data ... 62
1.6.7 Analisis Data ... 62
1.7 Sistematika Penulisan ... 63
BAB II TAREKAT NAQSYABANDIAH BABUSSALAM LANGKAT DALAM KONTEKS DUNIA MELAYU DAN DUNIA ISLAM PENDAHULUAN ... 65
2.1 Kata Tarekat dalam Al-Qur’an... 65 2.2 Perkembangan, Pengaruh dan Jenis Tarekat di Dunia Islam . 70
(10)
2.3 Tarekat Naqsyabandiah di Dunia Islam ... 82
2.4 Biografi Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan Khalidy . Naqsyabandiah ... 84
2.4.1 Pendidikan ... 87
2.4.2 Mengembangkan Agama dan Tarekat ... 91
2.4.3 Membangun Babussalam ... 92
2.4.4 Percetakan, Pertanian dan Bintang Kehormatan ... 93
2.4.5 Mendirikan Serikat Islam ... 98
2.4.6 Imam dan Bilal di Madrasah Babussalam ... 99
2.4.7 Mengajar di Istana ... 100
2.4.8 Bintang Kehormatan ... 102
2.5 Silsilah ... 103
2.6 Tuan Guru yang Menjabat di Babussalam ... 105
2.7 Aktivitas ... 107
2.7.1 Baiah ... 107
2.7.2 Berkhalwat ... 108
2.7.3 Khatam Khawajakan ... 110
2.7.4 Khatam Tawajuh ... 111
2.7.5 Idiologi ... 113
2.7.5.1 Yad Kard ... 114
2.7.5.2 Baz Gasht ... 117
2.7.5.3 Nigah Dahsyat ... 119
2.7.5.4 Yad Dahsyat ... 120
2.7.5.5 Hosh Dar Dam ... 121
2.7.5.6 Nazar Bar Qadam ... 124
2.7.5.7 Safar Dar Watan ... 127
2.7.5.8 Khalwat Dar Anjuman ... 129
2.7.5.9 Ajaran Dasar Syekh Muhammad Bahauddin Naqshban ... 132
BAB III GUNA DAN FUNGSI MUNAJAT ... 135
3.1 Pengertian Penggunaan dan Fungsi ... 138
3.2 Penggunaan Munajat ... 142
3.2.1 Tanda Akan Masuknya Waktu Shalat ... 142
3.2.2 Tanda Persiapan Diri Untuk Ibadah ... 144
3.3 Fungsi Munajat ... 145
3.3.1 Kelestarian dan Kontinuitas Sistem Religi dan Budaya ... 145
3.3.2 Pendidikan ... 146
3.3.3 Ibadah Agama Islam ... 147
3.3.4 Sarana Dakwah Islam ... 148
3.3.5 Ekspresi Kelompok ... 150
3.3.6 Ekspresi Emosi ... 152
3.3.7 Ekspresi Estetika ... 156
(11)
BAB IV KAJIAN TEKS MUNAJAT ... 173
4.1 Sumber Teks Munajat ... 173
4.2 Munajat Sebagai Syair Melayu ... 173
4.3 Adab Munajat ... 187
4.4 Syarat-syarat Penyaji Munajat ... 192
4.5 Teks Syair Munajat Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan Khalidy Nqsyabandy ... 194
4.6 Analisis Semiotik dan Atqaqum ... 205
4.7 Interpretasi Teks Munajat ... 208
4.8 Interpretasi Estetika ... 266
BAB V KAJIAN STRUKTUR MELODI ... 268
5.1 Latar Belakang Gaya Musik Melayu ... 268
5.2 Latar Belakang Gaya Musik Timur Tengah... 270
5.3 Bentuk Penyajian Musikal Munajat ... 274
5.3.1 Nakus ... 274
5.3.2 Susunan Aktivitas Ibadah Shalat ... 276
5.4 Transkripsi dan Analisis Melodi Munajat ... 277
5.4.1 Transkripsi ... 277
5.4.2 Proses Transkripsi ... 278
5.5 Pemilihan Sampel ... 281
5.6 Analisis Lagu ... 282
5.7 Hasil Analisis Munajat ... 283
5.7.1 Tangga Nada ... 283
5.7.2 Nada Dasar ... 286
5.7.3 Ritem ... 288
5.7.4 Bentuk ... 289
5.7.5 Tempo ... 294
5.7.6 Wilayah Nada ... 294
5.7.7 Jumlah Pemakaian Nada ... 295
5.7.8 Interval ... 296
5.7.9 Kantur ... 298
5.7.10 Pola-Pola Kadensa ... 299
5.7.11 Gaya Lagu ... 300
5.7.12 Gaya Melayu ... 301
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 302
6.1 Kesimpulan ... 302
6.2 Saran ... 303
DAFTAR PUSTAKA ... 305
GLOSSARIUM ... 309
(12)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Contoh Rangkap (Bait) Syair dalam Tulisan Jawi ... 178
Gambar 4.2 Contoh Rangkap (Bait) Syair dalam Kitab Barzanji ... 186
Gambar Lampiran 1 Madrasah Babussalam ... 314
Gambar Lampiran 2 Makam Syekh Abdul Wahab Rokan ... 314
Gambar Lampiran 3 Pusara Syekh Abdul Wahab Rokan ... 315
Gambar Lampiran 4 Ziarah Makam ... 315
Gambar Lampiran 5 Tempat Air Yasin ... 316
Gambar Lampiran 6 Kelambu Tempat Suluk ... 316
Gambar Lampiran 7 Aktivitas Zikir di Persulukan ... 317
Gambar Lampiran 8 Tawajuh ... 317
Gambar Lampiran 9 Nakus Dalam ... 318
Gambar Lampiran 10 Nakus Luar ... 318
Gambar Lampiran 11 Tuan Guru yang Menjabat di Babussalam ... 319
Gambar Lampiran 12 Syekh H. Hasyim Al Syarwani ... 320
Gambar Lampiran 13 Syekh H. Tajudin ... 320
Gambar Lampiran 14 Rumah Suluk Besilam Atas ... 321
Gambar Lampiran 15 Rumah Suluk Besilam Bawah ... 321
Gambar Lampiran 16 Pembaca Munajat di Atas Menara ... 322
Gambar Lampiran 17 Penyimak Bacaan Munajat ... 322
Gambar Lampiran 18 Teks Munajat Dalam Tulisan Arab Melayu ... 323
(13)
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1 Segitiga Makna ... 43
Bagan 1.2 Pembagian Tanda ... 44
Bagan 1.3 Hubungan Tanda ... 45
Bagan 1.4 Tentang Tanda ... 47
Bagan 1.5 Tentang Hubungan Tanda ... 47
(14)
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Penggunaan Nada dan Jumlahnya ... 285
Tabel 5.2 Penggunaan Not dan Jumlahnya ... 288
Tabel 5.3 Bentuk Melodi dan Variasinya ... 290
Tabel 5.4 Pemakaian Nada dan Jumlahnya ... 295
(15)
ABSTRACT
This study focused on the analysis of form, function and meaning Munajat as ideology and the media in keeping the congregation Naqsyabandiah lineage in the village of Padang Tualang Besilam Langkat District, North Sumatra Province. The study was conducted to provide a thorough understanding of the role of the congregation chanting Munajat Naqsyabandiah used as a sign of the entry of Fajr prayers, Maqhrib and Friday prayers. As the creator and the civilizing traditions of chanting Munajat reading this is the first master teacher who is also the founder of the Order of Naqsyabandiah in the village of Sheikh Abdul Wahab Babussalam Rokan Khalidy Naqsyabandy .
The approach used in this study is an interdisciplinary approach to qualitative research methods to describe and transcribe humming Munajat conducted research location. Some of the theories used in support of this research include functionalism theory, ethnomusicology theory, the theory of semiotics, the theory Tringulasi, Theory of Weighted Scale (weight scales), atqakum theory, the theory takmilah. Data collected through library, research, observation, interview and documentation.
Once the analysis is done, it was found that the congregation Naqsyabandiah Munajat in its important role as a tool to maintain cultural continuity and the reinforcement of the integrity of the congregation Naqsyabandiah Babussalam. Munajat also has a function as a means of education, manners and keep the congregation Naqsyabandiah pedigree.
Analysis of the meaning of the text with semiotic theory approach has been found that in addition to poetry Munajat text associated with the concepts of the concept of the sign, it also has elements of traditional Malay elements like prose poems, rhymes, seloka, or couplets. When viewed from the meaning of the Munajat activity is as a manifestation of devotion to God.
Munajat has 44 (forty four) stanza poem in its presentation using Malay ornamentation such as patah lagu, cengkok, and gerenek. Maqom used in this Munajat is Shika maqom use pattern. Munajat contained in this order priority to serving text (logogenik) is the primary means of communication is verbal.
In practice, Munajat always begins with a beating over the past ten to fifteen minutes by hitting the inside of the nakus section and ends with beating out the total number of prayers to be implemented. Further readings will be held on Munajat's tallest tower at madrasah Babussalam until it was time to worship azan prayers.
Keywords: The essence of Tauhid, Tarekat, Lineage, function, meaning and music analysis.
(16)
INTISARI
Penelitian ini fokus pada analisis bentuk, fungsi dan makna Munajat sebagai media dalam menjaga ideologi dan silsilah Tarekat Naqsyabandiah di desa Besilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatra Utara. Kajian ini dilakukan untuk memberikan pemahaman menyeluruh tentang peranan senandung Munajat dalam Tarekat Naqsyabandiah yang digunakan sebagai tanda akan masuknya waktu salat Subuh, Maqhrib dan salat Jumat. Adapun yang menjadi pencipta dan yang membudayakan tradisi pembacaan senandung munajat ini adalah tuan guru pertama yang juga merupakan pendiri Tarekat Naqsyabandiah di kampung Babussalam yaitu Syekh Abdul Wahab Rokan Khalidy Naqsyabandy..
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan interdisiplin dengan metode penelitian kualitatif dengan mendeskripsikan dan mentranskripsikan senandung munajat yang dilakukan dilokasi penelitian. Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung penelitian ini diantaranya teori fungsionalisme, teori etnomusikologi, teori semiotika, teori Tringulasi, Teori Weighted Scale (bobot tangga nada), teori atqakum, teori takmilah. Data data dikumpulkan melalui, studi pustaka, observasi, wawancara dan dokumentasi.
Setelah analisis dilakukan, ditemukan hasil bahwa Munajat dalam Tarekat Naqsyabandiah memiliki peranan yang penting sebagai alat untuk menjaga kontinuitas budaya dan sebagai penguat integritas tarekat Naqsyabandiah Babussalam. Munajat juga memiliki fungsi sebagai sarana pendidikan, menjaga adab serta silsilah tarekat Naqsyabandiah.
Analisis terhadap makna teks dengan pendekatan teori semiotika ditemukan bahwa syair teks munajat disamping berhubungan dengan konsep konsep tanda, juga memiliki unsur unsur puisi melayu tradisional seperti prosa, pantun, seloka, atau gurindam. Apabila ditinjau dari makna aktifitasnya maka munajat adalah sebagai salah satu wujud ketaqwaan kepada Allah.
Munajat Memiliki 44 (empat puluh empat) bait syair yang dalam penyajiannya menggunakan Ornamentasi melayu yaitu patah lagu, cengkok, dan gerenek. Maqom yang digunakan dalam munajat ini menggunakan pola maqom Shika. Munajat yang terdapat dalam tarekat ini mengutamakan sajian teks (logogenik) yang artinya komunikasi utama adalah secara verbal.
Dalam pelaksanaannya, munajat selalu diawali dengan pemukulan nakus selama sepuluh sampai lima belas menit dengan memukul bagian dalam dari nakus tersebut dan diakhiri dengan pemukulan dibagian sisi luar nakus sebanyak jumlah rakaat salat yang akan dilaksanakan. Selanjutnya pembacaan munajat akan dilaksanakan diatas menara tertinggi di madrasah Babussalam sampai akan tiba waktu azan untuk ibadah salat.
(17)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Islam merupakan salah satu agama besar di dunia saat ini. Bermula dari
kawasan Saudi Arabia, yaitu pada dua kota utama yaitu Kota Mekah tempat
Rasul Muhammad dilahirkan dan Madinah sebagai pusat perkembangan awal
Islam. Di Kota Madinah inilah terjalinnya integrasi sosioreligius antara kaum
muhajirin (pendatang) dan anshor (penduduk Madinah). Mereka dipersatukan Rasul Muhammad berdasarkan konsep persaudaraan. Proses migrasi Nabi
Muhammad dan para pengikutnya dari Mekah ke Madinah ini menjadi dasar dari
sistem kalender Hijriah Islam. Akhirnya Islam berkembang keseluruh Jazirah
Arab, Persia, Asia Selatan, China, Eropa Barat dan Timur, Nusantara (Asia
Tenggara), dan kini ke seluruh penjuru dunia. Islam adalah agama yang paling
pesat perkembangan jumlah pengikutnya dalam beberapa abad terakhir ini.1
1
Di dunia ini, manusia ada yang beragama dan ada juga yang tidak beragama, namun sebahagian besar adalah beragama. Secara kuantitas, masyarakat yang tidak beragama berada pada peringkat ketiga dengan jumlah persentase 16 persen dari keseluruhan penduduk dunia. Yang menarik adalah setengah dari kelompok ini, percaya kepada Tuhan namun tidak mengikuti agama tertentu. Agama Yahudi yang jumlah pemeluknya memiliki persentase 0,22 % dari jumlah penduduk dunia berada pada peringkat terakhir dalam daftar agama-agama resmi dunia. Walaupun di Dunia Barat gereja-gereja yang tinggi menjulang banyak dibangun untuk menyebarluaskan ajaran-ajaran Kristiani, namun saat ini perkembangan agama Islamlah yang mengalami kemajuan pesat dan perselisihan serta perbedaan yang ada di tengah umat Islam pun semakin berkurang dibanding dengan agama-agama lain. Dengan mengingat segala permasalahan ekonomi dan berbagai problem lainnya yang terjadi pada negara-negara Islam, agama ini mampu berada pada peringkat kedua dalam daftar agama dengan jumlah penganut terbanyak. Berdasarkan laporan situs Baztab di Iran, hasil surveinya memperlihatkan agama Kristen menguasai 33 persen masyarakat dunia namun mereka mengalami perpecahan yang lebih besar dan lebih prinsipil dibanding agama-agama lainnya. Agama Kristen sekarang terpecah menjadi berbagai macam aliran yang berbeda-beda seperti Katolik, Protestan, Ortodoks Timur, Anglikan, Evangelis, Pantekosta, dan lain sebagainya. Islam yang dipeluk oleh sekitar 21 persen dari penduduk dunia termasuk Suni, Syiah dan beberapa mazhab lainnya menempati agama kedua dengan penganut terbanyak setelah agama
(18)
Kebesaran Islam bukan hanya terlihat dari jumlah pengikutnya namun
Islam juga memiliki banyak aliran yang berbeda dalam menafsirkan dan
mengamalkan perintah dalam Al-Qur’an dan Hadits. Yang paling jelas ada dua
aliran dalam Islam yaitu Ahlussunnah wal Jama’ah atau lazim disebut kelompok
Suni dan Syiah atau Syi’i. Di dalam masyarakat muslim Suni sendiri terdapat
empat mazhab besar berdasarkan imam yang mereka ikuti, yaitu:Maliki, Hanafi,
Hanbali, dan Syafi’i. Demikian pula di dalam masyarakat muslim Syiah terdapat
berbagai aliran lagi.
Islam adalah agama samawiyah2
Kristen. Orang-orang yang tidak beragama berada pada peringkat ketiga dengan persentase 16 persen dari jumlah penduduk dunia, termasuk di antaranya mereka yang tidak percaya kepada Tuhan, orang-orang sekuler, dan yang menyembunyikan keyakinannya. Yang menarik adalah setengah dari mereka ternyata percaya kepada Tuhan walaupun tidak meyakini agama mana pun. Agama Hindu berada pada peringkat keempat dengan jumlah pengikut sebanyak 14 persen dari jumlah penduduk dunia. Diikuti agama Buddha, agama tradisional Cina dan kepercayaan-kepercayaan tradisional masyarakat Afrika yang masing-masing memiliki jumlah persentase sebanyak 6 persen. Agama Sikh dengan 0,36 persen komunitasnya menempati peringkat berikutnya dan Yahudi ternyata menempati peringkat paling akhir dari daftar agama-agama dunia menurut jumlah pengikutnya. [icc-jakarta.com]
yang dibawa oleh Nabi Muhammad
SAW. Inti ajarannya adalah percaya kepada Allah Yang Ahad, yang diucapkan
dan dibenarkan dalam hati yaitu Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu
adalah Utusan(Rasul) Allah (La ilaha ilallah Muhammadarrasulullah). Di dalam
Islam juga dikenali dua rukun utama agama ini, yaitu rukun Islam dan rukun
Iman. Rukun Islam adalah syariat dalam bentuk lima aktivitas, yaitu: (a)
2
Istilah samawiyah ini berasal dari konsep Islam, yang mengandungi makna sebagai agama yang berdasar kepada wahyu yang diturunkan Tuhan melaluii-nabi. Istilah ini juga merujuk kepada agama Islam, Kristen, dan Yahudi. Secara harfiah samawiyah artinya adalah langit. Konteks makna kata ini adalah agama wahyu yang diturunkan dari langit, yaitu dari Allah. Di sisi lain ada pula istilah agama ardhiyah yaitu agama-agama yang muncul, tumbuh, dan berkembang di dunia ini. Faktor budaya dan peradaban manusia menjadi faktor utama tumbuhnya agama-agama
(19)
mengucap dua kalimah syahadat, (b) melaksanakan salat, (c) melaksanakan puasa;
(d) menunaikan zakat; dan (e) melakukan ibadah haji bagi yang mampu.3
Selanjutnya dikenal pula rukun iman yaitu berupa keyakinan, yang terdiri
dari: (a) iman kepada
Allah; (b) iman kepada
akan keberadaan kekuasaan dan kebesaran Allah di alam semesta; (c) iman
kepada kitab-kitab Allah, berupa melaksanakan ajaran kitab-kitab Allah hanif.
Salah satu kitab Allah adalah
sebelumnya, yaitu kitab-kitab
rasul Allah, yaitu mencontoh perjuangan para
dan menjalankan kebenaran yang disertai kesabaran, (e) iman kepada hari
yaitu faham bahwa setiap perbuatan akan ada pembalasan, dan (f) iman
kepada
Allah pada alam semesta.
Di lain sisi rukun iman berikut ini adalah menurut aliran Islam Syiah
(dikenal sebagai ushulluddin yaitu prinsip-prinsip keimanan) terdiri dari: (1)
At-tauhid yaitu keesaan Allah, (2) Al-adhalah yaitu keadilan Allah, (3) An-nubuwah yaitu kenabian, (4) Al-imamah yaitu kepemimpinan pasca Nabi Muhammad
SAW., dan (5) Al-ma'ad. Aktivitas Islam secara umum dapat terlihat dari
pengamalan 5 (lima) rukun Islam yang wajib dilaksanakan sebagai bentuk rasa
3
Dalam dunia sufi (tarekat) aktivitas-aktivtas ini disebut dengan syariat. Namun secara umum, sufi apapun alirannya di dalam Islam, selalu menekankan bahwa ibadah tidak cukup hanya dengan mengerjakan syariat saja, namun harus lebih dalam dan bermakna dari sekedar aktivitas itu, yaitu dalam tingkatan tarekat, hakikat, dan makrifat. Peringkat pelaksanaan ibadah ini yang didasari oleh zikir adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah.
(20)
patuh kepada Allah dengan mencontoh segala amal perbuatan yang dilakukan
oleh Rasulullah Muhammad SAW.
Dalam mencontoh segala amalan yang dilakukan oleh Rasul tidak hanya
terbatas oleh bentuk pelaksanaannya secara lahiriah saja namun bentuk amalan itu
juga harus disertai dengan mencontoh rasa batiniahnya Rasul. Hal inilah yang
banyak menjadi perbincangan diberbagai aliran di dalam Islam tentang bagaimana
melakukan pendekatan tentang maksud dari tiap-tiap ayat yang terkandung dalam
Al-Qur’an dan Hadits, karena Al-Qur’an tidak hanya dapat dimaknai dengan arti
tersurat saja namun lebih jauh dari pada itu Al-Qur’an memiliki makna tersirat
yang lebih mendalam. Sebagai contoh dalam kitab suci Al-Qur’an mengatakan
bahwa orang-orang yang beruntung adalah orang yang bertawakal dan khusuk
dalam salatnya. Oleh karena itu berbagai aliran Tarekat dalam Islam mencoba
mendekatkan faham tentang rasa khusuk dan tawakal ini dalam aktivitas
peribadatannya.
Pengertian Tarekat4
4
Penulisan tarekat ini adalah transliterasi dari kata dalam bahasa Arab, yaitu
sebagaimana yang berkembang di kalangan ulama
ahli tasawuf adalah “jalan atau petunjuk dalam melaksanakan suatu ibadah sesuai
dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW. dan yang
dicontohkan beliau serta dikerjakan oleh para sahabatnya, tabiin, tabiit tabiin, dan
Kata ini kadangkala dalam teks-teks berbahasa Indonesia atau Melayu yang ditulis dengan huruf Latin atau Romawi menjadi thoriqot, thoriqat, thariqot, tharikat, tariqat, dan tarekat itu sendiri. Dalam tesis ini penulis memilih tarekat seperti yang terdapat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka Jakarta 1980. Untuk selanjutnya walaupun ini istilah dalam bahasa Arab penulis tidak menulisnya huruf miring (italic) dalam tesis ini karena pada bab ini dan seterusnya akan banyak mengulang kata tarekat, jadi cukup ditampilkan sekali saja. Begitu juga dengan penulisan kata munajat, yang ditulis huruf miring pada awal tampilanhnya saja.
(21)
secara turun temurun sampai kepada guru-guru, ulama-ulama, secara bersambung
dan berantai hingga pada masa sekarang ini.” (Imron Abu Amar, 1980:1).
Sebuah contoh diketahui umum di dalam Islam bahwa di dalam
Al-Qur’an hanya dapat dijumpai adanya ketentuan kewajiban salat, tetapi tidak ada
satu ayat pun yang memberikan perincian tentang rakaat salat tersebut. Misalnya
salat Zuhur 4 rakaat, Ashar 4 rakaat, Maghrib 3 rakaat, Isya 4 rakaat, dan Subuh 2
rakaat. Demikian juga terhadap syarat dan rukunnya salat-salat wajib tersebut.
Rasulullah sebagai orang yang pertama yang memberikan contoh-contoh dan
cara-cara salat tersebut melalui perbuatan yang dipertunjukkan dan ditiru oleh
para shahabatnya terus dienkulturasikan kepada umat Islam lainnya dan
dikekalkan hingga sekarang ini melalui ajaran dan petunjuk yang diberikan oleh
para guru, syeikh, dan ulama.
Ini tidaklah ditafsirkan bahwa Al-Qur’an sebagai sumber pokok hukum
Islam tidak lengkap, sunnah Rasul dan ilmu fiqih yang disusun para ulama tidak
sempurna, tetapi sebenarnya masih banyak penjelasan yang dibutuhkan umat agar
pelaksanaan peraturan dan ketentuan Allah dan Rasulullah dapat dikerjakan secara
teratur, bukan menurut penerimaan atau penangkapan akal bagi orang yang hanya
mampu membaca, menghayati, dan memahami yang pada akhirnya orang ini akan
mengerjakan syariat Islam sesuai dengan kemauan hawa nafsunya sendiri.
Demikian landasan berpikir kaum Tarekat dalam Islam.
Selain itu, Tarekat adalah termasuk ke dalam ilmu mukasyafah, yang
dapat memancarkan cahaya ke dalam hati para penganutnya. Sehingga dengan
(22)
Nabi Muhammad. Demikian pula halnya terhadap sesuatu yang ada di balik
rahasia Allah.
Adapun tujuan mengamalkan Tarekat sebagaimana yang lazim
dikerjakan oleh para jemaahnya, ada beberapa hal. Di antaranya adalah: (a)
mengadakan latihan jiwa (riyadhah) dan berjuang melawan hawa nafsu
(mujahadah), membersihkan diri dari sifat tercela dan diisi sifat terpuji, (b) selalu
mewujudkan rasa ingat kepada Allah melalui amalan wirid dan zikir diikuti
tafakur yang terus menerus dikerjakan, (c) timbul rasa takut kepada Allah sehingga menghindarkan diri dari segala macam pengaruh duniawi yang
menyebabkan lupa kepada Allah, (d) akan dapat mencapai tingkat alam makrifat,
sehingga dapat mengetahui segala rahasia di balik tabir cahaya Allah dan
Rasul-Nya secara jelas, (e) dapat diperoleh apa yang sebenarnya menjadi tujuan hidup
ini (Imron Abu Amar, 1980:12-13).
Adapun landasan pengamalan Tarekat dalam Islam adalah mengutip
Surah Al-Jin ayat ke-16, seperti berikut ini.
Artinya:
Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak)
Ayat ini oleh para ulama ahli Tarekat dijadikan pegangan hukum dasar
melaksanakan amalan-amalan yang diajarkan. Meskipun masih ada sebahagian
(23)
Kemudian dari sisi materi pokok amalan Tarekat yang berupa wirid
zikrullah (berzikir), sesuai firman Allah dalam Qur’an sebagai berikut.
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah; zikir yang sebanyak-banyaknya dan bertasbihlah kepada-Nya waktu pagi dan petang (Q.S. Al-Ahzab: 41-42)
Memperhatikan ayat di atas, maka dengan jelas Allah telah
memerintahkan kepada semua orang yang beriman untuk tetap senantiasa berzikir
dengan menyebut asma Allah. Kegiatan ini dilakukan sepanjang waktu, siang atau
malam, pagi atau petang.
Aliran Tarekat mendekatkan faham tersebut dengan melakukan berbagai
cara, mulai dengan melakukan tarian untuk merasakan gerakan jiwa, merasakan
ketentraman hati tatkala berzikir dan mengikhlaskan harta pada saat sedekah.
Semua ini dilatih agar dapat mencapai tingkat kepasrahan kepada Yang Maha
Pengasih. Walaupun sedikit kontroversial tetapi inilah jalan yang ditempuh oleh
para sufi agar dapat lebih ikhlas, sabar dan bersyukur akan nikmat yang diberikan
Allah SWT.
Di dalam konteks Dunia Islam, terdapat berbagai aliran Tarekat. Di
antaranya adalah Jabariyah, Samaniyah, Mauwaliyah (Mevlevi), Naqsyabandiah,
dan lain-lainnya. Inti ajarannya adalah sama secara umum, yakni mendekatkan
diri kepada Allah melalui zikir. Namun terdapat variasi-variasi dalam tata cara
(24)
Aliran Tarekat Naqsyabandiah adalah Tarekat dengan jalan melakukan
amalan dengan mengasingkan diri (berkhalwat) dari keramaian dan melakukan
zikir sampai ribuan kali setiap harinya. Mengasingkan diri ini dilakukan
mencontoh aktifitas yang dilakukan Rasul ketika menerima wahyu dari Allah
yang disampaikan oleh malaikat Jibril di gua Hira. Berdasarkan sejarah inilah
para penganut Tarekat Naqsyabandiah melakukan zikir di suatu tempat yang
dinamakan dengan suluk. Tarekat Naqsyabandiah ini salah satu yang terkenal di
Nusantara dan Dunia Islam adalah Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat,
Sumatera Utara, Indonesia.
Pada Tarekat Naqsyabandiah Babussalam ini, ada amalan-amalan berupa
zikir yang disebut suluk tadi, haul yaitu memperingati hari wafatnya Tuan guru
Syekh Abdul Wahab Rokan Khalidy Naqsyabandy, salat berjamaah, tausyiyah
(ceramah tau siraman rohani) agama oleh para ulama Tarekat ini, azan untuk
memulakan salat, penggunana nakus (kentongan) sebelum masuknya azan.
Yang menarik secara religius adalah bahwa di dalam Tarekat
Naqsyabandiah Babussalam ini terdapat aktivitas munajat. Secara etimologis
munajat artinya adalah doa atau permohonan doa, merupakan sesuatu yang tidak
bisa dipisahkan dari ritual ibadah oleh agama dan kepercayaan manapun. Melalui
perantaraan doa, setiap individu meminta kepada yang kuasa tentang segala hal
yang diinginkannya. Oleh karena meminta adalah suatu proses mengharapkan
akan sesuatu maka di dalam memanjatkan doa setiap individu, kelompok maupun
suatu agama tertentu memiliki aturan, persepsi, dan syarat yang dianggap wajib
(25)
sufistik Tarekat Naqsyabandiah
Pelaksanaan munajat pada Tarekat Naqsyabandiah Babussalam sedikit
berbeda dengan pelaksanaan munajat pada umat Islam secara umum. Biasanya
pada masyarakat Islam umum, munajat tidak dilakukan dengan bersenandung
dan isi dari munajat secara langsung merupakan permohonan kepada Allah.
Namun pada Tarekat Naqsyabandiah Babussalam selain munajat tersebut
disenandungkan juga permohonan kepada Allah melalui perantaraan guru dan
syekh yang dianggap suci dan keramat.
yang memiliki cara yang berbeda dalam
menyampaikan doanya.
Sudah menjadi kebiasaan sejak Desa Babussalam dibangun, apabila
kira-kira setengah jam lagi waktu Salat Maghrib, Subuh, dan Jum’at masuk, bilal5
Syair-syair munajat diciptakan oleh tuan guru pertama yaitu Syekh
mengumandangkan munajat di atas menara Madrasah besar dengan suara yang
merdu dan lantang. Demikian pula menjelang Isya pada bulan Ramadhan,
Munajat ini terdiri dari 44 (empat puluh empat) bait yang pada dasarnya
mengandung puji-pujian kepada Allah, doa mohon ampun dan kelapangan hidup
dunia akhirat dengan berkat Syekh-Syekh Tarekat Naqsyabandiah serta Wali-Wali
Allah yang keramat dan Saleh.
4
5
Bilal adalah petugas keagamaan Islam yang mengumandangkan azan baik di dalam mesjid atau di atas menara (minaret), sebagai indeks atau tanda akan masuknya sholat wajib atau sunat lainnya seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Istilah bilal ini adalah merujuk kepada nama pengumandang azan Islam yang pertama kali yaitu Bilal bin Rabba. Istilah bilal juga disinonimkan dengan istilah muazin, yang maknanya adalah pengumandang azan (pertanda akan sholat). Umat Islam dalam membuat tanda akan segera masuk ibadah sholat ini adalah melalui azan. sedanagkan umat Kristiani tanda masuknya ibadah melalui bunyi lonceng gereja. Kemudian umat Yahudi memberi tanda masuknya ibadah di synagog melalui tiupan terompet.
(26)
munajat ini dimulai sejak masa kampung Babussalam pertama kali didirikan yaitu
pada tanggal 15 Syawal 1300 H dimana Syekh Abdul Wahab dengan keluarga
serta murid-muridnya yang berjumlah 130 (seratus tiga puluh) orang Hijrah
dengan menggunakan 13 (tiga belas) perahu ke daerah tersebut.
Di Tarekat Naqsyabandiah Babussalam, istilah munajat mengacu kepada
2 (dua) pengertian yaitu munajat sebagai senandung yang dibacakan setiap hari
diatas menara madrasah menunggu waktu salat tiba yang dilakukan bergantian
oleh 3 (tiga) sampai 4 (empat) orang dan yang kedua munajat yang dibacakan
sebelum ritual zikir di dalam suluk dimulai.
Keunikan yang ada dalam pembacaan munajat ini menjadikan munajat
menjadi salah satu ciri khas dari Tarekat Naqsyabandiah Babussalam. Pembacaan
munajat ini tetap dilakukan bukan saja di Babussalam namun di Masjid dan
surau-surau yang jamaahnya menganut faham Tarekat ini akan mengumandangkan
munajat untuk menunggu waktu salat subuh, Maghrib dan salat Jum’at tiba.
Budaya pembacaan munajat ini bagi masyarakat Naqsyabandiah menjadi
penting karena disamping sebagai wujud kepatuhan murid kepada sang guru yang
menganjurkannya juga munajat merupakan perwujudan tradisi kepercayaan yang
telah dibangun oleh ajaran Tarekat ini ratusan tahun bahkan ribuan tahun yang
lampau yang disebut dengan rabhithah dan wasilah.
Pembacaan senandung munajat telah dilakukan berulang kali pada setiap
harinya di madrasah Babussalam, namun sejauh pengamatan penulis belum ada
suatu panduan tentang peraturan dalam pembacaan senandung munajat ini bila
(27)
Anggapan sementara penulis munajat sangat berhubungan erat dengan
tradisi budaya seni dan sastra. Hal ini dapat terlihat dari modus melodi yang
digunakan tatkala menyenandungkannya maupun dari unsur sastra dalam
penggunaan kata dalam syairnya. Didalam menyenandungkannya Munajat
menggunakan aspek musikal Melayu yang dipengaruhi oleh unsur tekhnik vokal
Arabian seperti modus atau maqam rast, sika, nahwa, dan hijaz. Demikian pula
bila ditilik dari penggunaan kata dan sastranya yang digunakan tidak terlepas dari
pengaruh budaya sastra Melayu dan unsur filosofi Tarekat Naqsyabandiah.
Keberadaan munajat dalam kelompok Tarekat Naqsyabandiah
Babussalam Langkat ini menarik dilihat dari berbagai fenomenanya. (a) Munajat
adalah doa yang disenandungkan dan diciptakan oleh Tuan Syekh Abdul Wahab
Rokan, yang menguasai dua aliran Tarekat yaitu Naqsyabandiah dan Samaniyah
sekali gus, namun yang dikembangkannya di Babussalam Langkat adalah Tarekat
Naqsyabandiah. (b) Munajat di dalam kelompok Tarekat ini disajikan dengan
menggunakan bahasa Melayu, artinya munajat ini dibumikan dengan cara
Melayu, bukan cara Arab atau Gujarat. (c) Munajat yang dikumandangkan
menjelang azan pada Salat Maghrib, Subuh, dan Jum’at, menggunakan
ornamentasi melodi Melayu dan tangga nada (maqam yang khas Timur Tengah)
dan ornamentasi melayu yaitu patah lagu, cengkok, dan gerenek. (d) Bahwa
munajat yang terdapat dalam Tarekat ini mengutamakan sajian teks (logogenik)6
6
Yang dimaksud logogenik adalah satu kebudayaan musik etnik atau musik dunia, yang ciri khas utamanya adalah menggunakan dan menumpukan teks yang dikomunikasikan secara verbal. Biasanya menggunakan salah satu atau perpaduan unsur-unsur ritme, melodi, atau harmoni. Dalam kebudayaan musik logogenik ini, unsur sastra dan folklor mendapat peranan penting. Namun agak berbeda dengan bahasa sehari-hari, teks dipertunjukkan melalui lagu bukan bahasa sehari-hari. Dengan demikian nyanyian jenis ini selalu menggunakan bahasa yang
(28)
artinya komunikasi utama adalah secara verbal yang sesuai dengan konsep budaya
Melayu, yaitu yang kurik kundi, yang merah saga; yang baik budi, yang indah
bahasa. (e) Bahwa dalam munajat ini, unsur estetika juga memainkan peranannya setelah unsur tekstual, unsur estetika ini mencakup aspek sastra seperti unsur
syair, rima (persajakan), bait, baris, makna teks, dan lainnya. Juga adanya unsur
melodis seperti patah lagu, cengkok dan gerenek, tangga nada, variasi individu
pengumandang munajat, dan lainnya. (f) Bahwa munajat merupakan ekspresi
budaya Melayu dalam konteks agama Islam, yang merupakan hasil adunan
Melayu dan Timur Tengah.
Dengan keberadaanya yang seperti itu, maka munajat ini menarik untuk
dikaji dari sisi ilmu seni budaya dan ilmu agama Islam. Dalam hal ini, penulis
menggunakan ilmu etnomusikologi dan agama Islam khususnya tentang Tarekat
yang disebut dengan ilmu tasawuf. Untuk itu perlu diulas sekilas tentang apa itu
etnomusikologi dan ilmu-ilmu dalam agama Islam yang mengkaji Tarekat.
Etnomusikologi sebagai sebuah disiplin ilmu, merupakan fusi atau
gabungan dari dua induk ilmu yaitu etnologi (antropologi) dan musikologi.
Penggabungan ini sendiri telah menimbulkan dampak yang kompleks dalam
perkembangan etnomusikologi. Jika kemudian ia berfusi lagi dengan ilmu lain,
katakanlah arkeologi, maka akan terjadi sesuatu perkembangan yang menarik.
digayakan dan mengandung unsur-unsur perlambangan. Adakalanya bersifat rahasia seperti pada mantea. Seterusnya, jika sebuah kebudayaan musik mengutamakan aspek melodi atau ritme saja, bukan menekankan kepada teks, maka musik seperti ini dapat dikategorikan sebagai budaya musik
melogenik. Musik seperti ini, lebih menumpukan pertunjukan kepada aspek komunikasi bukan lisan terutama menggunakan dimensi waktu dan ruang. Untuk mengkaji makna yang diungkapkan melalui ritme, melodi, atau bunyi-bunyia lainnya, diperlukan pemahaman dan penafsiran dengan cara menelitinya, terutama apa yang ingin dikomunikasikan pencipta musik atau senimannya, yang dapat ditelusuri melalui pikiran mereka (lihat Malm, 1977).
(29)
Dalam konteks etnomusikologi, bidang musikologi selalu dipergunakan dalam
mendeskripsikan struktur musik yang mempunyai hukum-hukum internalnya
sendiri--sedangkan etnologi memandang musik sebagai bagian dari fungsi
kebudayaan manusia dan sebagai suatu bagian yang menyatu dari suatu dunia
yang lebih luas. Secara eksplisit dinyatakan oleh Merriam sebagai berikut.
Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but takes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound (Merriam 1964:3-4).7
Dari kutipan paragraf di atas, menurut Merriam para pakar
etnomusikologi membawa dirinya sendiri kepada benih-benih pembahagian
ilmu, untuk itu selalu dilakukan percampuran dua bagian keilmuan yang
7
Buku ini menjadi “bacaan wajib dan mendasar” bagi para pelajar dan mahasiswa etnomusikologi seluruh dunia, dengan pendekatan kebudayan, fungsionalisme, strukturalisme, sosiologis, dan lain-lainnya. Buku yang diterbitkan tahun 1964 oleh North Western University di Chicago Amerika Serikat ini, menjadi semacam “buku wajib” dalam disiplin etnomusikologi seluruh dunia.
(30)
terpisah, yaitu musikologi dan etnologi. Kemudian menimbulkan
kemungkinan-kemungkinan masalah besar dalam rangka mencampur kedua
disiplin itu dengan cara yang unik, dengan penekanan pada salah satu
bidangnya, tetapi tetap mengandung kedua disiplin tersebut. Sifat dualisme
lapangan studi ini, dapat ditandai dari literatur-literatur yang
dihasilkannya--seorang sarjana menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu
sistem tersendiri, sedangkan sarjana lain memilih untuk memperlakukan
musik sebagai suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai
bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan. Pada saat yang sama,
beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh para pakar antropologi Amerika,
yang cenderung untuk mengasumsikan kembali suatu aura reaksi terhadap
aliran-aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai dengan
melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya. Di sini, penekanan
etnologis yang dilakukan para sarjana ini lebih luas dibanding dengan kajian
struktur komponen suara musik sebagai suatu bagian dari permainan musik
dalam kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan
kebudayaan manusia yang lebih luas.
Hal tersebut telah disarankan secara tentatif oleh Nettl yaitu terdapat
kemungkinan karakteristik "aliran-aliran" etnomusikologi di Jerman dan
Amerika, yang sebenarnya tidak persis sama. Mereka melakukan studi
etnomusikologi ini, tidak begitu berbeda, baik dalam geografi, teori, metode,
pendekatan, atau penekanannya. Beberapa studi provokatif awalnya
(31)
yang bukan hanya pada semua hal yang berkaitan dengan struktur musik saja.
Para sarjana Amerika telah mempersembahkan teknik analisis suara musik.
Dari kutipan di atas tergambar dengan jelas bahwa etnomusikologi dibentuk dari
dua disiplin dasar yaitu etnologi dan musikologi, walau terdapat variasi
penekanan bidang yang berbeda dari masing-masing ahlinya. Namun terdapat
persamaan bahwa mereka sama-sama berangkat dari musik dalam konteks
kebudayaannya.
Berbagai definisi tentang etnomusikologi telah dikemukakan dan
dianalisis oleh para pakar etnomusikologi. Dalam edisi berbahasa Indonesia,
Rizaldi Siagian dari Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan Santosa dari
Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta, telah mengalihbahasakan
berbagai definisi etnomusikologi, yang terangkum dalam buku yang bertajuk
Etnomusikologi, 1995, yang disunting oleh Rahayu Supanggah, terbitan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, yang berkantor pusat di Surakarta.
Dalam buku ini, Alan P. Merriam mengemukakan 42 (empat puluh dua) definisi
etnomusikologi dari beberapa pakar, menurut kronologi sejarah dimulai oleh
Guido Adler 1885 sampai Elizabeth Hesler tahun 1976.8
8
R. Supanggah, 1995. Etnomusikologi. Surakarta: Yayasan bentang Budaya, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Buku ini merupakan kumpulan enam tulisan oleh empat pakar etnomusikologi (Barat) seperti: Barbara Krader, George List, Alan P. Merriam, dan K.A. Gourlay; yang dialihbahasakan oleh Santosa dan Rizaldi Siagian. Dalam buku ini Alan P. Merriam menulis tiga artikel, yaitu: (a) “Beberapa Definisi tentang ‘Musikologi Komparatif’ dan ‘Etnomusikologi’: Sebuah Pandangan Historis-Teoretis,” (b) “Meninjau Kembali Disiplin Etnomusikologi,” (c) “Metode dan Teknik Penelitian dalam Etnomusikologi.” Sementara Barbara Krader menulis artikel yang bertajuk “Etnomusikologi.” Selanjutnya George List menulis artikel “Etnomusikologi: Definisi dalam Disiplinnya.” Pada akhir tulisan ini K.A. Gourlay menulis artikel yang berjudul “Perumusan Kembali Peran Etnomusikolog di dalam Penelitian.” Buku ini barulah sebagai alihbahasa terhadap tulisan-tulisan etnomusikolog (Barat). Ke depan, dalam konteks Indonesia diperlukan buku-buku panduan tentang etnomusikologi terutama yang ditulis oleh anak negeri, untuk kepentingan perkembangan disiplin ini. Dalam ilmu antropologi telah dilakukan penulisan
(32)
Dari 42 (empat puluh dua) definisi tentang etnomusikologi dapat
diketahui bahwa etnomusikologi adalah fusi dari dua disiplin utama yaitu
musikologi dan antropologi, pendekatannya cenderung multi disiplin dan
interdisiplin. Etnomusikologi masuk ke dalam bidang ilmu humaniora dan sosial
sekaligus, merupakan kajian musik dalam kebudayaan, dan tujuan akhirnya
mengkaji manusia yang melakukan musik sedemikian rupa itu. Walau awalnya
mengkaji budaya musik non-Barat, namun sekarang ini semua jenis musik
menjadi kajiannya namun jangan lepas dari konteks budaya. Dengan demikian,
masalah definisi dan lingkup kajian etnomusikologi sendiri akan terus
berkembang dan terus diwacanakan tanpa berhenti.
Mengapa penulis mengambil disiplin ilmu ini dalam mengkaji
keberadaan munajat di kelompok Tarekat Naqsyabandiah dengan menggunakan
disiplin etnomusikologi adalah dilandasi oleh beberapa hal. (a) Sebagai sebuah
aktivitas keagamaan munajat Tarekat ini mengandung unsur-unsur musikal
melodi (yang kemudian dapat lagi dirinci menjadi tangga nada, bentuk melodi,
frase melodi, motif melodi, densitas, frekuensi, dan lainnya) yang merupakan
wilayah kajian etnomusikologi. (b) Demikian pula munajat ini mengandung unsur
syair yang juga merupakan wilayah kajian etnomusikologi yang sering disebut
dengan kajian tekstual. Unsur-unsur syair ini meliputi bait, baris, rima atau
persajakan bunyi, jumlah kata per baris, makna denotasi dan konotasi, dan hal-hal
sejenisnya. (c) Munajat juga diciptakan oleh Syekh Abdul Wahab Rokan, yaitu
buku seperti Pengantar Ilmu Antropologi yang ditulis antropolog Koentjaraningrat, diikuti oleh berbagai buku antropologi lainnya oleh para pakar generasi berikut seperti James Dananjaya, Topi Omas Ihromi, Parsudi Suparlan, Budi Santoso, dan lain-lainnya.
(33)
dalam konteks budaya Melayu. Jadi munajat ini sangat menarik untuk distudi
yakni pertunjukan dalam konteks budayanya sebagaimana yang biasa dilakukan di
dalam disiplin etnomusikologi.
Namun demikian, untuk mengkaji munajat dalam konteks dunia Tarekat
atau sufisme, maka dalam tesis ini penulis menggunakan ilmu-ilmu dan
pendekatan tasawuf yang lazim digunakan dalam mengkaji keberadaan Tarekat di
dalam Dunia Islam. Untuk itu perlu dijelaskan apa itu ilmu tasawuf.
Tasawuf (tasawwuf) atau sufisme ﻑﻭﺻﺗ) adalah ilmu
untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlak,
membangun lahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf
pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam Islam, dan
dalam perkembangannya melahirkan
aliran dalam Sufi) sering dihubungkan dengan
lain, atau kombinasi dari beberapa tradisi. Pemikiran sufi muncul di
dunia.
Ada beberapa sumber perihal etimologi dari kata sufi. Pandangan yang
umum adalah kata itu berasal dari suf, bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada
jubah sederhana yang dikenakan oleh para asetik muslim. Namun tidak semua sufi
mengenakan jubah atau pakaian dari wol. Teori etimologis yang lain menyatakan
bahwa akar kata dari sufi adalah safa, yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh
penekanan pada sufisme pada kemurnian hati dan jiwa. Teori lain mengatakan
(34)
Kelompok lain dalam Islam menyarankan bahwa etimologi dari sufi
berasal dari ashab al-suffa ("sahabat beranda") atau ahl al-suffa ("orang-orang
beranda"), yang mana adalah sekelompok muslim pada waktu
Banyak pendapat yang pro dan kontra mengenai asal-usul ajaran tasawuf,
apakah ia berasal dari luar atau dari dalam
yang menghabiskan waktu mereka di beranda masjid Nabi,
mendedikasikan waktunya untuk berdoa.
mengatakan bahwa ilmu tasawuf sangatlah membingungkan. Sebagian pendapat
mengatakan bahwa faham tasawuf merupakan faham yang sudah berkembang
sebelum
Sebagian pendapat lagi mengatakan bahwa asal-usul ajaran tasawuf
berasal dari zaman Nabi Muhammad SAW. Berasal dari kata "beranda" (suffa), menjadi Rasulullah. Orang-orang Islam baru di daerah
Irak dan Iran (sekitar abad 8 Masehi) yang sebelumnya merupakan orang-orang
yang memeluk agama non-Islam atau menganut paham-paham tertentu. Meski
sudah masuk Islam, hidupnya tetap memelihara kesahajaan dan menjauhkan diri
dari kemewahan dan kesenangan keduniaan. Hal ini didorong oleh
kesungguhannya untuk mengamalkan ajarannya, yaitu dalam kehidupannya
sangat berendah-rendah diri dan berhina-hina diri terhadap Tuhan. Mereka selalu
mengenakan pakaian yang pada waktu itu termasuk pakaian yang sangat
sederhana, yaitu pakaian dari kulit domba yang masih berbulu, sampai akhirnya
dikenal sebagai semacam tanda bagi penganut-penganut faham tersebut. Itulah
sebabnya maka pahamnya kemudian disebut paham sufi, sufisme, atau paham
(35)
dan pelakunya disebut dengan ahl al-suffa. Mereka dianggap sebagai penanam
benih paham tasawuf yang berasal dari pengetahuan Nabi Muhammad. Pendapat
lain menyebutkan tasawuf muncul ketika pertikaian antar umat
zaman
faktor
perebutan kekuasaan ini terus berlangsung di masa khalifah-khalifah sesudah
Utsman dan Ali. Muncullah masyarakat yang bereaksi terhadap hal ini. Mereka
menganggap bahwa politik dan kekuasaan merupakan wilayah yang kotor dan
busuk. Mereka melakukan gerakan ‘uzlah, yaitu menarik diri dari hingar-bingar
masalah duniawi yang seringkali menipu dan menjerumuskan. Lalu munculah
gerakan tasawuf yang di pelopori oleh
kedua
Ilmu tasawuf ini didefinisikan oleh beberapa pakar. Tasawuf
yaitu
Asal-usul ajaran sufi didasari pada sunnah Nabi Muhammad. Keharusan
untuk bersungguh-sungguh terhadap Allah merupakan aturan di antara para
muslim awal, yang bagi mereka adalah sebuah keadaan yang tak bernama,
kemudian menjadi disiplin tersendiri ketika mayoritas masyarakat mulai
menyimpang dan berubah dari keadaan ini. (Nuh Ha Mim Keller, 1995).
dalam agama Islam sebagaimana Taoisme di Tiongkok dan
ajaran Yoga di India (G.B.J. Hiltermann & Van De Woestijne). Tasawuf adalah
aliran kerohanian mistik (mystiek geestroming) dalam agama Islam (C.B. Van
Haeringen).
(36)
Seorang penulis dari mazhab Maliki, Abdil Wahhab Al-Sha'rani
mendefinisikan sufisme sebagai berikut: "Jalan para sufi dibangun dari Qur'an dan
Sunnah, dan didasarkan pada cara hidup berdasarkan moral para nabi dan yang
tersucikan. Tidak bisa disalahkan, kecuali apabila melanggar pernyataan eksplisit
dari Qur'an, sunnah, atau ijma." [Sha'rani, al-Tabaqat al-Kubra, Kairo, 1374).
Sufisme yaitu ajaran mistik (mystieke leer) yang dianut sekelompok
kepercayaan di Timur terutama Persi dan India yang mengajarkan bahwa semua
yang muncul di dunia ini sebagai sesuatu yang khayali (als idealish verschijnt),
manusia sebagai pancaran (uitvloeisel) dari Tuhan selalu berusaha untuk kembali
bersatu dengan Dia (J. Kramers Jz).
Al-Qur’an pada permulaan Islam diajarkan cukup menuntun kehidupan
batin umat Muslimin yang saat itu terbatas jumlahnya. Lambat laun dengan
bertambah luasnya daerah dan pemeluknya, Islam kemudian menampung
perasaan-perasaan dari luar, dari pemeluk-pemeluk yang sebelum masuk Islam
sudah menganut agama-agama yang kuat ajaran kebatinannya dan telah mengikuti
ajaran mistik, keyakinan mencari-cari hubungan perseorangan dengan ketuhanan
dalam berbagai bentuk dan corak yang ditentukan agama masing-masing.
Perasaan mistik yang ada pada kaum Muslim abad 2 Hijriyah (yang sebagian
diantaranya sebelumnya menganut agama Non Islam, semisal orang India yang
sebelumnya beragama
masuk dalam kehidupan kaum Muslim karena pada mereka masih terdapat
(37)
Keyakinan dan gerak-gerik (akibat faham mistik) ini makin hari makin luas
mendapat sambutan dari kaum muslim, meski mendapat tantangan dari ahli-ahli
dan guru agamanya. Maka dengan jalan demikian berbagai aliran mistik ini yang
pada permulaannya ada yang berasal dari aliran mistik Masehi, Platonisme, Persi
dan India perlahan-lahan memengaruhi aliran-aliran di dalam Islam (Abubakar
Aceh, 1980).
Paham tasawuf terbentuk dari dua unsur, yaitu (1) Perasaan kebatinan
yang ada pada sementara orang Islam sejak awal perkembangan Agama Islam,(2)
Adat atau kebiasaan orang Islam baru yang bersumber dari agama-agama non
Islam dan berbagai paham mistik. Oleh karenanya, paham tasawuf itu bukan
ajaran Islam walaupun tidak sedikit mengandung unsur-unsur ajaran Islam.
Dengan kata lain, dalam agama Islam tidak ada paham Tasawuf walaupun tidak
sedikit jumlah orang Islam yang menganutnya (MH. Amien Jaiz, 1980).
Tasawuf dan sufi berasal dari kota Bashrah di negeri Irak. Dan karena
suka mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu domba (shuuf), maka mereka
disebut dengan sufi. Soal hakikat Tasawuf, hal itu bukanlah ajaran Rasulullah
SAW dan bukan pula ilmu warisan dari
Menurut Asy Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir rahimahullah berkata: “Tatkala kita
telusuri ajaran sufi periode pertama dan terakhir, dan juga perkataan-perkataan
mereka baik yang keluar dari lisan atau pun yang terdapat di dalam buku-buku
terdahulu dan terkini mereka, maka sangat berbeda dengan ajaran Al Qur’an dan
As-Sunnah. Dan kita tidak pernah melihat asal usul ajaran sufi ini di dalam sejarah
(38)
sahabatnya yang mulia, serta makhluk-makhluk pilihan Allah Ta’ala di alam
semesta ini. Bahkan sebaliknya, kita melihat bahwa ajaran sufi ini diambil dan
diwarisi dari kerahiban
zAt Tashawwuf Al Mansya’ Wal
Mashadir, 1981:28).
Tokoh-tokoh yang mempengaruhi tasawuf Nusantara pada masa
perkembangan awal Islam yaitu:
Minangkabau, dan Syekh Abdul Wahab Rokan. Kemudian pada masa
kemerdekaan muncul tokoh-tokoh tasawuf seperti:
Adapun tokoh-tokoh
ialah Syekh
para
Kabupaten
menjadi guru dari
Sye
(39)
Jadi dapat dikemukakan bahwa ilmu tasawuf atau sufi dalam agama
Islam adalah salah satu ilmu tentang kerohanian atau kebatinan yang berdasar
kepada zikir untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ilmu tasawuf menjadi
pemerkaya batin kepada umat Islam yang mengamalkannya.
Berdasarkan latar belakang keberadaan Tarekat Naqsyabandiah
Babussalam Langkat seperti terurai di atas dan pendekatan keilmuan yang akan
dilakukan, maka penulis membuat judul penelitian ini: Munajat dalam Tarekat
Naqsyabandiah Babussalam Langkat: Kajian terhadap Fungsi, Makna Teks, dan Struktur Melodi.
1.2 Pokok Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, sebenarnya keberadaan
munajat pada Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat ini, dapat dikaji
melalui berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu ushuluddin agama Islam, ilmu
psikologi, sosiologi, linguistik, sejarah, dan lain-lainnya. Namun demikian seperti
sudah penulis kemukakan sebelumnya, dalam tesis ini penulis mendekatkan kajian
pada disiplin seni dan ilmu tasawuf. Disiplin seni yang utama pun adalah
etnomusikologi. Ini bertujuan untuk dapat memperdalam kajian estetikanya yang
dilatar belakangi keberadaan munajat dalam lingkungan Tarekat dan agama Islam
yang lebih luas yaitu mencakup persebarannya di Dunia Islam. Selain itu, kajian
terfokus ini, adalah mempertimbangkan latar belakang keilmuan penulis yang
dalam strata satu berpendidikan sebagai ilmuwan pendidik seni musik. Tentu saja
(40)
sebagaimana yang lazim dianjurkan dalam penelitian-penelitian di bidang
ilmu-ilmu seni.
Untuk memfokuskan kajian dan penyelesaian masalah, maka penulis
dalam tesis magister ini perlu dilakukan pembatasan masalah agar menghindari
pembahasan yang mengambang dan menyimpang. Adapun yang menjadi pokok
masalah yang diteliti adalah sebagai berikut.
(1) Pokok permasalahan pertama adalah bagaimana fungsi munajat dalam
kelompok Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat? Pokok masalah ini nanti akan dikaji meliputi guna munajat dan fungsinya. Guna melihat dari sisi
praktisnya, sedangkan fungsi melihat dari perspektif sosiobudaya yang lebih
luas, terintegrasi dan mendalam.
(2) Pokok masalah yang kedua adalah apa-apa saja makna yang terkandung
dalam teks (syair) munajat dalam kelompok Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat? Dalam pembahasan penelitian ini, maka pokok masalah ini akan mencakup aspek struktural dan makna semiosis, yang
mencakup seperti jumlah bait teks munajat, jumlah baris dalam satu bait,
jumlah kata dalam satu baris dan bait, suku kata per baris, penggunaan aspek
estetika seperti rima atau persajakan bunyi akhir baris, intonasi, makna
konotasi, makna denotasi, lambang, ikon, indeks, dan hal-hal sejenis.
(3) Pokok masalah yang ketiga adalah bagaimana struktur melodi munajat yang
dipraktikkan dalam kelompok Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat
yang ada pada saat ini? Pokok masalah ini akan diurai dengan parameter
(41)
formula melodi, pola-pola kadensa, kontur, dan hal-hal sejenis. Kajian ini
diharapkan akan memberikan gambaran yang jelas tentang identitas musikal
yang terkandung di dalam munajat, yang menyatu dan terintegrasi dengan
sistem estetika Islam atau tasawuf.
Selain ketiga pokok masalah di atas, di dalam tesis ini juga akan dibahas
beberapa masalah lainnya, yang dipandang dapat mengungkapkan dan membantu
menjawab tiga pokok masalah di atas. Di antara pokok masalah tambahan lainnya
adalah: Bagaimana sejarah tumbuh dan berkembangnya Tarekat Naqsyabandiah
atau persulukan di Desa Besilam (Babussalam) Langkat ? Pokok masalah ini
dibuat untuk dapat mengungkap sejarah tumbuh dan berkembangnya Tarekat ini
dari dimensi ruang dan waktu yang dilaluinya. Selain itu juga akan dikaji tentang
biografi ringkas guru pendiri Tarekat ini yaitu Syekh Abdul Wahab Rokan, yang
berlatarbelakang sebagai orang Melayu dan jiwa kemelayuan yang juga tercermin
dalam munajat ciptaan beliau. Begitu juga dengan guru-guru penerusnya, yang
akan dikaji secara singkat saja, tidak mendalam.
Pokok masalah tambahan lainnya adalah bagaimana bentuk penyajian
atau pertunjukan munajat di dalam kelompok Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat? Masalah ini akan memberikan atau mendeskripsikan jalannya penyajian munajat dari sejak awal, hingga akhir menjelang azan dan salat
maghrib, Subuh, dan Jum’at. Masalah ini akan membahas siapa penyajinya, di
mana disajikan, bagaimana menyajikannya, bagaimana respons atau umpan balik
(42)
Dengan menentukan pokok masalah seperti ini diharap akan dapat
mengungkap secara jelas tiga pokok masalah di atas. Penelitian ini juga
diharapkan akan memberikan wawasan keilmuan yang lebih terurai jelas dalam
lingkup disiplin seni dan agama sekaligus.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah
seperti uraian berikut ini.
1. Memahami guna dan fungsi munajat dalam komunitas Tarekat
Naqsyabandiah Besilam (Babussalam) Langkat.
2. Memahami makna-makna teks munajat ciptaan Syekh Abdul wahab Rokan,
yang disajikan sebelum azan pada salat Subuh, maghrib, dan Jum’at.
3. Mengetahui dan mengerti bagaimana struktur melodi munajat yang disajikan
yang mengandung unsur musikal Melayu dan Arab (Timur Tengah).
Selain itu penulisan tesis ini bertujuan untuk dapat mengungkapkan
tumbuh dan berkembangnya Tarekat Naqsyabandiah di Babussalam Langkat,
berdasarkan dimensi waktu dan ruang yang dilaluinya. Tujuan lainnya adalah
memahami bagaimana bentuk penyajian atau pertunjukan munajat didalam
(43)
1.3.2 Manfaat Penelitian
Sesuai dengan yang telah diuraikan dalam latar belakang penelitian
diatas, manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu sumber informasi tentang salah satu kesenian ritual
keagamaan dalam bentuk vokal yang ada di Langkat Sumatra Utara.
2. Sebagai usaha melestarikan seni budaya Islam, khususnya bagi masyarakat
pendukungnya.
3. Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lanjutan tentang kebudayaan seni
ritual Islam.
4. Sebagai sarana untuk memperkenalkan seni Tarekat di kalangan sivitas
akademika perguruan tinggi baik dalam lingkup daerah, nasional, atau
internasional.
5. Sebagai salah satu bahan saintifik pendukung untuk pengembangan metode
dan teori dalam bidang ilmu-ilmu seni, khususnya etnomusikologi dan seni
dalam agama, karena ilmu harus terus dikembangkan sesuai dengan
peredaran zaman.
6. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Program Magister
(S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Sumatera Utara di Medan.
7. Sebagai bahan awal untuk kajian ilmu-ilmu seni dan agama dalam perspektif
yang lebih luas, seperti dalam konteks Indonesia, Dunia Melayu, Dunia
Islam, dan perbandingan antar agama yang mempraktekkan hal-hal yang
(44)
1.4 Tinjauan Pustaka
Sebelum melakukan penelitian ini, penulis terlebih dahulu melakukan
studi kepustakaan. Ini dilakukan dengan cara mencari literatur yang berhubungan
dengan penelitian ini. Adapun yang menjadi tujuan dari studi kepustakaan ini
adalah untuk mendapatkan dasar-dasar teori yang mampu menelaah pokok
masalah, berdasar literatur-literatur tersebut dalam lingkup penelitian pengkajian
dan penciptaan seni. Kemudian memetakan sejauh apa para peneliti terdahulu
mengkaji keberadaan praktik religi munajat dan sejenisnya ini. Tujuan lainnya
adalah untuk menghindari penelitian yang tumpang tindih.
Sepanjang pengetahuan penulis, dari hasil penelitian pustaka yang
dilakukan menunjukkan bahwa hingga saat ini belum ada kajian yang berkenaan
dengan munajat Naqsyabandiah ditinjau dari aspek kajian fungsi, makna teks, dan
struktur melodi munajat dalam Tarekat Naqsyabandiah di Dunia Melayu,
termasuk di Babussalam Langkat, Sumatera Utara.
Untuk mendukung pengetahuan dan pemahaman penulis dalam
membahas permasalahan yang ada, maka penulis mempergunakan
penelitian-penelitian atau penulisan terdahulu sebagai acuan. Adapun bahan-bahan acuan
tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Buku Sejarah Syekh Abdul Wahab Tuan Guru Babussalam oleh H. Ahmad
Fuad Said. Buku yang berhalam 190 ini, menceritakan tentang sejarah
Tarekat Naqsyabandiah serta perjuangan Tuan guru Babussalam dalam
(45)
silsilah yang dipergunakan dalam Tarekat ini yang nantinya menjadi acuan
dalam membahas mengenai syair yang digunakan dalam munajat.
2. Buku yang bertajuk Hakekat Tarekat Naqsyabandiah yang ditulis oleh H.
Ahmad Fuad Syaid, diterbitkan di Babussalam Langkat oleh Pustaka
Babussalam, 1989. Buku yang terdiri dari 211 (dua ratus sebelas) halaman
dan dibagi ke dalam 18 (delapan belas) bab ini, memberikan wawasan yang
mendalam, bagaimana orang-orang dalam Tarekat Naqsyabandiah
Babussalam Langkat menilai dan mengekspresikan ide-ide keagamaannya
dalam konteks pelaksanaan Tarekat. Buku ini sangat membantu melihat dari
sisi pandangan orang dalam (insider), agar peneliti tidak terjebak dalam
tafsiran yang menurut persepsi peneliti sendiri. Buku ini memberikan data
yang diperlukan dalam konteks studi dengan teori etnosains atau grounded
theory.
3. Seterusnya buku yang bertajuk Mengenang Kembali Syekh Fakih Tambah,
yang ditulis oleh Sulaiman JWR, tahun 2002, yang diterbitkan di
Babussalam. Buku ini memberikan gambaran tentang Syekh Fakih Tambah,
sebagai seorang tokoh ulama, pemimpin agama, dan ahli tasawuf. Beliau
adalah putra Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Kholidi Naqsabandi, Tuan Guru
Mursyid dan Nazir Babussalam langkat, Sujmatera Utara, Indonesia. Buku ini
memberikan pengetahuan lebih jauh bagaimana kontinuitas yang dilakukan
keturunan Syekh Abdul Wahab Rokan ini dalam mengelola kelompok
(46)
4. Buku berbahasa Inggris, Sufi Expressions of the Mystic Quest oleh Laleh
Bakhtiar. Buku ini memandu penulis untuk lebih mengenal bentuk-bentuk
seni sufistik Islam. Bahwa Islam sebagai sebuah agama besar memiliki
sisi-sisi spritualitas dalam seninya, yang memiliki berbagai genre, khususnya
sebagai sen sufistik.
5. Buku Sastra Melayu Sumatra Utara oleh Muhammad Takari Bin jilin
Syahrial dan Fadlin Bin Muhammad Dja’far. Dalam buku ini, Takari dan
fadlin menguraikan secara mendalam bagaimana keberadaan sastra Melayu
yang terdapat di Sumatera Utara, seperti sinandong, syair, gubang, pantun,
gurindam, nazam, talibun, seloka, dan lain-lainnya dengan pendekatan multidisiplin ilmu. Buku ini membantu penulis dalam mengenal sastra
Melayu dan menelaah permasalahan-permasalahan dalam memaknai maksud
dari syair munajat.
6. Psikologi Komunikasi oleh Jalaluddin Rakhmat. Buku ini berisikan hal-hal
yang dikomunikasikan oleh suatu kelompok kepada masyarakat serta
bagaimana bentuk komunikasi tersebut mempengaruhi perilaku manusia.
Buku ini membantu penulis untuk memahami bagaimana penerimaan pesan
komunikasi dan komunikasi yang terjadi pada saat disajikannya munajat
menjelang azan dan salat Maghrib, Subuh, dan Jum’at di dalam kelompok
Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat.
7. Selanjutnya buku Bersufi Melalui Musik oleh Abdul Muhaya. buku ini
menjelaskan tentang tingkatan spiritualitas dalam mendengarkan musik dan
(47)
Islam tentang musik. Bagi kalangan sufi, musik (al-sama’) merupakan alat
stimulus Ilahiah yang dapat meningkatkan kecintaan mereka kepada Allah.
Melalui kecintaan yang kuat, seorang sufi akan sampai kepada derajat wajd
(ekstasi). Ini adalah sebuah peristiwa suatu perasaan yang ditimbulkan oleh
rasa cinta yang sungguh-sungguh kepada Sang Khalik (Allah Subhana
Wata’ala) dan kerinduan untuk selalu bertemu dengan Allah. Buku ini
memberikan wawasan yang luas tentang bagaimana memandang dan
mengkaji seni musik dalam dunia tasawuf dalam Islam.
8. Buku Mutiara Al-Qur’an dalam Kapita Selecta oleh Kadirun Yahya. Buku
ini membantu penulis untuk lebih mengerti dan memahami tentang
terminologi yang lazim digunakan di kalangan sufi yaitu wasilah rabithah
dan adab dalam melakukan Suluk serta sudut pandang ilmiah metafisika
tasawuf.
9. Selanjutnya buku Sejarah Teori Antropologi Budaya oleh J.Van Baal. Buku
ini banyak membantu penulis dalam mencari teori yang berhubungan dengan
agama sebagai gejala budaya. Buku ini memberikan ilmu pengatahuan
kepada penulis tentang bagaimana pendekatan secara budaya terhadap
fenomena-fenomena agama sebagai sebuah realitas budaya dan sosial.
10. Dalam rangka kajian pustaka terhadap munajat ini dalam perspektif
etnomusikologi, penulis membaca buku William P. Malm, 1977. Music
Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New Jersey, Englewood Cliffs: Prentice Hall; serta terjemahannya dalam bahasa Indonesia, William P.
(48)
bahasakan oleh Muhammad Takari, Medan: Universitas Sumatera Utara
Press. Buku ini di salah satu babnya mengkaji secara umum budaya musik
Islam di Timur Tengah, yang umum menggunakan istilah-istilah seperti
maqam, maqamat, datsgah, iqa’at, huda, qasidah, dan sejenisnya sebagai identitas musik Islam.
11. Penulis juga membaca skripsi sarjana etnomusikologi yang ditulis oleh
Makhmud Hasbi, 1993. Studi Komparatif terhadap Aspek-aspek Muzikal
dalam Penyajian Azan oleh Empat Muazin di Kotamadya Medan. Skripsi Sarjana Muda Seni, di Bidang Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas
Sumatera Utara, Medan. Skripsi ini memberikan pengetahuan kepada penulis
tentang bagaimana azan dipraktikkan oleh masyarakat Islam di Sumatera
Utara dengan ciri ornamentasinya. dari skripsi ini juga penulis akan melihat
gaya munajat yang disajikan di dalam komunitas Tarekat Naqsyabandiah
Babussalam Langkat.
12. Demikian pula untuk melihat aspek estetis melodi munajat, penulis membaca
skripsi sarjana seni Etnomusikologi, Fakultas Sastra USU Medan, yang
ditulis oleh Elydawati Pasaribu, 1993. Tradisi Musik Vokal Marhaban dalam
Upacara Menabalkan Anak di Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang. Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Skripsi ini juga nmemberikan pengetahuan tentang bagaimana secara musikal
marhaban dan barzanji disajikan dalam kebudayaan masyarakat muslim di
(49)
13. Selanjutnya penulis menggunakan halaman w.
Situs ini membantu penulis dalam menganalisis maqam yang dipergunakan
dalam pembacaan senandung munajat serta pembagian pembagian frase
dalam kalimat lagu.
1.5 Konsep dan Landasan Teori 1.5.1 Konsep
Dalam rangka memperjelas makna-makna peristilahan yang digunakan
dan berhubungan dengan topik tesis ini, maka penulis akan menjelaskan apakah
konsep dan teori itu. Penulis mengunakan ini agar tidak terjadi pendistorsian
makna. Konsep adalah rancangan ide atau pengertian yang diabstrakan dari
peristiwa kongkret (Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, 2005:588).
Dalam penulisan tesis ini konsep yang akan diuraikan adalah tentang: (1)
munajat, (2) kajian, (3) fungsi, (4) teks, dan (5) struktur melodi. Konsep ini
terutama mengacu kepada pandangan para ahli di dunia ilmu pengetahuan seni
dan dari kalangan Tarekat Naqsyabandiah itu sendiri.
(1) Munajat secara etimologi berarti Doa atau permintaan kepada Allah.
Dalam Tarekat Naqsyabandiah dikenal ada 2 (dua) macam munajat yang dikenal
yaitu: (1) Munajat yang dibacakan setiap melakukan ritual zikir dalam bersuluk
yang berisi kalimah “ilahi anta maksudi waridho kamaklubi” yang artinya adalah
Allah yang dimaksud/dituju dan ridho yang diharapkan. (2) Munajat yang
(50)
Jum’at yang diciptakan oleh tuan guru Babussalam pertama Syekh Abdul Wahab
Rokan Naqsyabandy yang terdiri dari 44 (empat puluh empat) bait. Adapun
pemaksudan dari munajat yang akan dibahas dalam tesis ini adalah munajat yang
terdiri dari 42 (empat puluh dua) bait tuan guru di atas. Dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia W.J.S Poerwadarminta munajat berarti bergaul dengan tuhan dalam doa (berdoa dalam batin).
Tarekat menurut pengertian bahasa berarti jalan, aliran, cara, garis,
kedudukan tokoh terkemuka, keyakinan, mazhab, sistem kepercayaan dan agama.
Berasaskan tiga huruf yaitu huruf Ta, Ra dan Qaf. Ada Masyaikh yang
menyatakan bahwa huruf Ta bererti Taubat, Ra berarti Redha dan Qaf berarti
Qana’ah. Lafaz jamak bagi Tarekat ialah Taraiq atau Turuq yang berarti tenunan dari bulu yang berukuran 4 (empat) hingga 8 (delapan) hasta dan dipertautkan
sehelai demi sehelai. Tarekat juga berarti garisan pada sesuatu seperti garis-garis
yang terdapat pada telur dan menurut Al-Laits Rahmatullah ‘alaih, Tarekat ialah
tiap garis di atas tanah, atau pada jenis-jenis pakaian.
Menurut al-Jurjani dalam kitabnya Al-Ta'rifaat: "Tarekat adalah jalan
yang khusus bagi ahli salikin (orang yang berjalan) menuju kepada Allah dengan
melalui berbagai rintangan dan peningkatan berbagai makam." (Al-Jurjani,
Ta'rifaat H: 94).
Naqsyabandiyah adalah nama salah satu Tarekat dari sahabat rasullullah
Abu Bakar Siddik Ra dan didirikan oleh Sayyid Shah Muhammad Bahauddin
Naqshband Al-Bukhari Al-Uwaisi Rahmatullah pada bulan Muharram tahun 717
(51)
dengan abad ke 14 (empat belas) Masehi di sebuah perkampungan bernama
Qasrul ‘Arifan Bukhara. Naqsyabandiah terdiri dari 2 kata : Naqs berarti lukisan,
ukiran, peta atau tanda. Band berarti terpahat, terlekat, tertampal atau terpatri.
Naqsyaband berarti “ukiran yang terpahat” dan maksudnya adalah mengukirkan
kalimah Allah Subhana Wa Ta’ala dihati sanubari sehingga benar-benar terpahat
dalam pandangan mata hati yakni pandangan Basirah.
(2) Konsep mengenai kajian. Istilah ini berasal dari kata analisa atau
analisis, yaitu penyelidikan dan penguraian terhadap satu masalah untuk
mengetahui keadaan yang sebenar-benarnya serta proses pemecahan masalah
yang di mulai dengan dugaan akan sebenarnya (Poerwadarminta dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 2005).
(3) Selanjutnya yang dimaksud fungsi menunjuk pada bagian yang
dimainkan dalam sebuah sistem. Fungsi dan peran merupakan sebuah kesatuan
dalam pemahaman bahwa peran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
fungsi. Selanjutnya peranan dapat merupakan fungsi dari satu variabel ke variabel
lainnya dalam satu kesatuan. Artinya setiap variabel dalam kesatuan itu memiliki
peranan tertentu. Peranan (role) adalah: (1) fungsi individu atau peranannya dalam
satu kelompok atau institusi, (2) fungsi atau tingkah laku yang diharapkan ada
pada individu, atau yang menjadi ciri atau sifat dari dirinya, (3) fungsi sembarang
variabel dalam satu kaitan sebab akibat (Chaplin,1989:439).
(4) Kemudian yang dimaksud dengan teks atau lirik Teks adalah naskah
yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari Kitab Suci untuk pangkal
(52)
berpidato, dan sebagainya (Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia 2005). Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka yang dimaksud
dengan teks adalah lirik munajat yang diciptakan oleh Syekh Abdul Wahab
Rokan. Teks ini ada yang strukturnya berdasarkan syair dalam kebudayaan
Melayu. Syair sendiri adalah salah satu genre sastra tradisi Melayu yang dalam
satu bait terdiri dari empat baris, menggunakan rima, dan kesemuanya adalah isi.
Syair dalam budaya Melayu dibawa pertama kali oleh Hamzah Fansuri abad
ke-13 (Takari dan Fadlin, 2010:45).
(5) Yang dimasud dengan struktur melodi adalah sebagai berikut.
Struktur adalah bangunan (teoretis) yang terdiri atas unsur-unsur yang
berhubungan satu sama lain dalam satu kesatuan. Struktur ini bisa dikaitkan
dengan pengertian struktur sosial atau struktur masyarakat. Begitu juga dengan
struktur gedung atau bangunan. Struktur juga bermakna sebagai bangunan bisa
saja bangunan musik, bangunan sejarah, bangunan tari, bangunan atom, dan
lain-lain. Atau bisa juga sebagai kerangka yang membentuk bidang-bidang apa saja.
Misalnya kerangka karangan, kerangka layang-layang, dan seterusnya
(Poerwadarminta, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Dalam
kaitannya dengan tulisan ini, struktur yang dimaksud adalah merujuk kepada
struktur melodi. Struktur ini terdiri dari unsur-unsur: tangga nada, wilayah nada,
nada dasar, formula melodi, interval yang digunakan, nada yang digunakan,
(53)
1.5.2 Teori
Selanjutnya yang dimaksud dengan teori adalah pendapat yang
didasarkan pada penelitian dan penemuan, yang didukung oleh data dan
argumentasi (Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, 2005:1177). Dalam pelaksanaannya, terutama untuk mencapai tujuannya,
penelitian ini menggunakan sejumlah perangkat teori, prinsip pendekatan dan
prosedur pemecahan masalah yang relevan yaitu sebagai berikut.
(1) Untuk menganalisis fungsi dan guna munajat di dalam komunitas
Tarekat Naqsyabandiah, penulis menggunakan teori fungsionalisme. Menurut
Bronislaw Malinowski, yang dimaksud fungsi itu intinya adalah bahwa segala
aktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari
sejumlah keinginan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh
kehidupannya. Kesenian sebagai contoh dari salah satu unsur kebudayaan, terjadi
karena mula-mula manusia ingin memuaskan keinginan nalurinya terhadap
keindahan. Ilmu pengetahuan juga timbul karena keinginan naluri manusia untuk
tahu. Namun banyak pula aktivitas kebudayaan yang terjadi karena kombinasi
dari beberapa macam human need itu. Dengan paham ini seorang peneliti bisa
menganalisis dan menerangkan banyak masalah dalam kehidupan masyarakat dan
kebudayaan manusia.9
9
Lihat Koentjaraningrat (ed.) Sejarah Teori Antropologi I (1987:171). Abstraksi tentang fungssi yang ditawarkan oleh Malinowski berkaitan erat dengan usaha kajian etnografi dalam antropologi. Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode etnografi berintegrasi secara fungsional yang dikembangkan dalam kuliah-kuliahnya tentang metode-metode penelitian lapangan dalam masa penulisan buku etnografi mengenai kebudayaan masyarakat Trobiands, selanjutnya menyebabkan bahwa konsepnya mengenai fungsi sosial dari adat, tingkah laku manusia dan institusi-institusi sosial menjadi begitu mantap (Koentjaraningrat, 1987:67).
(54)
Selaras dengan pendapat Malinowski, munajat dalam komunitas Tarekat
Naqsyabandiah Babussalam Langkat, Sumatera Utara, timbul dan berkembang
karena diperlukan untuk memuaskan suatu rangkaian keinginan naluri
masyarakatnya. Munajat timbul, karena masyarakat pengamalnya ingin
memuaskan keinginan nalurinya terhadap keindahan dan keagamaan. Namun
lebih jauh daripada itu, akan disertai dengan fungsi-fungsi lainnya, seperti
integrasi masyarakat, hiburan, kontinuitas budaya dan lainnya.
Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkait erat
dengan struktur sosial masyarakat. Bahwa struktur sosial itu hidup terus,
sedangkan individu-individu dapat berganti setiap masa. Dengan demikian,
Radcliffe-Brown yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu
masyarakat, mengemukakan bahwa fungsi adalah sumbangan satu bagian
aktivitas kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya.
Tujuan fungsi adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal,
seperti yang diuraikannya berikut ini.
By the definition here offered ‘function’ is the contribution which a partial activity makes of the total activity of which it is a part. The function of a perticular social usage is the contribution of it makes to the total social life as the functioning of the total social system. Such a view implies that a social system ... has a certain kind of unity, which we may speak of as a functional unity. We may define it as a condition in which all parts of the social system work together with a sufficient degree of harmony or internal consistency, i.e., without producing persistent conflicts can neither be resolved not regulated (1952:181).
Sejalan dengan pandangan Radcliffe-Brown, munajat bisa dianggap
(55)
Pertunjukan munajat adalah salah satu bahagian aktivitas yang bisa menyumbang
kepada keseluruhan aktivitas, yang pada masanya akan berfungsi bagi
kelangsungan kehidupan budaya masyarakat pengamalnya. Fungsinya lebih jauh
adalah untuk mencapai tingkat harmoni dan konsistensi internal. Pencapaian
kondisi itu, dilatarbelakangi oleh berbagai-bagai kondisi sosial dan budaya dalam
masyarakat Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat.
Soedarsono yang melihat fungsi seni, terutama dari hubungan praktikal
dan integratifnya, mereduksi tiga fungsi utama seni pertunjukan, yaitu: (1) untuk
kepentingan sosial atau sarana upacara; (2) sebagai ungkapan perasaan pribadi
yang dapat menghibur diri, dan (3) sebagai penyajian estetika (1995). Selaras
dengan pendapat Soedarsono, munajat mempunyai fungsi sosial, ungkapan
perasaan pribadi yang dapat menghibur diri dan penyajian estetika.
Dengan tetap bertolak dari teori fungsi, yang kemudian mencoba
menerapkannya dalam etnomusikologi, lebih lanjut secara tegas Merriam
membedakan pengertian fungsi ini dalam dua istilah, yaitu penggunaan dan
fungsi. Menurutnya, membedakan pengertian penggunaan dan fungsi adalah
sangat penting. Para pakar etnomusikologi pada masa lampau tidak begitu teliti
terhadap perbedaan ini. Jika kita berbicara tentang penggunaan musik, maka kita
menunjuk kepada kebiasaan (the ways) musik dipergunakan dalam masyarakat,
sebagai praktik yang biasa dilakukan, atau sebagai bahagian daripada pelaksanaan
adat istiadat, sama ada ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan
aktivitas-aktivitas lain (1964:210). Lebih jauh Merriam menjelaskan perbedaan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)